You are on page 1of 28

Laporan Kasus Dokter Internship

CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) Et Causa


KARDIOMIOPATI

Disusun Oleh :
dr. Mirzania Mahya Fathia

Pembimbing :
1. Letkol Kes dr. Budhi Pranowo, Sp.A NRP 527111
2. dr. Dwi Indri Sayekti NIP 198409082010122004

RSAU LANUD ISWAHYUDI MAGETAN


DINAS KESEHATAN KABUPATEN MAGETAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus Dokter Internship

CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) Et Causa KARDIOMIOPATI

Oleh :

dr. Mirzania Mahya Fathia

Mengetahui,

Dokter Penangung-Jawab Pasien Dokter Pembimbing

Letkol Kes dr. Budhi Pranowo, Sp.A dr. Dwi Indri Sayekti
NRP 527111 NIP 198409082010122004

1
BAB I
PENDAHULUAN

Peristiwa gagal jantung pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya


sindroma klinik akibat miokardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolik,
termasuk pertumbuhan.1,2 Keadaan ini timbul oleh kerja otot jantung yang
berlebihan, biasanya karena faktor mekanik yaitu kelainan struktur jantung pada
penyakit jantung bawaan (PJB) maupun didapat yang menimbulkan beban volume
(preload) atau beban tekanan (afterload) yang berlebih dan faktor miokardium
yaitu kelainan otot jantung sendiri atau insufisiensi miokardium seperti pada
proses inflamasi atau gabungan kedua faktor di atas. 2,3
Pada stadium awal gagal jantung, terjadi berbagai macam mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan fungsi metabolik normal, ketika mekanisme
tersebut menjadi tidak efektif, manifestasi klinis yang timbul akan semakin
bertambah berat.1 Sampai saat ini belum ada data yang valid mengenai insidensi
gagal jantung akut pada anak.4 Gagal jantung memberi kontribusi terhadap
estimasi 15 juta kematian anak tiap tahun di dunia, penyebab tersering adalah PJB.
Menurut dr.Sukman Tulus Putra, SpA, Ketua Divisi Kardiologi Anak RSCM,
penderita PJB 90% meninggal karena gagal jantung dalam usia kurang dari satu
tahun, sedangkan sisanya terjadi pada umur 1-5 tahun. Penyebab gagal jantung
pada umur 5-15 tahun umumnya kelainan jantung di dapat (diantaranya demam
reumatik).4,5
Saat ini penentuan derajat gagal jantung masih menggunakan kriteria klinis
gagal jantung yaitu kriteria Ross (kemampuan minum, laju jantung, laju nafas, dan
keringat yang berlebihan) dan pada pemeriksaan penunjang non invasif yaitu
ekokardiografi. Sampai saat ini strategi yang efektif dan cost-effective masih terus
dikembangkan untuk menegakkan diagnosis gagal jantung secara obyektif melalui
pemeriksaan laboratorium pada penderita yang telah memiliki penyakit atau pada
penderita yang memiliki risiko untuk terjadi gagal jantung. Diharapkan dengan
strategi yang tepat memungkinkan klinisi memberikan terapi awal, mencegah atau
paling tidak memperlambat terjadinya gagal jantung.4

2
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
1. Nama : An. S
2. Usia : 9 tahun
3. No. CM : 085991
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Alamat : Desa Bangunasri 1/1 Barat, Magetan, Jawa Timur
6. Tanggal Masuk : Rabu, 31 Oktober 2018

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Bengkak di seluruh tubuh
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSAU Lanud Iswahyudi atas Rujukan dr.D,
Sp.A dengan keluhan utama bengkak diseluruh tubuh. Anamnesis
dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis kepada wali pasien
(nenek dan tante) pada tanggal 31 Oktober 2018 pada pukul 19.50 WIB.
Satu bulan sebelum masuk rumah sakit, orang tua pasien mengatakan
bahwa pasien sempat mengalami demam dan ISPA disertai gejala
pembengkakan di kedua pipi yang telah mengecil 2 hari setelahnya, oleh
karena itu keluarga pasien membawa pasien berobat ke bidan dan
mendapat terapi Amoksisilin. Namun setelah pasien mengkonsumsi
amoksisilin, muncul bintik merah di tubuh sehingga pemberian obat
tersebut dihentikan karena dicurigai pasien alergi terhadap amoksisilin.
Tiga minggu sebelum masuk rumah sakit pasien telah sembuh dan dapat
melanjutkan aktivitas normal termasuk sekolah.
Dua minggu sebelum masuk rumah sakit, orang tua pasien
mengatakan bahwa pasien menderita demam kembali. Demam disertai
sesak nafas tanpa mengi, keringat malam, dan mudah lelah. Keluhan

3
membaik dengan sendirinya dalam 5 hari dan pasien dapat melanjutkan
aktivitas seperti biasanya.
Lima hari sebelum masuk rumah sakit, orangtua pasien mengeluhkan
muncul bengkak di seluruh tubuh. Bengkak dimulai dari kelopak mata dan
pipi terutama ketika bangun tidur lama kelamaan menyebar ke seluruh
tubuh, bengkak hilang ketika pasien beraktivitas normal. Pasien juga
mengeluhkan sesak di malam hari, mengi (-), nafsu makan menurun, mual
bila makan terlalu kenyang.
Tiga hari sebelum masuk rumah sakit, bengkak menyebar ke seluruh
tubuh, sesak diikuti batuk, nafsu makan menurun, mual (+), muntah (-),
sesak (+), demam (-), pusing (-), BAK jarang (+), BAK merah (-), BAB
normal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Penyakit Bengkak : disangkal
b. Penyakit Alergi : disangkal
c. Riwayat Gangguan Ginjal : disangkal
d. Riwayat Operasi : disangkal
e. Riwayat Cacar Air : (+) usia 3 bulan
Keluarga pasien mengaku bahwa sejak kecil pasien tidak dapat
melakukan aktivitas berat, sering ngos – ngosan bila beraktivitas sejak usia
2,5 tahun, keluhan muncul biru – biru di tubuh (-), nafsu makan baik,
bengkak – bengkak (-), keterlambatan pertumbuhan (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Penyakit Jantung : disangkal
b. Penyakit Gangguan Ginjal : disangkal
c. Penyakit Hipertensi : (+) kakek dan nenek
d. Riwayat Alergi : (+) ibu alergi udang
e. Riwayat Tumor : (+) ibu dengan Ca Getah Bening

4
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Meninggal
: Penderita Hipertensi
5. Riwayat Kelahiran
Pasien adalah anak tunggal. Ibu pasien rutin memeriksakan
kehamilan di dokter kandungan serta minum vitamin dan tablet besi
selama kehamilan. Saat hamil pasien, ibu pasien berusia >35 tahun. Ibu
pasien tidak mengalami sakit berat maupun komplikasi kehamilan selama
hamil. Pasien lahir melalui persalinan spontan yang dibantu oleh bidan
dengan usia kehamilan 41 minggu dengan berat badan lahir 2900 gram.
Pasien langsung menangis kuat setelah lahir dan tidak ditemukan cacat
tubuh bawaan saat pemeriksaan setelah lahir.
6. Riwayat Asupan Gizi
Pasien diberi air susu ibu sejak lahir sampai usia 2 tahun. Pada usia 6
bulan pasien mulai diberikan bubur susu dan pada usia 10 bulan mulai
diberikan bubur nasi. Saat ini, biasanya pasien makan dengan nasi, sayur,
dan lauk pauk berupa tahu, tempe, telur, dan daging ayam bergantian.
Pasien makan 3 kali sehari sebanyak ¾ sampai dengan 1 porsi orang
dewasa. Selama sakit, nafsu makan pasien menurun, namun frekuensi
makan masih 3 kali per hari. Kesan kualitas cukup dan kuantitas nutrisi
cukup selama sakit.
7. Riwayat Imunisasi
Menurut nenek pasien, pasien mendapat imunisasi dasar lengkap
sesuai jadwal pada Kartu Menuju Sehat (KMS) yaitu BCG pada saat usia 1

5
bulan (terdapat skar BCG di bahu kanan), hepatitis B 0/I/II/III (pada saat
lahir, usia 2, 3, dan 4 bulan), DPT I/II/III (pada saat usia 2, 3, dan 4 bulan),
polio 0/1/2/3 (pada saat usia 1, 2, 3, dan 4 bulan), serta campak pada saat
usia 9 bulan yang dilakukan di Puskesmas. Kesan imunisasi lengkap sesuai
dengan usia.
8. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Saat ini, pasien berusia 9 tahun dengan berat badan 28 kg dan tinggi
badan 127 cm. Pasien mulai duduk tanpa dibantu saat usia 7 bulan dan
berjalan sendiri pada usia 13 bulan. Saat ini, pasien bersekolah di sekolah
dasar. Pasien mempunyai banyak teman di lingkungan sekolah, mampu
bergaul bersama dengan teman sebaya. Pasien juga dapat menerima
pelajaran dengan baik. Kesan pertumbuhan dan perkembangan sesuai
dengan usia.
9. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien sehari – hari dirawat oleh nenek dan tantenya yang bekerja
sebagai pedagang. Saat ini, pasien bersekolah di sekolah dasar. Pasien
mempunyai banyak teman di lingkungan sekolah, mampu bergaul bersama
dengan teman sebaya.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Lemas /CM
2. Kesadaran : GCS E4M5V6
3. Vital Sign
Tekanan Darah : 125/92 mmHg
Nadi : 130 x/menit
Pernapasan : 26 x/menit
Suhu : 36,9o C
4. Status Antropometri
Berat Badan : 28 kg
Tinggi Badan : 127 cm
5. Pemeriksaan kepala
Kepala : mesocephal, simetris, jejas (-), wajah sedikit edem (+)

6
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, reflek cahaya +/+,
pupil isokor Ø 3mm/3mm, strabismus -/-
6. Pemeriksaan Hidung : discharge -/- , hiperemis -/-
7. Pemeriksaan Mulut : sianosis (-), faring hiperemis (-), T1 – T1
8. Pemeriksaan Thoraks
Paru
Inspeksi : Dada simetris, ketertinggalan gerak (-), retraksi intercostals
(-), jejas (-)
Palpasi :Nyeri tekan (-), lokal fremitus paru kanan = paru kiri,
ketertinggalan gerak (-)
Perkusi : Sonor bagian superior dekstra dan sinistra / redup bagian
inferior dekstra dan sinistra
Auskultasi Superior : Suara dasar vesikuler +/+,Ronkhi basah halus -/-,
Ronkhi basah kasar -/-, Wheezing -/-
Inferior : Suara dasar vesikuler +/+ (menurun) , Ronkhi
basah halus -/-, Ronkhi basah kasar -/-, Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : tampak pulsasi ictus cordis di SIC VI 2 jari medial LMCS
Palpasi : ictus cordis teraba SIC VI 2 jari medial LMCS, ictus
cordis kuat angkat
Perkusi : batas jantung kanan atas SIC II LPSD
batas jantung kiri atas SIC II LPSS
batas jantung kanan bawah SIC IV LPSD
batas jantung kiri bawah SIC VI 2 jari medial LMCS
Auskultasi : S1 > S2, regular, murmur (-), gallop (-)
9. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : jejas (-), cembung, supel
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : timpani (+), pekak alih (+), pekak sisi (+), undulasi (-)
Palpasi : nyeri tekan (+) hipocondriaca dextra dan sinistra
10. Pemeriksaan Hepar dan Lien : tak teraba pembesaran

7
11. Pemeriksaan ekstermitas
Superior : edema (+ minimal /+ minimal), sianosis (-/-), akral
hangat (+/+), CR < 2 detik
Inferior : edema (+/+), sianosis (-/-), akral hangat(+/+), CR < 2 detik

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium (tanggal 31 Oktober 2018 jam 20.34)
Pemeriksaan Darah Pemeriksaan Urin
Hb 12,0 g/dL Warna Kuning, Jernih
Leukosit 9710 U/L Berat Jenis 1020
Ht 37,1 % pH 5,5
Trombosit 218.000/uL Albumin Negatif
Ureum 20 mg/dL Eritrosit 3-5
Kreatinin 0.9 mg/dL Leuokosit 1-3
Chol 132 mg/dL Epitel 1-3
Trigliserid 136 mg/dL Bakteri Negatif
GDS 106 mg/dL Kristal Negatif
Na 137 mmol/L
K 4 mmol/L
Cl 114 mmol/L

2. Pemeriksaan EKG (tanggal 1 November 2018 jam 13.40)

Kesan : Sinus Takikardi, RBBB

8
3. Rontgen Thoraks (tanggal 31 Oktober 2018 jam 19.30)

Kesan : Cardiomegali
Saat ini tak tampak jelan gambaran efusi pleura kanan kiri

E. Diagnosis
Sindroma Nefrotik dengan Asites Minimal dan Suspect Efusi Pleura Dextra
dan Sinistra dd CHF e.c Susp. PJB Asianotik

F. Terapi
Terapi di IGD (tanggal
1. O2 2 lpm (NK)
2. IVFD RL 5 tpm (iv)
3. Inj. Furosemid 2 x 20 mg (iv)
4. Inj. Ranitidin 2 x 25mg (iv)
5. Monitoring Balance Cairan  tampung urin
Konsul dokter Spesialis Anak (tanggal 12 Maret 2016 pukul 08.50) :
1. Terapi lanjut dan monitoring balance cairan
2. Rawat Bangsal Neptunus

9
G. Follow up Pasien
Waktu Keluhan dan Pemeriksaan Fisik
1 November 2018 S: Bengkak pada kedua kaki dan mata 5 hari yang
lalu (berkurang), demam (-), mual (+), muntah (-)
sering sesak (+). RPD : ISPA 1 bulan yang lalu
O: Ku/Kes : cukup/CM
TD: 100/80, N: 98 x/m RR:24x/m S: 36,4 C
K/L : ca -/- si -/- edem wajah (berkurang)
Paru : S1>S2 reg, m (-) g(-)
Abdomen : supel, datar, Bu + N, asites (menurun)
Ekstrimitas : pitting edem superior -/- , inferior
+/+ (berkurang)
Urin Output : (+)
A : Edem Anasarka Membaik e.c CHF dd SN
P: IVFD RL 8 tpm (makro)
Inj Furosemid 20mg – 0 – 0 (iv)
Konsul Sp.Jp
Tirah Baring ½ duduk

1 November 2018 Hasil Konsul dr. Abu, Sp.JP


O : Pemeriksaan fisik : Murmur tidak ada,
Ro : Cardiomegali
A : CHF e.c Cardiomiopati dd PJB Asianotik
P : EKG, Cek Albumin
PO Digoxin 0,25 mg 1 x ½ tablet
PO Ramipril 1 x 2,5 mg

2 November 2018 Hasil Cek Albumin Darah ( 1 Nov 2018)


3,5 gr/dL (dbn)

2 November 2018 S: Demam (-), Mual (-), Bengkak (-), Sesak (-)
O: Ku/Kes : cukup/CM

10
TD: 110/80, N: 90 x/m RR:22x/m S: 36,7 C
K/L : ca -/- si -/- edem wajah (-)
Paru : S1>S2 reg, m (-) g(-)
Abdomen : supel, datar, Bu + N, asites (-)
Ekstrimitas : pitting edem superior -/- , inferior -/-
Urin Output : (+)
A : CHF e.c Susp PJB Asianotik
P: IVFD RL 8 tpm (makro)
Inj Furosemid 10mg – 0 – 0 (iv)
PO Digoxin 0,25 mg 1 x ½ tablet
PO Ramipril 1 x 2,5 mg
Selanjutnya kontrol poli Jantung
Poli Jantung
26 November 2018 S : Kontrol (+), kemarin sesak (+)
O : TD = 98/86 N=120 x/menit
A : Heart Failure e.c Kardiomiopati
P : Digoxin 1x ½ tab
Ramipril 1x 2,5 mg
Vit B Complex 2x1 tab

26 November 2018 S : Kontrol (+), pusing (+), mual (+)


O : TD = 103/90 N=73 x/menit
A : Heart Failure e.c Kardiomiopati
P : Digoxin 1x ½ tab
Ramipril 1x 2,5 mg
Vit B Complex 2x1 tab
Ondansentron 3 x ½ tab p.r.n

11
BAB III
LANDASAN TEORI
A. Definisi
Gagal jantung merupakan masalah khusus pada anak berupa
ketidakmampuan jantung sebagai pompa darah untuk memenuhi secara
adekuat kebutuhan metabolisme tubuh termasuk pertumbuhan. Gagal jantung
merupakan suatu sindrom klinis yang disebabkan oleh gagalnya mekanisme
kompensasi otot jantung dalam mengantisipasi peningkatan beban volume
ataupun beban tekanan yang berlebih yang sedang dihadapinya, sehingga tidak
mampu memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan tubuh.4-13 Kemampuan jantung untuk memompa darah guna
memenuhi kebutuhan tubuh ditentukan oleh curah jantung yang dipengaruhi
oleh empat faktor yaitu 4-6,12, 14-15 :
1. Preload (volume work) yang setara dengan isi diastolik akhir,
2. After load (pressure work) yaitu jumlah resistensi total, yang harus dilawan
saat ventrikel berkontraksi,
3. Kontraktilitas miokardium, yaitu kemampuan intrinsik otot jantung untuk
menghasilkan tenaga dan berkontraksi tanpa tergantung kepada preload
maupun after load serta,
4. Frekuensi denyut jantung.

B. Epidemiologi
Prevalensi dan insiden gagal jantung anak di dunia saat ini belum
ditemukan data pasti, karena belum terdapat klasifikasi universal yang
diterapkan terhadap gagal jantung anak. Gagal jantung anak terbanyak berasal
dari anak yang lahir dengan malformasi kongenital. Diperkirakan bahwa 15%
sampai 25% anak-anak yang memiliki penyakit jantung struktural menjadi
gagal jantung dikemudian hari.3 Dua studi dari gagal jantung pada anak
masing-masing mencakup 10 tahun, telah dilaporkan dari fasilitas tersier
4,5
Eropa. Lebih dari setengah kasus gagal jantung anak dilaporkan dalam
kedua studi disebabkan oleh penyakit jantung bawaan. Hal ini mencerminkan
fakta bahwa penyakit jantung bawaan jauh lebih umum daripada penyebab lain

12
dari gagal jantung. Penyebab gagal jantung dominan yang dilaporkan diantara
negara berkembang ialah kardiomiopati primer. Kejadian dari kardiomiopati
primer di negara-negara berkembang dilaporkan antara 0,8 sampai 1,3 kasus
per 100.000 anak di kelompok usai 0-18 tahun. 6

C. Etiologi
Dalam hubungan yang luas ada dua faktor penyebab gagal jantung :2,3,10
1. Faktor mekanik (kelainan struktur jantung); kondisi miokardium normal,
akan tetapi gangguan dari beban kerja yang berlebihan, biasanya kelebihan
beban volume (preload) atau tekanan (afterload) akibat PJB atau didapat.
2. Faktor miokardium yaitu kelainan otot jantung sendiri atau insufisiensi
miokardium, misalnya:
a. Radang atau intoksikasi otot jantung pada penderita demam reumatik
atau difteri.
b. Otot jantung kurang makanan, seperti pada anemia berat.
c. Perubahan-perubahan patologis dalam struktur jantung, missal
kardiomiopati.
Selama masa bayi gagal jantung biasanya disebabkan oleh masalah
struktural, walaupun kelainan pada otot jantung kadang-kadang ditemukan.
Pada umur empat minggu tahanan vaskular paru-paru biasanya sangat
menurun, dan hubungan antara sirkulasi sistemik dan pulmonal, jika cukup
besar, sering menyebabkan gagal jantung. Lesi beban volume berlebih dengan
pirau dari kiri-ke kanan pada setinggi pembuluh darah besar (duktus arteriosus
paten, trunkus arteriosus, atau jendela aorta pulmonal) menjadi bergejala pada
umur ini. Gagal jantung dapat juga ditemukan pada anak dengan defek sekat
ventrikel (VSD) besar sebagai lesi satu-satunya atau bersama dengan penyakit
jantung yang lebih rumit, seperti transposisi arteri-arteri besar atau atresia
trikuspidal. biasanya pirau setinggi atrium tidak menimbulkan gagal jantung,
tetapi anomali muara vena balik pulmonal sering menimbulkan gagal jantung.3
Kelainan otot jantung yang ditemukan pada masa bayi meliputi
fibroelastosis endokardial, penyakit glycogen storage tipe Pompe, miokarditis
radang, kalsinosis koronaria, atau kadang-kadang anomali permulaan arteria

13
koronaria kiri dari arteria pulmonalis dengan iskemia miokardium,
Kardiomiopati metabolik, terutama defisiensi karnitin sistemik,
kadang-kadang dapat ditemukan. Penyebab gagal jantung lain yang kurang
sering selama masa bayi meliputi gagal ginjal, hipertensi sistemik,
hipotiroidisme, penyakit Kawasaki dan kadang-kadang sepsis yang
menumpangi.3

Gambar 1. Etiologi Gagal Jantung pada Bayi3


Pada awal pertengahan masa anak-anak kebanyakan dari cacat kongenital
telah mengalami perbaikan atau diringankan (palliated). Namun gagal jantung
dapat ditemukan dengan makin bertambahnya regurgitasi katup
atrioventrikular pada anak-anak dengan kanal atrioventrikular komplit atau
sebagai akibat dari prosedur paliatif seperti pirau besar arteri sistemik ke
pulmonal. Penyakit jantung didapat, seperti demam reumatik, miokarditis virus
atau endokarditis bacterial dapat menimbulkan gagal jantung meliputi
hipertensi akut (biasanya akibat glomerulonefritis), tirotoksikosis, toksisitas
terapi kanker (termasuk radiasi atau doksorubisin (adriamycin)), anemia sel
sabit, atau kor-pulmonal akibat fibrosis kistik.3

14
Gambar 2. Etiologi Gagal Jantung pada Anak – Anak 3

D. Patofisiologi
1. Gagal Jantung Kanan
Jantung kanan yang telah lemah, tidak kuat lagi memindahkan darah
yang cukup banyak dari susunan pembuluh darah venosa (vena kava,
atrium, dan ventrikel kanan) ke susunan pembuluh darah arteriosa (arteri
pulmonalis). Oleh karena itu, darah akan tertimbun di dalam ventrikel
kanan, atrium kanan, dan di dalam vena kava sehingga desakan darah
dalam atrium kanan dan vena tersebut meninggi. Makin tinggi desakan
darah dalam vena, vena makin mengembang (dilatasi).10

Gambar 3. Jantung Normal dan Gagal Jantung10


Dalam praktik, desakan venosa yang meninggi ini dapat dilihat pada
vena jugularis eksterna. Penimbunan darah venosa sistemik akan
menyebabkan pembengkakan hepar atau hepatomegali. Pada gagal jantung
yang sangat, pinggir bawah hati dapat mencapai umbilikus. Hati yang
membengkak ini konsistensinya keras, permukaannya licin, dan sering

15
sakit tekan terutama pada linea mediana. Hepatomegali merupakan suatu
gejala yang penting sekali pada gagal jantung kanan.10 Timbunan darah
venosa pada vena-vena di bagian bawah badan akan menyebabkan
terjadinya udem. Mula-mula udem timbul pada tempat mata kaki (pada
anak yang sudah berdiri), jadi pada tempat terendah, karena meningginya
tekanan hidrostatis merupakan suatu faktor bagi timbulnya udem.
Mula-mula, udem timbul hanya pada malam hari, waktu tidur, dan paginya
udem menghilang. Pada stadium yang lebih lanjut, udem tetap ada pada
waktu siang hari, dan udem tidak timbul pada mata kaki saja, tetapi dapat
juga terjadi pada punggung kaki, paha, kulit perut, dan akhirnya pada
lengan dan muka. Akibat selanjutnya dari timbunan darah ini adalah asites,
dan asites ini sangat sering dijumpai pada anak yang menderita gagal
jantung. Dapat juga terjadi hidrotoraks, meskipun pada anak agak jarang
dijumpai. Bila hidrotoraks, terlalu banyak akan memperberat keadaan
dispnea penderita.10
Adanya kelemahan jantung kanan mula-mula dikompensasi dengan
dilatasi dinding jantung kanan, terutama dinding ventrikel kanan. Adanya
dilatasi dinding ventrikel akan menambah keregangan miokardium
sehingga akan memperkuat sistole yang berakibat penambahan curah
jantung. Adanya dilatasi dan juga sedikit hipertrofi jantung akan
menyebabkan pembesaran jantung atau disebut kardiomegali. Upaya
penambahan curah jantung karena kelemahan juga dilakukan dengan
menaikkan frekuensi jantung (takikardi). Pada akhirnya kelemahan jantung
kanan ini tidak dapat dikompensasi lagi, sehingga darah yang masuk ke
dalam paru akan berkurang dan ini tentunya akan merangsang paru untuk
bernapas lebih cepat guna mengimbangi kebutuhan oksigen, akibatnya
terjadi takipnea.10
2. Gagal Jantung Kiri
Jika darah dari atrium kiri untuk masuk ke ventrikel kiri pada waktu
diastole mengalami hambatan akan menyebabkan tekanan pada atrium
meninggi sehingga atrium kiri mengalami sedikit dilatasi. Makin lama
dilatasi ini semakin berat sehingga atrium kiri, disamping dilatasi juga

16
mengalami hipertrofi karena otot atrium ini terus menerus harus
mendorong darah yang lebih banyak dengan hambatan yang makin besar.
Oleh karena dinding atrium tipis, dalam waktu yang relatif singkat otot
atrium kiri tidak lagi dapat memenuhi kewajibannya untuk mengosongkan
atrium kiri. Menurut pengukuran, tekanan ini mencapai 24-34 mmHg,
padahal tekanan normal hanya 6 mmHg atau ketika ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah ke aorta (karena kelemahan ventrikel kiri), darah
tertumpuk di ventrikel kiri, akibatnya darah dari atrium kiri tidak
tertampung di ventrikel kiri, kemudian makin lama makin memenuhi vena
pulmonalis dan akhirnya terjadi udem pulmonum.10
Pengosongan atrium kiri yang tidak sempurna ini ditambah
meningginya tekanan didalamnya, menyebabkan aliran di dalamnya,
menyebabkan aliran darah dari paru ke dalam atrium kiri terganggu atau
terbendung. Akibatnya tekanan dalam vv.pulmonales meninggi, dan ini
juga akan menjalar ke dalam kapiler di dalam paru, ke dalam arteri
pulmonalis dan akhirnya ke dalam ventrikel kanan. Akhirnya atrium kiri
makin tidak mampu mengosongkan darah, bendungan dalam paru semakin
berat, terjadilah kongesti paru. Akibatnya, ruangan di dalam paru yang
disediakan untuk udara, berkurang dan terjadilah suatu gejala sesak napas
pada waktu bekerja (dyspnoe d’effort). Disini, ventrikel kanan masih kuat
sehingga dorongan darah dari ventrikel kanan tetap besar, sedangkan
atrium kiri tetap tidak mampu menyalurkan darah, akibatnya bendungan
paru semakin berat sehingga akan terjadi sesak napas meskipun dalam
keadaan istirahat (orthopnea). Pada anak, adanya kongesti paru ini akan
memudahkan terjadinya bronkitis sehingga anak sering batuk-batuk. 10
Darah yang banyak tertimbun dalam ventrikel kanan menyebabkan
ventrikel kanan dilatasi, kemudian diikuti dengan hipertrofi, yang
akibatnya akan terjadi kardiomegali. Dalam rangka memperbesar curah
jantung, selain jantung memperkuat sistol karena adanya keregangan otot
berlebihan, jantung juga bekerja lebih cepat, artinya frekuensi naik.
Dengan demikian, terjadi takikardi. Oleh karena yang lemah adalah atrium
kiri dan atau ventrikel kiri maka disebut gagal jantung kiri.10

17
E. Klasifikasi
Ada empat parameter yang dapat digunakan untuk klasfikasi gagal jantung
yaitu :
1. Fungsi miokardium
2. Kapasitas fungsional; kemampuan untuk mempertahankan aktivitas harian
dan kapasitas latihan maksimal.
3. Outcome fungsional (mortalitas, kebutuhan untuk transplantasi)
4. Derajat aktivasi mekanisme kompensasi (contohnya respon
neurohormonal)
Untuk anak lebih dari 1 tahun sampai remaja, Reittmann dkk
menganjurkan menggunakan klasifikasi lain (Tabel 1). Dengan menggunakan
skor ini bila skor lebih dari 6 mempunyai korelasi yang bermakna terhadap
menurunnya aktivitas adenilat siklase.
Tabel 1. Sistem Klinis Gagal Jantung Pada Anak4

F. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung adalah karena curah
jantung rendah, adaptasi sistemik terhadap keadaan curah jantung rendah dan/
atau kongesti vena sistemik atau vena pulmonalis.3 Manifestasi klinis ini
tergantung pada tingkat cadangan jantung pada berbagai keadaan. Bayi yang

18
sakit berat atau anak yang mekanisme kompensasinya telah sangat lelah pada
saat dimana ia tidak mungkin lagi memperoleh curah jantung yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh, akan bergejala pada saat
istirahat.1 Walaupun fisiologi yang mendasari serupa, manifestasi klinik gagal
jantung pada masa bayi dan masa anak-anak berbeda.3

G. Penegakkan Diagnosis
Tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung pada anak yang lebih tua
sangat serupa dengan tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung pada orang
dewasa.1,3 Tanda-tanda ini meliputi kelelahan, tidak tahan kerja fisik, batuk,
anoreksia, dan nyeri abdomen.1 Kesukaran bernafas merupakan tanda yang
biasa dari dekompensasi ventrikel kiri pada anak akibat kongesti paru.1,3 Ini
biasanya tampak sebagai dispneu pada waktu pengerahan tenaga dan respon
kesukaran bernafas yang bertambah berat pada pengerahan tenaga yang berat.
Mula-mula penurunan kemampuan mungkin masih dalam kisaran variasi
normal, tetapi akhirnya, ketika gagal jantung bertambah berat, anak mungkin
mendapat kesukaran dengan tuntutan hidup sehari-hari, termasuk naik tangga
di sekolah.3
Batuk pendek kronik, akibat kongesti mukosa bronkus dan ronki basal,
dapat juga ada pada beberapa anak. Ketika tekanan atrium kiri bertambah, anak
dapat menderita ortopnea, memerlukan peninggian kepala diatas beberapa
bantal pada malam hari.1,3 Kelelahan dan kelemahan merupakan manifestasi
yang relative lambat.3 Pada pemeriksaan fisik, anak dengan gagal jantung
ringan atau sedang tampak tidak dalam keadaan distres, tetapi mereka yang
menderita gagal jantung berat mungkin dispneu pada waktu istirahat. Jika
mulainya gagal jantung relative mendadak, anak mungkin tampak cemas tetapi
perkembangan baik dan gizi baik; mereka yang mengalami proses lebih kronik
biasanya tidak tampak cemas tetapi mungkin kurang gizi dan kurang energi.3
Seperti bayi, anak dengan gagal jantung biasanya takikardi karena naiknya
aktifitas simpatis dan takipneu karena bertambahnya air dalam paru-paru .
Curah jantung yang rendah dapat menyebabkan vasokonstriksi perifer,
berakibat dingin, pucat dan sianosis jari, dengan pengisian kapiler jelek.3

19
Kenaikan tekanan venosa sistemik dapat diukur dengan penilaian klinis
tekanan vena jugularis dan pembesaran hati.1 Tekanan vena sistemik yang naik
mungkin dideteksi oleh pelebaran (dilatasi) vena-vena leher dengan pulsasi
vena dapat tampak di atas klavikula sementara penderita duduk. Hati mungkin
membesar pada palpasi atau perkusi, dan jika pembesaran relative akut,
mungkin tepinya lunak karena meregangnya kapsul hati.3
Anak-anak dapat juga menderita udem perifer. Mula-mula
tanda-tandanya mungkin tidak kentara, tetapi bila telah ada kenaikan berat
badan 10%, muka terutama kelopak mata, mulai tampak bengkak dan udem
terjadi pada bagian tubuh yang tergantung atau dapat anasarka.1, 3 Udem yang
sudah berjalan lama dapat menimbulkan kemerahan dan indurasi kulit.,
biasanya diatas betis dan pergelangan kaki. Eksudasi cairan ke dalam
rongga-rongga tubuh dapat ditemukan sebagai asites dan kadang-kadang
hidrothoraks.3 Pada pemeriksaan jantung hampir selalu ada kardiomegali.1,3
Sering ada irama gallop, tanda-tanda auskultasi lain khas untuk lesi jantung
spesifik.1 Impuls jantung mungkin tenang bila ada penyakit otot jantung primer
(missal, miokarditis atau kardiomiopati), tetapi biasanya hiperaktif bila gagal
kongestif disebabkan oleh beban volume berlebih dari pirau kiri ke kanan atau
regurgitasi katup atrioventrikula. Suara jantung ketiga yang terjadi dalam mid
diastol mungkin merupakan tanda normal pada anak tetapi sering bersama
dengan bertambahnya kekakuan ventrikel pada mereka yang dengan penyakit
jantung. Pulsus alternans ditandai irama teratur dengan pulsasi kuat dan lemah
berselang-seling, kadangkadang dapat dirasakan, tetapi lebih mudah dinilai
sementara mengukur tekanan darah sistemik atau pemantauan tekanan darah.
Pulsus alternans diduga disebabkan oleh perubahan pada volume ventrikel kiri,
akibat pemulihan miokardiumnya tidak sempurna pada denyut yang
berselang-seling. Pulsus paradoksus (turunnya tekanan darah pada inspirasi
dan naik pada ekspirasi), akibat irama tekanan intrapulmoner yang mencolok
yang mempengaruhi pengisian ventrikel (seperti pada tamponade
pericardium), kadang-kadang ditemukan pada anak yang lebih tua.3
Pada anak, sinar-x dada hampir selalu menunjukkan pembesaran jantung.
Gambaran aliran arteria pulmonalis normal terbalik (yaitu, aliran ke dasar

20
paru-paru bertambah dibandingkan dengan yang di apeks). Bila tekanan
kapiler melebihi 20-25 mmHg, udem pulmonum interstisial mungkin terjadi,
menyebabkan kekabutan seluruh lapangan paru-paru terutama pada “gambaran
kupu-kupu” sekitar hilus. Ini dapat menimbulkan garis Kerley, kepadatan linier
tajam pada septum interlobarus.3 Pada gagal jantung kronik, proteinuria dan
berat jenis kencing yang tinggi merupakan penemuan biasa, dan mungkin ada
kenaikan urea nitrogen dan kreatinin darah, akibat menurunnya aliran darah
ginjal. Kadar natrium darah dalam kencing biasanya kurang dari 10 mEq/L.
angka elektrolit serum biasanya normal sebelum pengobatan tetapi
hiponatremi, akibat bertambahnya retensi air, mungkin ditemukan pada gagal
jantung lama yang berat. Hepatomegali kongestif dan sirosis kardiak dapat
menyebabkan kelainan hati dan/ atau kenaikan bilirubin pada keadaan yang
jarang.3
Foto toraks menunjukkan adanya kardiomegali. Namun kardiomegali
bukan selalu berarti adanya gagal jantung. Selain itu juga dapat menunjukkan
adanya edema paru, atelektasis regional, dan kemungkinan adanya penyakit
penyerta seperti gambaran pneumonia. Elektrokardiografi dapat membantu
menentukan tipe defek, adanya sinur takikardia, pembesaran atrium dan
hipertrofi ventrikel, tetapi tidak untuk menentukan apakah terdapat gagal
jantung atau tidak. Analisis gas darah dapat menunjukkan adanya asidosis
metaboik disertai dengan peningkatan kadar laktat sebagai hasil dari
metabolisme anaerob di dalam tubuh. Ekokardiografi dapat secara nyata
menggambarkan stuktur jantung, data tekanan, dan status fungsional jantung
sehingga dapat mengetahui pembesaran ruang jantung dan etiologi.2,4

H. Penatalaksanaan
Keberhasilan pengobatan gagal jantung pada anak didasarkan pada
pengertian mengenai sifat dan akibat fisiologis cacat jantung spesifik yang
menyebabkan kegagalan jantung, dan tersedianya cara-cara pengobatan. Untuk
mereka yang dengan penyakit struktural dan keadaan terkait atau keadaan yang
memperburuk yang dapat merupakan penyebab yang mempercepat gagal
jantung (misalnya demam, disritmia, dan anemia), pengenalan dan pengobatan

21
segera dapat mengahsilkan perbaikan yang dramatis. Jika ada lesi anatomik
spesifik yang dapat dipertanggungjawabkan untuk tindakan pembedahan
paliatif atau pembedahan koreksi, upaya farmakologik atau upaya lain yang
memperbaiki tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung mungkin berlebih,
masalah mekanik sering memerlukan penyelesaian mekanik. Namun jika
pembedahan tidak tersedia atau tidak memadai, tersedia bermacam-macam
cara umum dan farmakologis untuk memperbaiki keadaan klinik penderita.3
Penatalaksanaan Umum:
1. Tirah baring, posisi setengah duduk.1,2,3
Pengurangan aktivitas fisik merupakan sandaran utama pengobatan
gagal jantung dewasa, namun sukar pada anak. Olahraga kompetitif, yang
memerlukan banyak tenaga atau isometrik harus dihindari, namun tingkat
kepatuhan anak dalam hal ini sangat rendah. Jika terjadi gagal jantung
berat, aktivitas fisik harus sangat dibatasi. Saat masa tirah baring seharian,
sebaiknya menyibukkan mereka dengan kegiatan ringan yang mereka sukai
yang dapat dikerjakan diatas tempat tidur (menghindari anak
berteriak-teriak tidak terkendali) Sedasi kadang diperlukan: luminal 2-3
mg/kgBB/dosis tiap 8 jam selama 1-2 hari.
2. Penggunaan oksigen.2,3
Penggunaan oksigen mungkin sangat membantu untuk penderita
gagal jantung dengan udem paru-paru, terutama jika terdapat pirau dari
kanan ke kiri yang mendasari dengan hipoksemia kronik. Diberikan
oksigen 30-50% dengan kelembaban tinggi supaya jalan nafas tidak kering
dan memudahkan sekresi saluran nafas keluar.2 Namun, oksigen tidak
mempunyai peran pada pengobatan gagal jantung kronik
3. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.2
4. Pembatasan cairan dan garam.
Dianjurkan pemberian cairan sekitar 70-80% (2/3) dari kebutuhan.
Sebelum ada agen diuretik kuat, pembatasan diet natrium memainkan
peran penting dalam penatalaksanaan gagal jantung. Makanan rendah
garam hampir selalu tidak sedap, lebih baik untuk mempertahankan diet
adekuat dengan menambah dosis diuretik jika diperlukan. Sebaiknya tidak

22
menyarankan untuk membatasi konsumsi air kecuali pada gagal jantung
yang parah.1,3.10
5. Diet makanan berkalori tinggi
Bayi yang sedang menderita gagal jantung kongestif banyak
kekurangan kalori karena kebutuhan metabolisme bertambah dan
pemasukan kalori berkurang. Oleh karena itu, perlu menambah kalori
harian. Sebaiknya memakai makanan berkalori tinggi, bukan makanan
dengan volume yang besar karena anak ini ususnya terganggu. Juga
sebaiknya makanannya dalam bentuk yang agak cair untuk membantu
ginjal mempertahankan natrium dan keseimbangan cairan yang cukup.10
6. Pemantauan hemodinamik yang ketat. Pengamatan dan pencatatan secara
teratur terhadap denyut jantung, napas, nadi, tekanan darah, berat badan,
hepar, desakan vena sentralis, kelainan paru, derajat edema, sianosis,
kesadaran dan keseimbangan asam basa.2
7. Hilangkan faktor yang memperberat (misalnya demam, anemia, infeksi)
jika ada.2
Peningkatan temperatur, seperti yang terjadi saat seorang menderita
demam, akan sangat meningkatkan frekuensi denyut jantung,
kadang-kadang dua kali dari frekuensi denyut normal. Penyebab pengaruh
ini kemungkinan karena panas meningkatkan permeabilitas membran otot
ion yang menghasilkan peningkatan perangsangan sendiri. Anemia dapat
memperburuk gagal jantung, jika Hb < 7 gr % berikan transfusi PRC.
Antibiotika sering diberikan sebagai upaya pencegahan terhadap
miokarditis/ endokarditis, mengingat tingginya frekuensi ISPA
(Bronkopneumoni) akibat udem paru pada bayi/ anak yg mengalami gagal
jantung kiri.12 Pemberian antibiotika tersebut boleh dihentikan njika udem
paru sudah teratasi. Selain itu, antibiotika profilaksis tersebut juga
diberikan jika akan dilakukan tindakan-tindakan khusus misalnya
mencabut gigi dan operasi. Jika seorang anak dengan gagal jantung atau
kelainan jantung akan dilakukan operasi, maka tiga hari sebelumnya
diberikan antibiotika profilaksis dan boleh dihentikan tiga hari setelah
operasi.

23
8. Penatalaksanaan diit pada penderita yang disertai malnutrisi, memberikan
gambaran perbaikan pertumbuhan tanpa memperburuk gagal jantung bila
diberikan makanan pipa yang terus-menerus.1,2
Karena penyebab gagal jantung begitu bervariasi pada anak, maka
sukar untuk membuat generalisasi mengenai penatalaksanaan
medikamentosa.
Walaupun demikian, dipegang beberapa prinsip umum. Secara
farmakologis, pengobatan adalah pendekatan tiga tingkat (Tabel 2), yaitu:3
1. Memperbaiki kinerja pompa jantung
2. Mengendalikan retensi garam dan air yang berlebihan
3. Mengurangi beban kerja
Tabel 2. Daftar Obat Sebagai Terapi CHF pada Anak

24
Pendekatan pertama adalah memperbaiki kinerja pompa dengan
menggunakan digitalis, jika gagal jantung tetap tidak terkendali maka
digunakan diuretik (pegurangan prabeban) untuk mengendalikan retensi garam
dan air yang berlebihan. Jika kedua cara tersebut tidak efektif, biasanya dicoba
pengurangan beban kerja jantung dengan vasodilator sistemik (pengurangan
beban pasca). Jika pendekatan ini tidak efektif, upaya lebih lanjut memperbaiki
kinerja pompa jantung dapat dicoba dengan agen simpatomimetik atau agen
inotropik positif lain. Jika tidak ada dari cara-cara tersebut yang efektif,
mungkin diperlukan transplantasi jantung.3
Untuk menilai hasilnya harus ada pencatatan yang teliti dan berulangkali
terhadap denyut jantung, napas, nadi, tekanan darah, berat badan, hepar,
desakan vena sentralis, kelainan paru, derajat edema, sianosis, dan kesadaran.2
9. Terapi Bedah
Terapi bedah pada gagal jantung oleh karena defek intrakardiak dapat
bersifat paliatif atau koreksi (penutupan defek). Terapi paliatif berupa
penjeratan (banding) arteri pulmonalis ditujukan pada bayi kecil dengan
keadaan kritis yang tidak memungkinkan menggunakan mesin pintas jantung
paru. Kerugian banding arteri pulmonalis ini meliputi mortalitas dini post
operasi, gagal jantung kongestif persisten, tehnik debanding yang sulit pada
saat operasi koreksi, dan kemungkinan terjadi stenosis subaortik. Terapi
koreksi pada bayi dilakukan dengan tujuan untuk menanggulangi gagal jantung
yang tidak dapat diatasi dengan medikamentosa, termasuk didalamnya saluran
nafas bagian bawah berulang dan gagal tumbuh.4

Gambar 4. Penjeratan (bandin) Arteri Pulmonalis16

25
I. Prognosis
Prognosis gagal jantung tergantung1,3 :
1. Umur
Pada sebagian kecil pasien, gagal jantung yang berat terjadi pada hari/
minggu-minggu pertama pasca lahir, misalnya sindrom hipoplasia jantung
kiri, atresia aorta, koarktasio aorta atau anomali total drainase vena
pulmonalis dengan obstruksi. Terhadap mereka, terapi medikmentosa saja
sulit memberikan hasil, tindakan invasif diperlukan segera setelah pasien
stabil.
2. Berat ringannya penyakit primer
Pada gagal jantung akibat PJB yang kurang berat, pendekatan awal
adalah terapi medis adekuat, bila baik maka dapat diteruskan sambil
menunggu koreksi bedah. Pada pasien penyakit jantung rematik disertai
gagal jantung, obat-obat gagal jantung terus diberikan sementara pasien
memperoleh profilaksis sekunder untuk memperbaiki keadaan jantung.
3. Cepatnya pertolongan pertama
4. Hasil terapi digitalis
5. Seringnya kambuh akibat etiologi yang tidak dikoreksi.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Bernstein, Daniel. 2010. Heart Failure dalam Nelson Textbook of Pediatrics


17th edition. USA: Elsevier Science (USA).
2. Pusponegoro, H. D dkk. 2011. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
3. Fred, M, D. 1996. Gagal Jantung Kongestif dalam Kardiologi Anak
Nadas.Yogyakarta: Gajah Mada University press.
4. Supriyatno, Bambang. 2009. Management of Pediatric Heart Disease for
practitioner: From Early Detection to Intervention. Jakarta: Departemen IKA
FKUI-RSCM.
5. Indonesia Heart Association. 2009. Penyakit Jantung Bawaan, angka tinggi
dengan tenaga terbatas. [Serial Online]. http://www.inaheart.org/
6. SMF Ilmu Anak. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Kesehatan
Anak. Jember: RSUD. Dr. Soebandi.
7. Children’s Heart Specialist PSC. 2009. Congestive Heart Failure. [Serial
Online].http://mykentuckyheart.com/information/CongestiveHeartFailure.htm
8. Arnold, J. M. O. 2008. Heart Failure.[Serial Online].
http://www.merckmanuals.com.
9. Beerman, L, B. 2010. Congenital Cardiovascular Anomalies. [Serial Online].
http://www.merckmanuals.com.
10. Wahab, Samik. 2003. Penyakit Jantung Anak Edisi 3. Jakarta: EGC.
11. NYHA. 2008. The Stages of Heart Failure – NYHA Classification. [Serial
Online]. http://www.abouthf.org/questions_stages.htm.
12. Arthur C. Guyton. 2009. Textbook of Medical Physiology. Philadelphia:
Elsevier Inc.
13. Mayo klinik. 2012. Complications List for Heart Failure. [Serial Online].
http://www.wrongdiagnosis.com/h/heart_failure/complic.htm.
14. Syarif Amir dkk. 2011. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FKUI.
15. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 2008. ISO Indonesia. Jakarta: PT ISFI.
16. Bhimji, Shabir. 2010. Pulmonary Artery Banding: Treatment. [Serial
Online].http://emedicine.medscape.com/article/905353-treatment.

27

You might also like