You are on page 1of 17

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. R
Umur : 28 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Telanaipura
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : Sarjana Pendidikan

1.2 ANAMNESIS
Keluhan utama : Penglihatan kabur pada kedua mata sejak ± 2
minggu yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :


Sejak ± 2 tahun yang lalu penderita merasakan pandangan kabur pada
kedua mata. Pandangan kabur apabila melihat jarak jauh dan huruf kelihatan
membayang tetapi membaik jika jaraknya menjadi dekat. Pandangan kabur terjadi
perlahan dan makin lama makin kabur, pasien juga mengeluh Mata cepat terasa
lelah saat membaca dan juga harus mengernyitkan mata untuk melihat fokus pada
suatu benda. Keluhan mata merah (-), nyeri (-), silau (-), kotoran mata (-), riwayat
didepan computer dalam jangka waktu lama dalam sehari (+).
Namun sejak ± 2 minggu yang lalu, keluhan mata kabur pada kedua mata,
semakin berat dan mengganggu kegiatan sehari-hari dan kadang di sertai sakit
kepala (+), sehingga penderita berobat ke Poli Mata Rumah Sakit Raden Mattaher.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat menggunakan kacamata sebelumnya (+). Riwayat kencing manis
disangkal. Riwayat trauma pada daerah mata disangkal. Riwayat minum obat-
obatan dalam jangka waktu lama disangkal.

1
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.

Riwayat Gizi
Baik

Keadaaan Sosial Ekonomi


Baik

Penyakit Sistemik
 Tractus Respiratorius : Tidak ada keluhan
 Tractus Digestivus : Tidak ada keluhan
 Kardiovaskuler : Tidak ada keluhan
 Endokrin : Tidak ada keluhan
 Neurologi : Tidak ada keluhan
 Kulit : Tidak ada keluhan
 THT : Tidak ada keluhan
 Gigi dan Mulut : Tidak ada keluhan
 Lain – lain

2
1.3 Pemeriksaan Fisik
1.3.1 Status Oftalmologikus
PEMERIKSAAN VISUS DAN REFRAKSI
VISUS OD OS
6/20 6/30
Pemeriksaan dilakukan Pemeriksaan dilakukan
dengan cara: dengan cara:
- Pasien menutup mata - Pasien menutup mata
kirinya dengan kanannya dengan
menggunakan menggunakan telapak
telapak tangan tangan.
- Pasien diminta untuk - Pasien diminta untuk
membaca angka membaca huruf
terbesar pada kartu terbesar pada kartu
snellen. snellen.
- Pasien tidak mampu - Pasien tidak mampu
membaca huruf membaca huruf
terbesar urutan ke-3 terbesar urutan ke- 2
pada kartu snellen. pada kartu snellen.
KOREKSI Visus 6/20 6/6 Visus 6/30  6/6
- Dilakukan koreksi - Dilakukan koreksi
Dengan langkah: dengan menggunakan dengan menggunakan
- Pasien diminta untuk sferis -1,00 / + 1,00 sferis -1,25 / + 1,25
- Pasien merasa lebih - Pasien merasa lebih
memakai trial frame
- Mata kanan diperiksa terang dengan terang dengan
terlebih dahulu dan menggunakan lensa menggunakan lensa
mata kiri ditutup sferis -1,00. sferis -1,25.
- Pasien mampu - Pasien mampu
dengan occlude
- Pasien diminta untuk membaca angka pada membaca angka pada
mengidentifikasi kartu snellen hingga kartu snellen hingga
angka terbesar pada baris ke -7 sehingga baris ke -7 sehingga
kartu snellen. visus 6/6 visus 6/6
- Setelah mata kanan
diperiksa dilanjutkan
pada mata kiri dan

3
mata kanan ditutup.
MUSCLE BALANCE OD OS
Kedudukan bola mata
Ortoforia Ortoforia

PERGERAKAN BOLA
MATA

Versi baik, Duksi baik Versi baik, duksi baik

PEMERIKSAAN OD OS
EKSTERNAL
SUPERSILIA Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
PALPEBRA SUPERIOR Edema (–), hiperemis (-) Edema (–), hiperemis (-)
PALPEBRA INFERIOR Edema (–), hiperemis (-) Edema (–), hiperemis (-)
MARGO PALPEBRA Ektopion (-), ektropion (-) Ektopion (-), ektropion
DAN SILIA Sekret (-), trikiasis (-) (-)
Sekret (-), trikiasis (-)
APPARATUS Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
LAKRIMALIS
KONJUNGTIVA Folikel (-), papil (-) Folikel (-), papil (-)
TARSALIS SUPERIOR

KONJUNGTIVA Folikel (-), papil (-) Folikel (-), papil (-)


TARSALIS INFERIOR
KONJUNGTIVA BULBI Injeksi siliaris (-), injeksi Injeksi siliaris (-), injeksi
konjungtiva (-) konjungtiva (-)
KORNEA Jernih Jernih
COA Sedang Sedang
PUPIL
- DIAMETER 3 mm 3 mm
- REFLEKS CAHAYA
- Direct
- Konsekuil + +
+ +

4
IRIS Warna coklat, kripte (+) Warna coklat, kripte (+)
LENSA Keruh (-) Keruh (-)

PEMERIKSAAN SLIT
LAMP
Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Conjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-)
Injeksi conjungtiva (-) Injeksi conjungtiva (-)
Kornea Jernih Jernih
Bilik Mata Depan Sedang Sedang
Iris Coklat, Kripta iris jelas Coklat, Kripta iris jelas
Lensa Jernih Jernih
TONOMETRIS Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
FUNDUSCOPY Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
TEST KONFRONTASI Sama dengan Pemeriksa Sama dengan Pemeriksa

1.3. 2 Pemeriksaan Umum


- KeadaanUmum : Composmentis
- Tekanan darah
: 110/80 mmHg
- Nadi
- Suhu : 84 x/menit
- Pernapasan
: Afebris
- Berat badan
: 20 x/menit
: 58 Kg

1.4 DIAGNOSIS BANDING


Astigmatisma
Hipermetropia

1.5 DIAGNOSIS KERJA


Miopia ODS

1.6 USUL PEMERIKSAAN


 Funduskopi

5
 autorefraktometri

1.7 PENATALAKSANAAN
Umum :
 Membaca dengan pencahayaan yang cukup
 Menghindari membaca sambil tiduran
 Kacamata harus terus dipakai
 Beristirahat jika mata mulai terasa lelah
Khusus :
Kacamata lensa sferis konkaf sesuai dengan koreksi :
OD S – 1,00 D 6/6
OS S – 1,25 D 6/6
PD 62 / 60

1.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KELAINAN REFRAKSI


Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk
pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik mata
sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata normal kornea dan lensa
mebelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini
memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata.
Pada orang normal daya bias media penglihatan dan panjangnya bola mata
seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media refraksi dibiaskan tepat
di daerah makula lutea.1

Secara keseluruhan status refraksi dipengaruhi oleh :


1. Kekuatan kornea (rata-rata 43 D)
2. Kekuatan lensa (rata-rata 21 D)
3. Panjang aksial (rata-rata 24 cm)

Dikenal beberapa titik didalam bidang refraksi, seperti Punctum Proksimum


merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas.
Puctum Remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat
dengan jelas. Titik ini merupakan titik didalam ruang yang berhubungan dengan
retina atau foveola bila mata istirahat.1
Emetropia adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi pembiasan sinar mata
dan berfungsi normal. Ametropia adalah keadaan pembiasan mata dengan panjang
bola mata yang tidak seimbang.1
Terdapat beberapa kelainan refraksi antara lain miopia, hipermetropia,
presbiopia, dan astigmat.2

2.2 MIOPIA
A. DEFINISI

7
Miopia merupakan keadaan refraksi mata, dimana sinar sejajar yang
datang dari jarak yang tak terhingga, oleh mata dalam keadaan istirahat, dibiaskan
didepan retina, sehingga pada retina didapatkan lingkaran difus dan bayangan
kabur.
Cahaya yang datang dari jarak yang lebih dekat, mungkin dibiaskan tepat
diretina tanpa akomodasi.

Gambar 1. Miopia

Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering


disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang miopia
mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau
unutk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien miopia mempunyai
punctum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan
konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling
kedalam atau esotropia.2

B. KLASIFIKASI1-3
Dikenal beberapa tipe dari miopia :
1. Miopia Aksial
Bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal. Pada
orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter
anteroposterior bola mata 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar
3 dioptri.
2. Miopia Refraktif

8
Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada katarak
intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat.

Menurut derajat beratnya, miopia dibagi dalam :


1. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 D
2. Miopia sedang, dimana miopia kecil daripada 3-6 D
3. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 D

Menurut perjalanannya, miopia dikenal denan bentuk :


a. Miopia stasioner, miopia fisiologik
Timbul pada umur masih muda, kemudian berhenti. Dapat juga naik sedikit
pada waktu atau segera setelah pubertas, atau didapat kenaikan sedikit sampai
umur 20 tahun. besar dioptrinya kurang dari -5D atau -6D. Tajam penglihatan
dengan koreksi yang sesuai dapat mencapai keadaan normal.
b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata. Besar dioptrinya melebihi 6 dioptri
c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan
ablasi retina dan kebutaan. Miopia maligna biasanya bila mopia lebih dari 6
dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata
sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil
disertai dengan atrofi korioretina.

Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli
sepertimiopik kresen yaitu bercak atrofi koroid yang berbentuk bulan sabit pada
bagian temporal yang berwarna putih keabu-abuan kadang-kadang bercak atrofi
ini mengelilingi papil yang disebut annular patch. Dijumpai degenerasi
dari retina berupa kelompok pigmen yang tidak merata menyerupai kulit harimau
yang disebut fundus tigroid, degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer
(degenerasi latis).2,3
Degenerasi latis adalah degenerasi vitroretina herediter yang paling sering
dijumpai, berupa penipisan retina berbentuk bundar, oval atau linear, disertai
pigmentasi, garis putih bercabang-cabang dan bintik kuning keputihan.

9
Degenerasi latis lebih sering dijumpai pada mata miopia dan sering disertai
ablasio retina, yang terjadi hampir 1/3 pasien dengan ablasio retina.2,3

Gambar 2. Degenerasi Latis

Berdasarkan gambaran klinisnya, miopia dibagi menjadi :2,-5


a. Miopia simpleks
Ini lebih sering daripada tipe lainnya dan dicirikan dengan mata yang
terlalu panjang untuk tenaga optiknya (yang ditentukan dengan kornea dan
lensa) atau optik yang terlalu kuat dibandingkan dengan panjang
aksialnya.
b. Miopia nokturnal
Ini merupakan keadaan dimana mata mempunyai kesulitan untuk melihat
pada area dengan cahaya kurang, namun penglihatan pada siang hari
normal.
c. Pseudomiopia
Terganggunya penglihatan jauh yang diakibatkan oleh spasme otot siliar.
d. Miopia yang didapat
Terjadi karena terkena bahan farmasi, peningkatan level gula darah,
sklerosis nukleus atau kondisi anomali lainnya.

C. GEJALA KLINIS2,4,5,6

10
Gejala subjektif miopia antara lain:
a. Kabur bila melihat jauh
b. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
c. Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai dengan
akomodasi ).2-3

Gejala objektif miopia antara lain:


1. Miopia simpleks :
a. Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang
relatif lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol
b.Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat
disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf
optik.2.3

2. Miopia patologik :
Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks Gambaran
yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada
1. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau
degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang
mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan
kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan myopia
2. Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil
terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen
miopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi
oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur.2,3

Gambar 2. Myopic cresent

11
3. Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan
perdarahan subretina pada daerah makula.
4. Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer
5. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan
retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan
disebut sebagai fundus tigroid.

Gambar 3. Fundus Tigroid

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG2,4,5
Untuk mendiagnosis miopia dapat dilakukan dengan beberapa
pemeriksaan pada mata, pemeriksaan tersebut adalah :
1. Refraksi Subjektif
Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan rekraksi subjektif,
metode yang digunakan adalah dengan metode “trial and error”. Jarak
pemeriksaan 6 meter dengan menggunakan kartu Snellen.

2. Refraksi Objektif
Yaitu menggunakan retinoskopi, dengan lensa kerja sferis +2.00 D
pemeriksa mengamati refleks fundus yang bergerak berlawanan arah
dengan arah gerakan retinoskop (against movement).
3. Autorefraktometer
Yaitu menentukan miopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan komputer.

12
E. PENATALAKSANAAN
a. Lensa Kacamata
Kacamata masih merupakan yang paling aman untuk
memperbaiki refraksi. Untuk mengurangi aberasi nonkromatik, lensa dibuat
dalam bentuk meniskus (kurva terkoreksi) dan dimiringkan ke depan (pantascopic
tilt).1- 4
b. Lensa Kontak
Lensa kontak pertama merupakan lensa sklera kaca yang berisi cairan.
Lensa ini sulit dipakai untuk jangka panjang serta menyebabkan edema kornea
dan rasa tidak enak pada mata. Lensa kornea keras, yang terbuat dari
polimetilmetakrilat, merupakan lensa kontak pertama yang benar-benar berhasil
dan diterima secara luas sebagai pengganti kacamata. Pengembangan selanjutnya
antara lain adalah lensa kaku yang permeabel udara., yang terbuat dari asetat
butirat selulosa, silikon, atau berbagai polimer plastik dan silikon; dan lensa
kontak lunak, yang terbuat dari beragam plastik hidrogel; semuanya memberikan
kenyamanan yang lebih baik, tetapi risiko terjadinya komplikasi serius lebih
besar.2-4
Lensa keras dan lensa yang permeabel-udara mengoreksi kesalahan
refraksi dengan mengubah kelengkungan permukaan anterior mata. Daya refraksi
total merupakan daya yang ditimbulkan oleh kelengkungan belakang lensa
(kelengkungan dasar) bersamsa dengan daya lensa sebenarnya yang disebabkan
oleh perbedaan kelengkungan antara depan dan belakang. Hanya yang kedua yang
bergantung pada indeks refraksi bahan lensa kontak. Lensa keras dan lensa
permeabel-udara mengatasi astigmatisme kornea dengan memodifikasi
permukaan anterior mata menjadi bentuk yang benar-benar sferis.2-5
Lensa kontak lunak, terutama bentuk-bentuk yang lebih lentur,
mengadopsi bentuk kornea pasien. Dengan demikian, daya refraksinya hanya
terdapat pada perbedaan antara kelengkungan depan dan belakang, dan lensa ini
hanya sedikit mengoreksi astigmatisme kornea, kecuali bila disertai koreksi
silindris untuk membuat suatu lensa torus.

c. Bedah Keratorefraktif

13
Bedah keratorefraktif mencakup serangkaian metode untuk mengubah
kelengkungan permukaan anterior mata. Efek refraktif yang diinginkan secara
umum diperoleh dari hasil empiris tindakan-tindakan serupa pada pasien lain dan
bukan didasarkan pada perhitungan optis maternatis.3-6

d. Lensa Intraokular
Penanaman lensa intraokular (IOL) telah menjadi metode pilihan untuk
koreksi kelainan refraksi pada afakia. Tersedia sejumlah rancangan, termasuk
lensa lipat, yang terbuat dari plastik hidrogel, yang dapat disisipkan ke dalam
mata melalui suatu insisi kecil; dan lensa kaku, yang paling sering terdiri atas
suatu optik yang terbuat dari polimetilmetakrilat dan lengkungan (haptik) yang
terbuat dari bahan yang sama atau polipropilen. Posisi paling aman bagi lensa
intraokular adalah didalam kantung kapsul yang utuh setelah pembedahan
ekstrakapsular.4,5

e. Ekstraksi Lensa Jernih Untuk Miopia


Ekstaksi lensa non-katarak telah dianjurkan untuk koreksi refraktif miopia
sedang sampai tinggi; hasil tindakan ini tidak kalah memuaskan dengan yang
dicapai oleh bedah keratorefraktif menggunakan laser. Namun, perlu dipikirkan
komplikasi operasi dan pascaoperasi bedah intraokular, khususnya pada miopia
tinggi.3-5

F. KOMPLIKASI2
Komplikasi lebih sering terjadi pada miopia tinggi. Komplikasi yang dapat
terjadi berupa :
- Dinding mata yang lebih lemah, karena sklera lebih tipis
- Degenerasi miopik pada retina dan koroid. Retina lebih tipis sehingga
terdapat risiko tinggi terjadinya robekan pada retina
- Ablasi retina
- Orang dengan miopia mempunyai kemungkinan lebih tinggi terjadi
glaukoma

G. PROGNOSIS

14
Prognosis miopia sederhana adalah sangat baik. Pasien miopia sederhana
yang telah dikoreksi miopianya dapat melihat objek jauh dengan lebih baik.
Prognosis yang didapat sesuai dengan derajat keparahannya. Penyulit yang dapat
timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling.
Juling biasanya esotropia akibat mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat
juling keluar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.1-3

15
BAB III
ANALISA KASUS

Seorang wanita berusia 28 tahun, datang ke Poli Mata Rumah Sakit Umum
Raden Mattaher, Dari anamnesis didapatkan keluhan :
- Pandangan kedua mata kabur yang timbul secara perlahan, pertama kali 2
tahun yang lalu
- Pandangan kabur saat melihat jauh dan huruf kelihatan membayang tetapi
membaik jika melihat dalam jarak dekat
- Mata cepat terasa lelah saat membaca

Dari pemeriksaan fisik didapatkan :


- VOD 6/20 S - 1.00 D 6/6
- VOS 6/30 S – 1,25 D 6/6
- PD 62/60
- ODS : Kornea jernih, COA sedang, lensa jernih

Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa miopia merupakan suatu


keadaan refraksi mata dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga
dalam keadaan mata istirahat, dibiaskan di depan retina sehingga pada retina
didapatkan lingkaran difus dan bayangan kabur. Cahaya yang datang dari jarak
yang lebih dekat mungkin dibiaskan tepat di retina tanpa akomodasi.
Pasien ini diterapi dengan lensa sferis negatif. Ukuran lensa yang digunakan
adalah yang terkecil (OD S-1,00 dan OS S-1,25) yang memberikan visus
maksimal pada saat dilakukan koreksi. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
menyatakan bahwa pada penderita miopia diberikan lensa sferis negatif yang
terkecil yang memberikan visus maksimal.
Prognosis quo ad vitam pada kasus ini adalah ad bonam, dan quo ad
fungtionam pada kasus ini dubia ad bonam Prognosis miopia sederhana adalah
sangat baik. Pasien miopia sederhana yang telah dikoreksi miopianya dapat
melihat objek jauh dengan lebih baik. Prognosis yang didapat sesuai dengan
derajat keparahannya.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, HS. 2006. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Cetakan I. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta
2. Vaughan A dan Riordan E 2000. Ofthalmologi Umum. Ed 17 .Cetakan 1.
Widya Medika, Jakarta.
3. Nana Wijana S.D. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Jakarta. Abadi
Tegal.1993
4. Ilyas S, Tanzil M, Salamun dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2003:5
5. Hartono, Yudono RH, Utomo PT, Hernowo AS. Refraksi dalam: Ilmu
PenyakitMata. Suhardjo, Hartono (eds). Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit
Mata FK UGM,2007;185-7
6. Ilyas S. Optik dan refraksi. Dalam : Ilmu Penyakit Mata
untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Jakarta: Balai penerbit
Sagung Seto,2002

17

You might also like