You are on page 1of 14

LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA

1. DEFINISI
Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan. Asfiksia
dalam kehamilan dapat disebabkan oleh penyakit infeksi akut atau kronis,
keracunan obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, cacat
bawaan, atau trauma. Sementara itu, asfiksia dalam persalinan disebabkan
oleh partus yang lama, ruptura uteri, tekanan terlalu kuat kepala anak pada
plasenta, prolapsus, pemberian obat bius yang terlalu banyak dan pada saat
yang tidak tepat, plasenta previa, solusia plasenta, serta plasenta tua
(serotinus) (Nurarif, 2013).
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang
gagal bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir (Amru sofian,
2012). Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia, dan berakhir
dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada balita asfiksia ini merupakan
faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap
kehidupan (Amru sofian, 2012).
2. ANATOMI FISIOLOGI
a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).
Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar
minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera).
Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat
saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal
yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara.
Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang
berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di sebelah belakang
rongga hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang
disebut choanae.
b. Faring (Tenggorokan)
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan
percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan(nasofarings) pada
bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian
belakang. Pada bagian belakang faring (posterior)
terdapat laring (tekak)tempat terletaknya pita suara (pita
vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara
bergetar dan terdengar sebagai suara.
Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang
keluar masuk dan juga sebagi jalan makanan dan minuman yang
ditelan, faring juga menyediakan ruang dengung(resonansi) untuk
suara percakapan.
c. Batang Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak
sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding
tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan
pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring
benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan.
Di dalam rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua
cabang tenggorok (bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok
bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut
bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut
gelembung paru-paru (alveolus).
d. Pangkal Tenggorokan (laring)
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang
rawan. Laring berada diantara orofaring dan trakea, didepan
lariofaring. Salah satu tulang rawan pada laring disebut epiglotis.
Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring. Laring diselaputi
oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang
cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran suara pada
laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan juga
sebagai tempat keluar masuknya udara.
e. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu
bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus
sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak
teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang
rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-
cabang lagi menjadi bronkiolus.
Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus
sebelah kiri dan sebelah kanan. Kedua bronkus menuju paru-paru,
bronkus bercabang lagi menjadi bronkiolus. Bronkus sebelah
kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus lobaris
(bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang
menjadi dua bronkiolus. Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke
dalam gelembung paru-paru atau alveolus. Dinding alveolus
mengandung kapiler darah, melalui kapiler-kapiler darah dalam
alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke dalam darah. Fungsi
utama bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan
keluar paru-paru.
f. Paru-paru (Pulmo)
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian
samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh
diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru
kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri
(pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh
dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang
langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura
visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang
bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura
parietalis). Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan
elastik, dan pembuluh darah. Bronkiolus tidak mempunyai tulang
rawan,tetapi ronga bronkus masih bersilia dan dibagian ujungnya
mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus
terminalis bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus respirasi,
kemudian menjadi duktus alveolaris.Pada dinding duktus alveolaris
mangandung gelembung-gelembung yang disebut alveolus
3. ETIOLOGI
Asfiksia dapat terjadi karena beberapa faktor (Nurarif, 2013).
a. Faktor Ibu
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu
melalui plasenta berkurang. Akibatnya, aliran oksigen ke janin juga
berkurang dan dapat menyebabkan gawat janin dan akhirnya
terjadilah asfiksia. Berikut merupakan keadaan-keadaan yang dapat
menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir (Depkes RI, 2005 dan
Nurarif, 2013):
o Preeklamsia dan eklamsia
o Demam selama persalinan
o Kehamilan postmatur
o Hipoksia ibu
o Gangguan aliran darah fetus, meliputi :
 gangguan kontraksi uterus pada hipertoni, hipotoni, tetani
uteri
 hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
 hipertensi pada penyakit toksemia
o Primi tua, DM, anemia, riwayat lahir mati, dan ketuban pecah
dini

b. Faktor Plasenta
Keadaan berikut ini berakibat pada penurunan aliran darah dan
oksigen melalui tali pusat ke bayi, sehingga bayi mungkin
mengalami asfiksia (Depkes RI, 2005 dan Nurarif, 2013):
o Abruptio plasenta
o Solutio plasenta
o Plasenta previa

c. Faktor Fetus
Pada keadaan berikut bayi mungkin mengalami asfiksia walaupun
tanpa didahului tanda gawat janin (Depkes RI, 2005 dan Nurarif,
2013):
o Air ketuban bercampur dengan mekonium
o Lilitan tali pusat
o Tali pusat pendek atau layu
o Prolapsus tali pusat

d. Faktor Persalinan
Keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia yaitu (Nurarif, 2013):
o Persalinan kala II lama
o Pemberian analgetik dan anastesi pada operasi caesar yang
berlebihan sehingga menyebabkan depresi pernapasan pada
bayi
e. Faktor Neonatus
Berikut merupakan kondisi bayi yang mungkin mengalami asfiksia
(Nurarif, 2013):
o Bayi preterm (belum genap 37 minggu kehamilan) dan bayi
posterm
o Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, forsep)
o Kelainan konginetal seperti hernia diafragmatika,
atresia/stenosis saluran pernapasan, hipoplasi paru, dll.
o Trauma lahir sehingga mengakibatkan perdarahan intracranial

4. TANDA DAN GEJALA


1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100
x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Jika sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala
neurologik, kejang, nistagmus dan menangis kurang baik/tidak baik
5. Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus
tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus
simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan
menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita
periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut
jantung mulai menurun. Sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara
berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Apabila bayi
dapat bernapas kembali secara teratur maka bayi mengalami asfiksia
ringan.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam,
denyut jantung terus menurun disebabkan karena terjadinya metabolisme
anaerob yaitu glikolisis glikogen tubuh yang sebelumnya diawali dengan
asidosis respiratorik karena gangguan metabolisme asam basa, Biasanya
gejala ini terjadi pada asfiksia sedang - berat, tekanan darah bayi juga
mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flascid). Pernafasan makin
lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama
apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah
(PaO2) terus menurun. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak
adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru.
Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan
kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. Pada saat ini,
Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan.
Gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan/
persalinan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi
akan menyebabkan kematian jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan
pemberian O2 tidak dimulai segera. Kerusakan dan gangguan ini dapat
reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto polos dada
b. USG kepala
c. Laboratorium : darah rutin (Hemoglobin/hematokrit (HB/ Ht) : kadar
Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%), analisa gas darah dan serum elektrolit
d. PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status
parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
e. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya
kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah,
menunjukkan kondisi hemolitik.
7. Pentalaksanaan Medis
a. Memastikan saluran nafas terbuka :
1) Meletakan bayi dalam posisi yang benar
2) Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
3) Bila perlu masukan Et untuk memastikan pernapasan terbuka
b. Memulai pernapasan :
1) Lakukan rangsangan taktil Beri rangsangan taktil dengan
menyentil atau menepuk telapak kakiLakukan penggosokan
punggung bayi secara cepat,mengusap atau mengelus
tubuh,tungkai dan kepala bayi.
2) Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
c. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada
atau bila perlu menggunakan obat-obatan
8. Konsep Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak
Intervensi keperawatan
2) Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3) Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi
4) Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak
teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius
5) Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2
dalam darah.
6) Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan
anggota keluarga.
b. Intervensi keperawatan
No. Diagnosa Intervensi Rasional
Keperawatan dan
Tujuan
1. Bersihan jalan nafas 1. Tentukan 1. Untuk
tidak efektif b.d kebutuhan memungkinkan
produksi mukus oral/ suction reoksigenasi.
banyak tracheal.
Tujuan : Setelah 2. Auskultasi 2. Pernapasan bising,
dilakukan tindakan suara nafas ronki dan mengi
keperawatan, sebelum dan menunjukkan
bersihan jalan nafas sesudah tertahannya secret.
kembali efektif. suction.
Dengan kriteria hasil : 3. Beritahu 3. Membantu
a. Tidak keluarga memberikan
menunjukkan tentang informasi yang benar
demam suction. pada keluarga.
b. Tidak 4. Bersihkan 4. Mencegah
menunjukkan daerah obstruksi/aspirasi.
cemas bagian
c. Rata-rata repirasi tracheal
dalam batas setelah 5. Membantu untuk
normal suction mengidentifikasi
d. Pengeluaran selesai perbedaan status
sputum melalui dilakukan. oksigen sebelum dan
jalan nafas 5. Monitor sesudah suction.
e. Tidak ada suara status
nafas tambahan oksigen
f. Mudah dalam pasien, status
bernafas. hemodinami
g. Tidak k segera
menunjukkan sebelum,
kegelisahan. selama dan
h. Tidak adanya sesudah
sianosis. suction
i. PaCO2 dalam
batas normal.
j. PaO2 dalam batas
normal.
k. Keseimbangan
perfusi ventilasi
2. Pola nafas tidak 1. Pertahankan 1. Untuk
efektif b.d kepatenan menghilangkan
hipoventilasi/ jalan nafas mucus yang
hiperventilasi dengan terakumulasi dari
Tujuan : Setelah melakukan nasofaring, tracea.
dilakukan tindakan pengisapan
keperawatan selama lender
proses keperawatan 2. Auskultasi 2. Bunyi nafas
diharapkan pola nafas jalan nafas menurun/tak ada bila
menjadi efektif untuk jalan nafas obstruksi
Kriteria hasil : mengetahui sekunder. Ronki dan
a. Pasien adanya mengi menyertai
menunjukkan pola penurunan obstruksi jalan
nafas yang efektif ventilasi nafas/kegagalan
b. Ekspansi dada pernafasan.
simetris 3. Berikan 3. Memaksimalkan
c. Tidak ada bunyi oksigenasi bernafas dan
nafas tambahan sesuai menurunkan kerja
d. Kecepatan dan kebutuhan nafas.
irama respirasi
dalam batas
normal
3. Kerusakan pertukaran 1. Kaji bunyi 1. Penurunan bunyi
gas b.d paru, nafas dapat
ketidakseimbangan frekuensi menunjukkan
perfusi ventilasi nafas, atelektasis. Ronki,
Tujuan : Setelah kedalaman mengi menunjukkan
dilakukan tindakan nafas dan akumulasi
keperawatan selama produksi secret/ketidakmampu
proses keperawatan sputum an untuk
diharapkan membersihkan jalan
pertukaran gas nafas yang dapat
teratasi menimbulkan
Kriteria hasil : peningkatan kerja
f. Tidak sesak nafas 2. Pantau pernafasan.
g. Fungsi paru saturasi O2 2. Penurunan
dalam batas dengan kandungan oksigen
normal oksimetri (PaO2) dan/atau
saturasi atau
peningkatan PaCO2
3. Berikan menunjukkan
oksigen kebutuhan untuk
tambahan intervensi/perubahan
yang sesuai. program terapi.
3. Alat dalam
memperbaiki
hipoksemia yang
dapat terjadi
sekunder terhadap
penurunan
ventilasi/menurunny
a permukaan alveolar
paru.
4. Risiko cedera b.d 1. Cuci tangan 1. Mengurangi
anomali kongenital setiap kontaminasi silang.
tidak terdeteksi atau sebelum dan
tidak teratasi sesudah
pemajanan pada merawat 2. Mencegah penyebaran
agen-agen infeksius bayi infeksi/kontaminasi
Tujuan : Setelah 2. Pakai sarung silang.

dilakukan tindakan tangan steril 3. Untuk mengetahui

keperawatan selama apakah ada kelainan


pada bayi.
proses keperawatan 3. Lakukan
diharapkan risiko pengkajian
cidera dapat dicegah fisik secara
Kriteria hasil : rutin
4. Membantu keluarga
a. Bebas dari cidera/ terhadap
untuk mendapatkan
komplikasi bayi baru pendidikan dan
b. Mendeskripsikan lahir, pengetahuan yang
aktivitas yang perhatikan benar tentang tanda
tepat dari level pembuluh dan gejala infeksi
perkembangan darah tali begitu juga dengan

anak pusat dan penanganan yang


benar.
c. Mendeskripsikan adanya
teknik anomaly
pertolongan 4. Ajarkan
5. Membantu memberi
pertama keluarga
kekebalan anak
tentang
terhadap agen
tanda dan
infeksi.
gejala
infeksi dan
melaporkann
ya pada
pemberi
pelayanan
kesehatan
5. Berikan agen
imunisasi
sesuai
indikasi
(imunoglobu
lin hepatitis
B dari vaksin
hepatitis B
bila serum
ibu
mengandung
antigen
permukaan
hepatitis B
(Hbs Ag),
antigen inti
hepatitis B
(Hbs Ag)
atau antigen
E (Hbe Ag).
5. Risiko 1. Hindarkan 1. Menghindari
ketidakseimbangan pasien dari terjadinya hipitermia.
suhu tubuh b.d kedinginan
kurangnya suplai O2 dan
dalam darah tempatkan
Tujuan : Setelah pada 2. Mengetahui
dilakukan tindakan lingkungan terjadinya hipotermi.
keperawatan selama yang hangat.
proses keperawatan 2. Monitor 3. Perubahan tanda-
diharapkan suhu temperatur tanda vital yang
tubuh normal dan warna signifikan akan
Kriteria hasil : kulit. mempengaruhi
a. Temperatur badan 3. Monitor proses regulasi
dalam batas TTV. ataupun metabolisme
normal dalam tubuh.
b. Tidak terjadi 4. Menghindari
distress terjadinya hipitermia.
pernafasan 4. Jaga
c. Tidak gelisah temperatur
d. Perubahan warna suhu tubuh 5. Mambantu BBL
kulit bayi agar tetap berada pada
e. Bilirubin dalam tetap hangat. keadaan yang sesuai
batas normal 5. Tempatkan dengan keadaannya.
BBL pada
inkubator
bila perlu.
6. Proses keluarga 1. Buat 1. Mambantu orang
terhenti b.d hubungan terdekat untuk
pergantian dalam dan akui menerima apa yang
status kesehatan kesulitan terjadi dan
anggota keluarga situasi pada berkeinginan untuk
Tujuan : Setelah keluarga. membagi masalah
dilakukan tindakan dengan staf.
keperawatan selama 2. Tentukan 2. Sediakan informasi
proses keperawatan pengetahuan untuk memulai
diharapkan koping akan situasi perencanaan
keluarga adekuat sekarang. perawatan dan
Kriteria Hasil : membuat keputusan.
a. Percaya dapat Kurangnya informasi
mengatasi 3. Ikutsertakan dapat mengganggu
masalah. orang respons
b. Kestabilan terdekat pemberi/penerima
prioritas. dalam asuhan terhadap
c. Mempunyai pemberian situasi penyakit.
rencana darurat. informasi, 3. Informasi dapat
d. Mengatur ulang pemecahan mengurangi perasaan
cara perawatan. masalah dan tanpa harapan dan
e. Status kekebalan perawatan tidak berguna.
anggota keluarga. pasien sesuai Keikutsertaan dalam
f. Anak kemungkina perawatan akan
mendapatkan n. meningkatkan
perawatan perasaan kontrol dan
tindakan harga diri.
pencegahan.
g. Akses perawatan
kesehatan.
h. Kesehatan fisik
anggota keluarga

You might also like