Professional Documents
Culture Documents
Dosen Pengampu :
Ir. Wahyuningsih, M.Si
Kelompok 1 :
Dhuta Aji Harya Y (40040117640003)
Aulya Akmala (40040117640013)
M. Makhdum Ibrahim (40040117640042)
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
TAHUN 2018/2019
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Steralisasi adalah suatu cara untuk membebaskan sesuatu (alat,bahan,media, dan lain-lain)
dari mikroorganisme yang tidak diharapkan kehadirannya baik yang patogen maupun yang a
patogen. Atau bisa juga dikatakan sebagai proses untuk membebaskan suatu benda dari semua
mikroorganisme, baik bentuk vegetative maupun bentuk spora.
Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara mekanik, fisik dan
kimiawi:
Menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron)
sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahan yang
peka panas, misal nya larutan enzim dan antibiotik
· Pemanasan
Membakar alat pada api secara langsung, contoh alat : jarum inokulum, pinset, batang L, dll.
100 % efektif namun terbatas penggunaanya.
b. Panas kering:
Sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800C. Sterilisasi panas kering cocok untuk alat yang
terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dll.Waktu relatif lama sekitar 1-2 jam.
Kesterilaln tergnatung dengan waktu dan suhu yang digunakan, apabila waktu dan suhu tidak
sesuai dengan ketentuan maka sterilisasipun tidak akan bisa dicapai secara sempurna.
Konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air lebih tepat menggungakan
metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi Teknik disinfeksi termurah Waktu 15 menit setelah air
mendidih Beberapa bakteri tidak terbunuh dengan teknik ini: Clostridium perfingens dan Cl.
Botulinum
Menggunalkan autoklaf menggunakan suhu 1210C dan tekanan 15 lbs, apabila sedang
bekerja maka akan terjadi koagulasi. Untuk mengetahui autoklaf berfungsi dengan baik digunakan
Bacillus stearothermophilus Bila media yang telah distrerilkan.diinkubasi selama 7 hari berturut-
turut apabila selama 7 hari: Media keruh maka otoklaf rusak Media jernih maka otoklaf baik,
kesterilalnnya, Keterkaitan antara suhu dan tekanan dalam autoklaf
Sterilisasi secara kimia dapat memakai antiseptik kimia. Pemilihan antiseptik terutama
tergantung pada kebutuhan daripada tujuan tertentu serta efek yang dikehendaki. Perlu juga
diperhatikan bahwa beberapa senyawa bersifat iritatif, dam kepekaan kulit sangat bervariasi. Zat-
zat kimia yang dapat di pakai untuk sterilisasi antara lain halogen (senyawa klorin, yodium),
alkohol, fenol, hydrogen peroksida, zat warna ungu Kristal, derivate akridin, rosalin, deterjen,
logam-logam berat, aldehida, ETO, uap formaldehid ataupun beta-propilakton
2.2. Fermentasi
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa
oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi,
terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam
lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal.
Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi
adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga
dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton.
2.3. Prinsip Fermentasi
Secara prinsip, sekarang ini pengertian fermentasi telah berkembang menjadi : Seluruh
perombakan senyawa organik yang dilakukan mikroorganisme yang melibatkan enzim yang
dihasilkannya, atau dengan kata lain fermentasi adalah perubahan struktur kimia dari bahan-
bahan organik dengan memanfaatkan agen-agen biologis terutama enzim sebagai biokatalis.
Fermentasi dapat dilakukan dengan metode kultur permukaan dan kultur terendam sub
merged. Kultur permukaan yang menggunakan substrat padat atau semi padat banyak digunakan
untuk memproduksi berbagai jenis asam organik dan enzim. Fermentasi media padat ini sering
disebut proses ‘koji’, misalnya proses koji untuk memproduksi enzim yang dibutuhkan dalam
pembuatan shoyu (kecap kedelai), miso, sake, asam-asam organik dan sebagainya. Fermentasi
padat dengan substrat kulit umbi ubi kayu dilakukan untuk meningkatkan kandungan protein dan
mengurangi masalah limbah pertanian. Produk fermentasi selanjutnya dapat digunakan sebagai
bahan atau suplemen produk pangan atau pakan. Disamping hasil-hasil metabolit tersebut,
fermentasi juga dapat diterapkan untuk menghasilkan biomassa sel mikroba seperti ragi roti (baker
yeast) yang digunakan dalam pembuatan roti. Untuk menghasilkan tiap-tiap produk fermentasi di
atas dibutuhkan kondisi fermentasi yang berbeda-beda dan jenis mikroba yang bervariasi juga
karakteristiknya. Oleh karena itu, diperlukan keadaan lingkungan, substrat (media), serta
perlakuan (treatment) yang sesuai sehingga produk yang dihasilkan optimal.
Dalam makalah ini akan diulas lebih dalam mengenai salah satu produk fermentasi yang
berupa metabolit primer yaitu Asam glutamat. Asam glutamat merupakan asam amino yang
dikenal memiliki kekhasan yaitu sebagai penguat citarasa. Di pasaran asam glutamat dapat kita
jumpai dalam bentuk monosodium glutamat yang banyak digunakan sebagai bahan penyedap
makanan (Handodjo,1995).
Kadar Ca 0,8-1,3 %
2.5.3. Akumulasi Produk Lain yang Dipengaruhi oleh Perubahan Kondisi Kultur
1. Asam Laktat dan Asam Suksinat
Brevibacterium flavum yang memproduksi asam glutamat mengakumulasi
asam laktat dan asam suksinat ketika dikulturasi dengan jumlah oksigen yang
kurang. Saat jumlah suplai oksigen kurang dari kondisi kejenuhan komplet ke
berbagai derajat kecukupan kebutuhan oksigen, produk utama berubah dari asam
glutama menjadi asam suksinat kemudian menjadi asam laktat. Lebih dari 30 g l-1
asam suksinat atau 45 g l-1 asam laktat dapat mengakumulasi pada 72 h kondisi
optimum.
2. Asam α-Ketoglutarat
Suplai oksigen yang cukup dengan ketidakadaan ion amonium pada
fermentasi asam £-Glutamat akan menghasilkan akumulasi asam α-Ketoglutarat.
Ketika pengontrol pH diubah dari NH4OH menjadi NaOH pada pada akhir fase
pertumbuhan, 18 g l-1 asam α-Ketoglutarat terakumulasi pada hasil substrat 0,20 g
g l-1 pada pembudidayaan 72 h.
3. Asam £-Glutamin
Asam £-Glutamat diubah menjadi £-glutamin ketika terdapat kelebihan
amonium klorida pada kultur pada pH rendah dengan adanya ion seng. Pada
medium yang mengandung 40 g l-1 amonium klorida dan 10 mg l-1 sulfat seng, sel
terakumulasi lebih dari 40 l-1 £-Glutamin pada 0,30 g l-1 sumber karbon.
Konsentrasi tinggi ion amonium pada kondisi pH rendah menghasilkan produksi
N-asetil-£-glutamin. Ion seng efektif dalam pengurangan ekskresi N-asetil-£-
glutamin dalam akumulasi £-glutamin.
1. Dekalsifikasi
Proses penghilangan unsur Kalsium (Ca2+) yang terdapat pada tetes tebu dengan H2SO4 ,
sehingga menghasilkan Treated Cane Molasses (TCM) sebagai media pertumbuhan pada proses
fermentasi.Dekalsifikasi bertujuan untuk menghilangkan garam-garam anorganik dan bahan
koloid dalam molasses, menghilangkan kotoran yang dapat menyebabkan timbulnya kerak pada
peralatan, menghilangkan ion Ca2+yang dapat merapuhkan kristal MSG.
Kandungan Ca pada tetes tebu berasal dari proses pengolahan gula pada pabrik gula yaitu
pada tahap pemurnian gula. Pada tahap ini dilakukan penambahan susu kapur (Ca(OH)2) dan gas
CO2 pada nira sehingga akan terbentuk endapan CaCO3.Penurunan kadar Ca2+ disini dengan cara
direaksikan dengan H2SO4 menghasilkan CaSO4 sampai pH 3, dengan penambahan LS (Low
Steam) untuk meningkatkan suhu cane molasses menjadi 600C sebagai katalis reaksi pengikatan
Ca2+ oleh H2SO4.
Ca2+ + H2SO4 CaSO4 + 2 H+
2. Sakarifikasi
Proses ini dilakukan untuk mengatasi rendahnya kadar glukosa pada TCM (Treated Cane
Molasses) melalui sakarifikasi tepung tapioka. Tepung tapioka dihidrolisis menjadi glukosa oleh
enzim α-amilase dan enzim glukoamilase dengan perbandingan antara TCM dengan tapioka 3:1.
Glukosa yang dihasilkan ditambahkan pada TCM.
2. Seed Culture
Merupakan tempat pengembangan dari jar 5 liter ke tangki seed, dengan kapasitas
12 kL yang telah berisi media seed sebanyak 5 kL. Pada tangki ini suhu dijaga konstan
31,50C menggunakan jacket yang dialiri PW atau HCHW (Hot Chilled Water).
Pengadukan dilakukan selama holding time yaitu 16 jam. Tangki seed dilengkapi dengan
pipa untuk aerasi karena bakteri bersifat aerob (membutuhkan oksigen). Oksigen yang
digunakan disini diperoleh dari udara yang diambil melalui kompresor yang kemudian
disaring di air filter, sehingga udara yang masuk ke tangki seed sudah bebas dari
kontaminan. Tekanan operasi dalam tangki adalah 0,5 kg/cm2. pH larutan dijaga antara
7,3-7,5 dengan penambahan NH3 juga dilakukan sebagai sumber nitrogen.
Pada tangki seed dilakukan penambahan media karena media yang ditambahkan
tersebut mempunyai komposisi nutrisi tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan bakteri.
Jika komposisi nutrisinya melebihi yang dibutuhkan maka akan terjadi lisis pada
membrane sel bakteri dan akhirnya mati. Pemberian nutrisi pada bakteri ini bersifat pre-
enrichment. Maksudnya bakteri yang awalnya hanya ditumbuhkan pada skala kecil
(laboratorium) kemudian sikembangkan pada skala industri akan mengalami shock
sehingga perlu nutrisi yang tepat untuk mengembalikan kondisinya pada keadaan normal,
sehingga diharapkan dapat menghasilkan asam glutamate dengan optimal.
Setiap 2 jam dilakukan pengukuran OD (optical density) dan PVC (packet cell
volume) untuk mengukur konsentrasi dan jumlah sel dalam media serta GA dan TS (total
sugar). Dari data pengukuran jika telah mencapai kondisi optimum pertumbuhan dimana
kadar TS belum sampai habis, maka seed siap ditransfer ke main fermentor yang telah
sudah terdapat media pertumbuhan dan perkembangan bakteri seperti TCM, SOD dan RAS
dengan PW sebagai pelarut. Pada proses transfer media dilakukan continue sterilization
(CS). Sterilisasi media disini dilakukan dengan cara melewatkan media ke Plate Heat
Exchanger (PHE), dimana terjadi pertukaran panas dengan steam sehingga media yang
keluar dari PHE sudah bebas dari kontaminan dan media siap masuk ke tangki main
fermentor.
Untuk membuang CO2 yang terbentuk, tangki juga dilengkapi dengan cyclon
separator untuk memisahkan cairan yang terikut bersama CO2. Selain itu pada tangki main
fermentor ditambahkan anti foam agent (AF) guna mencegah timbulnya busa akibat
pengadukan karena busa dapat mengakibatkan bakteri kesulitan untuk mendapatkan
oksigen. Tangki main fermentor ini berjumlah 3 unit dengan kapasitas masing-masing 250
kL dan volume kerja fermentor 200 kL. Seperti halnya dengan tangki seed, setiap 2 jam
dilakukan analisa Optical Density (OD), Packed Cell Volume (PCV), Total Sugar (TS),
Dissolved Oxygen (DO) dan GA. Pada akhir proses fermentasi ini akan dihasilkan broth
yang terdiri dari bangkai bakteri, lumpur, sisa media, kotoran dan asam glutamate yang
akan diproses lebih lanjut pada Refinery I (Suharto, 1995).
4. Isolasi
Proses isolasi dilakukan untuk memisahkan produk hasil fermentasi (HB/Hakko
Broth). Dalam tahap isolasi ini terdapat 4 proses, antara lain :
a. Asidifikasi
Proses asidifikasi disebut juga proses kristalisasi I. HB (Hakko Broth) dialirkan
melalui heat exchanger (HE) untuk menurunkan suhu broth dari 40°C menjadi 25°C ke
dalam tangki kristalisasi I. Tangki tersebut dilengkapi agitator untuk menghomogenkan
konsentrasi H2SO4 yang ditambahkan. pH HB dibuat isoelektrik sekitar 3,2 –
3,4 sehingga diperoleh konsentrat asam glutamat. Kesetimbangan ion yang terjadi pada
kondisi isoelektris menyebabkan menurunnya kelarutan dan terjadi kristalisasi.
b. Separasi I
Separasi dilakukan dengan alat Super Decanter Centrifuge (SDC). Dimana kristal asam
glutamat yang mempunyai berat jenis besar akan mendapat gaya yang lebih besar,
sehingga akan terpisah ke tepi. Sedangkan cairannya akan berada ditengah. Hasil
pemisahannya disebut GH (Glutamic Hakko) berupa asam glutamat dan larutan induk
GM (Glutamic Mother). Kemudian larutan GM yang masih mengandung sisa asam
glutamat, sisa mikroba serta sisa media fermentasi ini dievaporasi dengan Falling Film
Evaporator (FFE) dua efek sampai total solid kira-kira 30-40%, setelah dipekatkan cairan
ini disebut didinginkan dengan cooling water (CW) dan dipisahkan lagi dengan Super
Decanter Sentrifuge(SDC).
c. Pencucian
Pencucian dilakukan pada kristal asam glutamat (GH) dengan cara penyemprotan air ke
kristal asam glutamat, dan laju air dijaga secara optimal agar menghindari hilangnya
kristal asam glutamat. Selanjutnya, larutan tersebut dipisahkan kembali dengan Super
Decanter Sentrifuge (SDC) untuk memisahkan kristal GH dari air sisa pencucian (GM).
Kemudian pada GM yang masih mengandung asam glutamat dalam jumlah cukup besar
dipekatkan dan dievaporasi menggunakan Falling Film Evaporator (FFE) tiga efek.
d. Pengubahan Kristal
Mengubah bentuk kristal α pada GH menjadi kristal β. Tujuan pengubahan ini adalah
untuk mengurangi kandungan pengotor (impurities) yang terdapat pada kristal α. Kristal
β berbentuk prisma heksagonal pipih dan berukuran lebih kecil dari pada kristal α dan
juga kristal β memiliki kestabilan yang jauh lebih tinggi daripada kristal α. Proses
pengubahan kristal ini dilakukan dengan cara pemanasan steam 80°C. Pada kondisi
temperatur demikian kristal α akan melarut dan terbentuk kristal β. Kristal yang keluar
masih bertemperatur tinggi, oleh karena itu perlu didinginkan sampai 40-50°C dengan
cara mengalirkan air pendingin, proses ini terjadi di tangki Transform Crystal
Cooling (TCC).
5. Netralisasi
Tujuan dari netralisasi adalah menstabilkan molekul asam amino yang masih dipengaruhi
pH yang asam, dengan cara dinetralkan dengan NaOH 20% hingga mencapai pH 6,7 –
7,2 dan proses ini dilakukan pada temperatur sekitar 90°C. Pada proses ini asam glutamat
akan diubah menjadi Monosodium Glutamat cair yang disebut NL (Neutral Liquor),
kemudian NL menuju tahap purifikasi.
6. Purifikasi
Pada tahap purifikasi terdapat 3 proses yang digunakan, yaitu :
a. Dekolorisasi
Dekolorisasi merupakan proses penghilangan kotoran yang terdapat pada cairan NL,
dengan cara penambahan aktif karbon sebesar 2% dari massa cairan pada cairan NL.
Pada proses tersebut diperoleh cairan monosodium glutamat bening atau Filtered
Liquor (FL).
b. Kristalisasi II
c. Separasi II
7. Pengeringan
Dalam alat pengering, udara panas dihembuskan dengan bantuan blower hingga pada
akhirnya kadar air kristal telah mencapai ±2% dari kadar air sebelumnya ± 4-6%. Setelah
proses pengeringan selesai, kristal monosodium glutamat didinginkan terlebih dahulu
dalam mesin pendingin dengan suhu antara 30-40°C. Sehingga diperoleh kristal MSG
yang stabil pada suhu ruang dan dilakukan proses pengayakan pada 3 ukuran
kristal,antara lain:
· LC (Large Crystal) merupakan kristal MSG yang lolos pada ayakan berukuran 30
mesh
· RC (Regular Crystal) merupakan kristal MSG yang lolos pada ayakan berukuran
40 mesh
· FC (Fine Crystal) merupakan kristal MSG yang lolos pada ayakan berukuran 100
mesh (Said ,1987).
Diagram alir pembuatan MSG
2.7.Proses Biokimia dalam Pembuatan Monosodium Glutamat dengan Metode Fermentasi
Adapun proses biokimia yang terjadi selama pembuatan monosodium glutamat dengan metode
fermentasi yaitu :
1. Hidrolisis pati
Proses ini terjadi pada tahap sakarifikasi dimana tepung tapioca yang mengandung pati dihidrolisis
menjadi glukosa oleh enzim α-amilase dan enzim glukoamilase. Proses hidrolisis pati terdiri dari
dua tahap yaitu :
a. Proses Liquifikasi,
Proses pencairan gel pati dengan menggunakan enzim α-amilase. Hasil hidrolisanya adalah
dextrin. Proses ini berlangsung pada pH 5,5, suhu 85°C, waktu proses 40 menit perbandingan pati
dan enzim 1 : 0,002. Jika proses ini dilakukan pada pH dan suhu tidak optimal maka aktivitas
enzim akan berkurang dan enzim akan rusak dan mati (Othmer, 1976). α –amilase adalah endo-
enzim yang bekerjanya memutus ikatan α – 1,4 dibagian dalam molekul baik pada amilosa maupun
amilopektin. α-amilase relatif tahan panas, tetapi tidak tahan terhadap pH yang rendah. Enzim α-
amilase mempunyai
(Maya Shovitri,2010)
Metabolisme gula terjadi selama proses fermentasi untuk mengubah glukosa menjadi senyawa
dengan tiga atom dan dua atom karbon. Selama fermentasi asam glutamat dibutuhkan oksigen
dalam jumlah banyak. Jika oksigen terbatas, maka terjadi akumulasi asam organik selain asam
glutamat yang mengakibatkan kerusakan fermentasi dengan penurunan hasil produksi asam
glutamate. Untuk mencegah akumulasi asam organik selain asam glutamat maka selama
fermentasi dilakukan control laju aerasi dengan adanya aerator dan sensor oksigen berupa
electrode oksigen.
Mikroba tidak dapat menghasilkan asam glutamat dari asam piruvat. Asam piruvat dioksidasi dan
melepaskan 1 dari 3 atom karbon pada asam piruvat dalam bentuk CO2 dan menghasilkan fragmen
berkarbon 2 yaitu kelompok asetil, serta terjadi perubahan NAD+ menjadi NADH. Di akhir reaksi
kelompok asetil bergabung dengan koenzim A (KoA) sehingga membentuk senyawa asetil KoA
dan masuk ke siklus Krebs. Dalam siklus Krebs, asetil KoA bergabung dengan molekul berkarbon
4, oksaloasetat, membentuk molekul berkarbon 6 yaitu sitrat secara irreversible.
Gugus hidroksil pada sitrat harus diatur kembali agar oksidasi berlangsung dengan cara pelepasan
molekul air dari satu karbon dan ditambahkan ke atom karbon yang lain. Sehingga terbentuk gugus
–H dan –OH yang telah bertukar posisi. Produknya yaitu isomer sitrat disebut isositrat. Isositrat
mengalami reaksi dekarbosilasi oksidatif. Mula-mula, isositrat dioksidasi, menghasilkan sepasang
electron, dan mengubah NAD menjadi NADH (Pratiwi et al., 2007) , Kemudian terjadi
dekarboksilasi. Atom Karbon membelah membentuk CO2 menghasilkan molekul berkarbon 5,
yaitu α-ketoglutarat dan terbentuklah asam glutamat melalui reaksi reduksi aminasi :
(Maya Shovitri,2010)
3 mol fosfofenolpiruvat
3 mol piruvat
suksinat α-Ketoglutarat
asam £-Glutamat
Gambar 1. Jalur pembentukan asam glutamat melalui siklus glioksilat sebagai sistem
pembentuk oksaloasetat tanpa pembentukan karbondioksida
glukosa
2 mol fosfofenolpiruvat
CO2
piruvat
asetil KoA
oksaloasetat sitrat
isositrat
α-Ketoglutarate
asam £-Glutamat
Dalam proses biokimia selama pembuatan monosodium glutamate tidak lepas dari peran enzim.
Selama proses hidrolisis pati, enzim α-amilase dan enzim glukoamilase memiliki peranan penting
yaitu sebagai katalis dalam pemecahan makromolekul (pati) menjadi molekul yang lebih
sederhana (glukosa) melalui pembentukan ikatan antara sisi aktif enzim dengan pati baik di bagian
dalam molekul oleh enzim α-amilase maupun pada molekul pati oleh enzim glukoamilase.
Pemecahan molekul ini dilakukan karena bakteri Brevibacterium lactofermentumtidak dapat
mencerna pati. Melalui proses hidrolisis pati ini dengan bantuan enzim proses fermentasi dapat
berlangsung.
Selama biosintesis asam L-Glutamat, terdapat enzim yang berperan penting, yaitu NADP-
specifik glutamic acid dehydrogenase. Enzim NADP-specifik glutamic acid dehydrogenase ini
merubah asam α-ketoglutarat menjadi asam glutamate melalui reaksi reduktif aminasi
(penambahan NH3) dan untuk mengaktifkan enzim tersebut di perlukan NADPH2.
Enzim lain yang berperan dalam produksi asam L-gutamat yakni phosphoenol
Carboxylase dan a-ketoglutarat Dehydrolase. Dehydrogenase. Phosphoenol Carboxylase akan
mengkatalis karboksilasi dari fosfofenol piruvat ke dalam bentuk oxaloasetat. Sedangkan α-
Ketoglutarate Dehydrogenase, mengubah α-Ketoglutarat menjadi suksinil KoA.
a. Baik pada proses pembiakan maupun fermentasi, temperatur proses harus terjaga kurang
lebih 30-350C (optimum 340C) karena proses metabolisme yang berlangsung bersifat
eksoterm. pH dikontrol antara 7-8 dengan cara menambahnkan NH3. Penurunan pH
diakibatkan oleh produksi asam glutamat oleh bakteri.
b. fermentasi asam glutamat merupakan fermentasi aerobik, oleh karena itu pengaliran udara
(sebagai suplai oksigen) dan aerasi harus cukup agar tidak terbentuk asam laktat (bila
kekurangan oksigen)
c. kadar gula selama proses fermentasi akan semakin berkurang karena diubah oleh bakteri
menjadi asam glutamat, maka penambahan tetes feeding penting dilakukan saat
fermentasi berlangsung.
d. Efek biotin, kadar yang digunakan 10-20 mg/L. biotin berperan penting dalam akumulasi
asam glutamat dalam jumlah yang besar
e. Efek Penicillin, untuk seleksi mikroba dan mengakumulasi asam glutamat pada saat fase
pertumbuhan, serta memudahkan glutamat untuk dipanen karena glutamat terekstraksi
keluar sel.
KESIMPULAN