You are on page 1of 54

MODUL 1

MANUSIA DAN AGAMA

 Pengertian Manusia
Beberapa para ahli mendefinisikan pengertian Manusia sebagai berikut:

 RENE DESCARTES
Manusia adalah makhluk ganda yang mempunyai pikiran dan badan perluasan apa
yang kita pikirkan dengan akal kita.
 UPANISADS
Manusia adalah kombinasi dari unsur-unsur roh, jiwa, pikiran, dan prana atau badan
fisik.
 SOKRATES
Manusia adalah makhluk berkaki dua yang tidak berbulu dengan kuku datar dan lebar.
 KEES BERTENS
Manusia adalah suatu makhluk yang terdiri dari 2 unsur yang kesatuanya tidak
dinyatakan.
 I WAYAN WATRA
Manusia adalah makhluk yang dinamis dengan trias dinamikanya yaitu, cipta, rasa,
dan karsa.
 NICOLAUS D. & A. SUDIARJA
Manusia adalah bhineka, tetapi tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani dan rohani
akan tetapi tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu barang.
 ABINENO J. I
Manusia adalah “tubuh yang berjiwa” dan bukan “jiwa abadi yang berada atau yang
terbungkus dalam tubuh yang fana”.
 OMAR MOHAMMAD AL-TOUMY AL-SYAIBANY
Manusia adalah mahluk yang paling mulia, manusia adalah mahluk yang berfikir, dan
manusia adalah mahluk yang memiliki 3 dimensi (badan, akal, dan ruh), manusia
dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor keturunan dan lingkungan.

1
Membicarakan tentang manusia dalam pandangan ilmu pengetahuan sangat bergantung
metodologi yang digunakan dan terhadap filosofis yang mendasari.

Para penganut teori psikoanalisis menyebut manusia sebagai homo volens (makhluk
berkeinginan). Menurut aliran ini, manusia adalah makhluk yang memiliki perilaku interaksi
antara komponen biologis (id), psikologis (ego), dan social (superego). Di dalam diri manusia
tedapat unsur animal (hewani), rasional (akali), dan moral (nilai).

Para penganut teori behaviorisme menyebut manusia sebagai homo mehanibcus


(manusia mesin). Behavior lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (aliran yang
menganalisa jiwa manusia berdasarkan laporan subjektif dan psikoanalisis (aliran yang
berbicara tentang alam bawa sadar yang tidak nampak). Behavior yang menganalisis prilaku
yang Nampak saja. Menurut aliran ini segala tingkah laku manusia terbentuk sebagai hasil
proses pembelajaran terhadap lingkungannya, tidak disebabkan aspek.

Para penganut teori kognitif menyebut manusia sebagai homo sapiens (manusia
berpikir). Menurut aliran ini manusia tidak di pandang lagi sebagai makhluk yang bereaksi
secara pasif pada lingkungannya, makhluk yang selalu berfikir. Penganut teori kognitif
mengecam pendapat yang cenderung menganggap pikiran itu tidak nyata karena tampak tidak
mempengaruhi peristiwa. Padahal berpikir , memutuskan, menyatakan, memahami, dan
sebagainya adalah fakta kehidupan manusia.

 Pengertian Agama

Agama merupakan sarana yang menjamin kelapangan dada dalam individu dan
menumbuhkan ketenangan hati pemeluknya. Agama akan memelihara manusia dari
penyimpangan, kesalahan dan menjauhkannya dari tingkah laku yang negatif. Bahkan agama
akan membuat hati manusia menjadi jernih halus dan suci. Disamping itu, agama juga
merupakan benteng pertahanan bagi generasi muda muslim dalam menghadapi berbagai
aliran sesat.

Agama juga mempunyai peranan penting dalam pembinaan akidah dan akhlak dan juga
merupakan jalan untuk membina pribadi dan masyarakat yang individu-individunya terikat
oleh rasa persaudaraan, cinta kasih dan tolong menolong.

2
Agama berasa dari bahasa sansekerta yaitu, dari kata “A” yang artinya tidak dan
“GAMA” artinya kacau. Jadi, agama artinya tidak kacau. dengan kata lain, agama merupakan
tuntunan hidup yang dapat membebaskan manusia dari kekacauan. Didunia baratter dapat
suatu istilah umum untuk pengertian agama ini, yaitu: religi, religie, religion, yang berarti
melakukan suatu perbuatan dengan penuh penderitaan atau mati-matian, perbuatan ini berupa
usaha atau sejenis per ibadatan yang dilakukan secara berulang ulang.

Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah system yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha kuasa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Istilah lain bagi agama ini yang berasal dari bahasa arab, yaitu addiin yang berarti:
hukum, perhitungan, kerajaan, kekuasaan, tuntutan, keputusan dan pembalasan. Kesemuanya
itu memberikan gambaran bahwa “addiin” merupakan pengabdian dan penyerahan, mutlak
dari seorang hamba kepada Tuhan penciptanya dengan upacara dan tingkah laku tertentu,
sebagai manifestasi ketaatan tersebut (Moh.Syafaat,1965).

Dan secara umum, Agama adalah suatu system ajaran tentang Tuhan, dimana
penganut-penganut nya melakukan tindakan-tindakan ritual, moral atau social atas dasar
aturan-aturan-Nya. Oleh karena itu suatu agama mencakup aspek-aspek sebagai berikut.

a.Aspek kredial, yaitu ajaran tentang doktrin-doktrin ketuhanan yang harus diyakini.

b. Aspekritual, yaitu tentang tata cara berhubungan dengan Tuhan, untuk minta perlindungan
dan pertolongan-Nya atau untuk menunjuk kan kesetiaan dan penghambaan.

c. Aspek moral ,yaitu ajaran tentang aturan berperilaku dan bertindak yang benar dan baik
bagi individu dalam kehidupan.

d. Aspeksosial, yaitu ajaran tentang aturan hidup bermasyarakat.

3
Asal-usul terbentuk dan berkembangnya suatu agama dapat dikategorikan kedalam tiga jenis,
yaitu:

a. Agama yang muncul dan berkembang dari perkembangan budaya suatu masyarakat
disebut dengan Agama Budaya atau Agama Bumi (dalam bahasa Arab disebut Ardli) ,
seperti Hindu, Shinto, atau agama-agama primitive dan tradisional.
b. Agama yang disampaikan oleh orang-orang yang mengaku mendapat wahyu dari Tuhan
disebut agama wahyu atau agama langit (dalam bahasa Arab langit disebut samawi)
seperti Yahudi, Nasrani danI slam.
c. Agama yang berkembang dari pemikiran seorang filosof besar.

Dia memiliki pemikiran-pemikiran yang mengagumkan tentang konsep-konsep


kehidupan sehingga banyak orang yang mengikuti pandangan hidupnya dan kemudian
melembaga sehingga menjadi kepercayaan dan ideology bersama suatu masyarakat. Agama
semacam ini dinamakan sebagai agama filsafat, seperti Konfusianisme (Konghucu), Taoisme,
Zoroaster atau Budha.

 Manusia Menurut Agama Islam

Yang dimaksud disini, manusia secara umum diciptakan dari segumpul darah dengan
jenis dan ras yang berbeda-beda tapi mereka mempunyai proses penciptaan yang sama, hal
ini menunjukkan bahwa Allah mengistimewakan manusia, agar mereka ingat dan menyadari
bahwa Dia telah memberikan kemulian, melindungi peranan dan menjunjung tinggi
kedudukan mereka diantara makhluk yang lain.

Meminjam istilah Dr. Ali Shariati, seorang intelektual Muslim, yang mengatakan
bahwa: Manusia adalah makhluk dua dimensi yang membutuhkan penyelarasan kebutuhan
akan kepentingan dunia dan akhirat. Oleh sebab itu, manusia harus memiliki konsep duniawi
atau kepekaan emosi serta intelegensi yang baik dan penting.

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah memiliki potensi untuk beriman (kepada Allah),
dengan mempergunakan akalnya mampu memahami dan mengamalkan wahyu serta
mengamati gejala-gejala alam, bertanggung jawab atas segala perbuatannya dan berakhlak
(N.A Rasyid, 1983:19).

4
Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa istilah, antara lain al-insaan, al-
naas, al-abd, dan bani adam dan sebagainya. Al-insaan berarti suka, senang, jinak, ramah,
atau makhluk yang sering lupa. Al-naas berarti manusia (jama’). Al-abd berarti manusia
sebagai hamba Allah. Bani adam berarti anak-anak Adam karena berasal dari keturunan nabi
Adam.

Namun dalam Al-Quran dan Al-Sunnah disebutkan bahwa manusia adalah makhluk
yang paling mulia dan memiliki berbagai potensi serta memperoleh petunjuk kebenaran
dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.

Allah selaku pencipta alam semesta dan manusia telah memberikan informasi lewat
wahyu Al-quran dan realita faktual yang tampak pada diri manusia. Informasi itu diberi- Nya
melalui ayat-ayat tersebar tidak bertumpuk pada satu ayat atau satu surat. Hal ini dilakukan-
Nya agar manusia berusaha mencari, meneliti, memikirkan, dan menganalisanya. Tidak
menerima mentah demikian saja. Untuk mampu memutuskannya, diperlukan suatu peneliti
Alquran dan sunnah rasul secara analitis dan mendalam. Kemudian dilanjutkan dengan
melakukan penelitian laboratorium sebagai perbandingan, untuk merumuskan mana yang
benar bersumber dari konsep awal dari Allah dan mana yang telah mendapat pengaruh
lingkungan.

Hasil peneliti Alquran yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpuannya bahwa
manusia terdiri dari unsur-unsur: jasad, ruh, nafs, qalb, fikr, dan aqal.

A. Jasad

Jasad merupakan bentuk lahiriah manusia, yang dalam Alquran dinyatakan diciptakan
dari tanah. Penciptaan dari tanah diungkapkan lebih lanjut melalui proses yang dimulai dari
sari pati makanan, disimpan dalam tubuh sampai sebagiannya menjadi sperma atau ovum (sel
telur), yang keluar dari tulang sulbi (laki-laki) dan tulang depan (saraib) perempuan (a-
Thariq: 5-7). Sperma dan ovum bersatu dan tergantung dalam rahim kandungan seorang ibu
(alaqah), kemudian menjadi yang dililiti daging dan kenpmudian diisi tulang dan dibalut lagi
dengan daging. Setelahnia berumur 9 (sembilan) bulan, ia lahir ke bumi dengan dorongan
suatu kekuatan ruh ibu, menjadikan ia seorang anak manusia.

5
Meskipun wujudnya suatu jasad yang berasal dari sari pati makanan, nilai-nilai
kejiwaan untuk terbentuknya jasad ini harus diperhatikan. Untuk dapat mewujudkan sperma
dan ovum berkualitas tinggi, baik dari segi materinya maupun nilainya, Alquran
mengharapkan agar umat manusia selalu memakan makanan yang halalan thayyiban (Surat
Al-baqarah: 168, Surat Al-maidah 88, dan surat Al-anfal 69). Halal bermakna suci dan
berkualitas dari segi nilai Allah. Sedangkan kata thayyiban bermakna bermutu dan
berkualitas dari segi materinya.

B. Ruh

Ruh adalah daya (sejenis makhluk/ciptaan) yang ditiupkan Allah kepada janin dalam
kandungan (Surat Al-Hijr 29, Surat As-Sajadah 9, dan surat Shaad 27) ketika janin berumur 4
bulan 10 hari. Walaupun dalam istilah bahasa dikenal adanya istilah ruhani, kata ini lebih
mengarah pada aspek kejiwaan, yang dalam istilah Al-Qur’an disebut nafs.

Dalam diri manusia, ruh berfungsi untuk :

1. Membawa dan menerima wahyu (Surat As-Syuara 193)

2. Menguatkan iman (Surat Al-Mujadalah 22)

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa manusia pada dasarnya sudah siap menerima beban
perintah-perintah Allah dan sebagai orang yang dibekali dengan ruh, seharusnya ia elalu
meningkatkan keimanannya terhadap Allah. Hal itu berarti mereka yang tidak ada usaha
untuk menganalisa wahyu Allah serta tidak pula ada usaha untuk menguatkan keimanannya
setiap saat berarti dia mengkhianati ruh yang ada dalam dirinya.

C.Nafs

Para ahli menyatakan manusia itu pasti akan mati. Tetapi Al-Qur’an menginformasikan
bahwa yang mati itu nafsnya. Hal ini diungkapkan pada Surat Al-Anbiya ayat 35 dan Surat
Al-Ankabut ayat 57, Surat Ali-Imran ayat 185. Hadist menginformasikan bahwa ruh manusia
menuju alam barzah sementara jasad mengalami proses pembusukan, menjelang ia
bersenyawa kembali secara sempurna dengan tanah.

6
Alquran menjelaskan bahwa, nafs terdiri dari 3 jenis:

1. Nafs Al-amarah (Surat Yusuf ayat 53), ayat ini secara tegas memberikan pengertian bahwa
nafs amarah itu mendorong ke arah kejahatan.

2. Nafs Al-lawwamah (Surat Al-Qiyamah ayat 1-3 dan ayat 20-21) dari penjelasan ayat
tersebut terlihat bahwa yang dimaksud dengan nafs lawwamah ini adalah jiwa yang condong
kepada dunia dan tak acuh dengan akhirat.

3. Nafs Al-Muthmainnah (Surat Al-Fajr ayat 27-30). Nafs muthmainnah ini adalah jiwa yang
mengarah ke jalan Allah untuk mencari ketenangan dan kesenangan sehingga hidup
berbahagia bersama Allah.

Manusia adalah ciptaan Allah yang paling besar, untuk itu terlebih dahulu harus
mengenalnya. Kalau manusia itu sudah mengenal jiwanya pasti ia akan mengenal tuhannya.

“Barang siapa sudah mengenal jiwanya, maka ia akan mengenal Tuhannya”

Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (at-tin:4)

 Firman-firman Allah tentang Manusia

Dalam surat al-Hijr ayat 28-29 dijelaskan bahwa:

َ ‫ص ْل‬
ٍ ُ‫صا ٍل ِ ِّم ْن َح َمإ ٍ َّم ْسن‬
(‫ون‬ َ ‫ َوإِذْ قَا َل َربُّكَ ِل ْل َم ََلئِ َك ِة إِنِِّي خَا ِل ٌق بَش ًَرا ِ ِّمن‬٢٨ ﴿

َ‫اجدِين‬
ِ ‫س‬َ ُ‫وحي فَقَعُوا لَه‬
ِ ‫س َّو ْيتُهُ َونَفَ ْختُ فِي ِه ِمن ُّر‬
َ ‫( فَإِذَا‬٢٩)

Artinya : Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:


“Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang
berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan
kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu
kepadanya dengan bersujud . (al-hijr(15);28-29).

7
Tentang ruh (ciptaan-Nya) yang ditiupkan ke dalam rahim wanita yang mengandung
embrio yang terbentuk dari saripati (zat) tanah itu, hanya sedikit pengetahuan manusia,
sedikitnya juga keterangan tentang makhluk ghaib itu diberikan tuhan dalam Al-quran.

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “sesungguhnya aku akan
menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang
diberi bentuk. Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud (al-hajr(15);28-29). Yang
dimaksud”dengan bersujud” dalam ayat ini bukanlah menyembah, tetapi memberi
penghormatan.

Al-Qur’an tidak memberi penjelasan tentang sifat ruh. Tidak pula ada larangan di dalam al-
quran intuk menyelidiki ruh yang gaib, sebab penyelikikan tentang ruh, mungkin berguna,
mungkin pula tidak berguna, dalam hubungan dengan masalah ruh ini Tuhan berfirman
dalam surat al-isra:85

ً ‫ح ِم ْن أ َ ْم ِر َربِِّي َو َما أُوتِيت ُم ِِّمنَ ا ْل ِع ْل ِم إِ اَّل قَ ِل‬


‫يل‬ ُ ‫الرو‬ ُّ ‫سأَلُونَكَ ع َِن‬
ُّ ‫الروحِ ۖ قُ ِل‬ ْ َ‫) َوي‬٨٥( ﴿

Artinya : Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk
urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit” (Q.S. Al-
Isra:85).

Ayat-ayat diatas menunjukan bahwa manusia tumbuh dan berkembang mengikuti


tahapan tertentu. Jika analisis, Al-Qur’an dan hadits secara umum membagi kehidupan
manusia pertumbuhan dan perkebangan di dunia menjadi dua katagori besar, kelahiran dan
pasca kelahiran. Al-quran juga menyatakan, sebagimana petikan (Q.S Al-hajj 5) bahwa
periode perkelahiran telah ditentukan (biasanya 9 bulan dalam keadaan normal). Namun Al-
quran juga menyebutkan bahwa ada kasus-kasus pengecualian dimana periode prakelahiran
dihentikan, sebelum atau setelah waktu yang normal.

 Tugas Manusia
Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanat yang harus di pertanggung
jawabkan di hadapan-Nya. Tugas hidup yang di pikul manusia di muka bumi adalah tugas

8
kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpinan; wakil Allah di muka bumi untuk mengelola dan
memelihara alam.

Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan. Manusia menjadi
khalifah, berarti manusia memperoleh mandate Tuhan untuk mewujudkan kemakmuran di
muka bumi.

Kekuasaan yang di berikan kepada manusia bersifat kreatif, yang memungkinkan


dirinya mengolah dan mendayagunakanvapa yang ada di muka bumi untuk kepentingan
hidupnya sesuai dengan ketentuan yang di tetapkan oleh Allah. Agar manusia bisa
menjalankan kekhalifahannya dengan baik, Allah telah mengajarkan kepadanya kebenaran
dalam segala ciptaan-Nya dan melalui pemahaman serta penguasaan terhadap hukum-hukum
yang terkandung dalam ciptaan-Nya, manusia bisa menyusun konsep-konsep serta melakukan
rekayasa membentuk wujud baru dalam alam kebudayaan.

Dua peran yang di pegang manusia di muka bumi. Sebagai khalifah dan abdullah
merupakan perpaduan tugas dan tanggung jawab yang melahirkan dinamika hidup, yang
sarat dengan kreatifitas dan amaliah yang selalu berpihak pada nilai-nilai kebenaran. Oleh
karena itu hidup seorang muslim akan di penuhi dengan amaliah, kerja keras yang tiada henti,
sebab bekerja bagi seorang muslim adalah membentuk satu amal shaleh.

Kedudukan manusia di muka bumi sebagai khalifah dan sebagai makhluk Allah,
bukanlah dua hal yang bertentangan melainkan suatu kesatuan yang padu dan tidak
terpisahkan. Kekhalifaan adalah ralisasi dari pengabdiannya kepada Allah yang
menciptakannya.

Dua sisi tugas dan tanggung jawab ini tertata dalam diri setiap muslim sedemikian rupa.
Apabila terjadi ketidakseimbangan, maka akan lahir sifat-sifat tertentu yang menyebabkan
derajat manusia meluncur jatuh ke tingkat yang paling rendah, seprti firman Allah dalam
surat ath-Thin:4.

Dengan demikian, manusia sebagai khalifah Allah merupakan satu kesatuan yang
menyampurnakan nilai kemanusiaan yang memiliki kebebasan berkreasi dan sekaligus
menghadapkannya pada tuntutan kodrat yang menempatkan posisinya pada ketrbatasan.

9
Perwujudan kualitas keinsanan manusia tidak terlepas dari konteks sosial budaya, atau
dengan kata lain kekhalifaan manusia pada dasarnya diterapkan pada konteks indvidu dan
sosial yang berporos pada Allah, seperti firman Allah dalam Muthathohirin:112.

 Hubungan Manusia dengan Agama


Untuk membimbing manusia dalam meniti dan menata kehidupan, Allah menurunkan
agamanya sebagai pedoman yang harus dijadikan referensi dalam menetapkan setiap
keputusan, dengan jaminan ia akan terbebas dari segala kebingungan dan kesesatan. Firman
Allah yang terjemahannya: “Nanti akan Aku berikan kepadamu petunjuk (dalam menempuh
kehidupan). Barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku tersebut, niscaya mereka tidak akan di
timpa rasa khawatir dan takut (dalam kehidupan) dan tidak akan bersedih hati”.(Q.SAl-
Baqarah:38). Dan Allah swt. Menegaskan bahwa satu-satunya hidayah yang benar yang Ia
ridhoi itu adalah agama islam.“Sesungguhnya agama disisi Allah hanyalah ISLAM”.“ Pada
hari ini Aku lengkapkan bagimu agama mu dan Aku sempurnakann hikmat-Ku kepadamu.
Dan Aku ridhoi Islam sebagai agamamu.

Yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia dalam


kehidupanya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari luar maupun
yang datang dari dalam. Tantangan dari dalam berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan
setan. Sedangkan yang datang dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang di
lakukan manusia yang secara sengaja berupa ingin memalingkan manusia dari Tuhan.
Mereka dengan rela mengeluar kabiaya, tenaga dan fikiran yang dimanifestasikan dalam
berbagai bentuk kebudayaan yang di dalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari
Tuhan. Allah berfirman dalam Al-Qr’ an SuratAl-Anfal: 36 Yang artinya: “sesungguh ya
orang-orang yang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan
Allah”. (QS.Al-Anfal:36) Orang-orang kafir itu sengaja mengeluarkan biaya yang tidak
sedikit untuk mereka gunakan agar orang-orang mengikuti keinginannya. Berbagai bentuk
budaya, hiburan, obat-obat terlarang dan lain sebaginya di buat dengan sengaja. Untuk itu,
upaya membatasi dan membentengi manusia adalah dengan mengajar mereka agar taat
menjalankan agama godaan dan tantangan hidup demikian itu, saat ini meningkat, sehingga
uapaya mengagamakan masyarakat menjadi penting.

10
Orang yang beriman kepada Allah dan menghambakan diri kepadaNya, mengatur
hidupnya agar sesuai dengan seruan Allah dalam Al-Qur’an. Dia menjadikan agama sebagai
petunjuk hidupnya. Patuh kepada hal-hal yang baik menurut hati nuraninya, dan
meninggalkan segala yang buruk yang ditolak hati nuraninya.

Allah menyatakan dalam Al-Qur’an bahwa Dia menciptakan manusia agar siap untuk
menghidupkan agamaNya:

Maka, teguhkanlah pengabdianmu kepada Agama yang benar yang Allah ciptakan untuk
manusia. Tiada yang mampu merubah ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. (Surat Ar-Rum: 30)

 Pengertian Agama menurut pandangan Islam


Agama yang Lurus merupakan agama yang lurus karena islam sebagai hidayah
(petunjuk) dalam kehidupan umat manusia sebagai mana firman Allah dalam surat Al-
Baqarah : 38) “Nanti akan Aku berikan kepadamu petunjuk (dalam menempuh kehidupan).
Barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku tersebut, niscaya mereka tidak akan di timpa rasa
khawatir dan takut (dalam kehidupan) dan tidak akan bersedih hati ”.
(Q.SAl-Baqarah:38)

Dalam Al-Qur’an, agama disebut Millah, misalnya Millatu Ibrahim yang artinya
agama (yang dibawa) ibrahim. (An-Nahl:123). Selain itu dalam Al-Qur’an agama disebut
juga din atau ad-din. Misalnya: lakum dinukum waliya din yang artinya bagimu din (agama)
mu, dan bagiku din (agama) ku. (Al-Kafirun ayat 6).

Tetapi kata din, selain berarti agama juga berarti : pembalasan hari kiamat, adat kebiasaan,
undang-undang, peraturan, dan taat atau patuh.

Kemudian menurut arti istilah (terminologi), sebuah rumusan tentang pengertian agama
menyebutka, bahwa agama itu mengandung tiga unsur pokok:

1. Satu sistem CREDO (tata keimanan atau tata keyakinan) atas adanya sesuatu yang
mutlak di luar manusia;
2. Satu sistem RETUS (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya yang
mutlak itu; dan

11
3. Satu sistem NORMA (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan sesama
manusia dan hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata
keimanan dan tata peribadatan termaksud di atas (Anshari, 1979: 110-111).

Drs. Hasbullah Bakry, dalam sebuah artikelnya “Bicara tentang Definisi Agama” Surat
Kabar Kedaulatan Rakyat terbitan 10 Mei 1961 menyebutkan bahwa: “Agama adalah jalan
hidup dengan kepercayaan kepada Tuhan YME serta berpedoman kitab suci dan dipimpin
oleh seorang Nabi”.

Dengan definisi itu dapat diketahui, bahwa yang disebut agama itu mengandung empat unsur:

1. Agama itu merupakan jalan hidup atau way of life. Suatu jalan muamalah yang
konkret. Dia memiliki aturan-aturan tertentu guna pedoman bagi amal kehidupan
penganut-penganutnya.
2. Agama itu mengajarkan kepercayaan (keimanan) adanya Tuhan YME. Tuhan itu
mustahil tidak ada, dan mustahil jumlahnya berbilangan.
3. Agama itu memiliki kitab suci yang merupakan kumpulan wahyu yang diterima oleh
Nabinya dari Tuhan YME itu, dengan melalui bisikan Roh Suci (Malaikat Jibril).
4. Agama itu dipimpin oleh seorang Nabi. Kalau Nabi itu masih hidup, beliau tidak
tersembunyi di lingkungan orang-orang awam yang bodoh, tetapi menyebarkan
ajarannya dengan terbuka, dan sanggup berdiskusi di tengah orang-orang pandai. Dan
kalau Nabi itu sudah wafat, maka ada bukti-bukti yang terang bahwa beliau pernah
hidup, mengatakan ini dan itu guna petunjuk bagi umatnya (hafidy, 1982:123-124).

 Pentinganya Agama bagi Manusia

Agama sangatlah penting dalam kehidupan manusia. Demikian pentingnya agama


dalam kehidupan manusia, sehingga diakui atau tidak sesungguhnya manusia, sangatlah
membutuhkan agama. Dan sangatlah dibutuhkannya agama oleh manusia, tidak saja di masa
primitif dulu sewaktu ilmu pengetahuan belum berkembang, tetapi juga di zaman modern
sekarang sewaktu ilmu dan teknologi telah sedemikian maju.

12
Berikut ini adalah sebagian dari bukti-bukti mengapa agama itu sangat penting dalam
kehidupan manusia.

1. Karena agama sumber moral.


2. Karena agama merupakan petunjuk kebenaran.
3. Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika.
4. Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia, baik di kala suka maupun
di kala duka.

Yang pertama kali harus dilakukan oleh seseorang yang meyakini keberadaan Allah
adalah mempelajari apa-apa yang diperintahkan dan hal-hal yang disukai Penciptanya. Dia
lah yang memberinya ruh dan kehidupan, makanan, minuman dan kesehatan. Selanjutnya dia
harus mengabdikan seluruh hidupnya untuk patuh kepada perintah-perintah Allah dan
mencari ridhaNya.

Agama lah yang membimbing kita kepada moral, perilaku dan cara hidup yang diridhai
Allah. Allah telah menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa orang yang patuh kepada agama
berada di jalan yang benar, sedangkan yang lainnya akan tersesat.

Dia yang dadanya terbuka untuk Islam mendapat cahaya dari Tuhannya. Sungguh celaka
orang-orang yang berkeras untuk tidak mengingat Allah! Mereka dalam kesesatan yang
nyata. (Surat az-Zumar: 22)

 Fungsi Agama bagi Manusia


Agama islam, dapat berperan dan berfungsi bagi manusia yang dapat dikembangkan
oleh setiap individu, sebagai berikut:

1. Pemberi makna bagi perbuatan manusia.


2. Alat control bagi perasaan dan emosi.
3. Pengendali bagi hawa nafsu yang terus berkembang.
4. Pemberi reinfor cement (dorongan penguat) terhadap kecenderungan berbuat baik
pada manusia.
5. Penyeimbang bagi kondisi psikis yang berkembang.

13
Fungsi Agama bagi Manusia juga sebagai berikut:

1. Memberikan dukungan dan pelipur lara yang dapat membantu mengatasi


kekhawatiran tentang masa depan yang tidak menentu dan mencemaskan.
2. Memberikan makna dan tujuan hidup bagi keberadaan manusia.
3. Memungkinkan adanya transdensi sehari.
4. Membantu manusia mengembangkan rasa identitas.
5. Membantu manusia selama menghadapi krisis yang terjadi pada tahap tradisi
kehidupan.

14
MODUL 2
SUMBER AJARAN ISLAM

Sumber Ajaran Islam itu ada tiga, yakni Al-Quran, Hadits (As-Sunnah), dan Ijtihad.
Ajaran yang tidak bersumber dari ketiganya bukan ajaran Islam.

Sumber ajaran Islam pertama dan kedua (Al-Quran dan Hadits/As-Sunnah) langsung dari
Allah SWT dan Nabi Muhammad Saw. Sedangkan yang ketiga (ijtihad) merupakan hasil
pemikiran umat Islam, yakni para ulama mujtahid (yang berijtihad), dengan tetap mengacu
kepada Al-Quran dan As-Sunnah.

 Sumber Ajaran Islam: Al-Qur’an


Secara harfiyah, Al-Quran artinya “bacaan” (qoroa, yaqrou, quranan), sebagaimana
firman Allah dalam Q.S. 75:17-18:

“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengum-pulkannya dan ‘membacanya’. Jika


Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah ‘bacaan’ itu”.

Al-Quran adalah kumpulan wahyu atau firman Allah yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad Saw, berisi ajaran tentang keimanan (akidah/tauhid/iman), peribadahan (syariat),
dan budi pekerti (akhlak).

Al-Quran adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw, bahkan terbesar pula
dibandingkan mukjizat para nabi sebelumnya. Al-Quran membenarkan Kitab-Kitab
sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkan sebelumnya.

“Tidak mungkin Al-Quran ini dibuat oleh selain Allah. Akan tetapi ia membenarkan kitab-
kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang ditetapkannya. Tidak ada
keraguan di dalamnya dari Tuhan semesta alam” (Q.S. 10:37).

“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al-Quran itulah yang benar,
membenarkan kitab-kitab sebelumnya...” (Q.S. 35:31).

15
Al-Quran dalam wujud sekarang merupakan kodifikasi atau pembukuan yang dilakukan
para sahabat. Pertama kali dilakukan oleh shabat Zaid bin Tsabit pada masa Khalifah Abu
Bakar, lalu pada masa Khalifah Utsman bin Affan dibentuk panitia ad hoc penyusunan
mushaf Al-Quran yang diketuai Zaid. Karenanya, mushaf Al-Quran yang sekarang disebut
pula Mushaf Utsmani.

 Sumber Ajaran Islam: Hadists/As-Sunnah


Hadits disebut juga As-Sunnah. Sunnah secara bahasa berarti "adat-istiadat" atau
"kebiasaan" (traditions). Sunnah adalah segala perkataan, perbuatan, dan
penetapan/persetujuan serta kebiasaan Nabi Muhammad Saw. Penetapan (taqrir) adalah
persetujuan atau diamnya Nabi Saw terhadap perkataan dan perilaku sahabat.

Kedudukan As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam dijelaskan Al-Quran dan sabda
Nabi Muhammad Saw.

“Demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman sehingga mereka menjadikanmu
(Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, lalu mereka tidak
merasa berat hati terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima sepenuh hati”
(Q.S. 4:65).

“Apa yang diberikan Rasul (Muhammad) kepadamu maka terimalah dan apa yang
dilarangnya maka tinggalkanlah” (Q.S. 59:7).

“Telah kutinggalkan untuk kalian dua perkara yang (selama kalian berpegang teguh dengan
keduanya) kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah-ku.” (HR.
Hakim dan Daruquthni).

“Berpegangteguhlah kalian kepada Sunnahku dan kepada Sunnah Khulafaur Rasyidin


setelahku” (H.R. Abu Daud).

Sunnah merupakan “penafsir” sekaligus “juklak” (petunjuk pelaksanaan) Al-Quran.


Sebagai contoh, Al-Quran menegaskan tentang kewajiban shalat dan berbicara tentang ruku’

16
dan sujud. Sunnah atau Hadits Rasulullah-lah yang memberikan contoh langsung bagaimana
shalat itu dijalankan, mulai takbiratul ihram (bacaan “Allahu Akbar” sebagai pembuka
shalat), doa iftitah, bacaan Al-Fatihah, gerakan ruku, sujud, hingga bacaan tahiyat dan salam.

Ketika Nabi Muhammad Saw masih hidup, beliau melarang para sahabatnya
menuliskan apa yang dikatakannya. Kebijakan itu dilakukan agar ucapan-ucapannya tidak
bercampur-baur dengan wahyu (Al-Quran). Karenanya, seluruh Hadits waktu itu hanya
berada dalam ingatan atau hapalan para sahabat.

Kodifikasi Hadits dilakukan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (100 H/718 M),
lalu disempurnakan sistematikanya pada masa Khalifah Al-Mansur (136 H/174 M). Para
ulama waktu itu mulai menyusun kitab Hadits, di antaranya Imam Malik di Madinah dengan
kitabnya Al-Mutwaththa, Imam Abu Hanifah menulis Al-Fqhi, serta Imam Syafi’i menulis
Ikhtilaful Hadits, Al-Um, dan As-Sunnah.

Berikutnya muncul Imam Ahmad dengan Musnad-nya yang berisi 40.000 Hadits.
Ulama Hadits terkenal yang diakui kebenarannya hingga kini adalah Imam Bukhari (194
H/256 M) dengan kitabnya Shahih Bukhari dan Imam Muslim (206 H/261 M) dengan
kitabnya Shahih Muslim. Kedua kitab Hadits itu menjadi rujukan utama umat Islam hingga
kini. Imam Bukhari berhasil mengumpulkan sebanyak 600.000 hadits yang kemudian
diseleksinya. Imam Muslim mengumpulkan 300.000 hadits yang kemudian diseleksinya.

Ulama Hadits lainnya yang terkenal adalah Imam Nasa'i yang menuangkan koleksi
haditsnya dalam Kitab Nasa'i, Imam Tirmidzi dalam Shahih Tirmidzi, Imam Abu Daud
dalam Sunan Abu Daud, Imam Ibnu Majah dalam Kitab Ibnu Majah, Imam Baihaqi dalam
Sunan Baihaqi dan Syu'bul Imam, dan Imam Daruquthni dalam Sunan Daruquthni.

 Sumber Ajaran Islam: Ijtihad


Ijtihad adalah berpikir keras untuk menghasilkan pendapat hukum atas suatu masalah
yang tidak secara jelas disebutkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Pelakunya disebut
Mujtahid.

17
Kedudukan Ijtihad sebagai sumber hukum atau ajaran Islam ketiga setelah Al-Quran
dan As-Sunnah, diindikasikan oleh sebuah Hadits (Riwayat Tirmidzi dan Abu Daud) yang
berisi dialog atau tanya jawab antara Nabi Muhammad Saw dan Mu’adz bin Jabal yang
diangkat sebagai Gubernur Yaman.

“Bagaimana memutuskan perkara yang dibawa orang kepada Anda?”


“Hamba akan memutuskan menurut Kitabullah (Al-Quran.”
“Dan jika di dalam Kitabullah Anda tidak menemukan sesuatu mengenai soal itu?”
“Jika begitu, hamba akan memutuskannya menurut Sunnah Rasulillah.”
“Dan jika Anda tidak menemukan sesuatu mengenai hal itu dalam Sunnah Rasulullah?”
“Hamba akan mempergunakan pertimbangan akal pikiran sendiri (Ijtihadu bi ra’yi) tanpa
bimbang sedikit pun.”
“Segala puji bagi Allah yang telah menyebabkan utusan Rasulnya menyenangkan hati
Rasulullah!”
Hadits tersebut diperkuat sebuah fragmen peristiwa yang terjadi saat-saat Nabi Muhammad
Saw menghadapi akhir hayatnya. Ketika itu terjadi dialog antara seorang sahabat dengan
Nabi Muhammad Saw.
“Ya Rasulallah! Anda sakit. Anda mungkin akan wafat. Bagaimana kami jadinya?”
“Kamu punya Al-Quran!”
“Ya Rasulallah! Tetapi walaupun dengan Kitab yang membawa penerangan dan petunjuk
tidak menyesatkan itu di hadapan kami, sering kami harus meminta nasihat, petunjuk, dan
ajaran, dan jika Anda telah pergi dari kami, Ya Rasulallah, siapakah yang akan menjadi
petunjuk kami?”
“Berbuatlah seperti aku berbuat dan seperti aku katakan!”
“Tetapi Rasulullah, setelah Anda pergi peristiwa-peristiwa baru mungkin timbul yang tidak
dapat timbul selama hidup Anda. Kalau demikian, apa yang harus kami lakukan dan apa yang
harus dilakukan orang-orang sesudah kami?”
“Allah telah memberikan kesadaran kepada setiap manusia sebagai alat setiap orang dan akal
sebagai petunjuk. Maka gunakanlah keduanya dan tinjaulah sesuatu dan rahmat Allah akan
selalu membimbing kamu ke jalan yang lurus!”

Ijtihad adalah “sarana ilmiah” untuk menetapkan hukum sebuah perkara yang tidak secara
tegas ditetapkan Al-Quran dan As-Sunnah.

18
Pada dasarnya, semua umat Islam berhak melakukan Ijtihad, sepanjang ia menguasai Al-
Quran, As-Sunnah, sejarah Islam, juga berakhlak baik dan menguasai berbagai disiplin ilmu
pengetahuan.

Lazimnya, Mujtahid adalah para ulama yang integritas keilmuan dan akhlaknya diakui umat
Islam. Hasil Ijtihad mereka dikenal sebagai fatwa. Jika Ijtihad dilakukan secara bersama-
sama atau kolektif, maka hasilnya disebut Ijma’ atau kesepakatan. Wallahu a'lam.

19
MODUL 3
AJARAN ISLAM AKIDAH

A. Pengertian Aqidah

Kata "‘aqidah" diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-rabth (ikatan), al-Ibraam
(pengesahan), al-ihkam (penguatan), at-tawatstsuq (menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu
biquwwah (pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk (pengokohan), al-muraashah (erat/rapat)
dan al-itsbaatu (penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin (keyakinan) dan al-
jazmu (penetapan).

"Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al-hallu (penguraian, pelepasan). Dan kata tersebut
diambil dari kata kerja: "‘Aqadahu" "Ya'qiduhu" (mengikatnya), " ‘Aqdan" (ikatan sumpah),
dan "‘Uqdatun Nikah" (ikatan pernikahan). Seperti dalam firman Allah Ta'ala,

‫عقه ْدت ُ ُم ْاْل ا ْي ام ا‬


‫ان‬ ِ ‫َّللاُ ِبالله ْغ ِو فِي أ ا ْي امانِ ُك ْم اولا ِك ْن يُؤ‬
‫ااخذُ ُك ْم ِب اما ا‬ ‫ااخذُ ُك ُم ه‬
ِ ‫اَل يُؤ‬
Artinya: "Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud
(untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu
sengaja ..." (Al-Maa-idah: 89).

Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil
keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan
keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul.
Bentuk jamak dari aqidah adalah aqaid. Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi
ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah; baik itu benar ataupun salah.

Sedangkan Pengertian Aqidah Secara Istilah (Terminologi) yaitu perkara yang wajib
dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan
yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan. Dengan kata
lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang yang
menyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya; yang tidak menerima keraguan atau
prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada tingkat keyakinan yang kokoh, maka tidak
dinamakan aqidah. Dinamakan aqidah, karena orang itu mengikat hatinya di atas hal tersebut.

20
Menurut M Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan aqidah menurut ketentuan bahasa
(bahasa arab) ialah sesuatu yang dipegang teguh dan terhunjam kuat di dalam lubuk jiwa dan
tak dapat beralih dari padanya.

Adapun aqidah menurut Syaikh Mahmoud Syaltout adalah segi teoritis yang dituntut
pertama-tama dan terdahulu dari segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu keimanan
yang tidak boleh dicampuri oleh syakwasangka dan tidak dipengaruhi oleh keragu-raguan.
Aqidah atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi dan prinsipil bagi manusia, sama
halnya dengan nilai dirinya sendiri, bahkan melebihinya. Sedangkan Syekh Hasan Al-Banna
menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati membenarkannya sehingga menjadi
ketenangan jiwa, yang menjadikan kepercayaan bersih dari kebimbangan dan keragu-raguan.

Aqidah merupakan aspek yang harus dimiliki lebih dahulu sebelum yang Iain‐lain. Aqidah itu
harus bulat dan penuh, tidak ada keraguan dan kesamaran di dalamnya. Aqidah yang benar adalah
Aqidah yang sesuai dengan ketetapan keterangan‐keterangan yang jelas dan tegas yang terdapat dalam
Alquran dan hadits. Aqidah ini merupakan hal yang utama dan pertama yang harus ditanamkan.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa aqidah adalah


pengikat yang menjadi keyakinan yang dianut oleh orang yang beragama Islam.

Seseorang yang beraqidah dengan benar, niscaya akhlaknya pun akan benar, baik dan
lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah salah dan melenceng maka akhlaknya pun akan
tidak benar. Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinannya
terhadap Allah juga lurus dan benar. Karena barang siapa mengetahui Sang Penciptanya
dengan benar, niscaya ia akan dengan mudah berperilaku baik sebagaimana perintah Allah.
Sehingga ia tidak mungkin menjauh atau bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah
ditetapkan-Nya.

Adapun yang dapat menyempurnakan aqidah yang benar terhadap Allah adalah
beraqidah dengan benar terhadap malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya yang diturunkan
kepada para Rasul dan percaya kepada Rasul-rasul utusan-Nya yang mempunyai sifat jujur
dan amanah dalam menyampaikan risalah Tuhan Mereka. Keyakinan terhadap Allah,
Malaikat, Kitab, dan para Rasul-rasul-Nya berserta syariat yang mereka bawa tidak akan

21
dapat mencapai kesempurnaan kecuali jika disertai dengan keyakinan akan adanya hari Ahkir
dan kejadian-kejadian yang menggiringnya.

Salah satu ciri manhaj (jalan) yang lurus adalah manhaj yang memiliki kesamaan
mashdar (sumber) pengambilan dalil dalam masalah agama, khususnya masalah-masalah
yang berkaitan dengan akidah. Hal ini berlaku kapan dan di mana pun kaidah tersebut
digunakan. Tidak ada kesimpangsiuran pemahaman akidah pada setiap zaman dalam manhaj
tersebut. Dari zaman Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalam hingga zaman sekarang dan
sampai kapan pun, prinsip akidah yang benar tidak pernah berubah. Jika ada perubahan
dalam hal akidah, tentu agama ini belumlah sempurna. Prinsip inilah yang digunakan oleh
para ulama dalam memahami dan menjaga syariat Islam. Jika kita menelaah tulisan para
ulama dalam menjelaskan akidah, maka akan didapati 2 sumber pengambilan dalil penting.
Dua sumber tersebut meliputi :

1. Dalil asas dan inti yang mencakup Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’ para ulama
2. Dalil penyempurnaan yang mencakup akal sehat manusia dan fitrah kehidupan
yang telah diberikan oleh Allah azza wa jalla

B. Sumber Islam Aqidah

 Al-Quran Sebagai Sumber Akidah

Al Qur’an adalah firman Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah sholallahu ‘alaihi
wassalam melalui perantara Jibril. Di dalamnya, Allah telah menjelaskan segala sesuatu yang
dibutuhkan oleh hamba-Nya sebagai bekal kehidupan di dunia maupun di akhirat. Ia
merupakan petunjuk bagi orang-orang yang diberi petunjuk, pedoman hidup bagi orang yang
beriman, dan obat bagi jiwa-jiwa yang terluka. Keagungan lainnya adalah tidak akan pernah
ditemui kekurangan dan celaan di dalam Al Qur’an, sebagaimana dalam firman-Nya

“Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (Al Qur’an) sebagai kalimat yang benar dan adil.
Tidak ada yang dapat merubah-rubah kalimat-Nya dan Dialah yang Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui” (Q.S. Al An’am:115)

Al Imam Asy Syatibi mengatakan bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan syariat ini
kepada Rasul-Nya yang di dalamnya terdapat penjelasan atas segala sesuatu yang dibutuhkan

22
manusia tentang kewajiban dan peribadatan yang dipikulkan di atas pundaknya, termasuk di
dalamnya perkara akidah. Allah menurunkan Al Qur’an sebagai sumber hukum akidah
karena Dia tahu kebutuhan manusia sebagai seorang hamba yang diciptakan untuk beribadah
kepada-Nya. Bahkan jika dicermati, akan ditemui banyak ayat dalam Al Qur’an yang
menjelaskan tentang akidah, baik secara tersurat maupun secara tersirat. Oleh karena itu,
menjadi hal yang wajib jika kita mengetahui dan memahami akidah yang bersumber dari Al-
Qur’an karena kitab mulia ini merupakan penjelasan langsung dari Rabb manusia, yang haq
dan tidak pernah sirna ditelan masa.

 As Sunnah: Sumber Kedua

Seperti halnya Al Qur’an, As Sunnah adalah satu jenis wahyu yang datang dari Allah
subhanahu wata’ala walaupun lafadznya bukan dari Allah tetapi maknanya datang dari-Nya.
Hal ini dapat diketahui dari firman Allah.

“Dan dia (Muhammad) tidak berkata berdasarkan hawa nafsu, ia tidak lain kecuali wahyu
yang diwahyukan” (Q.S An Najm : 3-4)

Rasululloh sholallahu ‘alaihi wassalam juga bersabda:

“Tulislah, Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak keluar darinya kecuali
kebenaran sambil menunjuk ke lidahnya”. (Riwayat Abu Dawud)

Yang menjadi persoalan kemudian adalah kebingungan yang terjadi di tengah umat karena
begitu banyaknya hadits lemah yang dianggap kuat dan sebaliknya, hadits yang shohih
terkadang diabaikan, bahkan tidak jarang beberapa kata “mutiara” yang bukan berasal dari
Rasululloh sholallahu ‘alaihi wassalam dinisbatkan kepada beliau. Hal ini tidak lepas dari
usaha penyimpangan yang dilakukan oleh musuh-musuh Allah untuk mendapatkan
keuntungan yang sedikit. Akan tetapi, Maha Suci Allah yang telah menjaga kemurnian As
Sunnah hingga akhir zaman melalui para ulama ahli ilmu. Allah menjaga kemurnian As
Sunnah melalui ilmu para ulama yang gigih dalam menjaga dan membela sunnah-sunnah
Rasululloh sholallahu ‘alaihi wassalam dari usaha-usaha penyimpangan. Ini tampak dari
ulama-ulama generasi sahabat hingga ulama dewasa ini yang menjaga sunnah dengan
menghafalnya dan mengumpulkannya serta berhati-hati di dalam meriwayatkannya. Para
ulama inilah yang disebut sebagai para ulama Ahlusunah. Oleh karena itu, perlu kiranya jika

23
kita menuntut dan belajar ilmu dari mereka agar tidak terseret dalam jurang penyimpangan.
Selain melakukan penjagaan terhadap Sunah, Allah menjadikan Sunnah sebagai sumber
hukum dalam agama. Kekuatan As Sunnah dalam menetapkan syariat-termasuk perkara
akidah-ditegaskan dalam banyak ayat Al Qur’an, diantaranya firman Allah yang artinya :

“Dan apa yang diberikan Rasul kepada kalian maka terimalah dan apa yang ia larang maka
tinggalkanlah” (Q.S Al Hasyr:7)

Dan firman-Nya

“Wahai orang-orang yang beriman taatilah Alloh dan taatilah Rasul” (Q.S An Nisaa:59)

Firman Allah tersebut menunjukkan bahwa tidak ada pilihan lain bagi seorang muslim untuk
juga mengambil sumber-sumber hukum akidah dari As Sunnah dengan pemahaman ulama.
Ibnul Qoyyim juga pernah berkata “Allah memerintahkan untuk mentaati-Nya dan mentaati
Rasul-Nya sholallohu ‘alaihi wassalam dengan mengulangi kata kerja (taatilah) yang
menandakan bahwa menaati Rasul wajib secara independent tanpa harus mencocokkan
terlebih dahulu dengan Al Qur’an, jika beliau memerintahkan sesuatu. Hal ini dikarenakan
tidak akan pernah ada pertentangan antara Qur’an dan Sunnah.

 Ijma’ Para Ulama

Ijma’ adalah sumber akidah yang berasal dari kesepakatan para mujtahid umat Muhammad
sholallohu ‘alaihi wassalam setelah beliau wafat, tentang urusan pada suatu masa. Mereka
bukanlah orang yang sekedar tahu tentang masalah ilmu tetapi juga memahami dan
mengamalkan ilmu. Berkaitan dengan Ijma’, Allah subhanahu wata’ala berfirman yang
artinya

”Dan barangsiapa yang menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti
kebenaran baginya dan mengikuti jalan bukan jalannya orang-orang yang beriman, maka
Kami akan biarkan ia leluasa berbuat kesesatan yang ia lakukan dan Kami masukkan ia ke
dalam Jahannam dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali” (Q.S An Nisaa:115)

Imam Syafi’i menyebutkan bahwa ayat ini merupakan dalil pembolehan disyariatkannya
ijma’, yaitu diambil dari kalimat “jalannya orang-orang yang beriman” yang berarti ijma’.
Beliau juga menambahkan bahwa dalil ini adalah dalil syar’i yang wajib untuk diikuti karena

24
Allah menyebutkannya secara bersamaan dengan larangan menyelisihi Rasul. Di dalam
pengambilan ijma’ terdapat juga beberapa kaidah-kaidah penting yang tidak boleh
ditinggalkan. Ijma’ dalam masalah akidah harus bersandarkan kepada dalil dari Al Qur’an
dan Sunnah yang shahih karena perkara akidah adalah perkara tauqifiyah yang tidak
diketahui kecuali dengan jalan wahyu. Sedangkan fungsi ijma’ adalah menguatkan Al Quran
dan Sunnah serta menolak kemungkinan terjadinya kesalahan dalam dalil yang dzoni
sehingga menjadi qotha’i.

 Akal Sehat Manusia

Selain ketiga sumber akidah di atas, akal juga menjadi sumber hukum akidah dalam Islam.
Hal ini merupakan bukti bahwa Islam sangat memuliakan akal serta memberikan haknya
sesuai dengan kedudukannya. Termasuk pemuliaan terhadap akal juga bahwa Islam
memberikan batasan dan petunjuk kepada akal agar tidak terjebak ke dalam pemahaman-
pemahaman yang tidak benar. Hal ini sesuai dengan sifat akal yang memiliki keterbatasan
dalam memahami suatu ilmu atau peristiwa. Agama Islam tidak membenarkan pengagungan
terhadap akal dan tidak pula membenarkan pelecehan terhadap kemampuan akal manusia,
seperti yang biasa dilakukan oleh beberapa golongan (firqoh) yang menyimpang. Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Akal merupakan syarat untuk memahami ilmu dan
kesempurnaan dalam amal, dengan keduanyalah ilmu dan amal menjadi sempurna. Hanya
saja ia tidak dapat berdiri sendiri. Di dalam jiwa, ia berfungsi sebagai sumber kekuatan, sama
seperti kekuatan penglihatan pada mata yang jika mendapatkan cahaya iman dan Al Qur’an ia
seperti mendapatkan cahaya matahari dan api. Akan tetapi, jika ia berdiri sendiri, ia tidak
akan mampu melihat (hakikat) sesuatu dan jika sama sekali dihilangkan ia akan menjadi
sesuatu yang berunsur kebinatangan”. Eksistensi akal memiliki keterbatasan pada apa yang
bisa dicerna tentang perkara-perkara nyata yang memungkinkan pancaindera untuk
menangkapnya. Adapun masalah-masalah gaib yang tidak dapat tersentuh oleh pancaindera
maka tertutup jalan bagi akal untuk sampai pada hakikatnya. Sesuatu yang abstrak atau gaib,
seperti akidah, tidak dapat diketahui oleh akal kecuali mendapatkan cahaya dan petunjuk
wahyu baik dari Al Qur’an dan As Sunnah yang shahih. Al Qur’an dan As Sunnah
menjelaskan kepada akal bagaimana cara memahaminya dan melakukan masalah tersebut.
Salah satu contohnya adalah akal mungkin tidak bisa menerima surga dan neraka karena
tidak bisa diketahui melalui indera. Akan tetapi melalui penjelasan yang berasal dari Al
Qur’an dan As Sunnah maka akan dapat diketahui bahwasanya setiap manusia harus
meyakininya. Mengenai hal ini Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa apa yang tidak terdapat
25
dalam Al Qur’an, As Sunnah, dan Ijma’ yang menyelisihi akal sehat karena sesuatu yang
bertentangan dengan akal sehat adalah batil, sedangkan tidak ada kebatilan dalam Qur’an,
Sunnah dan Ijma’, tetapi padanya terdapat kata-kata yang mungkin sebagian orang tidak
memahaminya atau mereka memahaminya dengan makna yang batil.

 Fitrah Kehidupan

Dalam sebuah hadits Rasululloh sholallohu ‘alaihi wassalam bersabda

“Setiap anak yang lahir dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang membuat
ia menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi” (H.R Muslim)

Dari hadits ini dapat diketahui bahwa sebenarnya manusia memiliki kecenderungan untuk
menghamba kepada Allah. Akan tetapi, bukan berarti bahwa setiap bayi yang lahir telah
mengetahui rincian agama Islam. Setiap bayi yang lahir tidak mengetahui apa-apa, tetapi
setiap manusia memiliki fitrah untuk sejalan dengan Islam sebelum dinodai oleh
penyimpangan-penyimpangan. Bukti mengenai hal ini adalah fitrah manusia untuk mengakui
bahwa mustahil ada dua pencipta alam yang memiliki sifat dan kemampuan yang sama.
Bahkan, ketika ditimpa musibah pun banyak manusia yang menyeru kepada Alloh seperti
dijelaskan dalam firman-Nya.

“Dan apabila kalian ditimpa bahaya di lautan niscaya hilanglah siapa yang kalian seru
kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kalian ke daratan, kalian berpaling, dan
manusia adalah sangat kufur” (Q.S Al Israa’:67)

Semoga Allah memahamkan kita terhadap ilmu yang bermanfaat, mengokohkan keimanan
dengan pemahaman yang benar, memuliakan kita dengan amalan-amalan yang bermakna.
Wallahu’alam.

26
C. Ruang Lingkup Aqidah

Seperti yang sudah disimpulkan di atas bahwa aqidah adalah pengikat yang menjadi
keyakinan yang dianut, maka ruang lingkup aqidah juga berkenaan dengan keyakinan.
Keyakinan itu sendiri disebut dengan iman. Rukun Iman adalah hal wajib yg mesti
diimani/diyakini oleh seseorang yang mengaku beragama Islam. Tidak meyakini salah satu
dari rukun iman ini, maka keimanan seorang muslim akan diragukan. Adapun ruang lingkup
aqidah di antaranya adalah:

1. Iman kepada Allah SWT


Meliputi upaya meyakini eksistensi Allah SWT dengan mempelajari dan mengenal-
Nya melalui; dzat, asma’, sifat (karakteristik) dan af’al (perbuatan-Nya). Titik tekan yang
paling utama adalah pada sifat-Nya yang berupa karakteristik Allah SWT. Dari sifat ini umat
Islam akan dengan mudah mengidentifikasikan sesuatu itu tergolong sebagai khaliq
(pencipta) atau makhluq (yang dicipta). Dalam hal ini pembahasan akan dipisah garis
dikotomi yang tegas antara sifat wajib dan sifat yang mustahil bagi Allah SWT. Di samping
mengetahui dan meyakini sifat yang wajib dan sifat yang mustahil bagi Allah yang perlu
diketahui dan diyakini agar menambah keimanan megenai adanya Allah adalah mengenai
nama-nama Allah yang baik yang berjumlah 99 yang dikenal dengan Al-Asma Al-Husna.

Adapun sifat yang wajib dan mustahil bagi Allah adalah sebagai berikut:

NO SIFAT WAJIB ARTINYA


1 Wujud Ada
2 Qidam Dahulu
3 Baqa' Kekal
4 Mukhalafatuhu lil hawadits Berbeda dengan ciptaan-Nya
5 Qiyamuhu binafsihi Berdiri dengan sendirinya
6 Wahdaniyyah Esa, tunggal, satu
7 Qudrah Berkuasa
8 Iradah Berkehendak
9 Ilmu Mengetahui
10 Hayat Hidup
11 Sam'un Mendengar
12 Basar Melihat
13 Kalam Berkata
14 Qadirun Yang Berkuasa

27
15 Muridun Yang Berkehendak
16 Alimun Yang Mengetahui
17 Hayyun Yang Hidup
18 Sami'un Yang Mendengar
19 Basirun Yang Melihat
20 Mutakallimun Yang Berbicara

Sedangkan sifat mustahil bagi Allah SWT adalah:

NO SIFAT MUSTAHIL ARTINYA


1 Adam Tidak ada
2 Huduus Baru
3 Fana Rusak
4 Mumatsalatuhu lil hawadits Sama dengan ciptaan-Nya
5 Ihtiyaju lighairihi Membutuhkan yang lain
6 Ta'addud Berbilang
7 Ajzun Lemah
8 Karahah Terpaksa
9 Jahlun Bodoh
10 Mautun Mati
11 Samamum Tuli
12 Umyun Buta
13 Bukmun Bisu
14 Ajizun Yang maha lemah
15 Mukrahun Yang maha terpaksa
16 Jahilun Yang maha bodoh
17 Mayyitun Yang mati
18 Ashamma Yang maha tuli
19 A'maa Yang maha buta
20 Abkama Yang maha bisu

28
2. Iman kepada Malaikat.
Pembahasan ini meliputi defenisi malaikat dan ragam tugas-tugasnya. Pembahasan
juga akan melingkupi diskursus mengenai kemungkinan manusia untuk melihat wujud
malaikat. Firman Allah mengenai adanya malaikat terdapat dalam surat Al-Anbiya ayat 26-
27:
Artinya: “Dan mereka berkata: "Tuhan yang Maha Pemurah Telah mengambil (mempunyai)
anak", Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang
dimuliakan[6], Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan
perintah-perintahNya.[7]
Mereka diciptakan Allah SWT, maka mereka beribadah kepada-Nya dan mematuhi
segala perintah-Nya. Firman Allah SWT, yang artinya: ” …Dan malaikat-malaikat yang
disisi-Nya mereka tidak bersikap angkuh untuk beribadah kepada-Nyadan tiada (pula)
merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya. “ (QS. Al-
Anbiya: 19-20).
Sebenarnya jumlah malaikat itu banyak dan jika kita menghitungnya niscaya tidak
akan dapat terhitung, akan tetapi ada sepuluh malaikat serta tugas-tugasnya yang wajib kita
imani dan kita ketahui, yaitu:
1. Jibril
Adalah malaikat yang diberikan amanat untuk menyampaikan wahyu, turun
membawa petunjuk kepada Rasul agar disampaikan kepada umat. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan sungguh dia (Muhammad) telah melihatnya (Jibril) di ufuk yang terang” (QS. At
Takwiir : 23)
Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,
“Aku melihatnya (Jibril) turun dari langit, tubuhnya yang besar menutupi antara langit
sampai bumi” (HR. Muslim no. 177, dari ‘Aisyah radhiyallaHu ‘anHa)
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW
melihat jibril memiliki enam ratus sayap (HR. Al-Bukhari).
2. Mikail

29
Dialah yang diserahi tugas mengatur hujan dan tumbuh-tumbuhan dimana semua rizki
di dunia ini berkaitan erat dengan keduanya. Terdapat penyebutan Jibril dan Mika-il secara
bersamaan dalam satu ayat, Allah Ta’ala berfirma“Barangsiapa menjadi musuh Allah,
malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mika-il, maka sesungguhnya Allah
musuh bagi orang-orang kafir” (QS. Al Baqarah : 98)
3. Israfil
Dia diserahi tugas meniup sangkakala atas perintah Rabb-nya dengan tiga kali tiupan.
Pertama adalah tiupan keterkejutan, tiupan kedua adalah tiupan kematian dan tiupan ketiga
adalah tiupan kebangkitan.
4. ‘Izra-il
Penamaannya dengan malaikat maut tidak disebutkan dengan jelas di dalam al Qur’an
maupun hadits-hadits yang shahih. Adapun penamaan dirinya dengan ‘Izrail terdapat di
sebagian atsar.
5. Munkar dan Nakir
Terdapat penyebutan dengan mereka di dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,
“Tatkala orang yang mati telah dikubur, datanglah kepadanya dua malaikat yang hitam
kebiruan, salah satu diantara keduanya dinamakan Munkar dan yang lainnya dinamakan
Nakir” (HR. at Tirmidzi, dihasankan oleh Syaikh al Albani dalam Shahiih Sunan at Tirmidzi)
6. Raqib dan ‘Atid
Sebagian ulama menjelaskan bahwa diantara malaikat ada yang benama Raqib dan
‘Atid. Allah Ta’ala berfirman,
“Maa yalfizhu min qaulin illaa ladayHi raqiibun ‘atiidun” yang artinya “Tidak suatu
ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu
hadir” (QS. Qaaf : 18)
7. Malik
Dia adalah penjaga neraka. Allah Ta’ala berfirman,
“Mereka berseru, ‘Hai Malik, biarlah Rabb-mu membunuh kami saja’. Dia menjawab,
‘Kamu akan tetap tinggal (di Neraka ini)’. Sesungguhnya Kami telah membawa kebenaran
kepada kamu tetapi kebanyakan diantara kamu benci kepada kebenaran itu” (QS. Az Zukruf
: 77-78)
8. Ridwan
Dia adalah penjaga Surga. Ada sebagian hadits yang dengan jelas menyebutkan
dirinya.

30
3. Iman kepada kitab-kitab Allah SWT.
Pembahasan kitab suci adalah suatu wacana interkoneksi dengan sejumlah ilmu-ilmu
lainnya, ilmu sejarah misalnya. Dengan menelusuri keimanan kepada kitab, seorang muslim
akan diajak turut merunut kenyataan bahwa Al-Qur’an adalah kitab pamungkas yang paling
agung. Ia adalah mukjizat terakbar dalam sejarah literatur sakral dunia.

4. Iman kepada para Rasul.


Guna menyakini eksistensi para Rasul umat Islam dapat merumuskannya dengan
terlebih dahulu mengetahui karakteristik (sifat) sebagai kualifiasi Rasul itu sendiri. Hal ini
meliputi sifat wajib, sifat mustahil dan sifat ja’iznya.

5. Iman kepada hari akhir atau kiamat.


Hari akhir atau kiamat yang dimaksud adalah hancurnya seluruh alam semesta di
bawah titah Allah SWT. Pembahasan hari kiamat juga akan mencakup tentang fase-fase
penting yang akan dialami oleh seluruh umat manusia. Fase-fase tersebut antara lain adalah
adanya yaumil ba’ats (hari kebangkitan setelah kematian masal umat manusia), yaumil hisab
(hari perhitungan amal), penitian atas jalur shirat (jembatan yang membentang di antara
syurga dengan terminal perhitungan amal, dimana di bawah bentangan tersebut tergelarlah
samudera neraka). Pembahasan hari kiamat dan alam setelahnya adalah wacana luas yang
meliputi pembahasan-pembahasan tingkatan neraka dan syurga, nasib kaum kafirin dan
fasiqin serta umat yang selamat mencapai syurga. Pada sisi pendahuluan, umat Islam
biasanya juga akan diajak guna turut mengenal pertanda-pertanda awal ketika hari Kiamat
akan datang. Hal ini penting ditegaskan, sebab bagaimanapun umat Nabi Muhammad adalah
umat akhir zaman yang paling dekat dalam menyambut kehancuran semesta.

6. Iman kepada Qada dan qadhar.


Selain membahas permasalahan yang berkaitan dengan rukun iman, aqidah
Islamiyyah juga mencakup pembahasan peristiwa-peristiwa penting yang bersinggungan
dengan keimanan seseorang. Artinya bahwa keimanan seseorang akan batal ketika
mengingkari hal-hal tersebut. Pengingkaran yang berpotensi membatalkan iman seseorang
adalah mengenai peristiwa Isra’ Mi’raj yang dialami Nabi Muhammad SAW. Isra’ Mi’raj

31
adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram atau Mekkah menuju Masjidil
Aqsa di Palestina. Dari bumi Palestina Nabi Muhammad SAW diperjalankan menuju
Sidhratul Muntaha atau Arasy guna beraudensi dengan Allah SWT. Puncaknya adalah misi
pensyari’atan ibadah sholat lima waktu bagi umat Islam hingga akhir zaman.
Wacana lainnya yang menjadi ruang pembahasan adalah masalah kemampuan manusia untuk
melihat langsung kepada Allah SWT kelak di syurga. Hal ini adalah tema krusial dan
kontroversial yang menjadi perdebatan kalangan Ulama Kalam selama berabad-abad
lamanya. Setiap sekte teologi yang berkembang dalam Islam memiliki pendapat berbeda
menyikapi masalah ini. Pembahasan pokok lainnya di dalam aqidah Islamiyyah adalah
permasalah Mujtahid dan Mukhalid. Mujtahid menurut Syaikh Thahir bin Saleh al-Jazairi
adalah adalah orang yang menguasai sebagian besar kaidah syari’at dan nash-nashnya .
Sehingga seorang Mujtahid memungkinkan guna menggali dan menemukan maksud-maksud
pensyari’atan suatu hukum agama. Meski ini merupakan wilayah ilmu fikih, namun menjadi
hal yang integral di dalam ranah Aqidah. Mujtahid adalah sosok sentral yang paling
bertanggungjawab menafsirkan dan menanggung akibat atas keputusan suatu konsep hukum
yang digagasnya. Sedangkan Mukhalid adalah masyarakat umum umat Islam yang mengikuti
pendapat Mujtahid. Meski demikian Mukhalid dibagi menjadi beberapa klasifikasi, dari yang
paling awam hingga yang telah mapan pemikirannya. Dalam hal ini selama belum mencapai
derajat Mujtahid.

32
MODUL 4

AJARAN ISLAM FIQIH

A. Pengertian Fiqih

Fiqih menurut bahasa berarti ‘paham’, seperti dalam firman Allah:

“Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami


pembicaraan sedikitpun?” (QS. An Nisa: 78)

dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah seseorang, merupakan tanda


akan kepahamannya.” (Muslim no. 1437, Ahmad no. 17598, Daarimi no. 1511)

Fiqih Secara Istilah Mengandung Dua Arti:

1. Pengetahuan tentang hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan


perkataan mukallaf (mereka yang sudah terbebani menjalankan syari’at agama), yang
diambil dari dalil-dalilnya yang bersifat terperinci, berupa nash-nash al Qur’an dan As
sunnah serta yang bercabang darinya yang berupa ijma’ dan ijtihad.
2. Hukum-hukum syari’at itu sendiri. Jadi perbedaan antara kedua definisi tersebut
bahwa yang pertama di gunakan untuk mengetahui hukum-hukum (Seperti seseorang
ingin mengetahui apakah suatu perbuatan itu wajib atau sunnah, haram atau makruh,
ataukah mubah, ditinjau dari dalil-dalil yang ada), sedangkan yang kedua adalah
untuk hukum-hukum syari’at itu sendiri (yaitu hukum apa saja yang terkandung
dalam shalat, zakat, puasa, haji, dan lainnya berupa syarat-syarat, rukun-rukun,
kewajiban-kewajiban, atau sunnah-sunnahnya).

Tidak perlu diragukan, bhwa kehidupan manusia ini mempunyai banyak segi, dan
bahwa kebahagiaan manusia terletak pada terpeliharanya segi-segi tersebut seluruhnya,
dengan cara diatur dan diberi undang-undang. Dan oleh karena Fiqih Islam ini berupa

33
hukum-hukum yang disyari’atkan Allah untuk hamba-hamba-Nya, demi memlihara
kemaslahatan-kemaslahatan mereka, maka Fiqih Islam sangat memperhatikan segala segi
kehidupan ini, dan dengan hukum-hukumnya mengatur segala keperluan manusia. Dan untuk
lebih jelasnya, perhatikan keterangan berikut ini:

Kalau kita memperhatikan kitab-kitab Fiqih yang memuat hukum-hukum syari’at, yang
disimpulkan dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, serta ijma’ ulama kaum muslimin dan
ijtihad-ijtihad mereka, niscaya kita dapati hukum-hukum itu terbagi menjadi tujuh kelompok,
yang keseluruhannya merupakan undang-undang umum bagi kehidupan manusia, baik
sebagai individu maupaun masyarakat:

 Kelompok pertama, berupa hukum-hukum yang berkaitan dengan peribadatan kepada


Allah, seperti wudlu, shalat, puasa, zakat, haji dan lain-lain. Hukum-hukum itu
disebut al-‘Ibadat.

 Kelompok kedua, berupa hukum-hukum yang berkaitan dengan keluarga, seperti


perkawinan, perceraian, nasab, menyusukan anak, nafkah, waris dan lain-lain.
Hukum-hukum ini disebut al-Ahwal asy-Syakhshiyah.

 Kelompok ketiga, berupa hukum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan


manusia dan pergaulan hidup sesama mereka, seperti jual-beli, gadai, sewa-menyewa,
pernyataan-pernyataan, surat-surat tanda bukti, keputusan dan lain-lain. Hukum-
hukum ini disebut Mu’amalat.

 Kelompok keempat, berupa hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban-


kewajiban pemerintah, seperti menegakkan keadilan, menolak kezaliman dan
melaksanakan hukum-hukum, dan juga tentang kewajiban-kewajiban rakyat, seperti
mentaati perintah dalam hal selain kemaksiatan, dan lain-lain. Hukum-hukum ini
disebut al-Ahkam as-Sulthaniyah atau as-Siyasat asy-Syar’iyah.

 Kelompok kelima, berupa hukum-hukum yang berkaitan dengan hukuman terhadap


kaum pendurhaka, dan pemeliharaan keamanan dan ketertiban, seperti hukuman atas
membunuh, pencuri, peminum khamar, dan lain-lain. Hukum-hukum ini disebut al-
‘Uqubat.

34
 Kelompok keenam, berupa hukum-hukum yang mengatur hubungan antara negara
Islam dengan negara-negara lain, seperti perang, damai, dan lain-lain. Hukum-hukum
ini disebut al-‘Uqubat.

 Dan kelompok ketujuh, berupa hukum-hukum yang berkaitan dengan akhlaq dan
tingkah laku, sifat-sifat terpuji dan sifat-sifat buruk, dan lain-lain. Hukum-hukum ini
disebut al-Adab wal Akhlaq.

Demikianlah, ternyata Fiqih Islam dengan hukum-hukumnya, mencakup segala


keperluan manusia, dan memperhatikan segala aspek kehidupan individu maupun
masyarakat. Bahwa Fiqih Islam itu berupa himpunan hukum-hukum syari’at yang
diperintahkan Allah kepada hamba-hamba-Nya supaya dilaksanakan. Dan hukum-hukum ini
seluruhnya berpangkal kepada sumber fiqih.

B. Sumber Islam Fiqih

1. Al-Qur’an Sumber Islam Fiqih.


Al-Qur’an ialah Firman Allah Ta’ala, yang telah Dia turunkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad saw, untuk mengeluarkan umat manusia dari kegelapan kepada cahaya
yang terang benderang , yaitu firman yang termaktub dalam Mushaf . Al-Qur’an adalah
sumber rujukan utama bagi hukum-hukum Fiqih Islam. Apabila timbul masalah, sebelum
segala sesuatunya , terlebih dahulu kita merujuk kepada kitab Allah ‘Azza Wa Jalla ini, kita
cari hukumnya di sana. Jika kita peroleh hukumnya di sana , maka kita ambil, dan tidak perlu
kita merujuk kepada yang lain.

Kalau kita bertanya tentang hukum meminum khamar, berjudi, memuja batu-batu dan
mengundi nasib dengan panah umpamanya, maka kita merujuk kepada kitab Allah ‘Azza Wa
Jalla, niscaya kita dapat firman Allah Ta’ala di sana menyatakan:

Hai orang-orang beriman , Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban


untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan (Q.S. Al-Maidah:90)

35
Dan apabila kita bertanya tentang jual-beli dan riba, maka akan kita dapati hukumnya
dalam kitab Allah ‘Azza Wa Jalla, yang menyatakan:

Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharakan riba (Q.S. Al-
Baqarah:275)

Dan juga, apabila kita menanyakan tentang hijab, maka hukumnya kita dapati pada
Firman Allah Ta’ala:

Dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedadanya. (Q.S. An-Nur:31)

Bi Khumurihinna jamak dari khimar, yang artinya kain kerudung penutup kepala.
Uyubihinna jamak dari jaib, yaitu belahan baju dari arah kepala. Sedangkan yang dimaksud
menutup khimar pada jaib ialah menutup tubuh bagian atas sekalian dengan penutup kepala.

Dan kita dapati pula hukumnya dari firman Allah Ta’ala:

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri


orang mukmin: “Handaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.
Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-Ahzab:59)

Yudnina: hendaklah para wanita mengulurkan dan menutupkan pada wajah dan leher
mereka.

Jalabibihinna, jamak dari jilbab, yaitu baju kurung yang menutupi seluruh tubuh,
bagian atas maupun bawah.

Adna: lebih dekat. Maksudnya, agar lebih mudah dibedakan antara wanita terhormat
yang memelihara diri daripada yang tidak.

Fala yu’dzaina: dengan demikian mereka tidak disakiti dan diganggu.

Al-Qur’anul karim merupakan sumber utama dari hukum-hukum dalam Fiqih Islam.
Namun demikian, Al-Qur’anul karim dengan ayat-ayatnya tidak bermaksud menerangkan
berbagai masalah serinci-rincinya dan menjelaskan hukum-hukumnya dengan memberi nash
atas masing-masing. Hanya Akidah-akidah sajalah yang oleh Al-Qur’anul karim dinyatakan
nashnya secara rinci. Sedang soal ibadat dan mu’amalat hanya diberikan garis-garis

36
kehidupan kaum muslimin, sedang rincinya dia serahkan kepada Sunnah Nabi untuk
menjelaskannya. Contohnya: Al-Qur’an menyuruh shalat, namun begitu tidak menjelaskan
cara-caranya maupun bilangan rakaat-rakaatnya.

Al-Qur’an menyuruh pula Zakat, tetapi tidak menjelaskan berapa ukurannya , berapa
nisabnya dan harta apa saja yang wajib dizakati. Dan Al-Qur’an menyuruh pula menunaikan
akad-akad, namun demikian, tidak menerangkan mana akad-akad yang sah, yang wajib
ditunaikan itu, dan banyak lagi masalah-masalah yang lainnya.

Oleh sebab itu, Al-Qur’an erat hubungannya dengan Sunnah Nabi yang bertugas
meneranagkan garis-garis umum tersebut, dan menjelaskan masalah-masalah global yang ada
dalam Al-Qur’an.

2. As-Sunnah Sumber Islam Fiqih.

As-Sunnah ialah segala yang diberitakan orang dari Nabi saw, baik berupa perkataan,
perbuatan atau persetujuaan beliau. Contoh, dari As-Sunnah yang berupa perkataan, ialah
berita yang pernah dikeluarkan oleh Al-Bukhari (48) dan Muslim (64) dari Nabi, beliau
bersabda:

ُ‫فس ْوقُ ْالم ْس ِل ُِم ِسبَاب‬، ُ‫ك ْفرُ َو ِقتَاَله‬


Mencela orang Islam adalah Fasiq dan membunuhnya adalah kafir.

َُ‫صنَعُ َماكاَن‬ ُِ ‫ى‬


ْ َ‫للا َرس ْولُ ي‬ َُ ّ‫صل‬ َ ‫سلَّ َُم‬
َ ُ‫علَ ْي ُِه للا‬ َ ‫بَ ْيتِ ِه؟ ِفى َو‬
ْ َ‫ا َ ْه ِل ُِه ِم ْهنَ ُِة فِى يَك ْونُ كاَنَُ قَاَل‬، ُِ‫ض َرة‬
ُ‫ت‬ َ ‫صالَةُ فَ ِا َذا َح‬
َّ ‫قا ََُم ال‬
‫اِلَ ْي َها‬
Apakah yang senantiasa dilakukan oleh Rasulullah SAW di rumahnya? Maka jawab
‘Aisyah: “Beliau senantiasa membantu keluarganya. Dan apabila waktu shalat tiba maka
beliau pun melakukannya.”

Mihnati ahlihi: membantu keluarganya dalam pekerjaan yang mereka lakukan.

37
Adapun contoh persetujuan nabi, ialah apa yang pernah diriwayatkan oleh Abu Daud
(1267), bahwa Nabi SAW melihat seorang lelaki melakukan shalat dua rakaat sesudah shalat
subuh. Maka beliau bersabda; “Shalat subuh itu hanya dua rakaat.” Laki-laki itu menjawab:
“Sesungguhnya aku belum melakukan shalat dua rakaat sebelum shalat subuh yang dua
rakaat itu. Dan sekarang inilah aku melakukannya.” Melihat itu Rasulullah SAW diam saja.
Dan diamnya itu dianggap sebagai persetujuan beliau atas dibolehkannya shalat Sunnah
Qabliyah dilakukan sesudah shalat fardlu, bagi orang yang tidak sempat melakukannya
sebelumnya.

 Kedudukan As-Sunnah

Dalam kedudukannya sebagai rujukan hukum, as-Sunnah menempati tempat kedua


sesudah al-Qur’anul Karim. Maksudnya, pertama-tama kita harus merujuk kep[ada al-Qur’an.
Dan jika dalam al-Qur’an tidak kita dapati hukum, barulah kita merujuk kepada as-Sunnah.
Apabila hukum itu kia dapati di sana, maka kita laksanakan seperti halnya bila kita dapati
hukum itu dalam al-Qur’anul Karim, dengan syarat as-Sunnah itu benar-benar datang dari
Rasulullah SAW dengan sanad yang shahih.

 Tugas As-Sunnah

Tugas as-Sunnah tak lain adalah menjelaskan dan menerangkan hal-hal yang telah ada
dalam al-Qur’anul Karim. Karena al-Qur’an – sebagaimana telah kita katakan – menetapkan
kewajiban shalat secara garis besar saja, maka datanglah as-Sunnah menerangkan secara rinci
cara-cara shalat, baik yang berupa ucapan-ucapan maupun perbuatan-perbuatan. Telah
diriwayatkan secara sah dari

Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda:

‫صلُّ ْوا‬ ُْ ‫ص ِلّى َراَيْتم ْو ِن‬


َ ‫ى َك َما‬ َ ‫البخارى رواه(ا‬
Shalatlah kamu sekalian sebagaimana kamu melihat aku melakukan shalat. (H.R al-
Bukhari: 605)

38
Begitu pula as-Sunnah telah menjelaskan tentang amalan-amalan dan manasik haji.
Rasulullah SAW bersabda:

َ ‫ُخذُ ْوا‬
‫عنِِّى َمنَا ِس َك ُك ْم)رواه البخارى‬
Ambillah dariku manasik hajimu. (H.R. al-Bukhari).

Dan telah dijelaskan pula oleh as-Sunnah akad-akad yang diperbolehkan dan akad-akad
yang diharamkan dalam mu’amalat dan lain-lain.

Selain dari itu, as-Sunnah mensyari’atkan pula beberapa hukum yang tidak disebut-
sebut oleh al-Qur’an dan tidak dinyatakan hukumnya. Umpamanya, pengharaman memakai
cincin emas dan mengenakan sutera bagi kaum lelaki.

Ringkasnya, bahwa as-Sunnah adalah sumber kedua sesudah al-Qur’anul Karim, dan
bahwa melaksanakannya adalah wajib. Dan as-Sunnah itu merupakan keharusan yang tak
bisa dihindari dalam rangka memahami dan melaksanakan al-Qur’an.

3. Ijma’ Sumber Islam Fiqih

Ijma’ artinya kesepakatan semua ulama’ mujtahidin dari ummat Muhammad SAW
pada suatu masa, atas suatu hukum syari’at. Jadi, apabila para ulama’ itu telah sepakat – baik
di masa sahabat maupun sesudahnya – atas salah satu hukjm syari’at, maka kesepakatan
mereka adalah merupakan ijma’, sedang melaksanakan apa yang mereka sepakati adalah
wajib.
Dalilnya, bahwa nabi SAW telah memberitakan, bahwa para ulama’ kaum muslimin
takkan sepakat atas satu kesesatan. Jadi kesepakatan mereka adalah merupakan kebenaran.
Dalam Musnadnya (6 396),

Ahmad telah meriwayatkan dari Abu Bashrah al-Ghifari RA, bahwa Rasulullah SAW
bersabda:

39
‫ضَلَلَ ٍة‬ َ َ‫عل‬
َ ‫ى‬ َ َ‫سأ َ ْلتُ هللا‬
َ ‫ع َّز َو َج َّل ا َ ْن الَيَ ْج َم َع ا ُ َّمتِى‬ َ
َ ‫فَا َ ْع‬.
‫طانِ ْي َها‬
Aku telah meminta kepada Allah ‘Azza Wa Jalla’ agar ummatku tidak menyepakati
suatu kesesatan, maka permintaanku itu Dia perkenankan. Contohnya ialah ijma’ para
sahabat RA, bahwa kakek mengambil seperenam harta peninggalan si mayi, bila ada anak
lelaki, sedang ayah mayit itu tidak ada.

 Kedudukan Ijma' dalam Fiqih Islam

Sebagai rujukan hukum, ijma’ menempati urutan ketiga. Artinya, apabila kita tidak
mendapatkan hukum dalam al-Qur’an maupun dalam as-Sunnah, maka kita tinjau apakah
para ulama’ kaum muslimin telah ijma’. Apabila ternyata demikian, maka ijma’ mereka kita
ambil dan kita laksanakan.
4. Qiyas Sumber Islam Fiqih

Qiyas ialah menyamakan suatu perkara, yang hukumnya syara’nya tidak ada, dengan
perkara lain yang ada nash hukumnya, dikarenakan adanya kesamaan ‘illat do anara
keduanya. Qiyas seperti ini dapat kita jadikan rujukan, hukum , apabila kita tidak
mendapatkan satu nash atas hukum suatu masalah, baik dalam Al-Qur’an, As-Sunnah
maupun Ijma’.

 Rukun-rukun Qiyas:

Adapun rukun Qiyas ada empat: Asal (pokok) yang merupakan standar Qiyas. Fara’
(cabang) yang diQiyaskan, hukum asal yang ada nashnya, dan ‘illat (alasan) yang
mempersamakan antara asal dengan Fara’.
Contoh Qiyas, bahwa Allah telah mengharamkan khamar dengan nash dalam Al-
Qur’an Karim, sedang ‘illat dari pengharamannya khamar itu memabukkan dan
menghilangkan akal. Apapun minuman yang lain sekalipun namanya bukan khamar tapi
minuman itu membukkan hukum minuman itu haram, karena diQiyaskan kepada khamar.
Sebab ‘illat pengharaman-yaitu memabukkan-terdapat dalam minuman tersebut. Dengan
dengan demikian, ia pun hukumnya haram seperti halnya khamar.

40
MODUL 5

AJARAN ISLAM AKHLAK

A. Pengertian Akhlak
Secara etimologi akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku dan tabi’at. Sinonim kata akhlak adalah budi pekerti, tata krama, sopan
santun, moral dan etika.
Sedangkan akhlak menurut istilah sebagaimana di ungkapkan oleh Imam Al-Ghazali
adalah sebagai berikut : akhlak adalah suatu bentuk (naluri asli) dalam jiwa seorang manusia
yang dapat melahirkan suatu tindakan dan kelakuan dengan mudah dan sopan tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Apabila naluri tersebut melahirkan suatu tindakan
dan kelakuan yang baik dan terpuji menurut akal dan agama, maka disebut budi pekerti yang
baik. Namun sebaliknya bila melahirkan tindakan dan kelakuan yang jahat maka disebut budi
pekerti yang buruk.
Yang di maksud melahirkan tindakan dan kelakuan ialah suatu yang dijelmakan
anggota lahir manusia, misalnya tangan, mulut, demikian juga yang dilahirkan oleh anggota
bathin yakni hati yang tidak dibuat-buat. Kalau kebiasaan yang tidak dibuat-buat itu baik
disebut akhlak yang baik dan kalau kebiasaan yang buruk disebut akhlak yang buruk.
Jadi dapat kita simpulkan awal perbuatan yang itu lahir malalui kebiasaan yang mudah
tanpa adanya pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu. contohnya jika seseorang
memaksakan dirinya untuk mendermakan katanya / menahan amarahnya dengan terpaksa ,
maka orang yang semacam ini belum disebut dermawan / orang yang sabar. Seseorang yang
memberikan pertolongan kepada orang lain belumlah dapat dikatakan ia seorang yang
berakhlak baik.

41
Apabila ia melakukan hal tersebut karena dorongan oleh hati yang tulus, ikhlas, dari
rasa kebaikannya / kasihannya sesama manusia maka ia dapat dikatakan berakhlak dan
berbudi pekerti yang baik. Jadi akhlak adalah masalah kejiwaan, bukan masalah perbuatan,
sedangkan yang tampak berupa perbuatan itu sudah tanda / gejala akhlak.
Sedangkan akhlak menurut Ibrahim Anis adalah sifat yang tertanam di dalam jiwa yang
dengannya malahirkan macam-macam perbuatan baik / buruk tampa membutuhkan
pemikiran dan pertimbangan.
Dan menurut Abdul Karim Zaidan akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang
tertanam dalam jiwa yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai
perbuatan baik / buruk untuk kemudian memilih melakukan / meninggalkannya.
Dari beberapa pengertian tersebut bisa kita ambil kesimpulan bahwa akhlak / khuluq itu
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia sehingga dia akan muncul secara spontan
bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran / pertimbangan terlebih dahulu serta tidak
memerlukan dorongan dari luar.
Sifat spontanitas dari akhlak tersebut ccontohnya adalah apabila ada seseorang yang
menyumbang dalam jumlah besar untuk pembangunan mesjid setelah mendapat dorongan
dari seorang da’i (yang mengemukakan ayat-ayat dan hadist-hadist tentang keutamaan
membangun mesjid di dunia), maka orang tadi belum bisa dikatakan mempunyai sifat
pemurah, karena kemurahannya itu lahir setelah mendapat dorongan dari luar dan belum
tentu muncul lagi pada kesempatan yang lain.
Boleh jadi tanpa dorongan seperti itu, dia tidak akan menyumbang. Dari keterangan di
atas jelaslah bagi kita bahwa akhlak itu brsifat spontan dan tidak memerlukan pemikiran dan
pertimbangan serta dorongan dari luar.
Menurut terminologi, filosofis akhlak Islam yang terpengaruh oleh filsafat Yunani ia
memberikan defenisi akhlak yaitu suatu keadaan bagi jiwa yang mendorong ia melakukan
tindakan. Dari keadaan itu tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan. Keadaan ini terbagi 2
ada yang berasal dari tabiat aslinya ada pula yang diperoleh dari kebiasaan yang berulang-
ulang. Boleh jadi tindakan itu pda mulanya hanya melalui pemikiran dan pertimbangan,
kemudian dilakukan terus menerus maka jadilah suatu bakat dan akhlak.
Di samping istilah akhlak juga dikenal istilah etika dan moral. Ketiga istilah itu sama-
sama menentukan nilai baik dan buruk sikap dan perbuatan manusia. Akhlak itu ada yang
bersifat tabrat / alami, maksudnya bersifat fitrah sebagai pembawaan sejak lahir, misalnya
sabar, penyayang, malu, sebagaimana di dalam hadist Abdil Qais disebutkan bahwa Nabi
Muhammad SAW berkata kepadaku “sesungguhnya pada diri kamu ada dua tabiat yang di

42
sukai Allah”, Aku berkata “Apa yang dua itu ya Rasulullah?”, rasulullah SAW menjawab
“Sabar dan malu”.
Kata akhlak dipakai untuk perbuatan terpuji dan perbuatan tercela. Oleh karena itu
akhlak memerlukan batasan agar bisa dikatakan akhlak terpuji / akhlak tercela.

Ajaran akhlak dalam Islam berumber dari wahyu Illahi yang termasuk dalam Al-quran
dan sunnah. Akhlak dalam Islam bukanlah moral yang kondisional dan situasional, tetapi
akhlak yang benar-benar memiliki nilai yang mutlak untuk memperoleh kebahagian di dunia
ini dan di akhirat kelak. Dalam keseluruhan ajaran Islam, akhlak menempati kedudukan yang
istimewa dan sangat penting.
Di dalam Alquran saja banyak ayat-ayat yang membicarakan masalah akhlak . belum
lagi dengan hadits-hadits Nabi, baik perkataan maupun perbuatan, yang memberikan
pedoman akhlak yang mulia dalam keseluruhan aspek kehidupan. Akhlak dalam Islam
bukanlah moral yang harus disesuaikan dengan suatu kondisi dan situasi, tetapi akhlak yang
benar-benar memiliki nilai yang mutlak, nilai-nilai baik dan buruk, terpuji dan tercela berlaku
kapan saja, dimana saja dalam segala aspek kehidupan tidak di batasi oleh ruang dan waktu.
Ajaran akhlak dalam Islam sesuai dengan fitrah manusia. Manusia akan mendapatkan
kebahagiaan hakiki bukan semu bila mengikuti nilai-nilai kebaikan yang di ajarkan oleh
Alquran dan Sunnah, dua sumber akhlak dalam Islam. Akhlak Islam benar-benar
memelikhara eksistensi manusia sebagai makhluk terhormay sesuai dengan fitrahnya itu. Hati
nurani / fitrah dalam bahasa Alquran memang dapat menjadi ukuran baik dan buruk karena
manusia diciptakan oleh Allah SWT memiliki fitrah bertauhid, mengakui keesaanNya. (QS
Ar-Rum :30)
Karena fitrah itulah manusia kepada kesucian dan selalu cenderung kepada kebenaran.
Hati nuraninya selalu mendambakan dan merindukan kebenaran, ingin mengikuti ajaran-
ajaran Tuhan, karena kebesaran itu tidak akan di dapat kecuali dengan Allah sebagai sumber
kebenaran mutlak. Namun fitrah manusia tidak selalu terjamin dapat berfungsi dengan baik
karena pengaruh dari luar, misalnya pengaruh pendidikan dan lingkungan. Fitrah hanyalah
merupakan potensi dasar yang perlu dipelihara dan dikembangkan.
Banyak manusia yang fitrahnya tertutup sehingga hati nuraninya tidak dapat lagi
melihat kebenaran, oleh sebab itu ukuran baik dan buruk tidak di serahkan sepenuhnya hanya

43
kepada hati nurani / fitrah manusia semata, harus dikembalikan kepada penilaian syara’ yaitu
Alquran dan Hadits. Semua keputusan syara’ tidak akan bertentangan dengan hati nurani
manusia, karena kudua-duanya berasal dari sumber yang sama yauti Allah SWT.
Demikian juga halnya dengan akal pikiran. Ia hanya lah salah satu kekuatan yang
dimilki manusia untuk mencari kebaikan / keburukan . Dan keputusannya bermula dari
pengalaman empiris kemudian diolah menurut kemampuan pengetahuannya, oleh karena itu
keputusan yang diberikan akal hanya bersifat spekulatif dan subjektif. Demikanlah tentang
hati nurani dan akal pikiran.
Di samping istilah akhlak juga di kenal istilah etika dan moral. Ketiga istilah itu sama-
sama menentukan nilai baik dan buruk sikap dan perbuatan manusia. Perbedaanya terletak
pada standar masing-masing. Bagi akhlak standarnya adalah Alquran dan Sunnah, bagi etika
standarnya pertimbangan akal pikiran, dan bagi moral standarnya adalah adat kebiasaan yang
umum berlaku di masyarakat.

B. Hubungan Akhlak dan Tingkah Laku


Jika akhlak merupakan sifat diri secara bathiniahyang bisa diketahui oleh mata hati,
tingkah laku merupakan gambara diri secara lahiriah yang bisa diketahui oleh mata atau dapat
kita katakan bahwa hubungan akhlak dan tingkah laku itu seperti hubungan antara yang
menunjukkan dan yang ditunjukkan.
Jika tingkah laku manusia itu baik serta terpuji, akhlaknya terpuji, sedangkan jika
tingkah lakunya buruk maka serta tercela maka akhlaknya pun tercela. Inipun terjadi bila tak
ada faktor luar yang mempengaruhi tingkah laku itu, kemudian menyebabkan tidak
mengarakan akhlak secara benar. Contohnya orang yang bersedekah karena ingin dilihat
orang-orang disampingnya.
Rasulullah juga pernah bersabda “Manusia yang paling banyak dimasukkan ke dalam
surga adalah manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT dan akhlak yang baik”. Akhlak itu
merupakan suatu keadaan dalam diri, maksudnya ia merupakan suatu sifat dimilki aspek jiwa
manusia, sebagaimana tindakan merupakan suatu sifat bagi aspek tubuh manusia.

C. Pembagian Akhlak
Akhlak dibagi menjadi dua macam :
1. Akhlakul Karimah

44
Akhlakul karimah adalah akhlak yang mulia atau terpuji. Akhlak yanh baik itu dilahirkan
oleh sifat-sifat yang baik pula yaitu sesuai dengan ajaran Allah SWT dan rasil-rasulNya1[3]
Misalnya :
a. Bertqwa kepada Allah SWT
“Dan bertaqwalah kepada Ku, hai orang-orang yang berakal”. (QS Al-Baqarah : 197)
Rasulullah juga telah bersabda yang mana artinya adalah sebagai berikut :
“Bertqwalah kepada Allah dimana saja kamu berada dan ikutilah suatu keburukan dengan
kebaikan, niscaya akan menghapuskannya dan bergaullah dengan sesma manusia dengan
akhlak yang baik”
(H.R Tirmidzi dari Abu Dzar dan Mu’adz bin Jabal)

b. Berbuat baik kepada kedua orang tua.


Allah SWT telah berfirman yang mana artinya adalah sebagai berikut :
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu tidak menyembah selain Dia.dan
hendaklah kamu berbuat baik kepad ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang
diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan
yang mulia”
(QS Al-Isra’ : 23)
Rasulullah juga telah bersabda
“Ridha Allah SWT itu terletak pada ridha kedua orang tua, dan murka Allah itu terletak pada
murkanya kedua orang tua”
(H.R Tirmidzi dari Abdullah bin ‘Amr).
c. Suka Menolonh Orang yang Lemah
Allah SWT telah berfirman dalam surat Al-Maidah : 2 yang mana artinya adalah sebagai
berikut
“Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan taqwa. Dan jangan tolong
menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran”.
Rasulullah juga telah bersabda :
“Dan Allah akan menolong hambaNya, selama hambaNya itu suka menolong saudaranya”

45
(H.R Muslim dari Abu Hurairah)

2. Akhlakul Madzmumah
Akhlakul madzmumah adalah akhlah tercela / akhlak yang tidak terpuji. Akhlakul
madzmumah (tercela) ialah akhlak yang lahir dari sifat-sifat yang tidak sesuai dengan ajaran
Allah SWT dan RasulNya.2[4]
Misalnya :
a. Musryik (menyekutukan Allah)
Sebagaiman firman Allah SWT yang artinya :
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata ‘sesungguhnya Allah ialah Al Masih
putra Maryam’ padahal Al Masih sendiri berkata ‘ Hai Bani Israil, sembahlan Allah Tuhanku
dan Tuhanmu!’. Sesungguhnya orang-orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah,
maka pastilah Allah mengharamkam surga kepadanya dan tempatnya adalah neraka. Orang-
orang zalim itu tidaklah mendapat seorang penolong pun”
(QS Al Maidah : 72).
Rasulullah SWA juga bersabda yang artinya sebagai berikut :
“Tidaklah kalian mau kuberi tahukah sebesar-besarnya dosa besar? (beliau mengatakan
demikian demikian sampai 3 kali). Para sahabat menjawab,”Tentu ya Rasulullah “.
Rasulullah SAW bersabda yang demikian itu adalah musryik (menyekutukan Allah)”.
(H.R Bukhari dan Muslim)
b. Pergaulan Bebas (zina)
Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu mendekati zina , sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan keji
dan jalan yang buruk”
(QS Al-Isra’ : 32)
Rasulullah telah bersabda yang artinya :
“tidak ada suatu dosa pun setelah musryik (menyekutukan Allah) yang lebih besar di sisi
Allah dari pada seseorang yang meletakkan spermanya kepada kamaluan perempuan yang
tidak halal baginya”
(H.R Ahmad dan Thabari dari Abdullah bin Al-Harits)

46
c. Meminum Minuman Keras (narkoba)
Dalam hal ini Allah SWT telah berfirman dalam surat Al-Maidah : 90, yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk
berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji yang termasuk
perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”
(QS Al-Maidah : 90)
Rasulullah dalam hal ini telah bersabda :
“Jauhilah minum minuman keras, karena dia merupakan kunci segala keburukan”
(H.R Al-Hakam dari Ibnu Abbas r.a)

D. Kedudukan Akhlak Dalam Islam

Akhlak mempunyai kedudukan yang paling penting dalam agama Islam. Antaranya:

E. Akhlak dihubungkan dengan tujuan risalah Islam atau antara perutusan utama
Rasulullah saw. Sabda Rasulullah saw yang bermaksud: “Sesungguhnya aku
diutuskan untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” Pernyataan Rasulullah itu
menunjukkan pentingnya kedudukan akhlak dalam Islam.
F. Akhlak menentukan kedudukan seseorang di akhirat nanti yang mana akhlak yang
baik dapat memberatkan timbangan amalan yang baik. Begitulah juga sebaliknya.
Sabda Rasulullah saw yang bermaksud: “Tiada sesuatu yang lebih berat dalam daun
timbangan melainkan akhlak yang baik.”
G. Akhlak dapat menyempurnakan keimanan seseorang mukmin. Sabda Rasulullah saw
yang bermaksud: “Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang
paling baik akhlaknya.”
H. Akhlak yang baik dapat menghapuskan dosa manakala akhlak yang buruk boleh
merosakkan pahala. Sabda Rasulullah saw yang bermaksud: “Akhlak yang baik
mencairkan dosa seperti air mencairkan ais (salji) dan akhlak merosakkan amalan
seperti cuka merosakkan madu.”
I. Akhlak merupakan sifat Rasulullah saw di mana Allah swt telah memuji Rasulullah
kerana akhlaknya yang baik seperti yang terdapat dalam al-Quran, firman Allah swt
yang bermaksud: “Sesungguhnya engkau seorang yang memiliki peribadi yang agung

47
mulia).” Pujian allah swt terhadap RasulNya dengan akhlak yang mulia menunjukkan
betapa besar dan pentingnya kedudukan akhlak dalam Islam. Banak lagi ayat-ayat dan
hadith-hadith Rasulullah saw yang menunjukkan ketinggian kedudukan akhlak dan
menggalakkan kita supaya berusaha menghiasi jiwa kita dengan akhlak yang mulia.
J. Akhlak tidak dapat dipisahkan dari Islam, sebagaimana dalam sebuah hadith
diterangkan bahawa seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah saw: “Wahai
Rasulullah, apakah itu agama?” Rasulullah menjawab: “Akhlak yang baik.”
K. Akhlak yang baik dapat menghindarkan seseorang itu daripada neraka sebaliknya
akhlak yang buruk menyebabkan seseorang itu jauh dari syurga. Sebuah hadith
menerangkan bahawa, “Si fulan pada siang harinya berpuasa dan pada malamnya
bersembahyang sedangkan akhlaknya buruk, menganggu jiran tetanganya dengan
perkataannya. Baginda bersabda : tidak ada kebaikan dalam ibadahnya, dia adalah
ahli neraka.”
L. Salah satu rukun agama Islam ialah Ihsan, iaitu merupakan asas akhlak seseorang
muslim. Ihsan iaitu beribadat kepada allah seolah-olah kita melihatNya kerana
walauun kita tidak melihatNya, maka sesungguhnya Dia melihat kita

 Kedudukan Akhlakul Karimah


Akhlakul karimah merupakan barometer tinggi rendahnya derajat seseorang sekalipun
orang itu pandai setinggi langit, namun jika ia suka melanggar norma-norma agama maka ia
tidak bisa dikatakan orang yang mulia.
Akhlakul karimah tidak hanya menentukan tinggi rendahnya derajat seseorang akan
tetapi mencakup pula derajat suatu bangsa. Suatu bangsa dapat dikatakan mulia karena
kemuliaan dan kebesarannya, kalau mereka berakhlak jahat dan hinakarena yang akan tinggal
itu bukan kemewahan dan kebesarannya melainkan akhlaknya.
Oleh karena itu akhlak menjadi peninggalan kekal yang akan terhapus selama dunia
dihuni manusia, sedang kemewahan dan kebesaran itu akan lenyap bila bangsa itu hancur dan
binasa. Lenyapnya kemuliaan suatu bangsa karena kehilangan akhlak yang baik dan utama
dari mereka, demikian pula sebaliknya kekalnya suatu bangsa karena kekalnya akhlak-akhlak
dari mereka.
Seorang pujangga Mesir bernama Ahmad Syauqi dalam salah satu qubahannya:
Sesungguhnya suatu bangsa akan menjadi jaya dan terhormat selama bangsa itu memiliki
akhlak yang luhur, apabila bangsa itu telah kehilangan akhlak yang luhur, maka bangsa itu
akan musnah dan hancur lembur.

48
Oleh karena itu masalah akhlak itu tidak bisa dianggap sepele, karena mencakup
masyarakat luas, yang akan mengangkat drajat manusia ke tingkat yang semulia-mulianya,
namun bila salah jalan justru akan membawa mareka kepada derajat yang serendah-
rendahnya. Masalah akhlak pada masa sekarang ini pada umumnya kejahatan mengatasi
kebaikan,kebatilan mengatasi kebenaran, pencemaran menjadi perbuatan yang lumrah
dilakukan orang.
Pada masa sekarang orang tua sangat mengkhawatirkan moral anaknya, karena
rusaknya pergaulan dikalangan manusia, khususnya pada masa remaja. Masa yang
menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dipengaruhi oleh hawa nafsu dan
bujukan setan. Namun manusia tidak bisa semata-mata mengandalkan teknologi dan ilmu
pengetahuan ini untuk membimbingnya ke jalan kebajikan dan mengesampingkan ajaran dan
tuntutan agama.
Kaum muslim sebaiknya mempraktekkan akhlakul karimah ini, karena kedatangan
Nabi Muhammad SAW adalah sebagai penyempurna akhlak yang baik dan utama.
Sebagaimana diterangkan dalam sabdanya yang artinya:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”
(H.R Al-Hakim dari Abu Hurairah)
Sebagai anjuran bagi umatnya supaya berakhlak baik, bliau bersabda, yang artinya
adalah :
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik
akhlaknya” (H.R Tirmidzi dari Abu Hurairah)
Dan Nabipun telah mendorong orang tua agar mengajarkan tata krama dan sopan
santun kepada anak-anaknya tersebut dalam sebuah hadits yang artinya
“Muliakanlah anak-anakmu dan baguskanlah budi pekerti mereka” (H.R Ibnu Majah dari
Anas bin Malik)
Nabi Muhammad tidak hanya menganjurkan umatnya supaya berakhlak baik dan mulia,
tetapi lebih dahulu beliau berakhlak mulia, bersopan santun dan berperangai terpuji, sehingga
Allah SWT memberikan pujian kepada beliau yang belum pernah diberikannya kepada orang
lain, sebagaimana diterangkan dalam firmannya :
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) berbudi pekerti agung” (QS Al-qalam : 4)
Oleh karena itu setiap muslim berkewajiban mendidik dirinya sendiri dan ank-anaknya
supaya berakhlak baik. Dan di perguruan tinggi masalah akhlak ini perlu mendapat perhatian.
Janganlah mereka hanya mementingkan ilmu pngetahuan dan teknologi saja, sedangkan
akhlak tidak diperhatikan.

49
Ilmu pengetahuan dan teknologi serta penghidupan yang serba mewah itu, tidaklah
memiliki arti apa-apa kalau mereka dan anak-anak mereka berakhlak jahat dan hina, karena
ketiadaan akhlak yang baik itu bisa membawa mereka kepada kerusakan dan kerendahan.
Dalam keseluruhan agama Islam akhlak menempati kedudukan istimewa dan sangat
penting, karena Rasulullah SAW menempatkan penyempurnaan akhlak yang mulia sebagai
misi pokok risalah Islam, beliau bersabda yang artinya :
“Sesungguhnya aku di utus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (H.R Baihaqi)
Akhlak merupakan salah satu ajaran pokok agama Islam sebagai Rasulullah Saw
pernah mendefenisikan agama itu dengan akhlak yang baik.
Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki bertanya pada Rasulullah saw:
Ya Rasulullah, apakah agama itu? Beliau menjawab “Agama itu adalah akhlak yang baik”.
Pendefisian agama (Islam) dengan akhlak yang baikitu sebanding dengan pendefenisian
ibadah haji dengan wuquf di Arafah. Rasulullah menyebutkan haji adalah wuquf di Arafah.
Artinya tidak sah haji seseorang tanpa wuquf di Arafah.
Akhlak yang baik akan memberatkan timbangan kebaikan seseorang nantipada hari
kiamat. Rasulullah bersabda yang mana artinya :
“Tidak ada satupun yang akan lebih memberatkan timbangan (kebaikan) seorang hamba
mukmin nanti pada hari kiamat selain dari akhlak yang baik” (H.R Tirmidzi)
Dan orang yang paling dicintai serta dekat dengan Rasulllah SAW nanti pada hari
kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya. Rasulullah menjadikan baik buruknya
akhlak seseorang sebagai ukuran klulitas imannya. Hal ini bisa kita lihat pada sabda
rasulullah yang artinya adalah :
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, misalnya
shalat, puasa, zkat, dan haji. Sebagaiman firman Allah yang artinya :
“Dan dirikan lah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.”
(QS Al-Ankabut : 29:45)
Rasulullah juga pernah bersabda bahwa puasa itu bukan hanya menahan makan dan
minum saja, tapi puasa itu menahan diri dari perbuatan kotor dan keji. Jika seoarng mencaci,
menjahili kamu maka katakan sesungguhnya aku sedang puasa.
Firman Allah SWT dalam surat At-Taubah 9:103 :
“ Ambilah zakat dari sebagaian harta mereka, demgan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka”.
Firman allah dalam surat Al-Baqarah : 197

50
“Musim haji adalah beberapa bulan dimaklumi. Barabg siapa yang menetapkan niatnya
dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats (mengeluarkan perkataan
yang menimbulakan birahi yang tidak senonoh / bersetubuh dalam masa mengerjakan haji”.
Dan beberpa arti dari ayat di atas kita dapat melihat adanya kaitan langsung antara
shalat, puasa, haji dan zakat dengan akhlak. Seseorang yang mendirikan shalat tentu tidak
akan mengerjakan segala perbuatan yang tergolong keji dan mungkar. Sebab apalah arti
shalat kalau dia tetap saja mengerjakan kekejian dan kemungkaran. Seseorang yang benar-
benar puasa demi mencari ridha Allah, di samping menahan keinginannya untuk makan dan
minum, tentu saja akan menahan dirinya dari segala kata-kata yang kotor dan perbuatan yang
tercela. Sebab tanpa meninggalkan perbuatan yang tercela itu dia tidak akan mendapatkan
apa-apa dari puasanya kecuali hanya lapar dan haus semata.
Begitu juga dengan ibadh, zakat dan haji, di kaitkan oleh Allah SWT hikmahnya
dengan aspek akhlak. Jadi kesimpulannya, akhlak yang baik dan diterima oleh Allah adalah
buah dari ibadahyang baik atau ibadah yang baik dan diterima oleh Allah SWT tentu akan
melahirkan akhlak yang baik dan terpuji. Nabi Muhammad Saw selalu berdoa agar Allah
SWT membaikkan akhlak beliau.

Salah satu doa beliau adalah :


“Ya Allah tunjukilah aku jalan menuju akhlak yang baik, karena sesungguhnya tidak ada
yang dapat memberi petunjuk menuju jalan yang lebih baik selain engkau. Hindarilah aku
dari akhlak yang buruk karena sesungguhnya tidak ada yang dapat menghindarkan aku dari
akhlak yang buruk kecuali engku”.
Di dalam Alquran banyak terdapat ayat-ayat yang berhubungan dengan akhlak,baik
berupa perintah untuk berakhlak yang baik serta pujian dan pahala yang diberikan kepada
orang-orang yang mematuhi perintah itu, maupn larangan berakhlak yang buruk serta celaan
dan dosa bagi orang-orang yang melanggar.

E. Sumber – Sumber Akhlak Dalam Islam

Akhlak yang benar akan terbentuk bila sumbernya benar. Sumber akhlak bagi seorang
muslim adalah al-Qur’an dan as-Sunnah. Sehingga ukuran baik atau buruk, patut atau tidak
secara utuh diukur dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Sedangkan tradisi merupakan pelengkap
selama hal itu tidak bertentangan dengan apa yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-

51
Nya. Menjadikan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber akhlak merupakan suatu
kewajaran bahkan keharusan. Sebab keduanya berasal dari Allah dan oleh-Nya manusia
diciptakan. Pasti ada kesesuaian antara manusia sebagai makhluk dengan sistem norma yang
datang dari Allah SWT.

F. Hubungan Akhlak Dengan Iman dan Ikhsan

Ihsan dalam arti akhlak mulia atau pendidikan akhlak mulia sebagai puncak keagamaan
dapat dipahami juga dari beberapa hadis terkenal seperti “Sesungguhnya aku diutus hanyalah
untuk menyempurnakan berbagai keluhuran budi.”

Iman menjadi dasar untuk berperilaku bagi setiap insan yang mengaku dirinya muslim.
Karena dengan iman seseorang akan merasakan adanya dzat yang Maha Halus dan Maha
Mengetahui, yang tidak hanya menghindarkan orang dari bebuat jahat tapi juga memotifasi
untuk berbuat baik.

Demikian pula beriman kepada hari akhir, dari sisi akhlak harus disertai dengan upaya
menyadari bahwa segala amal perbuatAn yang dilakukan selama didunia ini akan dimintakan
pertanggungjawabannya di akhirat nanti.

52
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Habib, HS, Islam dan Dinamika Kehidupan:Refleksi dan Peran Ulul Albab.
Denpasar: MUI Tk.I Bali-CV Saka Abiyuda, 1997

Djatnika, Rachmat. 1996. Sistem Ethika Islam. Jakarta: pustaka panjimas.

Hasan, Aliah B purwakania . 2006 . Psikologi Perkembangan Islam . Jakarta: Rajagrafindo


persada.

Husnan, Djaelan, dkk. 2009. Islam Integral Membangun Kepribadian Islami. Jakarta:
Universitas Negeri Jakarta.

Rachmat, Noor. 2009. Islam dan Pembentukan Akhlak Mulia. Depok: Ulinnuha press.

Majalah Al Islam edisi I dan II

Azmi, Rifki, 2013. Ajaran, Hukum dan Aturan Agama Islam dengan Dalil Alqur'an dan
Hadits Nabi Muhammad saw. Jakarta: Pustaka

DR.H.Yunahar.1999.Kuliah Akhlak.Yogyakarta:Pustaka Pelajar offset.hal

DR. Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari.2006.Keistimewaan Akhlak Islam. Bandung:


Pustaka Setia

53
Drs.KH.Ahmad Dimyathi Badruzzaman,M.A.2004.Panduan Kuliah Agama Islam. Bandung:
Sinar Baru Ibid,hal 41

54

You might also like