You are on page 1of 95

1

DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH 13.04.02 PALU


RUMAH SAKIT TK.IV 13.07.01 WIRABUANA

BUKU PEDOMAN

tentang

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)


DI RUMAH SAKIT TK.IV 13.07.01 WIRABUANA

PALU,
JULI 2018
2

DAFTAR ISI
Keputusan ….. tentang Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
Tk.IV 13.07.01 Wirabuana

BAB I PENDAHULUAN Halaman


1. Umum ………………………………………………
2. Maksud dan Tujuan ……………………………….
3. Ruang Lingkup dan Tata Urut ……………………
4. Landasan …………………………………………..
5. Pengertian ………………………………………....

BAB II KETENTUAN UMUM


6. Umum ………………………………………………
7. Tujuan ………………………………………………
8. Sasaran …………………………………………….
9. Prinsip-prinsip Pelaksanaan ……………………..
10. Ketentuan Penyelenggaraan ……………………
11. Sarana dan Fasilitas Penunjang .........................
12. Kebijakan dan Standar Prosedur Operasional ...
13. Pengembangan dan Pendidikan .........................

BAB III PENGORGANISASIAN


14. Umum ................................................................
15. Struktur Organisasi ............................................
16. Tugas dan Tanggung jawab …………………….

BAB IV PELAKSANAAN KEGIATAN


17. Umum ................................................................
18. Kewaspadaan Standar ......................................
19. Surveilans ..........................................................
20. Audit ..........................................................................................
21. Antimikroba yang Rasional .........................................................
3

22. Investigasi KLB ..........................................................................


23. Pengajuan Pemeriksaan dan Pemantauan mikroorganisme.....
24. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan ..........................................
25. Pengelolaan Penyehatan Makanan dan Minuman.....................
26. Pemulasaran Jenazah ..............................................................
27. Pendidikan dan Pelatihan ........................................................
28. Revisi Pedoman dan SOP .........................................................
29. Renovasi bangunan Rumah Sakit .............................................
30. Kampanye Cuci Tangan ............................................................

BAB V PENUTUP
31. Keberhasilan ............................................................................
32. Penyempurnaan ......................................................................
4

DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH 13.04.02 PALU Lampiran Kep Karumkit Tk.IV13.07.01/Wrb


RUMAH SAKIT TK.IV 13.07.01 WIRABUANA Nomor : Kep/ /VI/2018
Tanggal :

BUKU PEDOMAN

Tentang

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT (PPIRS)


DI RUMAH SAKIT TK.IV 13.07.01 WIRABUANA

BAB I
PENDAHULUAN

1. Umum

a. Healthcare Associated Infection’s (HAI’s) merupakan infeksi yang terjadi


pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi,
termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi
karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses
pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini akan menimbulkan
masalah serius yang berakibat pada meningkatnya angka kesakitan, risiko
kematian yang tinggi, waktu perawatan yang bertambah lama, peningkatan biaya,
berkembangnya kuman-kuman pathogen yang menindikasikan penurunan kualitas
pelayanan kesehatan.

b. Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Pedoman Pencegahan dan


Pengendalian Infeksi (PPI) di Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang bertujian untuk
menurunkan setiap risiko infeksi yang dapat ditransmisikan dari pasien ke pasien,
dari pasien ke petugas dan sebaliknya. Adapun prinsip dasar yang harus diterapkan
adalah melindungi pasien, melindungi petugas kesehatan, pengunjung, dan
5

lingungan sekitar pasien dengan prinsip cost effectiveness, yang terintegrasi


dengan upaya keselamatan pasien.

c. Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana sebagai Rumah Sakit rujukan


dijajaran TNI, senantiasa berupaya meningkatkan mutu dan memberikan pelayanan
dan dukungan kesehatan bagi TNI dan keluarganya serta masyarakat umum.
Demikian juga dalam bidang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di Rumah
Sakit, melalui program yang terarah Rumah Sakit harus melakukan berbagai upaya
untuk menurunkan risiko terjadinya infeksi di Rumah Sakit.

d. Untuk mengoptimalkan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit


(PPIRS) perlu disusun Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah
Sakit (PPIRS) untuk diterpakan sebagai panduan dalam upaya menurunkan risiko
terjadinya infeksi Rumah Sakit di Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.

2. Maksud dan Tujuan


a. Maksud. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
(PPIRS) ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang penatalaksanaan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.

b. Tujuan. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit


(PPIRS) ini agar dapat digunakan sebagai acuan dalam penatalaksanaan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) di Rumah Sakit Tk.IV
13.07.01 Wirabuana.

3. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Ruang lingkup Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) ini membahas penatalaksanaan PPIRS yang
disusun dengan tata urut sebagai berikut :

a. Bab I Pendahuluan.
b. Bab II Ketentuan Umum.
c. Bab III Pengorganisasian.
d. Bab IV Penatalksanaan Kegiatan.
6

e. Bab V Penutup.

4. Landasan
a. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
b. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 270/Menkes/SK/III/2007 tentang
Pedoman Manajerial Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya.
c. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129/Menkes/SK/II/2018 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
d. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 428/Menkes/SK/2012 tentang
Penetapan Lembaga Independen Pelaksana Akreditasi di Indonesia (Lembaga
Independen Pelaksana Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia terdiri atas : Komisi
Akreditasi Rumah Sakit (KARS) dan Joint Commissions International (JCI) yang
merupakan lembaga pelaksana akreditasi yang berasal dari luar negeri).
e. Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan
Nomor HK.02.04/I/2790/11 tanggal 01 Januari 2012 tentang Standar Akreditasi
Rumah Sakit Nasional.
f. Surat Keputusan Kepala Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana Nomor
…./VI/2018 tentang Pembentukan Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.
g. Surat Perintah Danden/Karumkit Nomor….. tanggal……tentang Pokja
Penyusunan Buku Pedoman tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah
Sakit (PPIRS) di Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.

5. Pengertian (Sublampiran A)

BAB II
7

KETENTUAN UMUM
6. Umum. Dalam ranhka penyelenggaraan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) perlu diketahui hal-hal yang berkaitan dengan penyakit
infeksi menular, yaitu Konsep Dasar Penyakit Infeksi, Rantai Penularan dan Strategi
Pencegahannya. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan
didunia, termasuk di Indonesia. Untuk dapat melakukan PPIRS khususnya infeksi Rumah
Sakit, perlu memiliki pengetahuan mengenai Konsep Dasar Infeksi. Beberapa pengertian
tentang infeksi, kolonisasi, inflamasi, rantai penularan penyakit, faktor risiko terjadinya
infeksi, serta strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS).

a. Kolonisasi : Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agent


infeksi, dimana organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak, tetapi
tanpa disertai adanya respon imun atau gejala klinik. Pada kolonisasi, tubuh pejamu
tidak dalam keadaan rentan infeksi (suseptibel). Pasien atau petugas kesehatan
bisa mengalami kolonisasi dengan kuman pathogen tanpa menderita sakit, tetapi
dapat menularkan kuman tersebut kepada orang lain. Pasien atau petugas
kesehatan tersebut dapat bertindak sebagai carrier.
b. Infeksi : Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agent
infeksi (organisme) dimana terdapat respon imun, tetapi tidak disertai gejala klinis.
c. Penyakit Infeksi : Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan agent
infeksi (organisme) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinis.
d. Penyakit Menular atau Infeksius : Adalah penyakit (infeksi tertentu) yang
dapat berpindah dari satu orang ke orang lain, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
e. Inflamasi (radang atau peradangan lokal) : Merupakan bentuk respon
tubuh terhadap suatu agent (tidak hanya infeksi, dapat berupa trauma,
pembedahan atau luka bakar), yang ditandai dengan adanya sakit/nyeri (dolor),
panas (calor), kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor) dan gangguan fungsi.
f. Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS) : Sekumpulan gejala
klinis atau kelainan laboratorium yang merupakan respon tubuh (inflamasi) yang
bersifat sistemik. Kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau lebih keadaan berikut :
hipertermi atau hipotermi atau suhu tubuh tidak stabil, tachycardia, tachypnoe, dan
8

leukositosis atau leukopenia atau pada hitung jenis leukosit jumlah sel muda
(batang) lebih dari 10%. SIRS dapat disebabkan karena infeksi atau non infeksi
seperti trauma, pembedahan, luka bakar, pankreatitis, atau gangguan metabolik.
SIRS yang disebabkan oleh infeksi disebut sepsis.
g. Rantai Penularan. Untuk melakukan tindakan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi perlu mengetahui mata rantai penularan. Apabila satu mata
rantai dihilangkan atau rusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan.
Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan tersebut adalah :

1) Agent Infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme yang dapat


menyebabkan infeksi. Pada manusia, mikroorganisme dapat berupa bakteri, virus,
jamur, parasit. Ada tiga faktor pada agent penyebab yang mempengaruhi terjadinya
infeksi, yaitu: patogenitas, virulensi dan jumlah (dosis atau load).

2) Reservoir tempat dimana agent dapat hidup, tumbuh, berkembang


biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah
manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air, dan bahan-bahan organik lain.
Pada orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir saluran nafas atas, usus dan
vagina merupakan reservoir yang umum.

3) Portal of Exit (pintu keluar) adalah jalan dari mana agent infeksi
meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernafasan, pencernaan,
saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrane mukosa, transplasenta dan darah
serta cairan tubuh lain.

4) Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport


agent infeksi dari reservoir ke penderita (yang suseptibel). Ada bebrapa cara
penularan, yaitu :

a) Kontak : langsung dan tidak langsung.


b) Droplet.
c) Airborne.
d) Melalui Vehikulum (makanan, air/minuman, darah) dan
e) Melalui Vector (serangga dan binatang pengerat).
9

5) Point of Entry ( Pintu Masuk ) adalah tempat dimana agent infeksi


memasuki pejamu (yang suseptibel). Pintu masuk bisa melalui saluran pernapasan,
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh
(luka).

6) Host (Pejamu) yang suseptibel adalah orang yang tidak memiliki


daya tahan tubuh yang cukup untuk melawan agent infeksi serta mencegah
terjadinya infeksi atau penyakit. Faktor yang khusus dapat mempengaruhi adalah
umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma
atau pembedahan, pengobatan dengan imunosupresan. Faktor lain yang
mempengaruhi adalah jenis kelamin, rasa tau etnis tertentu, status ekonomi, gaya
hidup, pekerjaan atau herediter.

Agent
Host/Pejam
u Rentan Reservoir

INFEKSI

Tempat Tempat
Masuk Keluar
Metode
Penularan

h. Faktor risiko HAIs


1) Umur : Neonatus dan lansia lebuh rentan.
2) Status imun yang rendah/terganggu (immunocompromized) penderita
dengan penyakit kronik, penderita keganasan, obat – obat imunosupresan.
3) Interupsi barrier anatomis : kateter urine (meningkatkan kejadian
ISK), prosedur operasi dapat menyebabkan IDO/SSI, intubasi pernapasan
meningkatkan kejadian VAP/HAP, kanul vena dan arteri menimbulkan luka
infus, luka bakar dan trauma.
4) Inflamasi benda asing : indwelling catheter, surgical suture material,
cerebrospinal fluid shunts, valvular/vascular prostheses.
10

5) Perubahan microflora normal : pemakain antibiotika yang tidak


bijaksana menyebabkan timbulnya kuman yang resisten terhadap berbagai
antimikroba.

i. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)


1) Proses terjadinya infeksi tergantung pada interaksi antara
suseptibilitas pejamu, agen infeksi (virulensi dan jumlah) serta cara
penularan. Identifikasi faktor resiko pada pejamu dan pengendalian terhadap
infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada
pasien ataupun petugas kesehatan.
2) Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :
a) Peningkatan daya tahan pejamu. Daya tahan pejamu dapat
meningkat dengan pemberian imunisasi pasif (immunoglobulin).
Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan
meningkatkan daya tahan tubuh.
b) Inaktivasi agen penyebab infeksi. Inaktivasi agen infeksi dapat
dilakukan dengan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik
adalah pemanasan (Pasteurisasi atau Sterilisasi) dan memasak
makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air,
desinfeksi.
c) Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara paling
mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya
sangat bergantung pada ketaatan petugas dalam melaksanakan
prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah
disusun dalam suatu Kewaspadaan Isolasi yang terdiri dari dua
pilar/tingkatan yaitu Kewaspadaan Standard an Kewaspadaan
Berdasarkan Cara Penularan.
d) Tindakan pencegahan pasca pajanan terhadap petugas
kesehatan. Hal ini terutama berkaitan dengan pencegahan agen
infeksi yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang
sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan
11

lainnya. Penyakit yang perlu mendapat perhatian adalah Hepatitis B,


Hepatitis C dan HIV.

7. Tujuan. Tujuan Pedoman PPI di Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana ini
adalah sebagai berikut :
a. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan mengenai PPI Rumah
Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana melalui kewaspadaan standard yang diterapkan di
unit pelayanan.
b. Menyiapkan Rumah Sakit dan fasilitas Kesehatanlain dengan sumber daya
terbatas dapat menerapkan PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana,
meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan kesehatan, sehingga dapat melindungi
petugas kesehatan, pasien dan keluarganya dari penularan penyakit yang timbul di
Rumah Sakit.
c. Menggerakkan segala sumber daya yang ada di Rumah Sakit dan Fasilitas
Kesehatan lainnya secara efektif dan efisien dalam pelaksanaan PPI Rumah Sakit
Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.
d. Menurunkan angka kejadian infeksi di Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01
Wirabuana secara bermakna sehingga dapat mengurangi biaya operasional
maupun biaya yang ditanggung oleh pasien.
e. Menghindarkan petugas tertular suatu penyakit dan mencegah penularan
penyakit dari petugas ke pasien serta mencegah penularan penyakit dari pasien ke
petugas.

8. Sasaran. Sasaran program PPI adalah pimpinan, pengambil keputusan, dan


seluruh personel Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana yang memberikan pelayanan
kepada pasien yang terdiri dari tim medis, perawat, tenaga kesehatan lainnya, petugas
administrasi, pasien, keluarga, pengunjung dan masyarakat umum di sekitar wilayah
rumah sakit.

9. Prinsip-prinsip Pelaksanaan.
a. Profesional. PPI dilakukan secara profesional sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
12

b. Efektif dan efisien. PPI tepat guna dan hemat biaya.


c. Aman. PPI mempertimbangkan keamanan bagi pasien, keluarga,
pengunjung, petugas kesehatan dan petugas lainnya.
d. Terintegrasi. Penyelenggaraan PPI dilaksanakan secara terintegrasi dengan
melibatkan seluruh personel dan unit kerja rumah sakit.

10. Ketentuan Penyelenggaraan. Pelaksanaan PPI memenuhi ketentuan sebagai


berikut :
a. PPI dilaksanakan oleh Tim PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana dan
bertanggungjawab kepada Komite PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.
b. Dalam pelaksanaan Tim PPI melibatkan seluruh unit kerja di Rumah Sakit Tk.IV
13.07.01 Wirabuana.
c. Laporan hasil kerja Tim PPI kepada Komite PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01
Wirabuana dilaksanakan setiap bulan.
d. Laporan hasil kerja dan rekomendasi Komite PPI kepada Ka Rumkit Tk.IV 13.07.01
Wirabuana Laporan hasil surveilans infeksi rumah sakit (ISK, IADP, VAP / HAP dan ILO)
dikirim ke Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta dilaksanakan setiap 3 bulan sekali.

12. Sarana dan Fasilitas Penunjang.


a. Sarana Kesekretariatan.
1) Ruangan sekretariat dan tenaga sekretaris yang full time.
2) Komputer dan printer.
3) Telepon/ Faksimile dan Internet.
4) Alat Tulis Kantor.
b. Dukungan Manajemen. Dukungan yang diberikan oleh manajemen
berupa :
1) Penerbitan Surat Perintah tentang pembentukan Komite PPI dan Tim
PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana
2) Anggaran atau dana untuk kegiatan :
a) Pendidikan dan pelatihan
b) Pengadaan fasilitas pelayanan penunjang
13

c) Untuk pelaksanaan program, monitoring, evaluasi, laporan dan rapat


rutin.
d) Insentif / tunjangan / reward untuk Tim PPI.

13. Kebijakan dan Standar Prosedur Operasional (SPO).


a. Kebijakan manajemen yang perlu disiapkan oleh rumah sakit dalam
menerapkan PPI adalah sebagai berikut :
1) Kebijakan kewaspadaan standar yang meliputi kegiatan cuci tangan,
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), dekontaminasi, pembersihan, desinfeksi,
sterilisasi, penanganan limbah, pengendalian lingkungan, penanganan linen,
penanganan peralatan pasien, dan penempatan pasien.
2) Kebijakan tentang pendidikan dan pelatihan bagi seluruh pegawai.
3) Kebijakan tentang isolasi dengan dugaan emerging disease.
4) Kebijakan tentang penerapan Buku Pedoman Manajerial dan Buku
Pedoman PPI.
5) Kebijakan tentang single use dan re-use.
6) Kebijakan tentang manajemen linen.
7) Kebijakan tentang renovasi bangunan.
8) Kebijakan tentang sanitasi dan bangunan.
b. Kebijakan tehnis berupa SPO tentang kewaspadaan standar yang meliputi
cuci tangan, penggunaan APD, dekontaminasi, pembersihan, disinfeksi, sterilisasi,
penanganan limbah, pengendalian lingkungan, penanganan linen, penanganan
peralatan pasien, penempatan pasien dan upaya-upaya pencegahan infeksi serta
rekomendasinya.

14. Pengembangan dan Pendidikan. Tim PPI dan seluruh staf rumah sakit
adalah sasaran utama pengembangan dan pendidikan yang meliputi kegiatan sebagai
berikut :
a. Tim PPI. Wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar, lanjutan PPI
serta pendidikan dan pelatihan khusus IPCN yang dilaksanakan oleh Perdalin atau
HIPPI dan memiliki sertifikasi. Mengembangkan diri dengan mengikuti seminar atau
workshop terkait pencegahan dan pengendalian infeksi.
14

b. Staf Rumah Sakit.


1) Semua staf Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana harus mengetahui
prinsip PPI.
2) Semua staf Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana yang berhubungan
dengan pelayanan pasien harus mengikuti peratihan PPI.
3) Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana secara berkala melakukan
sosialisasi dan simulasi PPI.
4) Semua karyawan baru, mahasiswa kedokteran harus mendapatkan orientasi
PPI.
15

BAB III
PENGORGANISASIAN

15. Umum. Pelaksanaan kegiatan PPI perlu diwadahi dalam organisasi dapat
dilaksanakan dengan baik dan optimal maka perlu disusun pengorganisasian, tugas,
wewenang dan tanggung jawab.

16. Struktur Organisasi.

Ka Rumkit Tk.IV 13.07.01/Wrb

KETUA KOMITE

SEKRETARIS

IPCO

1. SMF ( Bedah, Kebidanan, Peny. Dalam,


Paru, Jantung, Neurologi, THT, Mata,
IPCD IPCN
Kulit & Kelamin, Anak)
2. Farmasi
3. Laundry
IPCLN 4. Kamar Jenazah
5. Kesling & K3
6. Gizi
7. Tehnik/ Urdal
8. CSSD
9. Instalasi Kamar Operasi/Bedah Sentral
10. Housekeeping
11. Tim HIV
12. Laboratorium
13. Radiologi
16

16. Tugas dan Tanggung jawab.


a. Ka Rumkit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.
1) Membentuk Komite PPI dan Tim PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01
Wirabuana dengan Surat Perintah.
2) Mengesahkan SPO untuk PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01
Wirabuana.
3) Memiliki komitmen yang tinggi terhadap penyelenggaraan upaya PPI
Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.
4) Menyediakan fasilitas sarana dan prasarana termasuk anggaran yang
dibutuhkan.
5) Menentukan kebijakan PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.
6) Mengevaluasi kebijakan PPI berdasarkan saran dari Komite PPI
Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.
7) Mempunyai kewenangan menutup suatu unit perawatan atau instalasi
yang dianggap potensial menularkan penyakit untuk beberapa waktu sesuai
kebutuhan berdasarkan saran dari Komite PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01
Wirabuana.

b. Ketua Komite PPI.


1) Ketua Komite PPI dijabat seorang dokter yang mempunyai minat,
kepedulian, pengetahuan, pengalaman, mendalami masalah infeksi, mikrobiologi
klinik atau epidemiologi klinik dan bersertifikasi PPI.
2) Tugas dan tanggungjawab Ketua Komite PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01
Wirabuana adalah sebagai berikut :
a) Membuat program kerja dan laporan PPI serta memberikan evaluasi,
saran dan rekomendasi terkait PPI kepada Ka Rumkit Tk.IV 13.07.01
Wirabuana.
b) Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01
Wirabuana, agar kebijakan dapat dipahami dan dilaksanakan oleh petugas
kesehatan Rumah Sakit.
c) Membuat SPO PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.
17

d) Melakukan investigasi masalah atau Kejadian Luar Biasa (KLB)


infeksi Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.
e) Mengajukan alat dan bahan yang sesuai dengan standar kebutuhan
PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.
f) Melakukan pertemuan berkala setiap 3 bulan sekali untuk
mengevaluasi kebijakan dan hasil laporan kegiatan Tim PPI Rumah Sakit
Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.
g) Ketua Komite PPI dalam pelaksanaan tugas sehari-hari
bertanggungjawab kepada Ka Rumkit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.
h) Berkoordinasi dengan unit terkait lain.
i) Memberikan usulan kepada Ka Rumkit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana
untuk pemakaian antibiotika yang rasional di rumah sakit berdasarkan hasil
pemantauan kuman dan resistensinya terhadap antibiotika dan
menyebarluaskan data resistensi antibiotika.
j) Menyusun kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
k) Mengembangkan, mengimplementasikan dan secara periodik
mengkaji kembali rencana manajemen PPI apakah telah sesuai kebijakan
manajemen Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.
l) Memberikan masukan yang berkaitan dengan konstruksi bangunan,
pengadaan alat dan bahan kesehatan, renovasi ruangan, cara pemrosesan
alat, penyimpanan alat dan linen sesuai dengan prinsip PPI.
n) Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena
potensial menyebarkan infeksi.
o) Melakukan pengawasan terhadap tindakan-tindakan yang
menyimpang dari standar prosedur / monitoring surveilans proses.
p) Melakukan investigasi, menetapkan dan melaksanakan
penanggulangan infeksi bila ada KLB di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya.
18

c. Sekretaris.
1) Dijabat oleh seorang berprofesi perawat yang mempunyai minat, kepedulian,
pengetahuan, pengalaman, mendalami masalah infeksi, mikrobiologi klinik, atau
epidemiologi klinik dan bersertifikasi PPI.
2) Tugas dan tanggungjawab.
a) Memimpin, mengendalikan, mengkoordinasikan, dan mengawasi
segala usaha, pekerjaan dan kegiatan Komite PPI Rumah Sakit Tk.IV
13.07.01 Wirabuana.
b) Merencanakan, melaksanakan dan mengawasi kegiatan
kesekretariatan Komite PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.
3) Dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggungjawab kepada Ketua
Komite PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.

d. Ketua Tim PPI.


1) Ketua Tim PPI dijabat seorang berprofesi dokter yang mempunyai minat,
kepedulian, pengetahuan, pengalaman, mendalami masalah infeksi, mikrobiologi
klinik atau epidemiologi klinik.
2) Tugas dan tanggungjawab.
a) Memimpin, mengendalikan, mengkoordinasikan dan mengawasi
segala usaha, pekerjaan dan kegiatan Tim PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01
Wirabuana.
b) Merencanakan dan menyusun program dan pelaksanaan program
kerja Tim PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.
c) Melaksanakan kegiatan PPI dan memberikan saran evaluasi kegiatan
kepada Ketua Komite PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.
d) Dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada
ketua Komite PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.

e. IPCO.
1) IPCO beranggotakan Dokter / perwakilan dari staf medis fungsional (bedah,
kebidanan, anestesi, paru), Dokter / ahli epidemiologi, Dokter / mikrobiologi /
19

patologi klinik, Farmasi, Laundry, Kamar Jenazah, Kesling dan K3, Gizi, Teknik,
CSSD, Instalasi Kamar Operasi, Housekeeping dan Urusan Dalam.
2) Tugas dan tanggungjawab.
a) Memberikan saran kepada Ketua Komite PPI sesuai dengan bidang
tugas masing-masing.
b) Merencanakan dan menyusun program kerja PPI Rumah Sakit Tk.IV
13.07.01 Wirabuana sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
c) Dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada
Ketua Komite PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.

e. IPCD.
1) IPCD Beranggotakan dokter yang mempunyai minat dalam PPI, memiliki
sertifikasi PPI.
2) Tugas dan tanggungjawab sebagai berikut :
a) Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi yang benar.
b) Turut menyusun pedoman penulisan resep antibiotika dan surveilans.
c) Mengidentifikasi dan melaporkan kuman pathogen dan pola resistensi
antibiotika.
d) Bekerjasama dengan IPCN memonitor kegiatan surveilans infeksi dan
mendeteksi serta menyelidiki KLB.
e) Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang
berhubungan dengan prosedur terapi.
f) Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan dalam merawat pasien.
g) Turut membantu semua petugas kesehatan untuk memahami
pencegahan dan pengendalian infeksi.
3) Dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggungjawab kepada Ketua
Tim PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.

f. IPCN.
1) Personel IPCN adalah perawat dengan pendidikan minimal D3 Keperawatan,
Sarjana Kesehatan Masyarakat (epidemiologi) yang memiliki sertifikasi PPI,
20

memiliki komitmen di bidang PPI, memiliki pengalaman setara kepala ruangan,


inovatif dan percaya diri, serta bekerja purna waktu.
2) Tugas dan tanggungjawab IPCN adalah sebagai berikut :
a) Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi
yang terjadi di lingkungan kerjanya, baik rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya.
b) Memonitor pelaksanaan PPI, penerapan SPO, kewaspadaan isolasi.
c) Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada Ketua Tim
PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.
d) Bersama Komite PPI melalukan pelatihan petugas kesehatan tentang
PPI di Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya.
e) Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama-sama Komite PPI
Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana memperbaiki kesalahan yang terjadi.
f) Memonitor kesehatan petugas kesehatan untuk mencegah penularan
infeksi dari petugas kesehatan ke pasien atau sebaliknya.
g) Bersama Komite PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana
menganjurkan prosedur isolasi dan memberi konsultasi tentang PPI yang
diperlukan pada kasus yang terjadi di rumah sakit.
h) Audit PPI terhadap limbah (padat, cair dan gas), laundry, gizi dan lain-
lain.
i) Memonitor kesehatan lingkungan.
j) Memonitor pengendalian penggunaan antibiotika yang rasional.
k) Mendesain, melaksanakan, memonitor, mengevaluasi surveilans
infeksi yang terjadi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
l) Membuat laporan surveilans dan melaporkan ke Komite PPI Rumah
Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.
m) Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan
PPI.
n) Memberikan saran desain ruangan rumah sakit agar sesuai dengan
prinsip PPI.
21

o) Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung Rumah Sakit Tk.IV


13.07.01 Wirabuana tentang PPI.
p) Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan
keluarga tentang topik infeksi yang sedang berkembang di masyarakat,
infeksi dengan insiden tinggi.
q) Sebagai koordinator antara departemen / unit dalam mendeteksi,
mencegah dan mengendalikan infeksi di rumah sakit.
3) Dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggungjawab kepada Ketua
Tim PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.

g. IPCLN.
1) Personel IPCLN adalah perawat dengan pendidikan minimal D3 dan memiliki
sertifikasi PPI, memiliki komitmen dibidang PPI.
2) Tugas dan tanggungjawab IPCLN adalah sebagai berikut :
a) Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiap pasien di unit
rawat inap masing-masing, kemudian menyerahkannya kepada IPCN ketika
pasien pulang.
b) Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan
PPI pada setiap personel ruangan di unit rawatnya masing-masing.
c) Memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan adanya infeksi
pada pasien.
d) Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB,
penyuluhan bagi pengunjung di ruang rawat masing-masing dan konsultasi
ulang terkait prosedur yang harus dijalankan.
e) Memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam menjalankan standar
isolasi
3) Dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggungjawab kepada IPCN.
22

BAB IV
PELAKSANAAN KEGIATAN

17. Umum. Kegiatan penatalaksanaannya mengacu pada Program PPI Rumah


Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana yang meliputi pelaksanaan kewaspadaan standar,
surveilans, audit, penggunaan antimikroba yang rasional, investigasi KLB, pengajuan
pemeriksaan dan pemantauan, serta monitoring evaluasi dan pelaporan .

18. Kewaspadaan Isolasi (Isolation Precautions). Perkembangan kewaspadaan


standar atau standard precautions di susun oleh CDC tahun 1996 dengan menyatukan
Universal Precaution (UP) atau kewaspadaan terhadap darah dan cairan tubuh yang telah
di buat tahun 1985 untuk mengurangi risiko terinfeksi patogen yang berbahaya melalui
darah dan cairan tubuh lainnya dan Body Substance Isolation (BSI) atau isolasi zat tubuh
yang di buat tahun 1987 untuk mengurangi risiko penularan patogen yang berada dalam
bahan yang berasal dari tubuh pasien terinfeksi. Pedoman kewaspadaan isolasi dan
pencegahan transmisi penyebab infeksi di sarana kesehatan di keluarkan juni tahun 2007
oleh CDC dan HICPAC, menambahkan HAIs (Healthcare Associated Infections)
menggantikan istilah infeksi nosokomial, Hygiene Respiration/etika batuk, praktek
menyuntik yang aman dan pencegahan infeksi pada prosedur lumbal fungsi.
Kewaspadaan standar di rancang untuk mengurangi resiko terinfeksi penyakit menular
pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang di ketahui maupun yang tidak di
ketahui. Dua lapis kewaspadaan isolasi :

a. Kewaspadaan standar. Kewaspadaan yang terpenting, di rancang untuk di


terapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien dalam Rumah Sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya, baik terdiagnosis infeksi, di duga terinfeksi atau kolonisasi.
Diciptakan untuk mencegah transmisi silang sebelum diagnosis di tegakkan atau hasil
pemeriksaan laboratorium belum ada. Strategi utama untuk PPI, menyatukan Universal
Precautions dan Body Substance Isolation, adalah kewaspadaan dalam pencegahan dan
pengendalian infeksi rutin dan harus di terapkan terhadap semua pasien di semua fasilitas
kesehatan. Kewaspadaan standar dirancang untuk mengurangi risiko terinfeksi penyakit
menular pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang
23

tidak diketahui. Kewaspadaan standar ini wajib diterapkan secara rutin dalam perawatan
seluruh pasien di Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana. Kewaspadaan standar meliputi
kegiatan kebersihan tangan, penggunaan APD, pemrosesan peralatan perawatan pasien,
pengendalian lingkungan, penatalaksanaan linen, pemulasaran jenazah, kesehatan
karyawan, pengelolaan makanan dan minuman, penempatan pasien, etika batuk, tindakan
menyuntik yang aman dan tindakan lumbal punksi.
1) Kebersihan Tangan ( PPI 9 )
a) Tujuan. Untuk menghilangkan semua kotoran dan debris serta
menghambat atau membunuh mikroorganisme pada kulit yang diperoleh dari
kontak dengan pasien dan lingkungan.
b) Sasaran. Pasien, keluarga, pengunjung dan petugas rumah sakit.
c) Pelaksanaan. Pelaksanaan kebersihan tangan dilakukan sesuai
dengan kebijakan yaitu pada saat :
(1) Sebelum kontak dengan pasien.
(2) Sebelum melakukan tindakan aseptik.
(3) Sesudah terpapar dengan cairan tubuh pasien.
(4) Sesudah kontak dengan pasien.
(5) Sesudah kontak dengan lingkungan di sekitar pasien.
d) Kebersihan tangan dilakukan dengan cara :
(1) Cuci tangan antiseptik (antiseptic handwashing) yaitu tehnik
mencuci tangan dengan menggunakan sabun antiseptik dan air
mengalir dengan tujuan membersihkan tangan dari kotoran dan
transien mikroorganisme di tangan.
Prosedur kerja:
a. Basahi tangan dengan air mengalir
b. Tuangkan sabun cair secukupnya.
c. Ratakan sabun dengan kedua telapak tangan.
d. Gosokkan punggung dan sela-sela jari tangan dengan tangan
kanan dan sebaliknya.
b. Gosokkan kedua talapak tangan dan sela-sela jari.
c. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci,
kemudian gosokkan.
d. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan
dan lakukan sebaliknya
24

e. Gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak tangan kiri dan


sebaliknya.
f. Bilas kedua tangan dengan air mengalir.
g. Keringkan dengan paper towel / tisyu.
h. Gunakan paper towel / tisyu untuk menutup kran.
i. Buang paper towel / tisyu ke tempat sampah non medis.

(2) Antiseptic Handrub yaitu tehnik mencuci tangan dengan


menggunakan cairan antiseptik di seluruh permukaan tangan untuk
meminimalkan pertumbuhan mikroorganisme tanpa menggunakan air
dan handuk / tisyu.
Prosedur kerja:
a. Tuangkan handrub secukupnya.
b. Ratakan handrub dengan kedua telapak tangan.
c. Gosokkan punggung dan sela-sela jari tangan dengan tangan
kanan dan sebaliknya.
d. Gosokkan kedua talapak tangan dan sela-sela jari.
e. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci,
kemudian gosokkan.
f. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan
dan lakukan sebaliknya
g. Gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak tangan kiri dan
sebaliknya.
h. Tunggu sampai kering baru melakukan kegiatan selanjutnya.

(3) Kebersihan tangan operasi (Surgical Handwashing) yaitu teknik


kebersihan tangan dengan menggunakan cairan antimikrobial pada
tindakan sebelum operasi untuk membunuh mikroorganisme transien
dan mengurangi flora residen.
e) Evaluasi. Dilakukan dengan audit Fasiltas dan kepatuhan
kebersihan tangan setiap 3 bulan sekali.
25

2) Penggunaan APD.
a) Tujuan. Untuk mengurangi risiko penularan penyakit / infeksi dari
petugas kesehatan ke pasien atau sebaliknya.
b) Sasaran. Petugas kesehatan yang berhubungan langsung pada
pasien-pasien berisiko infeksi.
c) Pelaksanaan.
(1) Jenis APD. Sarung tangan, apron, gaun pelindung, jas
operasi, penutup kepala, masker bedah, masker respirator, kacamata
pelindung, masker bedah dan pelindung kaki.
(2) Pemilihan pemakaian APD.

Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)


Kontak Kontak erat (<1 m) Memasuki Kontak erat (< 1 m) Melakukan
dengan pasien ruang isolasi dengan pasien prosedur atau
APD yang menderita flu burung yang terinfeksi flu tindakan yang
infeksi saluran tanpa kontak burung di dalam menggunakan
pernafasan yang erat dengan atau di luar ruang aerosol pada
akut pasien isolasi pasien flu burung
a,b

Sarung Penilaian
Tidak rutin Ya Ya
tangan resiko
Apron Penilaian
Tidak rutin Tidak rutin c Tidak rutin c
risiko
Jas operasi Penilaian
Tidak rutin Ya c Tidak rutin c
risiko
Penutup
Tidak rutin Tidak rutin Tidak rutin Ya
kepala
Masker
bedah
Ya Tidak rutin d Tidak rutin d Tidak rutin e
(petugas
kesehatan
Masker
Tidak rutin Ya Ya Ya
respirator
Kacamata Penilaian
Penilaian risiko Ya Ya
pelindung risiko
Masker
bedah Ya Tidak Tidak rutin Tidak
(pasien)
26

Sumber : Leaflet dari WHO dan Kemkes RI, 2009


Keterangan :
a. Prosedur yang menimbulkan aerosol dalam berbagai ukuran (partikel
besar dan kecil).
b. Bila memungkinkan, prosedur tindakan yang menimbulkan aerosol
harus dilakukan di dalam ruangan bertekanan negatif, ruangan terpisah atau
ruangan untuk satu orang pasien dengan petugas lain yang hadir sedikit
mungkin. APD harus menutupi dada, lengan, tangan, mata, hidung dan
mulut.
c. Gunakan celemek plastik bila jas operasi yang tahan air tidak ada.
d. Jika masker respirator tidak ada, gunakan masker bedah yang ketat.
e. Jika masker respirator tidak ada, gunakan masker bedah yang ketat
dan penutup muka.

PENGGUNAAN APD (ALAT PELINDUNG DIRI) LENGKAP


(PPI 9)
Kebijakan :
I. Penggunaan sarung tangan :
1. Pakai sarung tangan bila mungkin terkontaminasi darah, cairan
tubuh, sekresi, ekskresi dan bahan terkontaminasi, mukus membran
dan kulit yang tidak utuh, kulit utuh yang potensial terkontaminasi.
2. Pakai sarung tangan sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan.
3. Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat pasien
langsung.
4. Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai ulang untuk
membersihkan lingkungan
5. Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai, sebelum menyentuh
benda dan permukaan yang tidak terkontaminasi , sebelum beralih ke
pasien lain
6. Jangan memakai sarung tangan 1 pasang untuk pasien yang berbeda
7. Gantilah sarung tangan bila tangan berpindah dari area tubuh
terkontaminasi ke area bersih

II. Penggunaan Pelindung Wajah (Masker, Goggle, Visor)


1. Pakai Pelindung wajah untuk melindungi konjungtiva, mukus
membran mata, hidung, mulut selama melaksanakan prosedur dan
aktifitas perawatan pasien yang berisiko terjadi cipratan/semprotan dari
darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi.
27

2. Pilih masker sesuai tindakan yang akan dikerjakan, masker


bedah/medik dapat dipakai untuk mencegah transmisi melalui droplet
saat kontak erat (<1 m) dari pasien saat batuk/bersin, masker N95
dipakai untuk mencegah transmisi melalui Airborne (udara) seperti : TBC,
cacar air/varicella.
3. Pakai masker selama tindakan yang menimbulkan aerosol walaupun
pada pasien tidak diduga infeksi.
4. Pakai masker bila merawat pasien dengan penurunan daya tahan
tubuh : pasien post kemotherapi, pasien post operasi, ruang intensif, bayi
sakit dll.

III. Penggunaan gaun


1. Gunakan gaun ( bersih, tidak steril ) untuk melindungi kulit, mencegah
baju menjadi kotor, kulit terkontaminasi selama prosedur/merawat pasien
yang memungkinkan terjadinya percikan/ semprotan cairan tubuh pasien.
2. Pilih gaun yang sesuai antara bahan gaun dan tindakan yang akan
dikerjakan dan perkiraan jumlah cairan yang mungkin akan dihadapi. Bila
gaun tidak tembus cairan, perlu dilapisi apron tahan cairan mengantisipasi
semprotan/cipratan cairan infeksius.
3. Lepaskan gaun segera setelah selesai melakukan tindakan dan
cucilah tangan untuk mencegah transmisi mikroba ke pasien lain ataupun
ke lingkungan.
4. Gunakan saat merawat pasien infeksi yang secara epidemiologik
penting, lepaskan gaun saat akan keluar ruang pasien dan di Kamar
operasi dan ruang steril diInstalasi Sterilisasi Sentral setelah merawat
pasien infeksi, lepaskan gaun saat akan keluar ruang kerja.
5. Jangan memakai gaun pakai ulang walaupun untuk pasien yang
sama.
6. Penggunaan gaun di ruang intensif (ICU dan PICU), tidak diperlukan.

IV. Penggunaan Penutup Kepala


Gunakan penutup kepala untuk mencegah jatuhnya mikroorganisme
yang ada di rambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-alat daerah
steril dan juga sebaliknya untuk melindungi kepala/rambut petugas dari
percikan bahan-bahan dari pasien.
28

V. Penggunaan Pelindung Kaki


1. Gunakan pelindung kaki untuk melindungi petugas dari tumpahan/
percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari
kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan.
2. Penggunaan sandal khusus di ruang intensif (ICU dan PICU), tidak
diperlukan.
3. Pelindung kaki khusus hanya digunakan di Kamar Operasi.
4. Bila memasuki ruang steril di Instalasi Sterilisasi Sentral gunakan
pembungkus sepatu.
5. Untuk ruangan yang beresiko tinggi terkena pajanan seperti Laundry
dan Instalasi Sterilisasi Sentral, Kamar bersalin (saat pertolongan
persalinan), kamar operasi gunakan Sepatu Boot.

Prosedur :
I. Penggunaan sarung tangan :
1. Petugas melakukan kebersihan tangan
2. Pilih ukuran sarung tangan yang sesuai ukuran tangan dan
jenis tindakan.
3. Bila menggunakan sarung tangan bersih, tidak ada hal yang
perlu diperhatikan khusus.
4. Bila menggunakan sarung tangan steril :
a. Tangan yang belum menggunakan sarung tangan tidak
boleh menyentuh bagian steril sarung tangan.
b. Ambillah bagian bersih (bagian atas pergelengan
tangan/bagian yang terlipat pada sarung tangan).
c. Ambillah pasangan sarung tangan dengan
menggunakan tangan yang sudah menggunakan sarung
tangan, dengan mengambil bagian bawah pergelengan
tangan/bagian yang terlipat pada sarung tangan.
5. Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai tindakan,
sebelum menyentuh benda dan permukaan yang tidak terkontaminasi ,
sebelum beralih ke pasien lain.
6. Buang secara hati-hati sarung tangan yang sudah digunakan
ke tempat sampah infeksius yang telah disediakan.
7. Petugas melakukan kebersihan tangan.

II. Penggunaan Pelindung Wajah (Masker, Goggle, Visor)


1. Petugas melakukan kebersihan tangan
29

2. Pilih alat pelindung wajah sesuai tindakan yang akan


dikerjakan (masker untuk melindungi mukosa hidung dan mulut,
goggle untuk melindungi mukosa mata dan visor untuk melindungi
seluruh wajah)
3. Bila melakukan tindakan pada pasien dengan airborne disease
(penyakit menular lewat udara) gunakan masker N 95.
4. Bila merawat pasien yang menular lewat droplet cukup
gunakan masker bedah atau medik.
5. Masker Bedah/Medik
a. Pasang masker dengan meletakkan bagian yang
berwarna terang (putih) menempel pada wajah.
b. Ikat kedua tali di bagian belakang kepala dengan teknik
menyilang atau sejajar.
c. Pastikan masker sudah menutup hidung dan mulut.
d. Jangan melakukan sentuhan pada permukaan masker
bagian luar untuk mencegah pori-pori masker melebar.
e. Masker bisa digunakan maksimal 4 jam.
f. Bila sudah selesai melakukan tindakan yang
memerlukan masker, segera buka masker dan buang di tempat
sampah infeksius. Jangan menggantung masker di leher atau
dagu.
g. Perhatikan pada saat membuka masker dengan cara
membuka tali bagian bawah terlebih dahulu.
h. Setelah kedua tali dilepas, lipat masker sehingga bagian
yang terang terletak di bagian luar lipatan.
i. Petugas melakukan kebersihan tangan

III. Masker N 95
1. Pasang masker dengan cara genggamlah respirator dengan
satu tangan, posisikan sisi depan bagian hidung pada ujung jari-jari
Anda, biarkan tali pengikat respirator menjuntai bebas di bawah
tangan Anda dan pastikan masker sudah menutup hidung dan mulut.
30

2. Tariklah tali pengikat respirator yang atas dan posisikan tali


agak tinggi di belakang kepala Anda di atas telinga, tariklah tali
pengikat respirator yang bawah dan posisikan tali di bawah telinga.
3. Ratakan klip di atas hidung setelah memasang masker,
menggunakan kedua telunjuk dengan cara menekan dan menyusuri
bagian atas masker. (jangan menggunakan satu tangan saat
meratakan respirator karena dapat menyebabkan respirator bekerja
tidak efektif.
4. Tutup bagian depan respirator dengan kedua tangan, dan hati-
hati agar posisi respirator tidak berubah.
a. Hembuskan napas kuat-kuat. Tekanan positif di dalam
respitaror berarti tidak ada kebocoran. Bila terjadi kebocoran
atur posisi dan/atau ketegangan tali. Uji kembali kerapatan
respirator. Ulangi langkah tersebut sampai respirator benar-
benar tertutup rapat.
b. Tarik napas dalam-dalam. Bila tidak ada kebocoran,
tekanan negatif akan membuat respirator menempel ke wajah.
Kebocoran akan menyebabkan hilangnya tekanan negatif di
dalam respirator akibat udara masuk melalui celah-celah pada
segelnya.
5. Setelah selesai melakukan tindakan, buka masker dengan
membuka tali bagian bawah terlebih dahulu.
6. Petugas melakukan kebersihan tangan

IV. Penggunaan gaun :


1. Kebersihan tangan
2. Gunakan gaun untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau
seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai
menderita penyakit menular melalui droplet/airborne.
3. Gunakan gaun pelindung setiap memasuki ruangan untuk merawat
pasien karena ada kemungkinan terpercik atau tersemprot darah, cairan
tubuh, sekresi atau ekskresi.
31

4. Bila menggunakan sarung tangan pangkal sarung tangan harus


menutupi ujung lengan gaun sepenuhnya.
5. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien.
6. Setelah gaun dilepaskan, pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak
kontak dengan bagian yang potensial tercemar.
7. Petugas melakukan kebersihan tangan segera untuk mencegah
berpindahnya organisme.

IV. Penggunaan Penutup Kepala


1. Petugas melakukan kebersihan tangan
2. Gunakan penutup kepala untuk mencegah jatuhnya mikroorganisme
yang ada di rambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-alat daerah
steril dan juga sebaliknya untuk melindungi kepala/rambut petugas dari
percikan bahan-bahan dari pasien
3. Lepaskan penutup kepala setelah meninggalkan
ruangan
4. Petugas melakukan kebersihan tangan

IV. Penggunaan Pelindung Kaki


1. Petugas melakukan kebersihan tangan
2. Gunakan pelindung kaki untuk melindungi petugas dari tumpahan/
percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari
kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan.
3. Lepaskan pelindung kaki setelah keluar ruangan
4. Pastikan pelindung kaki dicuci setiap hari
5. Kebersihan tangan
f. Evaluasi. Dilakukan dengan audit fasilitas dan kepatuhan
penggunaan APD setiap 3 bulan sekali.

3) Pengelolaan limbah dan benda tajam


a) Tujuan. Mencegah penularan penyakit yang di sebabkan oleh limbah
baik untuk pasien, pengunjung dan tenaga kesehatan serta melindungi
32

melindungi masyarakat sekitarnya dari bahaya pencemaran limbah yang


berasal dari rumah sakit.
b) Sasaran. Semua limbah yang di lingkungan rumah sakit antara lain :
Limbah umum (Non Infeksius), Limbah medis ( infeksius ), limbah re-cycle
dan limbah benda tajam
c) Pelaksanaan. Proses pengelolaan limbah adalah :
(1) Pewadahan. Limbah umum (Non Infeksius) di masukkan ke
wadah plastik warna hitam, Limbah infeksius (Limbah medis) di
masukkan ke wadah plastik warna kuning yang kuat dan tahan
bocor, Limbah sitotoksis di masukkan dalam plastik warna ungu,
Limbah kimia dan farmasi di masukkan dalam wadah plastik warna
coklat, Limbah radio aktif di masukkan ke wadah plastik warna
merah, Limbah benda tajam di masukkan kedalam safety box yang
tahan tembus dan tidak bocor, dan bila tidak ada dapat
menggunakan kardus tebal yang tahan tembus dan dalam keadaan
selalu tertutup.
(2) Pengumpulan. Limbah kemudian di kumpulkan di satu titik
untuk sementara sebelum di angkut.

PENGELOLAAN SAMPAH
1) Pemilahan sampah harus dilakukan mulai dari sumber yang
menghasilkan sampah.
2) Sampah di bedakan menjadi 2 : sampah padat dan sampah
cair
3) Sampah cair dibuang langsung ke spoelhoek, lubang wc, atau
ke fasilitas lain yang mengalir ke instalasi pengelolaan air limbah
(IPAL) Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.
4) Sampah padat di bagi menjadi 2 sampah padat tajam dan
sampah padat tidak tajam
5) Sampah padat tajam (jarum, scalpel, ampul, silet, pecahan
tajam) harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa memperhatikan
infeksius atau tidak. Wadah tersebut harus anti bocor, anti tusuk dan
33

tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak berkepentingan


tidak dapat membukanya. Konteiner yang digunakan sekali pakai.
6) Bila dalam konteiner benda tajam ada fasilitas untuk membuka
jarum, jarum dan syringe dibuang di konteiner benda tajam, dan
jangan membuka jarum.

7) Sampah padat dibagi menjadi 4 :


a. Sampah umum/domestik/sampah tidak infeksius :
dibuang di tempat sampah dengan plastik berwarna
hitam.
b. Sampah infeksius : dibuang di tempat sampah dengan
plastik berwarna kuning. Tempat sampah infeksius harus
ada fasilitas membuka dengan injakan kaki (pedal).
Konteiner sampah yang digunakan untuk mengirim
sampah dari ruangan perawatan ke tempat pembuangan
sampah sementara RS (insenerator) menggunakan
konteiner yang berwarna kuning.
c. Sampah sitotoksik : dibuang di tempat sampah dengan
plastik berwarna ungu. Setelah selesai melakukan
tindakan yang menghasilkan sampah sitotoksik segera
ikat wadahnya dan tempatkan di tempat pembuangan
sementara ruangan dalam keadaan tertutup.
d. Sampah radioaktif : dibuang di tempat sampah dengan
plastik berwarna merah.

PENGGUNAAN KONTAINER SAMPAH BENDA TAJAM (SAFETY


BOX) PPI 7.5
Kebijakan :
1. Semua sampah tajam harus ditempatkan pada kontainer yang
tidak tembus, untuk menghindari pajanan
2. Kontainer yang digunakan adalah konteiner yang disedikan
oleh Rumah Sakit dengan prinsip tahan tembus dan tertutup.
Prosedur kerja:
34

1. Setelah digunakan buanglah benda tajam (jarum, pisau,


patahan ampul, silet) pada safety box
2. Bila kontainer sudah terisi 2/3 nya, segera dibuang.
3. Ganti kontainer penuh dengan kontainer baru yang siap untuk
digunakan
4. Kirim kontainer yang sudah penuh ke incenerator untuk
dimusnahkan.

TATA LAKSANA PENANGANAN PAJANAN DI TEMPAT KERJA


Kebijakan : Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
Prosedur :
1. Jangan panik
2. Tindakan darurat :
a. Bila tertusuk jarum, bagian yang tertusuk segera bilas
dengan air mengalir dan sabun atau antiseptik, jangan di pencet.
b. Bila cairan tubuh pasien mengenai kulit yang utuh tanpa luka
atau tusukan, cuci dengan sabun dan air mengalir.
c. Bila cairan tubuh pasien mengenai mulut, ludahkan dan
kumur-kumur dengan air beberapa kali.
d. Bila cairan tubuh pasien mengenai mata, cucilah mata
dengan air mengalir (irigasi).
e. Bila cairan tubuh pasien mengenai hidung. Hembuskan
keluar dan bersihkan dengan air.
3. Segera laporkan pajanan yang terjadi kepada atasan
dan Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI).
Pemberian profilaksis lebih dari 72 jam tidak dianjurkan.
4. Kepala ruangan/Komite PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01
Wirabuana menghubungi VCT untuk dilakukan konseling.

(3) Pengangkutan. Limbah di angkut ke TPS/Incenerator oleh


petugas kebersihan dengan menggunakan APD.
35

(4) Pemusnahan di incenerator. Limbah medis kemudian di


masukkan ke incinerator untuk di musnahkan, limbah umum atau non
infeksius di bawa ke TPA
d) Evaluasi. Dilaksanakan audit kepatuhan petugas dalam
pembuangan/pemilahan sampah, yang dilakukan setiap hari oleh Komite
PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.

4) Pengendalian lingkungan rumah sakit.


a) Tujuan. Menciptakan lingkungan yang bersih, aman, nyaman
sehingga dapat meminimalkan atau mencegah terjadinya transmisi
mikroorganisme dari lingkungan kepada pasien, petugas, pengunjung dan
masyarakat disekitar rumah sakit.
b) Sasaran. Lingkungan rumah sakit (ruang dan fasilitas bangunan,
air bersih, limbah (padat, cair dan gas), makanan, linen dan peralatan).
c) Pelaksanaan. Pelaksanaan pengendalian lingkungan rumah sakit
merujuk pada pedoman penyehatan lingkungan rumah sakit oleh Unit
Kesling.

PENERAPAN KEBIJAKAN DAN SPO PEMBERSIHAN RUANGAN


PERAWATAN DAN ALAT MONITORINGNYA
Kebijakan :
Pembersihan lantai :
1. Seluruh permukaan lantai harus dibersihkan 2 kali setiap hari, pagi
dan sore hari, atau bila tampak kotor.
2. Seluruh permukaan lantai harus dibersihkan bila tampak ada debu,
kotoran, darah, atau cairan tubuh yang lain.
3. Petugas Pelaksana adalah petugas cleaning service dibantu
karyawan lainnya. Pada dasarnya seluruh karyawan Rumah Sakit Tk.IV
13.07.01 Wirabuana bertanggung jawab atas kebersihan ruangan yang menjadi
tanggung jawabnya.
4. Cairan yang digunakan adalah cairan desinfektan natrium hipoclorit
0,05%, bila ada kontaminasi darah atau tubuh lainya gunakan cairan
desinfektan natrium hipoclorit 0,5%.
36

5. Pembersihan lantai menggunakan double bucket dengan tangkai pel


yang di koding :
a. Tangkai pel dengan strip garis warna hijau untuk pengepelan di
ruang dapur.
b. Tangkai pel dengan strip garis warna biru untuk pengepelan di
ruang petugas, koridor dan administrasi.
c. Tangkai pel dengan strip garis warna kuning untuk pengepelan
di ruang perawatan.
6. Ruangan yang dibersihkan menggunakan koding sesuai dengan
tangkai pel :
a. Ruang dapur ditempelkan koding persegi panjang warna hijau
pada area yang mudah dilihat.
b. Ruang petugas, koridor dan administrasi ditempelkan koding
persegi panjang warna biru pada area yang mudah dilihat.
c. Ruang perawatan ditempelkan koding persegi
Panjang

Pembersihan tempat tidur pasien


1. Pembersihan tempat tidur dilakukan setiap hari bersamaan dengan
bed making (penggantian alat tenun). Pembersihan besar/bongkaran
dilakukan setiap pasien pulang atau pindah.
2. Bila pasien dirawat lebih dari 1 bulan (30 hari), maka pasien
dipindahkan ke tempat tidur yang lain dan tempat tidur tersebut dilakukan
pembersihan besar/bongkaran.
3. Cairan yang digunakan adalah cairan desinfektan natrium hipoclorit
0,05%, bila ada kontaminasi darah atau tubuh lainya gunakan cairan
desinfektan natrium hipoclorit 0,5%.
4. Tempat tidur yang tidak ditempati pasien (kosong), dan sudah siap
(lengkap dan bersih) diberikan koding tanda check (√) warna hijau.
5. Petugas Pelaksana adalah Perawat dan cleaning service dibantu
karyawan lainnya. Pada dasarnya seluruh karyawan Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01
Wirabuana bertanggung jawab atas kebersihan ruangan yang menjadi
tanggung jawabnya.

Pembersihan lingkungan lain (Dinding, langit-langit, pintu, jendela,


furniture, dll)
1. Pembersihan dilakukan seminggu sekali atau bila tampak kotor.
37

2. Pembersihan dijadwalkan oleh kepala ruangan setiap hari untuk


memudahkan evaluasi. Contoh : hari Senin untuk pembersihan dinding,
Selasa untuk pembersihan langit-langit dan seterusnya.
3. Cairan yang digunakan adalah cairan desinfectan natrium hipoclorit
0,05%, bila ada kontaminasi darah atau tubuh lainya gunakan cairan
desinfektan natrium hipoclorit 0,5%.
4. Petugas Pelaksana adalah petugas cleaning service dibantu
karyawan lainnya. Pada dasarnya seluruh karyawan Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01
Wirabuana bertanggung jawab atas kebersihan ruangan yang menjadi
tanggung jawabnya.

Membersihkan lantai
1. Siapkan alat :
Tangkai pel sesuaikan dengan kebijakan.
Double bucket ,1 bucket untuk air bersih 1 bucket untuk cairan
Desinfektan, Larutan desinfektan 10 liter larutan
Natrium Hipoclorit 0,05% dalan bucket dan Natrium Hipoclorit 0,5 %
dalam botol 1,5 liter.
2. Petugas melakukan Kebersihan tangan.
3. Celupkan kain pel bersih ke dalam ember berisi pembersih.
4. Peras kain pel dengan maksimal.
5. Celupkan kain pel bersih ke dalam ember berisi air desinfektan.
6. Peras kain pel di secukupnya.
7. Dengan menggunakan tongkat pel kain pel diusapkan merata pada
lantai sambil digosokkan.
8. Bila ada noda darah atau cairan tubuh yang lain serap terlebih dahulu
noda dengan menggunakan kertas yang mudah menyerap cairan, kertas yang
digunakan untuk menyerap cairan tampung dalam plastic berwarna kuning
dan buang di tempat sampah infeksius, kemudian tuangkan larutan natrium
hipoklorit 0,5% (tunggu minimal 10 menit) dan lanjutkan mengepel dengan
larutan natrium hipoclorit 0,05%.
9. Bilas kain pel setiap setelah mengepel seluas 36 m² atau setiap
pindah dari satu ruangan ke ruangan lainya bila ruangan berukuran kurang
dari 36 m² atau setiap kali sudah tampak kotor.
10. Bilas kain pel dengan cara mencelupkan kain pel kedalam bucket
yang berisi air bersih kemudian diperas (lakukan minimal 2 x).
11. Celupkan kain pel kedalam larutan desinfectan kemudian diperas
secukupnya.
38

12. Kain Pel kembali diusapkan ke lantai demikian seterusnya sampai


seluruh lantai dibersihkan.
13. Segera ganti air bersih pada bucket bila pindah ke ruangan yang
lain atau bila tampak keruh, dan tambahkan cairan desinfektan 0,05% pada
bucket bila sudah berkurang setengah bagian dari jumlah awal.
14. Lakukan pembersihan lantai paling akhir pada ruangan dengan
pasien infeksius.
15. Bila sudah selesai membersihkan lantai, air sisa dalam ember
dibuang melalui spoelhoek, kain pel dicuci dengan menggunakan sabun
dispoelhoek, kemudian dikeringkan.
16. Simpan alat di ruang penyimpanan alat bersih.
17. Lakukan kebersihan tangan.

Pembersihan tempat tidur


1. Siapkan alat
a. Lap bersih 2 buah
b. Waskom / ember 2 buah
c. 5 liter larutan natrium hipoclorit 0,05%
d. 5 liter air bersih
2. Petugas melakukan kebersihan tangan
3. Gunakan sarung tangan
4. Celupkan 1 lap pada air bersih dan peras dengan maksimal
5. Celupkan lap pada cairan desinfektan 0,05 % dan peras secukupnya.
6. Lap seluruh permukaan tempat tidur, termasuk kasur dan bantal yang
sudah dilapisi metasilir dengan lap yang sudah dicelupkan dalam larutan
desinfektan. Kemudian lap dengan lap kering.
7. Ganti air bersih setelah selesai membersihkan 1 tempat tidur atau bila
tampak kotor. dan tambahkan cairan desinfektan 0,05% pada waskom/ember
bila sudah berkurang setengah bagian dari jumlah awal.
8. Lakukan pembersihan tempat tidur paling akhir pada pasien
infeksius.
9. Bila sudah selesai membersihkan tempat tidur, air sisa dalam ember
dibuang melalui spoolhoek, lap dan waskom dicuci dengan menggunakan
sabun dispoolhoek, kemudian dikeringkan.
10. Simpan alat di ruang penyimpanan alat bersih.
11. Buka sarung tangan.
12. Petugas melakukan kebersihan tangan.

Pembersihan lingkungan lain (Dinding, langit-langit, pintu, jendela,


furniture, dll)
1. Siapkan alat
39

a. Lap bersih 2 buah


b. Waskom/ember 2 buah
c. 5 liter larutan natrium hipoclorit 0,05%
d. 5 liter air bersih
2. Petugas melakukan kebersihan tangan.
3. Gunakan sarung tangan.
4. Celupkan lap pada air bersih dan peras dengan maksimal.
5. Celupkan lap pada cairan desinfektan 0,05 % dan peras
secukupnya.
6. Lap seluruh permukaan dengan lap yang sudah dicelupkan dalam
larutan desinfektan. Kemudian lap dengan lap kering.
7. Ganti air bersih bila tampak kotor dan tambahkan cairan desinfektan
0,05% pada waskom/ember bila sudah berkurang setengah bagian dari
jumlah awal.
8. Lakukan pembersihan permukaan paling akhir pada ruangan dengan
pasien infeksius.
9. Bila sudah selesai membersihkan tempat tidur, air sisa dalam
Waskom/ember dibuang melalui spoolhoek, lap dan waskom/ember dicuci
dengan menggunakan sabun dispoolhoek, kemudian dikeringkan.
10. Simpan alat di ruang penyimpanan alat bersih.
11. Buka sarung tangan.
12. Petugas melakukan kebersihan tangan.

PROSEDUR TETAP PENGENDALIAN LINGKUNGAN


I. Kebijakan tentang Ruangan dan Bangunan
1. Lingkungan, ruang dan bangunan RS harus selalu dalam
keadaan bersih, mudah dibersihkan, dan tersedia fasilitas sanitasi
yang memenuhi persyaratan kesehatan.
2. Lingkungan, ruang dan bangunan Rumah sakit tidak
memungkinkan sebagai tempat bersarang dan berkembangbiaknya
serangga, binatang pengerat dan binatang pengganggu lainnnya.
3. Bangunan RS harus kuat , utuh, terpelihara, mudah
dibersihkan, dan dapat mencegah penularan penyakit serta
kecelakaan
4. Tata ruang dan penggunaannya harus sesuai dengan
fungsinya, serta memenuhi persyaratan kesehatan.
5. Konstruksi :
a. Lantai
1) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, yang kedap
air, permukaan rata, tidak licin dan mudah dibersihkan.
40

2) Lantai yang selalu kontak dengan air,


kemiringannya harus cukup ke arah saluran sampah /
drainase.
3) Lantai harus selalu bersih, dibersihkan 2 x sehari
atau bila Nampak kotor, tingkat kebersihan memenuhi
syarat.
b. Dinding
1) Permukaan dinding harus rata, berwarna terang, dicat
tembok, dan mudah dibersihkan.
2) Permukaan dinding yang selalu terkena percikan air
harus dilapisi bahan yang kuat dan kedap air.

c. Ventilasi
1) Ventilasi dapat menjamin peredaran udara di dalam
kamar dengan baik.
2) Tersedia lubang udara yang cukup dan dibersihkan
secara berkala
3) Dapat dilengkapi Exhauster Fan, Kipas angin dan atau
AC

d. Atap
1) Atap harus kuat, dan tidak menjadi tempat perindukan
serangga dan tikus atau binatang lainnya.
2) Kerangka atap perlu diresidu dulu agar tahan terhadap
rayap.
3) Pemeriksaan secara berkala terhadap kemungkinan
kebocoran.

e. Langit-langit
1) Kuat, berwarna terang dan mudah dibersihkan.
2) Tinggi minimal 2,5 m dari lantai.
3) Kerangka kayu dibuat anti rayap.

f. Pintu
1) Pintu harus kuat, dapat mencegah masuknya serangga ,
tikus dan binatang pengganggu lainnya.
2) Menggunakan cat anti rayap.

3) Dibuat sedemikian rupa sehingga pembukaan pintu


dapat diminalisir, misalnya dengan membagi pintu menjadi 2
41

bagian, 1 bagian cukup untuk dilewati 1 orang saja. Bagian lain


lebar, dibuka jika ada bed atau trolley yang melewati.
4) Tersedia lubang kaca sehingga paramedik dapat
mengawasi ruangan tanpa harus selalu membuka pintu.

g. Instalasi
1) Pemasangan jaringan instalasi air bersih, air sampah,
listrik, Oksigen, Suction, sistem penghawaan, sarana
komunikasi dll harus rapi, aman dan terlindung.

6. Perbandingan jumlah tempat tidur dan dengan luas lantai untuk


ruang perawatan :
Ruang bayi
a. Ruang perawatan minimal 2m2 per Bed.
b. Ruang isolasi minimal 3 m2 per bed.
Ruang dewasa
a. Ruang perawatan minimal 4,5m2 per bed
b. Ruang isolasi minimal 6 m2 per bed

II. Kebijakan tentang pengendalian Udara


1. Pengendalian udara indoor
a. Disiplin melaksanakan prosedur pengendalian penularan
infeksi dari penderita penyakit yang menular secara aerogen.
b. Isolasi pasien yang potensial tinggi mencemarkan udara
dengan penyakit yang dideritanya.
c. Isolasi pasien dengan penyakit yang menimbulkan bau
tak sedap.
d. Pembersihan ruangan dilakukan rutin sehari dua kali,
pagi dan sore.
e. Pembersihan lantai ruangan perawatan dilakukan
setelah jam makan, jam kunjungan, atau segera bila
diperlukan.
f. Menghindari pembersihan ruangan yang menimbulkan
debu, terutama bila dalam ruangan masih ada pasien yang
menginap.
g. Lubang angin disediakan agar menjamin penggantian
udara. Luas lubang angin minimal 10% luas lantai.
h. Pada ruangan yang kekurangan lubang angin
disediakan exhaust fan.
42

i. Udara di dalam Ruang Operasi, Ruang Bersalin dan


Intensive Care Unit dibuat sedemikian rupa sehingga selalu
berada dalam tekanan positif saat digunakan, dengan cara
menggunakan AC, ruangan tertutup, dan meminimalkan
potensi penampungan debu dalam konstruksi ruangan.
j. Menghindari penumpukan sampah dalam ruangan yang
dapat menimbulkan bau.
k. Menghindari penumpukan makanan, perlengkapan
pasien, perlengkapan sembahyang yang cenderung cepat
membusuk dan mengundang vektor. Menutup makanan dalam
wadah / tempat tertutup.
l. Menghindari pemakaian /penumpukan linen kotor yang
dapat menimbulkan bau.
m. Menghindari padatnya penunggu pasien dalam ruangan,
1 pasien hanya 1 penunggu maksimal 2 orang (sesuai kondisi
pasien ) dengan memastikan penunggu memakai identitas
penunggu berdasarkan aturan rumah sakit.
n. Menjaga sanitasi toilet dalam ruangan.

2. Pengendalian udara outdoor


a. Jalur lalu lintas kendaraan bermotor dan parkir
diletakkan jauh dari area rawat inap.
b. Dipasang papan peringatan untuk kendaraan bermotor
agar JALAN PERLAHAN dan LARANGAN MEMBUNYIKAN
KLAKSON.
c. Asap incinerator dialirkan ke udara bebas dengan
cerobong asap setinggi 6 meter.
d. Incinerator diletakkan jauh dari area rawat inap.
e. Menambah jumlah tanaman perdu di area terbuka
Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana dalam bentuk taman.
f. Menambah tanaman hias dalam pot di seluruh bagian
Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.
g. Sampah diletakkan dalam wadah tertutup dan dibuang
setiap hari.

III. KEBIJAKAN TENTANG PENGENDALIAN PERMUKAAN


1. Pengertian permukaan : Seluruh permukaan dari Sarana/
Prasarana/ peralatan yang potensial menampung droplet dan
43

mikroorganisme dan banyak berhubungan dengan


pasien/penunggu/karyawan/pengunjung.
2. Ruang lingkup Permukaan : Permukaan Kaca, permukaan
meja makanan, permukaan meja kerja, permukaan bedside cabinet,
permukaan trolley, permukaan lantai, permukaan peralatan /
instrumen.
3. Prosedur pengendalian permukaan :
a. Permukaan Lantai :
1) Petugas Pelaksana adalah petugas cleaning
service dibantu karyawan lainnya. Pada dasarnya
seluruh karyawan Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana
bertanggung jawab atas kebersihan ruangan yang
menjadi tanggung jawabnya.
2) Tangkai pengepel diberikan kode untuk
menghindari pencampuran tangkai pel yang di gunakan
di ruang perawatan, koridor, ruang administrasi, dan
dapur.
(a) Tangkai pel dengan strip garis warna biru
untuk pengepelan di ruang petugas dan
administrasi.
(b) Tangkai pel dengan strip garis warna
kuning untuk pengepelan di koridor ruang
perawatan.
(c) Tangkai pel dengan strip garis warna hijau
untuk pengepelan di dapur.
3) Jadwal mengepel lantai : setiap hari , dua kali sehari,
pagi dan sore.
4) Tangkai pel harus dibilas kembali setelah mengepel
seluas 36 m² atau setiap pindah dari satu ruangan ke
ruangan lainya bila ruangan berukuran kurang dari 36
m² setiap kali sudah tampak kotor.
5) Ruang lingkup; seluruh lantai di seluruh ruangan
dengan Prioritas: Ruang rawat inap, Koridor,
Poliklinik, UGD, Toilet/ Kamar mandi.
6) Air pembersih adalah air bersih ditambah larutan
desinfektan. Pencampuran desinfektan disesuaikan
44

dengan petunjuk penggunaan dari desinfektan yang


digunakan.
7) Prosedur :
(a) Petugas melakukan kebersihan tangan.
(b) Kain Pel bersih dicelupkan ke dalam ember berisi
air pembersih.
(c) Kain Pel di peras secukupnya.
(d) Dengan menggunakan tongkat pel kain pel
diusapkan merata pada lantai sambil digosokkan.
(e) Bila ada noda kotor, serap terlebih dahulu noda
dengan menggunakan kertas atau tissue yang
disiapkan dalam KIT, kemudian tuangkan cairan
natrium hipockorit 0,5 % dan diamkan selama minimal
10 menit baru dilanjutkan melakukan pengepelan.
(f) Kain pel dicelupkan ke dalam ember untuk dibilas
dan diperas
(g) Kain Pel kembali diusapkan ke lantai demikian
seterusnya sampai seluruh lantai dibersihkan atau
sampai air dalam ember keruh hingga tidak bisa
membilas kain pel lagi.
(h) Bila sudah selesai, air sisa dalam ember dibuang
melalui spoolhoek di ruang verbedding atau ruang
pemeliharaan, kain pel dicuci diatas spoolhoek,
kemudian dikeringkan.
8) Peralatan di simpan di ruang pemeliharaan /
verbedding.

b. Permukaan lain :
1. Petugas Pelaksana adalah petugas bagian
pemeliharaan dibantu karyawan lainnya. Pada
dasarnya seluruh karyawan Rumah Sakit Tk.IV
13.07.01 Wirabuana bertanggung jawab atas
kebersihan ruangan yang menjadi tanggung
jawabnya.
2. Persiapkan larutan Natrium Hipoclorit 0,05 % dan lap
bersih. Petugas memakai sarung tangan karet rumah
tangga /non steril
45

3. Setelah permukaan disiapkan dari benda2 diatasnya,


maka lap bersih dicelupkan kedalam larutan Natrium
Hipoclorit 0,05% kemudian diperas. Secukupnya.
4. Usapkan lap tersebut ke permukaan secara merata.
5. Bilas lap dalam larutan tersebut dan peras lagi
sehingga lap bisa digunakan kembali.
6. Bila sudah selesai, air sisa dibuang lewat spoelhoek.
Kain lap dibersihkan di atas spoel hoek. Sarung
tangan dibersihkan diatas spoelhoek.
7. Peralatan disimpan di ruang pemeliharaan.
8. Petugas cuci tangan diatas wastafel.

IV. SPO Penanganan Tumpahan Darah atau Cairan Tubuh Lainnya


Kebijakan :
1. Seluruh permukaan lingkungan harus segera dibersihkan bila
terkotaminasi darah atau zat tubuh yang lain.
2. Petugas Pelaksana adalah petugas cleaning service dibantu
karyawan lainnya. Pada dasarnya seluruh karyawan Rumah Sakit Tk.IV
13.07.01 Wirabuana bertanggung jawab atas kebersihan ruangan yang
menjadi tanggung jawabnya.
Prosedur :
a. Siapkan alat :
1) Tangkai pel dengan kode strip garis warna kuning
2) Double bucket
a) 1 bucket untuk air bersih
b) 1 bucket untuk cairan desinfektan 0,05%
3) Larutan desinfektan
a) Larutan clorin 0,05 % yang ditempatkan di ember
pengepelan.
b) Larutan clorin 0,5 % yang ditempatkan dalam botol yang
sudah diberi tulisan cairan clorin 0,5%
4) Kertas yang mudah menyerap cairan (kertas Koran, kertas CD
dll) yang disediakan dalam 2 ukuran : 1 ukuran kecil ± 30 cm x
30 cm dan 1 ukuran yang lebih besar dengan ukuran ± 1m x
1m.
5) Kantong plastik kuning.
6) Alat pelindung diri : masker, sarung tangan, apron.

b. Gunakan alat pelindung diri : masker, sarung tangan, apron.


46

c. Serap tumpahan darah atau zat tubuh lain dengan menggunakan


kertas yang sudah disediakan :
1) Gunakan kertas ukuran yang lebih kecil bila tumpahannya
sedikit
2) Gunakan kertas ukuran yang lebih besar bila tumpahannya
banyak.

d. Masukkan semua kertas yang digunakan untuk menyerap tumpahan


tadi dalam kantong plastik berwarna kuning kemudian diikat dan
buang dalam tempat sampah infeksius.
e. Tuangkan larutan clorin 0,5 % pada seluruh permukaan yang
terkontaminasi, biarkan larutan clorin 0,5% selama 10 menit kemudian
bersihkan dengan larutan clorin 0,05%. (bila tumpahan dilantai
gunakan tangkai pel, bila di permukaan lain gunakan lap)
f. Rapikan alat.
g. Buka Alat Pelindung Diri dan buang ke tempat sampah infeksius.
h. Petugas melakukan kebersihan tangan.

d) Evaluasi. Melakukan audit lingkungan rumah sakit (ruang dan fasilitas


bangunan, air bersih, limbah (padat, cair dan gas), makanan, linen, peralatan) setiap
bulan.

5) Peralatan perawatan pasien.


a) Tujuan. Menciptakan lingkungan bebas infeksi dari peralatan /
instrument yang kotor.
b) Sasaran. Peralatan / instrumen yang akan dipakai kembali
(re-use).
c) Pelaksanaan. Dengan precleaning / prebilas, pencucian dan
pembersihan, sterilisasi, desinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi sesuai
SPO.

I. DESINFEKSI TINGKAT TINGGI (DTT) DENGAN


NATRIUM HIPOKLORIT 0,5 %
1. Siapkan alat
a. Kontainer plastik kapasitas minimal 20 liter
b. Larutan Natrium Hipoklorit 0,5%
47

c. Spuit 20 cc
d. Pistol angin
2. Petugas melakukan kebersihan tangan
3. Pakai APD : sarung tangan, apron, masker, kaca mata, penutup
kepala, pelindung kaki.
4. Bilas alat medis yang sudah digunakan dengan menggunakan air
mengalir.
5. Lepaskan/buka alat medis yang dapat dilepas.
6. Rendam alat medis yang sudah digunakan dalam larutan natrium
hipoklorit 0,5% selama 10 menit.
7. Setelah 10 menit angkat alat medis dan sikat perlahan-lahan alat
medis di setiap permukaan termasuk gerigi dan lekukan.
8. Bilas sampai bersih dalam air mengalir.
9. Bersihkan, sikat bak pencuci.
10. Keringkan alat medis dengan kain yang tidak ada bulu halus.
11. Kemas alat medis sesuai dengan fungsi dan kegunaannya.
12. Buka Alat Pelindung Diri.
13. Petugas melakukan kebersihan tangan.

II. DESINFEKSI TINGKAT TINGGI DENGAN LARUTAN ASEPTIC ZYME


1. Siapkan alat
a. Kontainer plastik kapasitas minimal 20 liter
b. Larutan Aseptic Zyme
c. Spuit 20 cc
d. Pistol angin, sikat dan detergen
2. Petugas melakukan kebersihan tangan.
3. Pakai APD : sarung tangan, apron, masker, kaca mata, penutup
kepala, pelindung kaki.
4. Bilas alat medis yang sudah digunakan dengan menggunakan air
mengalir.
5. Lepaskan/buka alat medis yang dapat dilepas.
48

6. Rendam alat medis yang sudah digunakan dalam larutan Aseptic


Zyme selama 15 menit
7. Setelah 15 menit angkat alat medis dan sikat perlahan-lahan alat
medis di setiap permukaan termasuk gerigi dan lekukan.
8. Bilas sampai bersih dalam air mengalir.
9. Bersihkan, sikat bak pencuci .
10. Keringkan alat medis dengan kain yang tidak ada bulu halus.
11. Kemas alat medis sesuai dengan fungsi dan kegunaannya.
12. Buka Alat Pelindung Diri.
13. Petugas melakukan kebersihan tangan.

III. DESINFEKSI TINGKAT TINGGI DENGAN PANAS


1. Siapkan alat
a. Sterilisator
b. Air steril
c. Korentang
2. Petugas melakukan kebersihan tangan
3. Pakai APD : sarung tangan, apron, masker, kaca mata, penutup
kepala, pelindung kaki
4. Nyalakan sterilisator
5. Bilas alat medis yang sudah digunakan dengan menggunakan air
mengalir.
6. Lepaskan/buka alat medis yang dapat dilepas
7. Sikat perlahan-lahan alat medis di setiap permukaan termasuk
gerigi dan lekukan
8. Bilas sampai bersih dalam air mengalir
9. Bersihkan, sikat bak pencuci
10. Keringkan alat medis dengan kain yang tidak ada bulu halus
11. Masukkan alat medis dalam sterilisator yang airnya sudah dalam
keadaan mendidih.
12. Biarkan alat dalam sterilisator yang sudah mendidih minimal 20 menit.
13. Angkat alat medis dengan menggunakan korentang steril.
49

14. Keringkan alat medis dengan menggunakan handuk steril.


15. Kemas alat medis sesuai dengan fungsi dan kegunaannya
16. Buka alat pelindung diri
17. Petugas melakukan kebersihan tangan

IV. SPO MEMBUAT LARUTAN NATRIUM HIPOCLORIT 0,5 %


Kebijakan :
1. Pedoman PPI Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana tahun 2018.
2. Semua alat medis yang sudah selesai digunakan harus dilakukan proses
dekontaminasi.
3. Semua permukaan yang terkontaminasi cairan tubuh pasien harus
dilakukan proses dekontaminasi.
Prosedur :
a. Siapkan alat
1) Kontainer plastik kapasitas minimal 20 liter
2) Larutan natrium hipoklorit 5 %
3) Gelas ukur
b. Petugas melakukan kebersihan tangan.
c. Pakai Alat Pelindung Diri (masker, sarung tangan, scoot dan
goggle)
d. Ambil 9 liter air bersih dan tuangkan dalam konteiner plastik
yang sudah disiapkan sebelumnya.
e. Tuangkan 1 liter cairan Natrium Hipoklorit kedalam konteiner
(poin d).
f. Buat cairan Natrium Hipoklorit 0,5 % sesuai dengan keperluan.
g. Simpan cairan Natrium Hipoklorit 0,5 % dalam keadaan
tertutup.
h. Buka Alat Pelindung Diri.
i. Petugas melakukan kenbersihan tangan.
Cairan natrium hipoklorit 0,5 % bisa disimpan maksimal 1 x 24 jam
dalam keadaan tertutup.

v. SPO MEMBUAT LARUTAN NATRIUM HIPOCLORIT 0,05 %


50

Kebijakan :
1. Pedoman Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana tahun 2018.
2. Semua permukaan harus dilakukan proses pembersihan setiap hari.
Prosedur :
a. Siapkan alat
1) Kontainer plastik
2) Larutan natrium hipoklorit 0,5 %
3) Gelas ukur
b. Petugas melakukan kebersihan tangan
c. Pakai alat pelindung diri (masker, sarung tangan, apron dan
goggle)
d. Ambil 9 liter air bersih dan tuangkan dalam konteiner plastik
yang sudah disiapkan sebelumnya.
e. Tuangkan 1 liter cairan Natrium Hipoklorit 0,5 % kedalam
konteiner (poin d).
f. Buat cairan Natrium Hipoklorit 0,05 % sesuai dengan
keperluan.
g. Cairan Natrium Hipoklorit 0,05 % dibuat bila diperlukan
h. Jangan menyimpan larutan Natrium Hipoclorit 0,05%
i. Buka Alat Pelindung Diri.
j. Petugas melakukan kebersihan tangan.

VI. KEBIJAKAN PENGGUNAAN ALAT MEDIS SEKALI & REUSE


1. Alat medis yang dinyatakan oleh pabrik sekali pakai (disposible) tetapi
digunakan kembali (Reuse), alat medis yang dimaksud antara lain : sirkuit
ventilator, orofaringeal airway, laringo masker airway, selang suction.
Alat medis yang disebutkan pada poin 1 adalah: alat dan material yang masuk
dalam daftar alat dan material sekali pakai yang di pakai ulang dan ditetapkan
oleh Kepala Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana tahun 2018.
51

2. Ada ketentuan jumlah maksimal pemakaian ulang alat yang spesifik untuk tiap
alat yg akan digunakan ulang, ada ketentuan yang menyatakan semua bentuk
ketidaknormalan pada alat yang menunjukan alat tersebut tidak bisa digunakan
lagi, ada proses dekontaminasi untuk setiap alat segera setelah dipakai sesuai
dengan SPO, dan ada proses pengumpulan, analisa, penggunaan data infeksi
yang berhubungan dengan alat yg digunakan ulang tersebut.
d) Evaluasi. Dilaksanakan audit kepatuhan petugas dalam pemrosesan peralatan /
instrumen kotor yang akan digunakan kembali dilakukan setiap 3 bulan sekali.

6) Penatalaksanaan Linen.
a) Tujuan. Untuk mencegah terjadinya infeksi silang bagi pasien,
petugas Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana dan lingkungan, dengan
mengelola dan mengendalikan bahan-bahan linen.
b) Sasaran. Petugas, fasilitas serta linen kotor dan linen bersih
dikelola dengan benar sesuai dengan SPO dan prinsip-prinsip PPI sehingga
pasien, petugas Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana dan lingkungan
terhindar dari infeksi silang.
c) Pelaksanaan.
(1) Pemilahan linen kotor terinfeksi dengan linen kotor tidak
terinfeksi dilakukan di ruang perawatan / ruang tindakan oleh petugas
di ruang perawatan / ruang tindakan. Linen kotor terinfeksi adalah
linen yang terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, faeces,
terutama yang berasal dari penderita penyakit menular misalnya
Hepatitis, SARS, Flu Burung / Flu Babi, HIV / AIDS dan lain-lain.
(2) Linen kotor terinfeksi harus dibersihkan dahulu dari noda
darah, muntahan, faeces kemudian dibungkus dengan plastik
berwarna kuning dan ditutup rapat.
(3) Pencucian linen kotor terinfeksi menggunakan mesin cuci
infeksius yang berada di ruang terpisah dengan mesin cuci untuk linen
tidak terinfeksi.
(4) Trolly untuk linen kotor dibedakan dengan trolly untuk linen
bersih. Trolly linen bersih sebaiknya tertutup rapat.
52

(5) Pintu penerimaan linen kotor terpisah dengan pintu penyerahan


linen bersih.
d) Evaluasi. Melakukan audit fasilitas dan penilaian kepatuhan
petugas setiap 3 bulan.

7) Kesehatan karyawan.
a) Tujuan. Menjamin keselamatan petugas di lingkungan Rumah
Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana, memelihara kesehatan petugas dan
mencegah ketidak hadiran petugas, ketidakmampuan bekerja, kemungkinan
medikolegal dan KLB.
b) Sasaran. Seluruh petugas Rumah Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana
terutama yang berisiko tinggi.
c) Pelaksanaan. Penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan;
imunisasi/vaksinasi pada petugas yang berisiko tinggi.
d) Evaluasi. Pemeriksaan kesehatan berkala sesuai kebutuhan.

8) Penempatan pasien.
a) Tujuan. Mencegah penularan dari pasien kepada petugas
kesehatan, keluarga, pengunjung, pasien lain dan lingkungan sekitar Rumah
Sakit Tk.IV 13.07.01 Wirabuana.
b) Sasaran. Pasien suspek flu burung (H5N1), H1N1, TB dan
varicella.
c) Pelaksanaan.
(1) Penanganan pasien dengan penyakit menular / suspek. Pasien
diletakkan dalam ruangan tersendiri dan terpisah, apabila tidak
memungkinkan, diletakkan dalam satu ruangan dengan jarak antar
tempat tidur 2 meter dan diberikan penghalang. Ruangan dialiri udara
bertekanan negatif dan sistem pembuangan udara keluar
menggunakan filter HEPA, bila tidak memungkinkan dengan
memasang pendingin ruangan atau exhaust fan. Pintu harus tertutup
dan setiap memasuki ruangan harus mengenakan APD yang sesuai
(masker, gaun, pelindung wajah, pelindung mata, sarung tangan).

I. PENEMPATAN PASIEN TIDAK INFEKSIUS (PPI 8)


Menggunakan Standard Precautions :
53

1. Penempatan Pasien
Pasien bisa ditempatkan di semua ruang perawatan, dan
bisa gabung dengan pasien lain yang tidak infeksius.
2. Kebersihan Tangan
a) Melakukan kebersihan tangan setelah menyentuh
darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, dan barang-barang
terkontaminasi, segera setelah melepas sarung tangan, antara
kontak dengan satu pasien ke pasien yang berikutnya, dan
kapan saja bila diperlukan untuk mencegah perpindahan
mikroorganisme ke pasien lain atau ke lingkungan. Kadang-
kadang diperlukan mencuci tangan di antara dua tugas atau
prosedur yang berbeda pada pasien yang sama untuk
mencegah kontaminasi silang pada bagian tubuh yang lain.
b) Gunakan sabun biasa (bukan antimikroba) untuk
kebersihan tangan rutin.
c) Sarung Tangan
Pakai sarung tangan (bersih dan tidak perlu steril) bila
menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan barang-
barang terkontaminasi. Pakai sarung tangan tepat sebelum
menyentuh lapisan mukosa dan kulit yang luka (non-intact skin).
Ganti sarung tangan di antara dua tugas dan prosedur berbeda
pada pasien yang sama setelah menyentuh bagian yang
kemungkinan mengandung banyak mikroorganisme. Lepas
sarung tangan tepat saat selesai suatu tugas, sebelum
menyentuh barang dan permukaan lingkungan yang tidak
terkontaminasi, dan sebelum berpindah ke pasien lain, dan cuci
tangan segera untuk mencegah perpindahan mikroorganisme
ke pasien lain atau lingkungan.
d) Masker, Pelindung Mata, Pelindung Wajah
Gunakan masker dan pelindung mata atau wajah untuk
melindungi lapisan mukosa pada mata, hidung dan mulut saat
melakukan prosedur atau aktifitas perawatan pasien yang
54

memungkinkan adanya cipratan darah, cairan tubuh, sekresi


dan ekskresi.
e) Gaun
Gunakan gaun (bersih dan tidak perlu steril) untuk
melindungi kulit dan untuk mencegah ternodanya pakaian saat
melakukan prosedur dan aktifitas perawatan pasien yang
memungkinkan adanya percikan darah. Lepas gaun kotor
sesegera mungkin dan cuci tangan untuk mencegah
perpindahan mikroorganisme ke pasien lain atau lingkungan.
f) Peralatan Perawatan Pasien dan ekskresi hendaknya
diperlakukan sedemikian rupa sehingga tidak bersentuhan
dengan kulit dan lapisan mukosa, tidak mengotori pakaian, dan
tidak memindahkan mikroorganisme ke pasien lain dan
lingkungan. Pastikan bahwa peralatan yang dapat dipakai
ulang tidak dipakai lagi untuk pasien lain sebelum dibersihkan
dan diproses selayaknya. Pastikan bahwa peralatan sekali
pakai, dan yang terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi
dibuang dengan cara yang benar.

3. Pengendalian Lingkungan
Lakukan prosedur untuk perawatan rutin, pembersihan, dan
desinfeksi permukaan lingkungan, tempat tidur, tiang-tiang tempat tidur,
peralatan di samping tempat tidur, dan permukaan lainnya yang sering
disentuh, dan pastikan prosedur ini dilaksanakan.

4. Linen
Tangani, tranportasikan dan proseslah linen yang terkontaminasi
dengan darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi dengan baik
sehingga tidak bersentuhan dengan kulit dan lapisan mukosa, tidak
mengotori pakaian, dan tidak memindahkan mikroorganisme ke
pasien lain dan lingkungan.
55

5. Kesehatan Karyawan dan Bloodborne Pathogens (Penularan


Penyakit Melalui Darah)
a) Jangan sampai terluka saat memakai jarum, skalpel,
dan instrumen atau peralatan lain yang tajam; saat menangani
peralatan tajam setelah selesai suatu prosedur; saat
membersihkan instrumen kotor; dan saat membuang jarum
bekas Jangan memasang kembali tutup jarum, atau berbuat
apa pun terhadap jarum itu dengan menggunakan kedua tangan,
atau menggunakan teknik apa pun yang mengarahkan mata
jarum ke arah bagian tubuh mana pun, tetapi gunakanlah teknik
satu tangan atau peralatan khusus untuk memegang jarum.
Jangan melepas jarum bekas dari spuitnya dengan tangan,
dan jangan menekuk, mematahkan atau memanipulasi jarum
bekas dengan tangan. Letakkan benda-benda tajam sekali
pakai seperti jarum dan spuit bekas, mata skalpel bekas, dan
peralatan tajam lainnya dalam wadah yang tahan tusukan,
yang diletakkan sedekat mungkin dan sepraktis mungkin di
lokasi penggunaan peralatan.
Letakkan spuit dan jarum yang dapat digunakan lagi dalam
wadah tahan tusukan untuk dibawa ke area pemrosesan ulang.
b) Peralatan yang dapat menggantikan pernafasan dari
mutut ke mulut (mouth-to-mouth resuscitation), seperti
mouthpiece, kantong resusitasi, dan peralatan ventilasi
lainnya hendaknya diletakkan di tempat yang sering
dibutuhkan.

II. PENEMPATAN PASIEN INFEKISIUS (PCI 8)


1. Airborne Precautions
Sebagai pelengkap Standard Precautions, gunakan Airborne
Precautions atau yang sederajat, untuk pasien-pasien yang diketahui
atau dicurigai terinfeksi dengan mikroorganisme yang ditularkan
melalui butiran cairan yang lebih kecil dari 5 micron, yang terdapat di
udara dan dapat tersebar luas melalui aliran udara/ pipa-pipa AC ke
seluruh ruang atau jarak yang lebih jauh.
56

a) Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di ruang Lantai yang memiliki syarat
sebagai berikut;
o Ruangan bertekanan udara negatif dibandingkan dengan
ruangan sekitarnya
o Bila ruangan dengan tekanan negative penuh tempatkan
pasien di ruangan ventilasi alami dengan pertukaran udara 6 sampai
12 kali per jam
o Memiliki saluran pengeluaran udara ke lingkungan yang
memadai atau memiliki system penyaringan udara yang efisien
sebelum udara disirkulasikan ke ruang lain.
Pintu harus selalu tertutup dan pasien tersebut ada di dalamnya. Bila
tidak tersedia kamar tersendiri, tempatkan pasien bersama dengan
pasien lain yang terinfeksi aktif dengan mikroorganisme yang sama,
kecuali bila ada rekomendasi lain. Dilarang menempatkan pasien
dengan pasien jenis infeksi lain. Bila tidak tersedia kamar tersendiri dan
perawatan gabung tidak diinginkan, konsultasikan dengan petugas
pengendalian infeksi sebelum menempatkan pasien.
b) Perlindungan Pernafasan (Masker)
Gunakan masker partikulat N-95 bila memasuki kamar pasien yang
diketahui atau dicurigai menderita airborne disease (Tbc, Varicela,
rubella dll). Orang-orang yang sensitif dilarang memasuki kamar pasien
yang diketahui atau dicurigai menderita airborne disease. Petugas
yang kebal pada measles (rubeola) atau varicella tidak perlu
memakai perlindungan pernafasan. Pasien harus selalu
menggunakan masker medik/bedah.
c) Pemindahan Pasien
Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar yang khusus
tersedia untuknya hanya untuk hal yang sangat penting saja. Bila
memang dibutuhkan pemindahan dan transportasi, perkecil
penyebaran droplet dengan memakaikan masker bedah/medic
pada pasien bila memungkinkan.
57

2. Droplet Precautions
Sebagai pelengkap Standard Precautions, gunakan Droplet
Precautions atau yang sederajat, untuk pasien-pasien yang diketahui
atau dicurigai terinfeksi dengan mikroorganisme yang ditularkan
melalui cairan yang butirannya lebih besar atau sama dengan dari 5
micron, yang dapat menyebar saat pasien batuk, bersin, berbicara,
atau saat dilakukan prosedur terhadapnya.
a) Penempatan Pasien
Pasien dengan droplet diseases bisa ditempatkan disemua
ruang perawatan dengan kamar tersendiri. Bila tidak tersedia kamar
tersendiri, tempatkan pasien dalam kamar bersama dengan pasien
yang terinfeksi dengan mikroorganisme yang sama, tetapi bila tidak
memungkinkan ditempatkan dengan pasien kasus yang sama maka
tempatkan pasien bersama dengan pasien dengan kasus yang lain
(kecuali pasien dengan airborne diseases) tetapi dengan jarak
sedikitnya 3 kaki (kira-kira 1 m) dengan pasien lainnya dan
pengunjung. Tidak dibutuhkan penanganan udara dan ventilasi yang
khusus, dan pintu boleh tetap terbuka.
b) Masker
Sebagai tambahan standard precautions, gunakan masker
bedah/medik bila bekerja dalam jarak kurang dari 1 m dari pasien.
c) Pemindahan Pasien
Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar yang khusus
tersedia untuknya hanya untuk hal yang sangat penting saja. Bila
memang dibutuhkan pemindahan dan transportasi, perkecil
penyebaran droplet dengan memakai masker bedah/medik pada
pasien, bila memungkinkan.

3. Contact Precautions
Sebagai tambahan Standard Precautions, gunakan Contact
Precautions atau yang sederajat, untuk pasien yang diketahui atau
dicurigai terinfeksi atau terkolonisasi dengan mikroorganisme
58

epidemiologis yang dapat disebarkan melalui kontak langsung dengan


pasien (sentuhan tangan atau kulit ke kulit, yang dapat terjadi saat
melakukan sentuhan terhadap kulit pasien dalam keadaan kering) atau
kontak tak langsung (bersentuhan) dengan permukaan lingkungan
atau peralatan pasien dalam lingkungan pasien.

a) Penempatan Pasien
Pasien bisa ditempatkan di semua ruang perawatan.
Tempatkan pasien di kamar tersendiri. Bila tidak tersedia kamar
tersendiri, tempatkan pasien dalam kamar bersama dengan pasien
yang terinfeksi dengan mikroorganisme yang sama, tetapi bila tidak
memungkinkan ditempatkan dengan pasien kasus yang sama maka
tempatkan pasien bersama dengan pasien dengan kasus yang lain
(kecuali pasien dengan airborne disesses) tetapi dengan jarak
sedikitnya 3 kaki (kira-kira 1 m) dengan pasien lainnya dan
pengunjung. Tidak dibutuhkan penanganan udara dan ventilasi yang
khusus, dan pintu boleh tetap terbuka.

b) Sarung Tangan dan Cuci Tangan


Sebagai tambahan dari pemakaian sarung tangan seperti yang
digariskan dalam Standard Precautions, pakailah sarung tangan
(bersih dan tidak perlu steril) saat memasuki kamar dan merawat
pasien, ganti sarung tangan setelah menyentuh bahan-bahan terinfeksi
yang kira-kira mengandung mikroorganisme dengan konsentrasi tinggi
(faeces dan drainase luka). Lepas sarung tangan sebelum
meninggalkan lingkungan pasien dan segera lakukan kebersihan
tangan dengan sabun atau handrub. Setelah melakukan kebersihan
tangan jangan menyentuh permukaan lingkungan yang mungkin
terkontaminasi atau barang-barang dalam kamar pasien untuk
mencegah perpindahan mikroorganisme ke pasien lain atau
lingkungan.
59

c) Gaun
Sebagai tambahan dari pemakaian gaun yang digariskan
dalam Standard Precautions, pakailah gaun (bersih dan tidak perlu
steril) saat memasuki kamar pasien bila kira-kira pakaian anda akan
bersentuhan dengan pasien, permukaan lingkungan, atau barang-
barang dalam kamar pasien. atau bila pasien menderita inkontinensia
atau diare, ileostomi, kolostomi, atau drainase luka yang tidak tertutup
perban. Lepas gaun sebelum meninggalkan lingkungan pasien.
Setelah melepas gaun, pastikan pakaian tidak menyentuh permukaan
lingkungan yang mungkin terkontaminasi, untuk mencegah
perpindahan mikroorganisme ke pasien lain atau lingkungan.

d) Pemindahan Pasien
Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar yang
khusus tersedia untuknya hanya untuk hal yang sangat penting saja.
Bila memang dibutuhkan pemindahan dan transportasi, pastikan
kewaspadaan tetap terjaga untuk meminimalkan kemungkinan
penyebaran mikroorganisme ke pasien lain dan kontaminasi
permukaan lingkungan dan peralatan.

e) Peralatan Perawatan Pasien


Bila memungkinkan, khususkan penggunaan peralatan non-
kritikal hanya untuk satu pasien saja (atau digunakan bersama
dengan pasien yang terinfeksi atau terkolonisasi dengan patogen
yang sama yang membutuhkan kewaspadaan) untuk mencegah
penggunaan bersama dengan pasien lain. Bila penggunaan bersama
tidak dapat dihindari, maka bersihkan dan desinfeksi peralatan
tersebut sebelum digunakan oleh pasien lain.

4. Transport pasien infeksius.


Dibatasi dan dilakukan bila perlu saja, melalui alur yang dapat
mengurangi kemungkinan terpajannya staf, pasien lain dan
60

pengunjung. Pasien dan atau petugas kesehatan mengenakan APD


(masker, gaun pelindung, sarung tangan).

5. Pemindahan pasien yang dirawat di ruang isolasi.


Perlu dibatasi pergerakan dan transportasi pasien dari ruangan
isolasi hanya untuk keperluan penting. Pasien harus mengenakan
masker dan gaun, petugas mengenakan APD yang sesuai dan
menjaga kebersihan tangan. Semua permukaan yang kontak dengan
pasien harus dibersihkan. Jika pasien dipindahkan dengan ambulans
harus dibersihkan dengan desinfektan seperti alkohol 70% atau
larutan klorin 0.5%.

6. Pemulangan pasien.
Apabila pasien dipulangkan sebelum masa isolasinya berakhir,
pasien yang dicurigai terkena penyakit menular melalui udara /
airborne harus diisolasi di dalam rumah selama pasien tersebut
mengalami gejala sampai batas waktu penularan atau sampai
diagnosis alternatif dibuat atau hasil uji diagnosis menunjukkan bahwa
pasien tidak terinfeksi dengan penyakit tersebut. Sebelum
pemulangan pasien, pasien dan keluarganya harus diajarkan tentang
tindakan pencegahan yang perlu dilakukan, sesuai dengan cara
penularan penyakit menular yang di derita pasien. Setelah
pemulangan pasien dilakukan pembersihan dan disinfeksi ruangan
yang benar.

d) Evaluasi. Melakukan pemeriksaan fasilitas dan penilaian


kepatuhan petugas setiap 3 bulan.

9) Penyuntikan yang aman.


a) Tujuan. Untuk mencegah kontaminasi pada peralatan
injeksi, jarum yang dipakai untuk menyuntik harus steril dan sekali
pakai.
61

b) Sasaran. Petugas kesehatan (dokter, perawat, mahasiswa).


c) Pelaksanaan.
(1) Mencegah KLB akibat pemakaian ulang jarum steril
untuk peralatan suntik intra vena beberapa pasien dan jarum
pakai ulang obat / cairan multidose dapat menimbulkan infeksi
seperti Blood Stream Infection (BSI).
(2) Tidak dibenarkan menekuk dan mematahkan benda
tajam.
(3) Jarum suntik setelah dipakai tidak boleh di re-capping
(4) Buang kedalam tempat benda tajam atau ke dalam
tempat kedap air dan tidak tembus.
(5) Tempat pembuangan benda tajam tidak diisi melebihi
2/3 dari kapasitasnya.
d) Evaluasi. Melakukan pemeriksaan fasilitas tempat benda tajam
dan penilaian kepatuhan petugas setiap 3 bulan.

10) Kebersihan pernapasan/Etika batuk.


a) Tujuan. Mengendalikan penyebaran patogen dari pasien
yang terinfeksi untuk transmisi kepada kontak yang tidak terlindungi.
Untuk penyakit yang ditransmisikan melalui droplet besar dan atau
droplet nuklei maka etika batuk harus diterapkan kepada semua
individu dengan gejala gangguan pada saluran napas.
b) Sasaran. Pasien, petugas, pengunjung dengan gejala
infeksi saluran napas.
c) Pelaksanaan :
(1) Sosialisasi dan edukasi kepada semua petugas rumah
sakit, pasien dan keluarga serta pengunjung tentang etika
batuk yaitu :
(a) Menutup mulut dan hidung saat batuk / bersin.
(b) Pakai tissue, buang ketempat sampah (kuning)
bila telah terkena sekret saluran napas.
62

(c) Lakukan cuci tangan dengan sabun / antiseptik


dan air mengalir setelah kontak dengan sekret serta
alkohol handrub.
(d) Gunakan masker.
(e) Jaga jarak terhadap orang dengan gejala Infeksi
Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan demam.
(2) Menyediakan gambar pelaksanaan cara batuk yang
benar, sarana untuk kebersihan tangan (alkohol handrub,
wastafel antiseptik, tissue towel, terutama area tunggu harus
diprioritaskan).
d) Evaluasi. Melakukan audit fasilitas, kebersihan tangan dan
kepatuhan pelaksanaan Etika batuk setiap 3 bulan sekali.

11) Praktek lumbal punksi.


a) Tujuan. Untuk mencegah transmisi droplet flora orofaring pada
saat melakukan anestesi spinal dan epidural dan myelogram melalui
prosedur lumbal punksi.
b) Sasaran. Petugas kesehatan (dokter, perawat, mahasiswa).
c) Pelaksanaan.
(1) Masker harus dipakai klinisi saat melakukan lumbal punksi,
anestesi spinal / epidural/pasang kateter vena sentral.
(2) Cegah droplet flora orofaring dapat menimbulkan meningitis
bacterial.
d) Evaluasi. Audit kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri
petugas setiap 3 bulan.

b. Kewaspadaan berdasarkan transmisi. Sebagai tambahan kewaspadaan


standar, terutama setelah terdiagnosis jenis infeksi. Dibutuhkan untuk memutus mata
rantai transmisi mikroba penyebab infeksi di buat untuk di terapkan terhadap pasien yang
63

di ketahui maupun dugaan terinfeksi atau terkolonisasi patogen yang dapat di


transmisikan lewat udara, droplet, kontak dengan kulit atau permukaan terkontaminasi.
Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi :
1. Kontak.
Permukaan lingkungan terkontaminasi melalui kontak tangan pasien atau
petugas, gaun/alat/saputangan/tissue yang telah di pakai atau benda yang
terkontaminasi cairan tubuh.
2. Melalui droplet /percikan.
Penyakit menular lewat droplet, di tularkan melalui batuk, bersin dan
berbicara (droplet kecil/besar ). Percikan ≥ 5 µm melayang jatuh mengenai
mukosa mata, hidung atau mulut orang tanpa pelindung pada jarak ≤ 1m,
prosedur yang dapat menimbulkan aerosol misalnya suction, bronchoscopy,
nebulising, intubasi.

3. Melalui udara (airborne).


Partikel kecil ≤ 5 µm mengandung mikroba melayang/menetap di udara
beberapa jam, di transfer sebagai aerosol melalui aliran udara dalam
ruangan/jarak lebih jauh dari 2 m. Tempatkan pasien di ruang dengan
ventilasi memadai, pakai respirator partikulat saat memasuki ruang dengan
resiko tinggi dan check tiap akan menggunakan.

Kewaspadaan berdasarkan transmisi dapat di laksanakan secara terpisah


ataupun kombinasi dengan kewaspadaan standar seperti kebersihan tangan
dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan menggunakan sabun,
antiseptik ataupun antiseptik berbasis alkohol, memakai sarung tangan sekali pakai
bila kontak dengan cairan tubuh, gaun pelindung di pakai bila terdapat
kemungkinan terkena percikan cairan tubuh, memakai masker, goggle untuk
melindungi wajah dari percikan cairan tubuh.

19. Surveilans Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PCI 6)


64

Surveilans adalah pengamatan aktif secara terus menerus dan sistematis terhadap
adanya infeksi rumah sakit, penyebarannya, serta hal yang mempengaruhi risiko
terjadinya infeksi di rumah sakit.

a. Tujuan. Memberikan gambaran epidemiologi infeksi di rumah sakit dengan


upaya tindakan pencegahan dan pengendalian untuk menurunkan insiden dan risiko.
Dengan dilaksanakannya surveilans ini akan dihasilkan data dasar pemantauan masalah
dan pola infeksi sebagai kewaspadaan dini dalam mengidentifikasi KLB dan cara
penanggulangannya.

b. Sasaran. Pasien yang menjalani perawatan di ruang rawat inap, rawat jalan
(kontrol post operasi).

c. Pelaksanaan. Pelaksanaan kegiatan surveilans diperlukan kerjasama Tim


secara kolektif dan dukungan manajemen dengan kegiatan sebagai berikut :
1) Perencanaan tertulis. Perencanaan merupakan dasar program
surveilans sebagai patokan untuk menentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
digunakan secara tepat.
2) Kecermatan surveilans. Kecermatan proses surveilans harus
dipertanggungjawabkan sepanjang waktu. Perubahan temuan surveilans bukan
berarti tingkat kecermatannya berbeda-beda.
3) Konsistensi metodologi. Semua unsur metoda surveilans harus diterapkan
secara konsisten meliputi definisi kasus (IADP, IDO, ISK, VAP, HAP), kriteria
diagnosa dan cara penghitungan angka laju. Adapun pengertian adalah sebagai
berikut :

A) INFEKSI DAERAH OPERASI


Definisi, Klasifikasi dan Kriteria Klinis
Klasifikasi daerah operasi, yaitu sebagai berikut:
(1) Luka operasi bersih:
a. Operasi dilakukan pada daerah/ kulit yang pada kondisi pra bedah
tidak terdapat peradangan dan tidak membuka traktus respiratorius, traktus
gastrointestinal, orofaring, traktus urinarius atau traktus bilier.
65

b. Operasi berencana dengan penutupan kulit primer, dengan atau tanpa


pemakaian drain tertutup.

(2) Luka operasi bersih tercemar


a. Operasi membuka traktus digestivus, traktus bilier, traktus urinarius,
traktus respiratorius sampai dengan orofaring, atau traktus reproduksi
kecuali ovarium.
b. Operasi tanpa pencemaran nyata (Gross spillage), contohnya operasi
pada traktus bilier, apendiks, vagina atau orofaring.

(3) Luka operasi kotor/ dengan infeksi


a. Pada perforasi traktus digestivus, traktus urogenitalis atau traktus
respiratorius yang terinfeksi.
b. Melewati daerah purulen (inflamasi bakterial)
c. Pada luka terbuka lebih dari 6 jam setelah kejadian atau terdapat
jaringan non vital yang luas atau nyata kotor.
d. Dokter yang melakukan operasi menyatakan sebagai luka operasi
kotor/ terinfeksi.

(4) Luka operasi tercemar


Luka operasi yang dilakukan pada kulit yang terluka, tetapi masih dalam
waktu emas (golden periode).

Sedangkan infeksi daerah operasi (IDO) dapat dibedakan menjadi 3, yaitu


IDO superfisial, IDO dalam dan ILO organ/ rongga dengan masing-masing kriteria
sebagai berikut :

1. Infeksi Daerah Operasi Superfisial


IDO superfisial memiliki kriteria berikut ini :
a. Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari pasca
bedah dan hanya meliputi kulit, subkutan atau jaringan lain di atas fascia.
b. Terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :
66

1) Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang di atas
fascia.
2) Biakan positif dari cairan yang keluar dari luka atau jaringan
yang diambil secara aseptik.
3) Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda
peradangan, kecuali jika hasil biakan negatif (paling sedikit terdapat
satu dari tanda-tanda infeksi berikut: nyeri, bengkak lokal, kemerahan
dan hangat lokal).
4) Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi.

2. Infeksi Daerah Operasi Profunda


IDO (deep incisional) memiliki kriteria berikut ini:
1. Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari pasca
bedah atau sampai satu tahun pasca bedah (bila ada implant berupa non-
human derived implant) dan meliputi jaringan lunak di bawah fascia.
2. Terdapat paling sedikit satu keadaan berikut:
a. Pus keluar dari luka insisi dalam tetapi bukan berasal dari komponen
organ/ rongga dari daerah pembedahan.
b. Insisi dalam secara spontan mengalami dehisens atau dengan sengaja
dibuka oleh ahli bedah bila pasien mernpunyai paling sedikit satu dari
tanda-tanda berikut: demam (> 38°C) atau nyeri tokal, kecuali bila
biakan insisi negatif.
c. Ditemukan abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai insisi
dalam pada pemeriksaan langsung, waktu pembedahan ulang atau
dengan pemeriksaan histopatologis atau radiologis.
d. Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi.

3. Infeksi Daerah Operasi Organ/ Rongga


67

IDO organ/ rongga memiliki kriteria berikut:


a. Infeksi timbul dalam waktu 30 hari setelah prosedur pembedahan,
bila tidak dipasang implant atau dalam waktu satu tahun biia dipasang implant
dan infeksi tampaknya ada hubungannya dengan prosedur pembedahan.
b. Infeksi tidak mengenai bagian tubuh manapun, kecuali insisi kulit,
fascia atau lapisan-lapisan otot yang dibuka atau dimanipulasi selama
prosedur pembedahan.
c. Pasien paling sedikit menunjukkan satu gejala berikut:
1) Drainase purulen dari drain yang dipasang melalui luka tusuk
ke dalam organ/ rongga.
2) Diisolasi kuman dari biakan yang diambil secara aseptik dari
cairan atau jaringan dari dalam organ atau rongga.
3) Abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai organ/
rongga yang ditemukan pada pemeriksaan langsung waktu pembedahan
ulang atau dengan pemeriksaan histopatologis atau radiologis.
4) Dokter menyatakan sebagai IDO organ/ rongga.

Faktor Resiko Pasien dan Operasi yang Dapat Mempengaruhi terjadinya


Infeksi Daerah Operasi (IDO) :
a. Pasien:
1. Umur
2. Status nutrisi
3. Diabetes
4. Merokok
5. Obesitas
6. Koeksistensi infeksi pada bagian tubuh lain
7. Kolonisasi dengan mikroorganisme
8. Kekebalan terhadap imunisasi
9. Lama rawat inap pra bedah

b. Tindakan Operasi
1. Durasi surgical scrub (lamanya cuci tangan)
2. Antiseptik kulit
68

3. Pencukuran pra bedah


4. Persiapan kulit pra bedah
5. Durasi operasi
6. Profilaksis antimikroba
7. Ventilasi kamar bedah
8. Sterilisasi instrumen yang kurang memadai
9. Benda asing dalam luka operasi
10. Drainase bedah

Prosedur Kerja Tetap (Protap) Surveilans


a. Setiap pasien pasca bedah kecuali pasca bedah hemoroidektomi,
tonsilektomi dan polips dimasukkan dalam surveilans.
b. Catat pada lembar pengumpul data: Nama, nomor catatan rekam medik,
usia, jenis kelamin, diagnosa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal operasi,
jenis tindakan operasi (golongan pembedahan), prosedur operasi yang
dilakukan, operator, antibiotika profilaksis, kostikosteroid, ruang operasi,
nomor kamar operasi, penyakit lain yang menyertai dan keadaan luka
operasi. Catatan khusus diberikan bila suhu tubuh lebih dari 37,5°C.
c. Jika terdapat tanda infeksi, periksakan kultur nanah dan tes sensitifitas.
d. Jika ditemui tanda-tanda diduga infeksi sampai hari ke tujuh, periksakan kultur
eksudat dan tes sensitifitas.

Rekomendasi CDC
Rekomendasi CDC yang tertuang dalam Pedoman Pencegahan IDO (Guideline
for Prevention of Surgical Site Infection), 1999, adalah sebagai berikut:

Pra - Bedah
1. Persiapan Pasien Sebelum Operasi

a. Bilamana mungkin, temukan dan sembuhkan terlebih dahulu semua infeksi


yang ada sebelum hari operasi elektif dan bilamana perlu tunda hari operasi sampai
infeksi tersebut berhasil disembuhkan.
b. Jangan mencukur rambut kecuali bila rambut terdapat pada atau sekitar
69

daerah pembedahan dan akan mengganggu jalannya operasi.


c. Bila diperlukan mencukur rambut, lakukan di kamar bedah beberapa saat
sebelum operasi dan sebaiknya menggunakan pencukur listrik.
d. Kendalikan kadar gula darah pada pasien diabetis dan terutama hindari
kadar gula darah yang terlalu rendah sebelum operasi.

e. Sarankan pasien untuk berhenti merokok. Minimum, perintahkan pasien


untuk berhenti merokok, cerutu, pipa atau jenis tembakau lainnya 30 hari
sebelum hari elektif operasi.

f. Jangan menghentikan komponen darah yang dibutuhkan pasien sebagai


usaha mencegah IDO.
g. Mandikan pasien dengan cairan antiseptik 2 kali sebelum operasi malam
sebelum hari operasi dan pagi hari sebelum operasi.
h. Cuci dan bersihkan lokasi pembedahan dan sekitarnya untuk
menghilangkan kontaminasi sebelum pembedahan.
i. Mengadakan persiapan kulit dengan antiseptik.
j. Gunakan cairan antiseptik yang sesuai untuk persiapan kulit.
k. Bubuhkan cairan antiseptik pada kulit dengan gerakan melingkar mulai dari
bagian tengah menuju arah luar Daerah yang dipersiapkan haruslah cukup luas
untuk memperbesar insisi, membuat insisi baru atau memasang drain bila nanti
diperlukan.
l. Masa rawat inap sebelum operasi diusahakan sesingkat mungkin dan cukup
waktu untuk persiapan operasi yang memadai.

2. Antiseptik Tangan dan Lengan untuk Tim Bedah


a. Jaga agar kuku selalu pendek dan jangan memakai kuku palsu.
b. Laksanakan kebersihan tangan bedah (surgical scrub) dengan
antiseptik yang sesuai. Cuci tangan dan lengan sampai ke siku.
c. Setelah cuci tangan, lengan harus tetap mengarah ke atas dan
dijauhkan dari tubuh supaya air mengalir dari ujung jari ke siku.
Keringkan tangan dengan handuk steril dan kemudian pakailah gaun
70

dan sarung tangan.


d. Bersihkan sela-sela di bawah kuku setiap hari sebelum cuci tangan
bedah yang pertama.
e. Jangan memakai perhiasan di tangan atau lengan.

3. Tim Bedah yang Terinfeksi atau Terkolonisasi


a. Didiklah dan biasakan supaya anggota tim bedah yang memiliki tanda
dan gejala penyakit infeksi menular untuk segera melaporkan kondisinya
pada atasan mereka atau pada petugas pelayanan medis karyawan.
b. Susun suatu kebijakan mengenai perawatan pasien bila
karyawan mengidap infeksi yang kemungkinan dapat menular. Kebijakan
ini hendaknya mencakup:
 Tanggung jawab karyawan untuk menggunakan jasa pelayanan medis
karyawan dan melaporkan penyakit
 Pelarangan kerja
 Ijin untuk kembali bekerja setelah sembuh dari penyakit yang
menyebabkannya dikenai pelarangan kerja.
c. Ambil sampel untuk kultur dan berikan larangan bekerja bagi
anggota tim bedah yang memiliki luka pada kulit (terutama yang berair),
hingga infeksi sembuh atau telah menerima terapi yang memadai.
d. Bagi anggota tim bedah yang terkolonisasi mikroorganisme seperti S.
aureus (hidung, tangan atau bagian tubuh lainnya) atau Streptococcus grup
A tidak perlu dilarang bekerja, kecuali bila ada hubungan epidemiologis
dengan penyebaran mikroorganisme tersebut di rumah sakit.

4. Profilaksis Antimikroba
a. Berikan profilaksis antimikroba hanya bila diindikasikan, dan pilihtah
jenis/ kelompok antimikroba yang paling efektif terhadap patogen yang paling
umum menyebabkan IDO pada operasi jenis itu dan sesuai dengan
rekomendasi.
b. Berikan dosis profilaksis awal melalui intravena pada saat yang sesuai
sehingga pada saat operasi dimulai konsentrasi bakterisida pada serum dan
71

jaringan maksimal konsentrasinya. Pertahankan kadarnya dalam serum dan


jaringan selama berlangsungnya operasi dan maksimum sampai
beberapa jam setelah insisi ditutup.
c. Sebelum operasi elektif kolorektal, sebagai tambahan dari butir b. di
atas, persiapkan kolon dengan enema dan cairan katartik. Berikan
antimikroba oral yang bekerja spesifik, yang dosisnya terbagin menjadi
beberapa kali minum sehari sebelum operasi.
d. Pada operasi caesar beresiko tinggi, berikan porfilaksis
sesaat setelah tali pusar dipotong.
e. Jangan menggunakan vancomycin secara rutin untuk profilaksis
antimikroba.

Selama Operasi Berlangsung


Ventilasi
a. Pertahankan tekanan positif dalam kamar bedah dibandingkan
dengan koridor dan ruangan di dekatnya.
b. Pertahankan minimum 12 kali pergantian udara per jam.
c. Semua udara harus disaring, baik udara segar maupun udara hasil
resirkulasi.
d. Semua udara yang masuk harus melalui langit-langit dan yang
keluardi dekat lantai.
e. Jangan menggunakan sinar ultraviolet dalam kamar bedah untuk
mencegah IDO.
f. Pintu kamar operasi harus tetap tertutup kecuali bila dibutuhkan untuk
lewatnya peralatan, petugas dan pasien.

g. Pelaksanaan operasi implantasi ortopedik hendaknya dalam


ruangan yang udaranya sangat bersih.
h. Batasi jumlah orang yang masuk dalam kamar bedah.

1. Membersihkan dan Desinfeksi Permukaan Lingkungan


72

a. Bila tampak kotoran atau darah atau cairan tubuh lainnya pada
permukaan benda atau peralatan, gunakan desinfektan untuk
membersihkannya sebelum operasi selanjutnya dimulai.
b. Tidak perlu mengadakan pembersihan khusus atau penutupan kamar
bedah setelah selesai operasi kotor.
c. Jangan menggunakan keset berserabut untuk kamar bedah
atau pun daerah sekitarnya.
d. Pel dan keringkan lantai kamar bedah setelah tindakan operasi
terakhir setiap harinya dengan desinfektan.

2. Sterilisasi Instrumen Bedah


a. Sterilkan semua instrumen bedah sesuai petunjuk.
b. Laksanakan sterilisasi kilat hanya untuk instrumen yang harus segera
digunakan (misalnya instrumen yang jatuh tidak sengaja saat operasi
berlangsung). Jangan melaksanakan sterilisasi kilat dengan alasan
kepraktisan, untuk menghemat pembelian instrumen baru atau untuk
menghemat waktu.

3. Pakaian Bedah dan Drape.


a. Pakai masker bedah dan tutupi mulut dan hidung secara menyeluruh
bila memasuki kamar bedah saat operasi akan dimulai atau telah berjalan,
atau bila instrumen steril sedang dalam keadaan terbuka. Pakai masker
bedah seiama operasi berlangsung.
b. Pakai tutup kepala atau kerudung untuk menutupi rambut di kepala
dan wajah secara menyeluruh bila memasuki kamar bedah (semua
rambut yang ada di kepala dan muka harus tertutup).
c. Jangan memakai pembungkus sepatu untuk mencegah IDO.
d. Bagi anggota tim bedah melakukan kebersihan tangan bedah,
pakailah sarung tangan steril. Sarung tangan dipakai setelah memakai gaun
steril.
e. Gantilah gaun bila tampak kotor, terkontaminasi dan/ atau terpenetrasi
darah atau material penyebar infeksi lainnya.
73

4. Teknik Aseptik dan Bedah


a. Berpeganglah pada teknik aseptik saat memasukkan peralatan
intravaskuler (misalnya kateter vena sentral), kateter anastesi spinal atau
epidural, atau bila menuang atau menyiapkan obat-obat intravena.
b. Kumpulkan peralatan dan larutan steril sesaat sebelum penggunaan.
c. Perlakukan jaringan dengan lembut, lakukan hemostatis yang efektif,
minimalkan jaringan mati dan benda asing (seperti benang bedah, jaringan
yang hangus, serpihan sel nekrotik), dan jangan ada ruang kosong (dead
space) pada lokasi operasi.
d. Biarkan luka operasi terbuka atau ditutup dengan tidak rapat, bila
ahli bedah menganggap luka operasi tersebut sangat terkontaminasi /
kotor.
e. Bila diperlukan drainase, gunakan drain penghisap tertutup. Letakkan
drain pada insisi yang terpisah dari insisi bedah. Lepas drain sesegera
mungkin bila sudah tidak dibutuhkan.

Merawat Luka Pasca Bedah


1. Lindungi luka yang sudah dijahit dengan verban steril selama 24
sampai 48 jam pasca bedah.
2. Petugas melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah
mengganti verban atau bersentuhan dengan luka operasi.
3. Bila verban harus diganti, gunakan teknik aseptik.
4. Berilah pendidikan pada pasien dan keluarganya mengenai perawatan luka
operasi yang benar, gejala- gejala ILO dan pentingnya melaporkan gejala
tersebut.

Berikut adalah prosedur penggantian kasa steril dan hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam tiap langkahnya:
1. Sebelum mengganti kassa, pastikan bahwa memang ada perintah dari ahli
bedah. Biasanya kasa tidak perlu disentuh kecuali bila banyak perdarahan atau
ada aliran cairan yang keluar dari luka operasi. Dokter boleh memilih semua
74

jenis kasa tergantung pada lebar dan kategori luka. Teknik pembalutan dapat
menentukan kondisi luka dan lamanya waktu rawat inap pasien bila terjadi
infeksi.
2. Bawa pasien ke tempat yang dikhususkan untuk ganti kasa dan jelaskan
apa yang akan dilakukan. Penggantian kasa dapat langsung dilakukan di atas
kereta di samping tempat tidur, atau di ruangan yang dimodifikasi / dirancang
untuk tujuan tersebut. Beberapa penggantian kasa harus dilaksanakan di kamar
bedah di bawah kondisi steril yang optimal dan bila dibutuhkan dapat dilakukan
pembiusan. Cuci tangan dan pakai sarung tangan.
3. Sediakan semua pertengkapan steril untuk perawatan luka dan pergantian
Kasa sebelum memulai prosedur. Peralatan yang perlu disiapkan:

a. Set kasa steril yang tersedia dalam bungkus steril.


b. Instrumen : gunting, pinset, arteri klem pean, kupet/bengkok
c. Obat khusus : sterile irrigation solution,
Semua alat harus dalam keadaan steril. Obat/ cairan harus mudah dijangkau dan
dalam kontainer yang memudahkan penuangan secara aseptik (sterile disposal).
4. Bila pasien dengan immunosuppressed, masker harus dipakai saat
mengganti kasa.
5. Sarung tangan steril harus dipakai ketika membuka pembalut kotor dan
ketika membersihkan luka dengan larutan antiseptik. Bila perlu dipakai juga saat
memasang kasa baru yang steril. Semua kasa dan peralatan harus steril untuk
mengurangi kemungkinan infeksi. Kurangi berjalan-jalan menuju dan menjauhi
pasien maupun di sekitar tempat tidur pasien.
6. Usahakan pasien tetap berselimut untuk mempertahankan kehangatan
tubuhnya dan jaga agar tubuhnya terbuka seminimal mungkin. Bila pasien
dibiarkan kedinginan akan menghambat prosedur.
7. Letakkan alat di atas meja dekat/ di samping tempat tidur. Buka kontainer
kasa steril atau paket kasa steril.
8. Tuangkan larutan aseptik secukupnya.
9. Buka plester perlahan dan hati-hati, periksa apakah kulit di bawah plester
teriritasi/ kemerahan. Ada kemungkinan pasien alergi terhadap plester.
75

10. Hindari pembalutan longgar atau terlalu besar. Letak dan karakteristik tiap
luka operasi menentukan bentuk, berat, konsistensi dan ukuran kasa. Kasa yang
longgar dapat mengganggu pengamatan baik terhadap adanya perdarahan,
warna dan denyut nadi pada tungkai.
11. Semua kasa yang dibuka dari luka pasien harus diperlakukan sebagai
terkontaminasi, baik dengan atau tanpa pembuktian klinis adanya infeksi.
Kontainer yang dibungkus kantong plastik harus tersedia untuk membuang
pembalut bekas pakai. Semua kasa kotor termasuk kategori sampah sumber
infeksi.
12. Petugas melakukan kebersihan tangan setiap usai mengganti kasa untuk
mencegah kontaminasi silang.

B) INFEKSI SALURAN KEMIH/ISK (PCI 6)


1. Definisi dan Kriteria Klinis
Terdapat tiga jenis infeksi saluran kemih (ISK), yaitu: ISK simtomatik, bakteriuri
asimtomatik, dan ISK lainnya (ginjal, ureter, kandung kemih, uretra, jaringan sekitar
retroperitoneal atau rongga perinefrik).
 Infeksi Saluran Kemih Simtomatik
ISK simtomatik harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini:
1. Didapatkan paling sedikit satu dari tanda-tanda berikut tanpa ada penyebab
lainnya:
a. Demam (>38°C)
b. Nikuri (anyang-anyangan)
c. Polakisuri
d. Disuri
e. Nyeri supra pubik
Dan hasil biakan urin aliran tengah (midstream) >105 kuman per ml urin
dengan jumlah kuman tidak lebih dari 2 spesies.
2. Ditemukan paling sedikit dua dari tanda-tanda berikut tanpa ada penyebab
lainnya:
Salah satu dari hal-hal berikut:
a. Demam (>38°C)
b. Nikuri (anyang-anyangan)
c. Polakisuri
d. Disuri
e. Nyeri supra pubik
Dan paling sedikit satu dari tanda berikut:
a. Tes tarik celup (dipstick) positif untuk leukosit esterase dan/ atau nitrit
b. Piuri (terdapat >10 leukosit per ml atau terdapat >3 leukosit per LPB
76

dari urin tanpa dilakukansentrifugasi)


c. Ditemukan kuman dengan pewarnaan gram dari urin yang tidak
dipusing.
d. Biakan urin paling sedikit dua kali berturut-turut menunjukkan jenis
kuman yang sama (kumangram-negatif atau S. saphrophyticus), dengan
jumlah > 100 koloni kuman per ml urin yang diambil dengan kateter.
e. Biakan urin menunjukkan satu jenis uropatogen (kuman gram-negatif
atau S. saphrophyticus) dengan jumlah >105 per ml pada penderita yang telah
mendapat pengobatan antimikroba yang sesuai.
f. Didiagnosis ISK oleh dokter yang menangani.
g. Telah mendapat pengobatan antimikroba yang sesuai dari dokter yang
menangani.
3. Pada pasien berumur <1 tahun ditemukan paling sedikit satu dari tanda-tanda
berikut tanpa ada penyebab lainnya:
a. Demam (>38°C)
b. Hipotermi (<37°C)
c. Apnea
d. Bradikardi (<100/menit)
e. Letargi
f. Muntah-muntah
Dan hasil biakan urin 105 kuman/ml urin dengan tidak lebih dari dua jenis kuman.
4. Pada pasien berumur <1 tahun ditemukan paling sedikit satu dari tanda-tanda
berikut tanpa ada penyebab lainnya:
a. Demam (>38°C)
b. Hipotermi (<37°C)
c. Apnea
d. Bradikardi (<100/menit)
e. Letargi
f. Muntah-muntah
Dan paling sedikit satu dari berikut;
a. Tes tarik celup (dipstick) positif untuk leukosit esterase dan/ atau nitrit
b. Piuri (terdapat >10 leukosit per ml atauterdapat >3 leukosit per LPB
dari urin tanpa disentrifugasi)
c. Ditemukan kuman dengan pewarnaan gram dari urin yang tidak
disentrifugasi.
d. Biakan urin paling sedikit dua kali berturut-turut menunjukkan jenis
kuman yang sama (kuman gram-negatif atau S. saphrophyticus), dengan
jumlah > 100 koloni kuman per ml urin yang diambildengan kateter.
e. Biakan urin menunjukkan satu jenis uropatogen (kuman gram-negatif
atau S. saphrophyticus) dengan jumlah >105 per ml pada penderita yang telah
mendapat pengobatan antimikroba yang sesuai.
f. Didiagnosis ISK oleh dokter yang menangani.
g. Telah mendapat pengobatan antimikroba yang sesuai dari dokter yang
menangani.
Catatan:
h. Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan tes
laboratorium yang bisa diterima untuk ISK.
i. Biakan urin harus diambil dengan teknik yang sesuai, seperti koleksi
77

clean catch atau kateterisasi.

Bakteriuri Asimtomatik
Bakteriuri/ ISK asimtomatik harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini:
1. Pasien pernah memakai kateter kandung kemih dalam waktu 7 hari sebelum
biakan urin; dan ditemukan biakan urin >1(T kuman per ml urin dengan jenis kuman
maksimal2spesies; dan tidakterdapat gejala/ keluhan demam (>38"C), polakisuri,
nikuri, disuri dan nyeri supra pubik.
2. Pasien tanpa kateter kandung kemih menetap dalam 7 hari sebelum biakan
pertama positif; dan biakan urin 2 kali berturut-turut ditemukan tidak lebih 2 jenis
kuman yang sama dengan jumlah < 10 5 per ml; dan tidak terdapat gejala/ keluhan
demam (>38°C), polakisuri, nikuri, disuri dan nyeri supra pubik.

Catatan:
1. Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan tes laboratorium yang
bisa diterima untuk bakteriuri
2. Biakan urin harus diambil dengan teknik yang sesuai, seperti koleksi clean
catch atau kateterisasi.
Infeksi Saluran Kemih Lain
ISK lain harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini:
b. Ditemukan kuman yang tumbuh dari biakan cairan bukan urin atau jaringan
yang diambil dari lokasi yang dicurigai terinfeksi.
c. Adanya abses atau tanda infeksi lain yang dapat dilihat, baik secara
pemeriksaan langsung, selama pembedahan, atau melalui pemeriksaan
hispatologis.

d. Terdapat dua dari tanda berikut:


• Demam (>38°C)
• Nyeri lokal
• Nyeri tekan pada
daerah yang dicurigai terinfeksi
Dan terdapat paling sedikit satu gejala berikut:
• Keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang dicurigai infeksi
• Ditemukan kuman pada biakan darah yang sesuai dengan tempat
yang dicurigai
• Pemeriksaan radiologi, misalnya ultrasound, CT scan, MRI, radiolabel
scan (gallium, technetium) abnormal, memperlihatkan gambar infeksi.
• Didiagnosis infeksi oleh dokteryang menangani
• Dokter yang menangani memberikan pengobatan antimikroba yang
sesuai
e. Pada pasien berumur <1 tahun ditemukan paling sedikit satu dari tanda-tanda
berikut tanpa ada penyebab lainnya:
• Demam (>38°C)
• Hipotermi (<37°C)
• Apnea
• Bradikardi (<1007menit)
• Letargi
• Muntah-muntah
78

Pencegahan Infeksi Saluran Kemih


1. Personel
a. Hanya orang-orang (personel rumah sakit, anggota keluarga dan
pasien sendiri) yang mengerti teknik aseptik pemasangan dan
pemeliharaan kateter yang benar boleh melaksanakannya.
b. Personel rumah sakit dan siapa saja yang merawat kateter harus
diberikan pelatihan berkala yang menekankan teknik yang tepat dan
komplikasi yang dapat terjadi pada kateterisasi kandung kemih..
2. Penggunaan Kateter
a. Kateter kemih hanya boleh dipasang bila perlu dan dibiarkan terpasang
hanya selama dibutuhkan. Kateter tidak boleh dipasang hanya karena
kenyamanan petugas medis.
b. Untuk pasien-pasien tertentu, dapat digunakan alternatif dan kateter
menetap, seperti drenase dengan kateter kondom, kateter suprapubik dan kateter
uretra intermittent.
3. Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan harus dilaksanakan sebelum dan sesudah mantpuiasi
lokasi kateterisasi atau peralatannya.
4. Pemasangan Kateter
a. Kateter harus dipasang menggunakan teknik aseptik dan dengan
peralatan steril.
b. Untuk membersihkan daerah sekitar uretra harus digunakan sarung
tangan, drape, sepon dan larutan antiseptik yang sesuai, dan harus dipakai
jelly/ pelumas kemasan sekali pakai.
c. Gunakan kateter sekecil mungkin, dengan laju aliran drenase yang
konsisten untuk meminimalkan trauma uretra.
d. Kateter menetap harus terpasang dengan baik dan menempel pada
badan pasien untuk mencegah pergerakan dan tegangan pada uretra.

e. Drainage Sistem Tertutup dan Steril


1) Sistem drenase yang tertutup dan steril harus dipertahankan.
2) Kateter dan selang/ tube drenase tidak boleh dilepas
sambungannya kecuali bila kateter harus diirigasi.
3) Bila teknik aseptik terganggu, sambungan terlepas atau terjadi
kebocoran, sistem penampungan harus diganti dengan
menggunakan teknik aseptik setelah sambungan antara kateter dan
pipa didesinfeksi.
f. Irigasi
1. Irigasi harus dihindari, kecuali bila diperkirakan terjadi
penyumbatan (dapat terjadi bila ada perdarahan pasca operasi prostat
atau kandung kemih); dapat digunakan sistem irigasi tertutup yang
kontinu untuk mencegah penyumbatan. Untuk meredakan
penyumbatan yang disebabkan oleh gumpalan darah, mukus atau
lainnya, dapat digunakan metoda irigasi intermittent. Irigasi kandung
kemih secara kontinu dengan menggunakan antimikroba terbukti tidak
berguna dan jangan dilaksanakan
sebagai langkah rutin pencegahan infeksi.
2. Sambungan kateter dengan pipa harus didesinfeksi sebelum
79

dilepas.
3. Harus digunakan spuit besar steril dan cairan irigasi steril,
kemudian dibuang. Personel yang melakukannya harus memakai
teknik aseptik.
4. Bila kateter tersumbat dan hanya dapat mengalir dengan lancar
bila sering diirigasi, maka kateter itu sendiri yang harus diganti bila
terlihat bahwa sebenarnya kateternya yang membuat sistem
tersumbat. .
g. Pengambilan Sampel
1. Bila dibutuhkan sampel urin segar dengan volume kecil, sedot
dengan menggunakan jarum dan spuit steril pada bagian ujung distal
kateter atau pada port sampel yang terlebih dahulu dibersihkandengan
desinfektan.
2. Pengambilan sampel urin dengan volume yang lebih besar untuk
pemeriksaan khusus, harus diambil dari kantong penampungan drenase
dengan teknik aseptik.
h. Laju Alir Urin
1. Laju aliran yang tidak terhambat harus dipertahankan.
(Kadang-kadang dibutuhkan penghentian aliran sementara untuk
mengambil sampel medis atau tujuan lainnya)
2. Untuk mendapatkan aliran urin yang lancar:
• Kateter dan pipa drenase tidak boleh terlipat.
• Kantong penampung drenase harus dikosongkan secara
teratur dengan menggunakan kontainer terpisah untuk tiap
pasiennya jangan sampai ada kontak antara lubang pengosong
pada kantong penampung dengan kontainer non steril).
• Kateter yang berfungsi kurang baik atau tersumbat
harus diirigasi atau bila perlu diganti.
• Kantong penampung harus selalu diletakkan lebih
rendah dari kandung kemih.
i. Interval Penggantian Kateter
Kateter menetap maksimal dipertahankan selama 14 hari, bila
pasien masih memerlukan kateter maka harus dipasang alat yang
baru.
j. Pemisahan Ruangan untuk Pasien Dengan Kateter
Untuk mengurangi kemungkinan infeksi silang, pasien dengan kateter
yang terinfeksi tidak boleh bersebelahan tempat tidur atau tinggal
sekamar dengan pasien berkateter yang tidak infeksi.
k. Monitor Bakteriologi
Monitor bakteri pada pasien berkateter secara reguler tidak ada
gunanya bagi pengendalian infeksi dan tidak direkomendasikan.

a. INFEKSI PNEUMONIA (PCI 6)


Pneumonia adalah salah satu jenis Infeksi Saluran Pernafasan (ISP)
bawah. Sebagian besar penumonia nosokomial bakterial, disebabkan oleh
terhisapnya bakteri yang berkolonisasi dalam orofarings atau saluran gastrointestinal
atas pada pasien. Karena intubasi dan ventilasi mekanis menurunkan pertahanan
pasien, peralatan tersebut menambah resiko pneumonia nosokomial. Pneumonia
80

disebabkan oleh Legionella sp., Aspergillus sp., dan virus influenza yang terhirup
melalui aerosol yang terkontaminasi.
Biasanya gejala infeksi nosokomial ini terlihat lebih dari 48 jam sejak penderita
dirawat di rumah sakit. Seorang pasien dikatakan menderita pneumonia bila
memenuhi paling sedikit satu kriteria di bawah ini :
1. Pada pemeriksaan fisik terdapat ronki basah atau pekak (dullness) pada
perkusi dan salah satu di antara keadaan berikut:
•Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi perubahan sifat
sputum
•Isolasi kuman positif pada biakan darah
•Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, sikatan/ cuci bronkus atau
biopsi.
2. Foto torak menunjukkan adanya infiltrat, konsolidasi, kavitasi, efusi pleura
baru atau progresif, dan salah satu di antara keadaan berikut:
•Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi perubahan sifat
sputum
•isolasi kuman positif pada biakan darah
•Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, sikatan/ cuci bronkus atau
biopsi.
•Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi saluran nafas
•Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan histopatologi
•Titer IgM atau IgG spesifik meningkat empat kali lipat dalam dua kali
pemeriksaan
Protap surveilans pneumonia :
1. Semua faktor resiko hams dicatat dengan lengkap pada catatan pasien
oleh dokter, perawat atau anggota tim kesehatan lain yang menangani pasien.
2. Pelaksanaan surveilans harus menghitung rate menurut faktor resiko spesifik
minimal jenis operasi toraks dan abdomen, dan ventilator serta melaporkannya
kepada komite pengendalian infeksi rumah sakit minimal 6 bulan sekali dan
sekaligus menyebarluaskannya melalui buletin rumah sakit.
3. Pelaksana surveilans membuat laporan rate pneumonia kasar pada buletin
rumah sakit minimal setiap tiga bulan sekali.

Pencegahan infeksi pneumonia


1. Pendidikan Staf
Beri pendidikan pada staf mengenai pneumonia nosokomial dan prosedur
pengendalian infeksi untuk mencegah pneumonia.

2) Surveilans
1. Laksanakan surveilans pneumonia untuk pasien ICU yang
beresiko tinggi mendapatkan pneumonia nosokomial (misalnya pasien
dengan ventilator) untuk mengetahui kecenderungan dan masalah-masalah
yang mungkin ditemui. Masukkan data tentang mikroorganisme yang
menyebabkannya dan pola ketahanannya terhadap antimikroba. Data yang
disajikan berupa jumlah (jumlah pasien yang terinfeksi per 1000 hari
perawatan atau per 1000 hari ventilator)
2. Jangan melaksanakan surveilans kultur rutin pada pasien atau
perlengkapan dan peralatan terapi pernafasan, alat tes fungsi paru-paru
81

atau alat pembiusan melalui nafas.

3. Sterilisasi atau Desinfeksi dan Pemeliharaan Peralatan


a. Pencegahan secara umum
 Bersihkanlah semua peralatan sebelum sterilisasi atau
desinfeksi.
 Sterilkan atau gunakan desinfektan tingkat tinggi untuk
peralatan semi kritikal (peralatan yang terkontak langsung atau tidak
langsung dengan lapisan mukosa saluran pernafasan bawah).
Desinfeksi tingkat tinggi dapat dicapai dengan pasteurisasi panas
basah pada 76°C selama 30 menit atau dengan desinfektan cair.
Setelah desinfeksi, lanjutkan dengan pembilasan, pengeringan
dan pemaketan, dan jangan sampai peralatan tersebut
terkontaminasi lagi.
 Gunakan air steril untuk membilas peralatan semi kritikal yang
dapat dipakai ulang setelah proses desinfeksi.
 Jangan memakai ulang peralatan disposable, kecuali alat-alat
yang sudah ditetapkan rumah sakit dengan tidak membahayakan
pasien, hemat biaya, dan tidak mengubah fungsinya.
b. Ventilator Mekanis, Breathing Circuit, Humidifier dan Nebulizer
 Ventilator Mekanis
Jangan mensteril atau desinfeksi secara rutin peralatan bagian
dalam dari ventilator mekanis. Kategori I.
 Ventilator Circuit dengan Humidifier
(1) Jangan mengganti breathing circuit dengan rutin lebih sering
dari tiap 48 jam, termasuk selang dan katup exhalation, dan
bubbling atau wick humidifier yang melekat pada ventilator yang
sedang digunakan oleh seorang pasien.
(2) Sterilkan atau gunakan desinfeksi tingkat tinggi untuk
breathing circuit reusable dan bubbling atau wick humidifier di antara
penggunaan oleh satu pasien dan pasien lainnya.
(3) Secara berkala, buang kondensat yang terkumpul dalam selang
ventilator mekanis, jangan sampai kondensat masuk ke pasien.
Cuci tangan setelah prosedur itu atau setelah bersentuhan dengan
cairan.
(4) Cairan Humidifier
a. Gunakan air steril untuk mengisi bubbling humidifier.
b. Gunakan air steril, air destilasi, atau air kran untuk mengisi wick
humidifier.
c. Tidak ada rekomendasi mengenai baik atau tidaknya
pemakaian sistem humidifikasi tertutup dengan continuous-feed.
 Ventilator breathing circuit dengan hygroscopic condensor-
humidifier atau heat-moisture exchanger
(1) Tidak ada rekomendasi mengenai baik tidaknya
pemakaian hygroscopic condenser - humidifier atau heat-moisture
exchanger dibandingkan dengan humidifier panas dalam
pencegahan pneumonia nosokomial.
(2) Gantilah hygroscopic condensor-humidifier atau heat-moisture
82

exchanger sesuai petunjuk dari pabrik dan/atau ada bukti nyata


kontaminasi atau kerusakan mekanis pada alat.
(3) Jangan mengganti secara rutin breathing circuit yang
menempel pada hygroscopic condensor-humidifier atau heat-
moisture exchanger saat dipakai oleh pasien.

c. Wall humidifier
• Ikuti petunjuk pabrik dalam memakai dan merawat wall oxygen
humidifier, kecuali bila ada data penelitian yang menunjukkan bahwa
modifikasi petunjuk pabrik tidak membahayakan pasiendan lebih
hemat biaya.
• Pemakaian antara satu pasien dengan lainnya, gantilah
selang, termasuk juga nasal prong atau masker yang dipakai untuk
menyaturkan oksigen dari dinding.

d. Medication nebulizer
• Di antara pemakaian pada pasien yang sama, lakukan
desinfeksi, bilas dengan air steril, atau keringkan dalam udara
terbuka.
• Di antara penggunaan oleh pasien yang berbeda, gantilah
nebulizer dengan set yang sudah disteril atau didesinfeksi tingkat
tinggi.
• Untuk nebulisasi, hanya boleh digunakan air steril dan
dituangkan dengan teknik aseptik. Bila vial obat multi dosis
digunakan, maka penggunaannya, penuangan dan penyimpanannya
harus sesuai petunjuk pabrik.
• Sterilkan nebulizer bervolume besar yang dipakai untuk terapi
inhalation (misalnya untuk pasien trakheostomi) atau desinfeksikan
tingkat tinggi di antara penggunaan oleh pasien yang berbeda dan tiap
24 jam bila digunakan oleh pasien yang sama.

b. INFEKSI ALIRAN DARAH (IAD) PCI 6


IAD primer adalah IAD yang timbul tanpa ada organ atau jaringan lain
yang dicurigai sebagai sumber infeksi. Pasien disebut IAD bila memenuhi paling
sedikit satu kriteria di bawah ini:
1. Terdapat kuman patogen yang dikenal dari satu kali atau lebih biakan darah
dan biakan dari darah tersebut tidak berhubungan dengan infeksi di tempat
lain.
2. Ditemukan salah satu di antara gejala berikut tanpa penyebab lain:
a. Demam >38°C
b. Menggigil
c. Hipotensi
Dan paling sedikit satu dari berikut:
a. Kontaminan kulit biasa (misalnya diphteroid, Bacillus sp.,
Propionibacterium sp., coaulase- negative staphylococci, atau micrococci)
ditemukan dari dua kali atau lebih biakan darah yang diambil dari waktu
yang berbeda.
b. Kontaminan kulit biasa (misalnya diphteroid, Bacillus sp.,
83

Propionibacterium sp., coaulase-negative staphylococci, atau micrococci)


ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah pasiendengan saluran IV,
dan dokter memberikan terapi antimikroba yang sesuai.
c. Tes antigen positif pada darah (misalnya H. influenzae, S.
pneumoniae, N. meningitidis atau grupB Streptococcus) dan tanda-tanda
dan gejala-gejala dan hasil laboratorium yang positif tidak berhubungan
dengan suatu infeksi di tempat lain.
3. Pasien berumur < 1 tahun dengan paling sedikit satu dari tanda-tanda
berikut :
a. Demam >38°C
b. Hipotermia < 37°C
c. Apnea
d. Bradikardia
Dan paling sedikit satu dari berikut:
a.Kontaminan kulit biasa (misalnya diphteroid, Bacillus sp.,
Propionibacterium sp., coaulase-negative staphylococci, atau micrococci)
ditemukan dari dua kali atau lebih biakan darah yang diambil dari waktu
yang berbeda.
b. Kontaminan kulit biasa (misalnya diphteroid, Bacillus sp.,
Propionibacterium sp., coaulase- negative staphylococci, atau micrococci)
ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah pasien dengan saluran IV,
dan dokter memberikan terapi antimikroba yang sesuai.
c. Tes antigen positif pada darah (misalnya H. influenzae, S.
pneumoniae, N. meningitidis atau grup B Streptococcus) disertai tanda-tanda
dan gejala-gejala serta hasil laboratorium yang positif tidak berhubungan
dengan suatu infeksi di tempat lain.

Pencegahan Infeksi Aliran Darah Primer


a. Pendidikan dan Pelatihan Petugas Medis
Laksanakan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi petugas medis
yang materinya menyangkut indikasi pemakaian alat intravaskuler,
prosedur pemasangan kateter, pemeliharaan peralatan intravaskuler, dan
pencegahan infeksi saluran darah sehubungan dengan pemakaian kateter.
b. Surveilans infeksi saluran darah
1. Laksanakan surveilans untuk menentukan angka infeksi masing-
masing jenis alat, untuk memonitor kecenderungan angka-angka
tersebut, dan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan dalam praktek
pengendalian infeksi. Data dinyatakan dalam jumlah kasus IAD-CR
per 1000 hari kateter
2. Raba dengan tangan (palpasi) setiap hari lokasi
pemasangan kateter melalui perban untuk mengetahui adanya
pembengkakan.
3. Periksa secara visual lokasi pemasangan kateter untuk
mengetahui apakah ada pembengkakan, demam tanpa adanya
penyebab yang jelas, atau gejala infeksi lokal atau IAD.
4. Pada pasien yang memakai perban tebal sehingga susah diraba
atau dilihat, lepas perban terlebih dahulu, periksa secara visual setiap
hari dan pasang perban baru.
84

5. Catat tanggal dan waktu pemasangan kateter di lokasi yang


dapat dilihat dengan jelas; misalnya pada perbannya atau di tempat
tidur.
6. Jangan melakukan kultur rutin pada pasien atau alat
intravaskuler.
c. Kebersihan Tangan
Melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah palpasi,
pemasangan alat intravaskuler, penggantian alat intravaskuler, atau memasang
perban.

d. Penggunaan Barrier Pada Pemasangan dan Perawatan Kateter


● Gunakan sarung tangan steril pada saat memasang alat
intravaskuler.
● Gunakan sarung tangan latex steril saat mengganti
perban alat intravaskuler.

e. Pemasangan Kateter
Jangan menyingkat prosedur pemasangan kateter yang sudah ditentukan.

f. Perawatan Lokasi Kateter


a. Antiseptik kulit
• Bersihkan kulit di lokasi dengan antiseptik yang sesuai,
misalnya alkohol 70%, povidone-iodine 10%, Clorhexidene 4 %
sebelum pemasangan kateter. Biarkan antiseptik mengering
pada lokasi sebelum memasang kateter.
• Jangan melakukan palpasi pada lokasi setelah kulit
dibersihkan dengan antiseptik (lokasi dianggap daerah steril).
b. Verban kateter
•Gunakan kasa steril atau transparan dressing untuk
menutup lokasi pemasangan kateter.
•Ganti verban bila alat dilepas atau diganti, atau bila verban
basah, longgar atau kotor.
•Hindari sentuhan yang mengkontaminasi lokasi kateter saat
mengganti verban.

g. Pemilihan dan Penggantian Alat Intravaskuler


a. Pilih alat yang resiko komplikasinya relatif paling rendah dan
harganya paling murah yang dapat digunakan untuk terapi IV
dengan jenis dan jangka waktu yang sesuai. Keuntungan
penggantian alat sesuai dengan jadual yang direkomendasikan
untuk mengurangi komplikasi infeksi harus
dipertimbangkan dengan mengingat komplikasi mekanis dan
keterbatasan alternatif lokasi pemasangan. Keputusan yang
diambil mengenai jenis alat dan frekuensi penggantiannya harus
melihat kasus demi kasus.
b. Lepas semua jenis peralatan intravaskuler bila sudah tidak
ada indikasi klinis.
85

h. Penggantian perlengkapan dan cairan intravena


a. Set Perlengkapan
• Secara umum, set perlengkapan intravaskuler terdiri atas
seluruh bagian mulai dari ujung selang yang masuk ke
kontainer cairan infus sampai ke hub alat vaskuler. Namun
kadang-kadang dapat dipasang selang penghubung pendek
pada kateter dan dianggap sebagai bagian dari kateter untuk
memudahkan dijalankannya teknik aseptik saat mengganti set
perlengkapan. Ganti selang penghubung tersebut bila alat
vaskuler diganti.
• Ganti selang IV, termasuk selang piggyback dan
stopcock, dengan interval yang tidak kurang dari 72 jam,
kecuali bila ada indikasi klinis.
• Ganti selang yang dipakai untuk memasukkan darah,
komponen darah atau emulsi lemak dalam 24 jam dari
diawalinya infus.
b. Cairan Parenteral
• Infus harus diselesaikan dalam 24 jam untuk satu botol
cairan parenteral yang mengandung lemak.
• Bila hanya emulsi lemak yang diberikan, selesaikan
infus dalam 12 jam setelah botol emulsi mulai digunakan.
i. Port Injeksi Intravena
Bersihkan port injeksi dengan alkohol 70% sebelum
mengakses sistem.
j. Persiapan dan Pengendalian Mutu Campuran Larutan Intravena
a. Campurkan seluruh cairan parenteral di bagian farmasi dalam
laminar-flow hood menggunakan teknik aseptik.
b. Periksa semua kontainer cairan parenteral, apakah ada
kekeruhan, kebocoran, keretakan, partikel,dan tanggal kadaluarsa dari
pabrik sebelum penggunaan.
c. Pakai vial dosis tunggal aditif parenteral atau obat-obatan
bilamana mungkin.
d. Bila harus menggunakan vial multi-dosis.
• Dinginkan dalam kulkas vial multi-dosis yang sudah
dibuka, bila direkomendasikan oleh pabrik.
•Bersihkan karet penutup vial multi-dosis dengan alkohol
sebelum menusukkan alat ke vial.
•Gunakan alat steril setiap kali akan mengambil cairan dari
vial multi-dosis, dan hindari kontaminasi alat sebelum
menembus karet vial.
•Buang vial multi-dosis bila sudah kosong, bila dicurigai atau
terlihat adanya kontaminasi, atau bila telah mencapai tanggal
kadaluarsa.
k. Petugas Terapi Intravena
Tugaskan personel yang telah terlatih untuk pemasangan dan
pemeliharaan peralatan intravaskuler.
86

4) Pengumpulan data. Dibutuhkan SDM khusus yang menguasai


metode pengumpulan data.

12) Penghitungan dan analisis. Tentukan jenis rate (angka laju) yang tepat
sebelum pengumpulan data kemudian presentasikan angka sehingga mudah
dipahami. Data ditabulasi dalam bentuk tabel ditentukan pembilang (numerator) dan
penyebut (denominator) untuk dapat menghitung rate, dengan rumus sebagai
berikut :

Nominator (X) x Faktor Konstanta (K : % atau ‰)


Denominator (Y)

Keterangan : X = Jumlah kejadian atau infeksi.


Y = Jumlah populasi berisiko atau jumlah hari pemakaian alat.
K = 100 atau 1000

IDO :

Jumlah Kasus ILO x 100%


Jumlah Operasi

ISK, IADP, VAP :


Kasus Infeksi x 1000
Jumlah Hari Pemasangan Alat

HAP :
Kasus Infeksi x 1000
d. Evaluasi. Sistem pelaporan dilakukan
Jumlahsecara sistematik,
Hari Rawat terus menerus, tepat
Pasien Berisiko
waktu, dan penyusunannya mudah dimengerti, informatif. Hal ini perlu direncanakan sejak
awal. Pelaporan yang baik sebagai stimulasi untuk melakukan intervensi perbaikan.
Monitoring dan evaluasi surveilans sebagai program perlu dimonitor dan evaluasi secara
periodik.

20. Audit. Audit dalam PPI adalah pemantauan dan pengawasan secara terjadwal dan
konsisten keterlaksanaan program PPI sesuai standar.
a. Tujuan. Meningkatkan kepatuhan petugas rumah sakit dalam melaksanakan
program PPI dan meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit.
b. Sasaran. Semua unit atau bagian meliputi lingkungan, fasilitas, SPO,
surveilans, penggunaan antibiotika, ketaatan dalam pemisahan sampah medis, non
medis, benda tajam, ketersediaan kantong plastik warna kuning, hitam, merah dan
ketersediaan tempat sampah.
c. Pelaksanaan. Dilaksanakan oleh auditor terlatih atau Tim khusus yang
memiliki kompetensi PPI, bekerjasama dengan bagian teknik, kesling, pengelola
kebersihan lingkungan. Dengan langkah-langkah menjadwalkan dan memastikan
pelaksanaan audit, mengaudit seluruh kegiatan audit, melaporkan hasil, serta memberikan
rekomendasi untuk tindakan perbaikan.
87

d. Evaluasi. Dilaksanakan setiap enam bulan sekali di semua unit terkait yang
memberikan pelayanan pasien. Kegiatan ini sebagai monitoring dan evaluasi penerapan
PPI di unit pelayanan.

21. Antimikroba yang Rasional.


a. Tujuan. Dapat memberikan antibiotik yang sesuai dosis, indikasi, mencegah
terjadinya resistensi antibiotik sehingga dapat mengefisiensi biaya bagi pasien dan rumah
sakit.
b. Sasaran. Semua pasien yang akan mendapat terapi antibiotika.
c. Pelaksanaan. Pada umumnya pemilihan antibiotik dipengaruhi oleh tiga faktor
yang saling berhubungan, yaitu faktor mikroorganisme, faktor pasien dan faktor obat.
Ketiga faktor pemilihan itu perlu diperhatikan terhadap interaksi yang terjadi. Faktor lain
yang dipertimbangkan dalam memilih antibiotik yang tepat adalah dosis dan rute
pemberian obat, lama pemberian antibiotik dan yang paling utama adalah pemantauan
apakah antibiotik yang diberikan berhasil mengatasi infeksi yang ada. Dalam pemberian
antibiotika harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Pilihan antibiotika untuk terapi empiris atau terapi definitif digunakan dalam
keadaan infeksi penting.
2) Pedoman antibiotika untuk profilaksis.
3) Pedoman terapi lini pertama dan kedua dalam pemberian antibiotika.
4) Pedoman penulisan antibiotika.
5) Pedoman pilihan antibiotika profilaksis, waktu pemberian, dosis, lama
pemberian. Panduan penggunaan antibiotika yang rasional dibuat oleh Tim
Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) rumah sakit bekerjasama
dengan unit yang terkait.
d. Evaluasi. Laporan dan evaluasi dilaksanakan setiap 6 bulan sekali berupa
resume hasil pemeriksaan kultur resistensi dan pola kuman, dilaporkan ke pimpinan
sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan antibiotika yang
rasional.

22. Penanganan kejadian luar biasa (KLB) PCI 5


KLB adalah Kejadian penyakit infeksi yang meningkat dari keadaan biasa pada suatu
periode atau kelompok pasien tertentu.
Keputusan Dirjen PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan
Epidemiologi dan Penanggulangan KLB telah menetapkan criteria kerja KLB yaitu :
1. Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian/kematian > 2 kali dibandingkan dengan periode sebelumnya.
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan >2 kali bila
dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya
Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikkan > 2 kali
dibandingkan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya.
Prosedur penanganan KLB
1. Tim PPI melakukan investigasi KLB :
 Penemuan kasus
 Menetapkan situasi KLB
 Menetapkan penyebab, sumber penularan dan cara penularan penyakit
88

 Membentuk Tim Pengendali KLB


2. Verifikasi kasus
 Telusuri hasil laboratorium
 Telusuri rekam medik pasien
 Diskusi dengan dokter yang merawat
3. Evaluasi besar masalah (Morbiditas dan mortallitas)
4. Definisi kasus
 Kasus Confirm/pasti (definisi kasus tepat dan ada hasil laboratorium positif)
 Kasus probable/kemungkinan (Klinis positif tapi tanpa dan hasil lab yang pasti)
 Suspect/tersangka (hanya beberapa gejala)
5. Lakukan upaya pengendalian dengan menerapkan kewaspadaan
berdasarkan transmisi kuman
 Kewaspadaan kontak
 Kewaspadaan droplet
 Kewaspadaan airborn
6. Buat laporan harian ke kepala rumah sakit.
7. Jika diperlukan melakukan pertemuan dengan media
8. Lakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penganganan KLB
 Pelaksanaan Kewaspadaan berdasarkan transmisi
 Memberikan Imunisasi jika diperlukan
 Memberikan antibiotika profilaksis jika dibutuhkan
 Pertemuan rutin Tim Penanganan KLB
9. Bila KLB sudah berakhir
 Umumkan KLB telah berakhir secepatnya
 Buat laporan yang lengkap tentang KLB kepada Komite PPI dan Kepala Rumah
Sakit

a. Tujuan Investigasi KLB :


1) Mengurangi risiko terjadinya KLB infeksi rumah sakit pada pasien yang
dirawat, petugas dan pengunjung RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto .
2) Mengidentifikasi secara dini terjadinya KLB infeksi rumah sakit.
3) Tatalaksana apabila terjadi KLB infeksi rumah sakit.
4) Melaksanakan evaluasi dan tindak lanjut pola kuman yang ada di RS
Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto.
5) Menjamin mutu pelayanan rumah sakit.
b. Sasaran. Pasien, petugas dan pengunjung rumah sakit.
c. Pelaksanaan.
1) Menerima laporan dari IPCN / Ruangan bahwa telah terjadi dugaan KLB di
ruangan.
2) Menginvestigasi lapangan untuk memastikan KLB.
3) Melaporkan kejadian tersebut kepada Ketua Tim PPI, tembusan
Dirbinyanmed dan ruangan yang bersangkutan.
4) Mengadakan rapat khusus untuk mengevaluasi KLB dan berkoordinasi
dengan instalasi / unit / bagian yang terkait.
5) Apabila diperlukan mengusulkan kepada Ketua Tim PPI untuk mengisolasi
ruangan atau mengisolasi pasien bersangkutan yang dianggap tercemar infeksi
d. Evaluasi. Melakukan surveilans aktif setiap hari dan dilaporkan setiap bulan.
89

23. Pengajuan pemeriksaan dan pemantauan Mikroorganisme.


a. Tujuan. Untuk mengetahui jumlah koloni kuman dan jenis mikroorganisme di
ruangan yang berisiko tinggi.
b. Sasaran. Ruang IKO, TSSU, ICU, Peristi, perawatan isolasi.
c. Pelaksanaan. Meliputi pemeriksaan dan pemantauan :
1) Jamur dan bakteri pada AC di IKO, ruang sterilisasi dan Sub Instal Watsif.
2) Baku mutu air di IKO, ruang sterilisasi, ruang peristi, dan laundry.
3) Koloni kuman di IKO, ruang sterilisasi, ruang peristi dan laundry.
4) Hasil sterilisasi secara visual dan mikrobiologi di IKO dan TSSU.
Dilaksanakan 2 kali dalam setahun atau bila terjadi outbreak kejadian infeksi rumah
sakit dengan cara berkoordinasi dengan instalasi terkait seperti kamar operasi,
TSSU, ICU, ruang bayi, jangsus, dan laboratorium klinik.
d. Evaluasi. Laporan evaluasi pemeriksaan dan pemantauan dibuat setiap
tahun dan di laporkan ke pimpinan untuk di buat rekomendasi.

24. Monitoring, evaluasi dan pelaporan.


a. Tujuan. Memberikan gambaran kejadian infeksi di rumah sakit. b. b. Sasaran.
Angka kejadian Infeksi rumah sakit.
c. Pelaksanaan. Monitoring dilakukan oleh IPCN dan IPCLN setiap hari dalam
hal pengumpulan data untuk surveilans dengan menggunakan check list yang dilengkapi
formulir PPI yang dimasukkan ke dalam buku status pasien rawat inap. Evaluasi
dilakukan oleh Tim PPIRS setiap bulan dan dievaluasi oleh Komite PPI setiap tiga bulan.
Pelaporan meliputi :
1) Laporan rutin infeksi rumah sakit.
a) Laporan Bulanan dibuat pada minggu I dan II.
b) Laporan Triwulan dibuat pada minggu II.
c) Laporan Tahunan dibuat pada bulan Januari minggu II. Data
dikumpulkan dan diolah sesuai format dan dilaporkan kepada pimpinan
rumah sakit serta Kemenkes RI.
2) Laporan Pola Kuman. Koordinasi dengan Sub Instalasi Patologi Klinik
untuk penyusunan laporan Pola Kuman dari hasil pemeriksaan kultur darah, urine,
pus, dan sputum. Laporan Pola Kuman disusun setiap semester untuk menentukan
penggunaan antibiotik yang rasional di rumah sakit.
3) Laporan KLB / Aviant / Swain Flu, TB, HIV. Disusun laporan surveilans
terhadap pasien suspek maupun konfirmasi H1N1 atau H5N1 yang telah dilakukan
pemeriksaan PCR dan dilakukan tindakan perawatan di RS Kepresidenan RSPAD
Gatot Soebroto. Hal-hal yang dilaporkan antara lain jumlah pasien yang dirawat,
tenaga kesehatan yang kontak langsung dengan pasien, serta surveilans pasien
dan keluarganya setelah pulang dari rumah sakit. Hasil laporan diserahkan kepada
Ketua Tim Aviant Flu / Pandemi Influenza, untuk selanjutnya disampaikan ke
Kemenkes RI.
d. Evaluasi Evaluasi dilakukan oleh Tim PPI setiap bulan selanjutnya dievaluasi
oleh Komite PPI setiap 3 bulan.

26. Pengelolaan Penyehatan Makanan dan Minuman.


a) Tujuan. Menciptakan sistem pelayanan gizi di rumah sakit dengan
memperhatikan berbagai aspek gizi dan penyakit, serta merupakan bagian dari pelayanan
kesehatan secara menyeluruh untuk meningkatkan dan mengembangkan mutu pelayanan
90

gizi di rumah sakit, menurunkan insiden yang membahayakan keselamatan pasien yang
berhubungan dengan pelayanan makanan dan minuman.

b) Sasaran. Petugas gizi, dokter gizi klinik, pasien, keluarga pasien, petugas
kesehatan lain, bahan makanan, mesin pengolah makanan, sarana, prasarana dan
peralatan makanan.

c) Pelaksanaan.
1) Penerimaan bahan makanan. Pada saat penerimaan bahan makanan dilakukan
pemeriksaan pengawasan dan pengamanan bahan makanan yang meliputi
pemeriksaan fisik, apabila ada bahan makanan tambahan maka harus sesuai
dengan ketentuan.
2) Penyimpanan bahan makanan. Tempat penyimpanan bahan makanan harus
selalu terpelihara dalam keadaan bersih, terlindung dari debu, bahan kimia
berbahaya, serangga dan binatang lainnya. Bahan makanan disimpan sesuai
dengan sifat dan jenisnya.
3) Pengolahan bahan makanan. Semua bahan makanan dimasak sesuai
suhu dengan jenis bahan makanan. Tiga prinsip yang harus dilaksanakan dalam
pengolahan bahan makanan :
(a) Tempat pengolahan. (Dapur/Unit produksi makanan)
- Air memenuhi syarat air minum, tidak terkontaminasi
- Pembuangan air kotor memenuhi syarat
- Tempat pembuangan sampah harus tertutup
- Terhindar dari serangga dan tikus
- Penerangan cukup ( min.200 lux)
- Ventilasi cukup, asap keluar dengan cepat
(b) Tenaga pengolahan. Tenaga yang mempersiapkan, mengolah,
menyimpan, mengangkut dan menyajikan makanan dan
minuman(kontak langsung)
- Kebersihan perseorangan
- Memiliki pengetahuan hygiene dan sanitasi makanan
- Memiliki keterangan kesehatan: Bebas penyakit menular, bebas
penyakit kulit, bebas pembawa basil (carrier), bebas penyakit
pernafasan(TBC, Pertusis )
(c) Proses pengolahan. Mengikuti kaidah cara pengolahan makanan
yang baik.
- Bahan makanan yang akan di olah harus sesuai spesifikasi
- Tempat persiapan, meja peracikan bebas lalat, tikus, kucing,
kecoa
- Perabotan masak harus memenuhi syarat fisik bersih dan
bakteriologis ( bebas kuman )
- Peralatan pengolahan tidak di campur adukan penggunaannya
4) Penyimpanan makanan matang. Makanan yang sudah matang disimpan di
almari khusus / kulkas / alat pendingin tetapi tidak menutup kemungkinan langsung
dimasukkan ke dalam plato atau tempat makanan untuk disajikan kepada pasien.
5) Distribusi makanan. Alat pengangkut makananan harus bersih, cara
pengangkutan makanan harus memenuhi syarat / tidak terkontaminasi, makanan
91

senantiasa dalam keadaan tertutup, pengangkutan tidak bertemu dengan jalur


pengangkutan sampah.
6) Penyajian makanan. Alat dan tempat di lokasi penyajian harus dijaga
kebersihannya, termasuk hygiene perorangan, penyajian makanan harus ditutup
plastik wrap dan diberi label sesuai dietnya.
7) Pembersihan dan pencucian alat. Alat makan dan alat bekas masak
dilakukan setiap kali makan dan masak selesai. Tindakan pembersihan dari lemak
dan kotoran menggunakan air panas dan zat pembersih dikombinasikan dengan
scrubbing. Peralatan makan yang digunakan pasien infeksi dicuci secara terpisah
menggunakan air panas, zat pembersih di kombinasikan dengan scrubbing dan
menggunakan zat kimia seperti klorin, asam peroksida. Peralatan makanan tidak
boleh dilap dengan kain, jika dilap harus menggunakan tissue sekali pakai.
8) Kebersihan dapur. Ruangan dapur harus senantiasa dalam keadaan bersih,
bebas dari serangga, tikus, semut, kecoa, lalat, kucing dan hewan-hewan lainnya.
Sampah sisa makanan dimasukkan ke dalam plastik kemudian dibuang ke tempat
sampah yang tertutup. Ruangan dapur dilakukan pembersihan secara menyeluruh
dan berkala.
9) Pintu dan jendela dapur harus tertutup setiap saat.

d) Evaluasi. Melakukan audit fasilitas dan penilaian kepatuhan petugas setiap 3


bulan.

26. Pemulasaran jenazah.


a) Tujuan. Untuk mencegah terjadinya infeksi dari jenazah kepada petugas
rumah sakit dan lingkungan.
b) Sasaran. Petugas, fasilitas dan SPO pemulasaran jenazah sehingga petugas
rumah sakit terhindar dari bahaya penularan penyakit dari jenazah.
c) Pelaksanaan.
(1) Petugas pengirim jenazah dari ruangan memberitahukan kondisi jenazah
apakah mempunyai penyakit menular atau tidak. Memberikan tanda berupa pita /
kain berwarna kuning (tanda khusus lain yang disepakati) yang diletakkan di dalam
keranda yang digunakan untuk mengirim jenazah.
(2) Petugas yang menerima jenazah di kamar jenazah harus memastikan
apakah jenazah meninggal karena penyakit menular sehingga berpotensi
menularkan penyakit kepadanya.
(3) Petugas yang melaksanakan pemulasaraan jenazah menggunakan APD
sesuai dengan kondisi jenazah.
(4) APD bersifat dissposible (sekali pakai langsung dibuang / dimusnahkan).
d) Evaluasi. Melakukan audit fasilitas dan penilaian kepatuhan petugas setiap 3
bulan.

27. Pendidikan dan pelatihan.


a) Tujuan. Mengupayakan agar semua petugas rumah sakit, pegawai baru,
mahasiswa dan cleaning service mampu mengetahui dan memahami serta melaksanakan
upaya pengendalian infeksi rumah sakit.
92

b) Sasaran. Seluruh petugas di rumah sakit yaitu dokter, perawat, petugas


kebersihan (Cleaning service), mahasiswa dan pengunjung/masyarakat sekitar

c) Pelaksanaan.
1) Kursus dasar dan kursus lanjutan PPI di laksanakan dengan mengirimkam
IPCN dan IPCLN menyesuaikan dengan program perdalin
2) Pelatihan/Inhouse training di adakan oleh Tim PPI dengan peserta seluruh
petugas rumah sakit baik medis maupun non medis, di adakan 1 kali dalam setahun
3) Seminar/Workshop di laksanakan dengan mengirim Tim PPI (IPCN /IPCLN)
menyesuaikan dengan jadwal Diklat, Kemenkes, Perdalin dan HIPPI
4) Study banding di laksanakan untuk membandingkan pelaksanaan PPI
dengan rumah sakit lain, di laksanakan 1 tahun sekali
5) Pertemuan berkala di laksanakan setiap dua bulan sekali dengan
mengundang seluruh IPCN,IPCO,IPCD, IPCLN, Kepala ruangan,kepala Instalasi
dan Kepala unit yang terkait dengan pelaksanaan program PPI
6) Kampanye cuci tangan di laksanakan setiap tanggal 5 mei dengan
mengadakan lomba antar ruangan/unit dan kegiatan diahiri dengan kampanye yang
diikuti oleh seluruh petugas rumah sakit
7) Sosialisasi dan Orientasi
(a) Karyawan baru dan mahasiswa di laksanakan dengan Koordinasi
dengan bagian Diklat dan Keperawatan tentang rencana kegiatan
sosialisasi dan pelaksanaan sosialisasi di lakukan di dalam jam kerja
dan instruktur di lakukan secara bergantian oleh tim PPI, Instruktur
sosialisasi di haruskan bagi Tim PPI yang sudah mengikuti kursus
dasar dan lanjutan
(b) Petugas non medis (Cleaning service) di laksanakan dengan
berkoordinasi dengan koordinator cleaning service
(c) Sosialisasi program PPI di laksanakan di setiap awal tahun dengan
mengundang Tim PPI dan perwakilan dari setiap unit dan ruangan
yang berkaitan dengan pelaksanaan program PPI
(d) Sosialisasi pedoman dan SOP di laksanakan pada saat pertemuan
berkala Tim PPI setiap 2 bulan sekali

d) Evaluasi. Membuat laporan pelaksanaan dan


evaluasi setiap 1 tahun

28. Revisi Pedoman dan SOP


a) Tujuan. Agar pedoman dan SOP PPI selalu bersumber dari referensi terkini dan
mampu laksana di ruangan/unit yang terkait
b) Sasaran. Pedoman PPI dan seluruh SOP yang terkait dengan PPI
c) Pelaksanaan. Pedoman dan SOP PPI yang sudah ada harus di evaluasi setiap
tahun dan paling lama 2 tahun sekali, untuk melihat apakah masih mampu laksana dan
masih sesuai dengan perkembangan ilmu terkini, kemudian di lakukan revisi dengan
melibatkan unit/ruangan yang terkait dengan pelaksanaan pedoman dan SOP pencegahan
dan pengendalian infeksi.
d) Evaluasi. Membuat laporan pelaksanaan revisi pedoman dan SOP dan di laporkan
ke pimpinan setiap tahun.
93

29. Renovasi Bangunan Rumah Sakit.


a) Tujuan. Pencegahan infeksi terhadap pasien, staf rumah sakit/pekerja bagunan
dan pengunjung akibat gangguan kwalitas lingkungan saat renovasi/pembangunan rumah
sakit dan sesudahnya
b) Sasaran. Pasien, staf rumah sakit, pekerja bangunan, dan pengunjung rumah
sakit
c) Pelaksanaan.
1) Sebelum kegiatan di mulai :
(a) Kosultasikan kepada Komite PPI
(b) Identifikasi kemungkinan kerusakan
saluran pipa atau
sistem A.C
(c) Identifikasi dan peta pasien yang resiko
tinggi
(d) Pelatihan pekerja bangunan
(e) Tentukan alur gerakan pekerja
2) Saat kegiatan :
(a) Awasi alur pasien, kalau perlu gunakan N.95 kepada pasien
(b) Tutup rapat pintu dan jendela
(c) Tekanan negatif area kerja
(d) Hepa filter di bangsal pasien yang resiko tinggi
(e) Awasi kegiatan dengan ketat: alur material dan bahan sis a/sampah,
kepatuhan pekerja, risiko kontaminasi pipa air atau sistem AC
3) Pasca Kegiatan:
(a) Area harus bersih dan bebas debu
(b) IPCO menilai area sebelum di gunakan
(c) Kalau perlu lakukan air sampling dan kultur lingkungan
4) Faktor design yang mempengaruhi transmisi infeksi Rumah sakit
(a) Jumlah pasien dan perawat
(b) Jumlah dan jenis pemeriksaan/prosedur
(c) Ruangan yang tersedia
(d) Jumlah dan jenis kamar
(e) Jumlah tempat tidur per kamar
(f) Lantai dan permukaan
(g) Air,listrik dan sanitasi
(h) Ventilasi dan kwalitas udara
(i) Pengelolaan alat medis
(j) Pengelolaan makanan, laundry dan limbah
d) Evaluasi. Mengawasi/mengontrol selama pelaksanaan renovasi bangunan dan
membuat laporan pelaksanaan untuk di laporkan ke pimpinan.

30. Kampanye cuci tangan


a) Tujuan. Untuk membudayakan cuci tangan kepada seluruh staf rumah sakit
baik medis dan non medis
b) Sasaran. Seluruh petugas yang bekerja di lingkungan rumah sakit, termasuk
pasien dan pengunjung
94

c) Pelaksanaan. Dilaksanakan setiap tanggal 5 mei setiap tahunnya dengan


merlibat seluruh petugas rumah sakit
d) Evaluasi. Dilakukan Audit kepatuhan dan fasilitas kebersihan tangan setelah
pelaksanaan kam[panye cuci tangan secara berkala di semua unit pelayanan rumah
sakit

BAB V
PENUTUP

25. Keberhasilan. Program PPI dapat dilaksanakan secara optimal bila didukung
kepedulian oleh semua petugas rumah sakit, sarana yang menunjang, dan kebijakan dari
pimpinan.

26. Penyempurnaan. Pelaksanaan setiap kegiatan harus dilakukan evaluasi sehingga perlu
adanya tindak lanjut jika ditemukan permasalahan ataupun dilakukan feedback jika didapati
keberhasilan.

Direktur Kesehatan Angkatan Darat

dr. Dedy Achdiat Dasuki, Sp.M


Brigadir Jenderal TNI
95

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

2. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang


Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
4. Keputusan Menkes RI Nomor 270/Menkes/SK/III/2007 tentang Pedoman
manajerial rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 328/Menkes/SK/III/2007 tentang


Pedoman PPI di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya.

6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang


Standar pelayanan minimal rumah sakit.

7. Keputusan Kasad Nomor Kep/50/XII/2006 tanggal 29 Desember 2006 tentang


Organisasi dan Tugas Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot
Soebroto Ditkesad.

8. Surat Edaran Bina Yanmed No. HK. 03.01/III/3744/2008/ tentang Pembentukan


Komite PPIRS dan Tim PPIRS.

9. Surat Perintah Dirkesad Nomor Sprin/1158/VIII/2011 tentang Pokja penyusunan Buku Pedoman
tentang PPI di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad.

10. Surat Perintah Ka RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Nomor Sprin/1682/IX/2008, tanggal 22
September 2008 tentang Pembentukan Tim PPIRS di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad.

You might also like