You are on page 1of 18

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN

KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ATRESIA ANI

OLEH:

Thelda A. Tasarane (2016030194)


Natalia Musake (2016030032)
Lia W. Saefatu (2016030003)
Fredikus Hendro Seran (
Ronal J. Nenobais (2016030037)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA JOMBANG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Segala puji semoga tidak luluh dan kering dari lidah seorang insan sebagai tanda
syukur atas nikmat, hidayah keislaman yang diberikan oleh sang khaliq yakni Allah
SWT, sholawat serta salam semoga tetap tecurah bagi sang reformis dunia dari zaman
kegelapan menuju alam yang terang benderang seperti sekarang ini yaitu Nabi Besar
Muhammad SAW, beserta keluarga beliau, sahabat dan orang-orang yang mengikuti
beliau hingga hari akhir jaman.
Kesyukuran yang luar biasa atas diberikannya kesempatan bagi penulis untuk
dapat menyeleseikan makalah tentang Atresia Ani ini, yang merupakan salah satu tugas
dari mata kuliah “Ilmu keperawatan anak 2”.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
mendidik penulis sehingga terselesaikannya makalah ini, serta teman-teman yang telah
membantu dan memberi semangat.
Pada makalah ini terdapat pembahasan singkat tentang Atresia Ani dan asuhan
keperawatan pada klien yang menderita Atresia Ani.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada
umumnya dan bagi mahasiswa pada khususnya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Kiranya Alloh S.W.T berkenan memberikan perlindungan dan bimbinganNya.

Jombang, 27 Oktober 2018

Penulis
BAB I
LANDASAN TEORI

C. DEFINISI
Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, tresis artinya nutrisi atau
makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya
atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut
juga clausura.
Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang
atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak
lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia
dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Jadi ATRESIA ANI
adalah bentuk kelainan bawaan dimana tidak adanya lubang dubur terutama pada
bayi, rektum yang buntu terletak di atas levator sling yang juga dikenal dengan istilah
"AGNESIS REKTUM".
Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforate atau malformasi
anorectal. Jika atresia ani terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi
untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya Menurut Ladd dan Gross (1966)
anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus (Tipe pertama)
2. Membran anus yang menetap (Tipe Kedua)
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam- macam
jarak dari peritoneum (Tipe Ketiga)
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum (Tipe Keempat)

B. ETIOLOGI
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu/3 bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik
didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang
terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
4. Insiden + 1 : 4000 – 5000
5. Secara tertutup diasosiakan dengan devidasi kongenital lainnya seperti
: penyakit jantung, atresia esofagus, spinal malformasi, hidronefrosis,
BBLR.
C. PATOFISIOLOGI
Terjadinya anus imperforata karena kelainan congenital dimana saat proses
perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rectum.
Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka
yang juga akan berkembang jadi genitor urinary dan struktur anoretal.
Atresia ani ini terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan kolon
antara 7-10 minggu selama perkembangan janin. Kegagalan tersebut terjadi karena
abnormalitas pada daerah uterus dan vagina, atau juga pada proses obstruksi. Anus
imperforate ini terjadi karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus
sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstuksi dan adanya 'fistula. Obstuksi ini
mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya
Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi
sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus
urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk
fistula antara rectum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke
vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki- laki biasanya letak
tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate (rektovesika) pada
letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis).

D. TANDA DAN GEJALA


Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani atau anus imperforata terjadi
dalam waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat berupa:
1. Perut kembung dan membuncit
2. Muntah
3. Tidak ada anus yang terbuka
4. Tidak bisa buang air besar
5. Tidak ada mekonium
6. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat
sampai dimana terdapat penyumbatan
7. Termometer oleh jari kecil tidak dapat masuk ke dalam rectum
8. Pada bayi perempuan biasanya disertai vistula recta vagina, jarang
disertai vistula recta ana
9. Pada bayi laki laki sering disertai vistula recta urinari; dalam urin ada
meconium

E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain
a. Asidosis hiperkioremia.
b.Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan
c. erusakan uretra (akibat prosedur bedah)
d. Komplikasi jangka panjang.
e. Eversi mukosa anal
f. Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
g. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
h. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
i. Prolaps mukosa anorektal.
j. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)

F. KLASIFIKASI
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak
dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan
anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum.

G. PENATALAKSANAAN

a) Penanganan secara prefentif


a. Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-
hati terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat
menyebabkan atresia ani.
b. Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika
sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat
berdampak feses atau tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-parunya.
c. Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari
konstipasi.

b) Rehabilitasi dan Pengobatan

Penatalaksanaan Atresia ani tergantung klasifikasinya :


1. Melakukan pemeriksaan colok dubur
1. Melakukan pemeriksaan radiologik pemeriksaan foto rontgen bermanfaat
dalam usaha menentukan letak ujung rectum yang buntu setelah berumur 24
jam, bayi harus diletakkan dalam keadaan posisi terbalik selama tiga menit,
sendi panggul dalam keadaan sedikit ekstensi lalu dibuat foto pandangan
anteroposterior dan lateral setelah petanda diletakkan pada daerah lekukan
anus.
2. Melakukan tindakan kolostomi neonatus tindakan ini harus segera diambil
jika tidak ada evakuasi mekonium.
3. Pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setIap hari dengan kateter
uretra, dilatasi hegar, atau spekulum hidung berukuran kecil selanjutnya orang
tua dapat melakukan dilatasi sendiri dirumah dengan jari tangan yang
dilakukan selama 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi
mencapai keadaan normal.
4. Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan
dilatasi pada anus yang baru pada kelainan tipe dua.
5. Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui
anoproktoplasti pada masa neonatus

9
7. Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain: operasi abdominoperineum
pada usia (1 tahun) operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-!2
bulan) pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)
8. Penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan
dengan operasi "abdominal pull-through" manfaat kolostomi adalah antara
lain:
a. Mengatasi obstruksi usus
b. Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan
lapangan operasi yang bersih
c. Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan
lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta
menemukan kelainan bawaan yang lain.
Fena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan
pendekatan postero sagital anorectoplasty, yaitu dengan cara membelah muskulus
sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong
rectum dan pemotongan fistel. Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari
fungsinya secara jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk
kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Sebagai Goalnya adalah defekasi secara teratur
dan konsistensinya baik. Untuk menanganinya secara tepat, harus ditentukankan
ketinggian akhiran rectum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan
pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.

Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh kegagalan


menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat keterbatasan
pengetahuan anatomi, ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi
yang buruk. Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak
ketinggian akhiran rectum dan ada tidaknya fistula.

Teknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah teknik Postero Sagital Ano Recto
Plasty (PSARP). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien.
Teknik ini merupakan pengganti dari teknik lama, yaitu Abdomino Perineal Poli Through
(APPT). Teknik lama ini punya resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding perut,

10
banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi.
c). Teknik Operasi

Dilakukan dengan general anestesi , dengan endotrakeal intubasi , dengan posisi pasien
tengkurap dan pelvis ditinggikan Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator
untuk identifikasi anal dimple. Incisi bagian tengah sacrum kearah bawah melewati pusat
spingter dan berhenti 2 cm didepanya. Dibelah jaringan subkutis , lemak, parasagital fiber
dan muscle complek. Os Coxigeus dibelah sampai tampak muskulus levator , dan muskulus
levator dibelah tampak dinding belakang rectum. Rectum dibebaskan dari jaringan
sekitarnya. Rectum ditarik melewati levator, muscle complek dan parasagital fiber.
Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension.

Perawatan Pasca Operasi PSARP (Postero Sagital Anorecto Plasti)

1. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan selama 8-
10 hari.
2. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2x sehari
tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan ukuran
sesuai dengan umurnya.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN MASALAH ATRESIA ANI

A. PENGKAJIAN
I. Data Umum

Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Alamat :
Pekerjaan :
Status :
Pendidikan terakhir :
Golongan darah :
Tanggal MRS :
Tangga pengkajian :
Dignosa medis :
Diagnosa utama :

II. Data Dasar

1). Keluhan utama :


Px mengatakan Distensi abdomen

2). Alasan masuk rumah sakit : -

3). Riwayat penyakit sekarang : Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa
buang air besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin

4). Riwayat penyakit keluarga : Merupakan kelainan kongenital bukan


kelainan/penyakit menurun sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga yang
lain

III. Pola Fungsi Kesehatan

1). Presepsi terhadap manajemen kesehatan

a. Mengkonsumsi
Px mengatakan
b. Alergi
Px mengatakan

2). Pola aktivitas dan latihan


Kemampuan perawatan diri

Skor 0 : Mandiri
Skor 1 : Dibantu sebagian
Skor 2 : Perlu bantuan orang lain
Skor 3 : Perlu bantuan orang lain dan alat
Skor 4 : tidak mampu

AKTIVITAS 0 1 2 3 4
MANDI
BERPAKAIAN
ELIMINASI
MOBILISASI DI TEMPAT TIDUR
PINDAH
AMBULANSI
NAIK TANGGA
MAKAN DAN MINUM
GOSOK GIGI

3). Pola istirahat dan tidur


WAKTU TIDUR DI RUMAH DI RS
FREKUENSI
KUANTITAS
KUALITAS
GANGGUAN TIDUR
4). Pola nutrisi – metabolik

a. Diet khusus
Px mengatakan
b. Diet sebelumnya
Px mengatakan
c. Nafsu makan
Px mengatakan

5). Pola eliminasi


Px mengatakan

IV Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Baik


TD :
N:

Kesadaran : Composmetis
GCS :
RR :
S:

B1. Breating (pernafasan)

Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :

BII. Blood (kardiovaskuler)

Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :

BIII. Brain (persyarafan)

Kesadaran :
GCS :
Sklera :
Konjungtifa :
Pupil :

BIV. Blader (perkemihan)

Produksi urin :
Frekuensi :
Warna :
Bau :

BV. Eliminasi

Frekuensi :
Warna :
Bau :

BVI. Bone (tulang-otot-intergumen)


Kemampuan pergerakan sendi :
Ekstermitas atas :
Ekstermitas bawah :

Kulit
Warna :
Akral :
Turgor :

BVII. Hasil pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum
dilakukan pada gangguan ini.

2. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel
mekonium.
3. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan
adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang
mencegah udara sampai keujung kantong rectal.

4. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.

5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut
sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah
masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.

6. Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan


a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah
tersebut.
b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan
gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus,
pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid,
kolon/rectum.
c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala
dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto
daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat
diukur.

ANALISA DATA

NO SIMPTOMA ETIOLOGI PROBLEM


1 DO : Pengurangan intake Ketidakseimbangan
- Muntah-muntah nutrisi kurang dari
- Perut kembung kebutuhan tubuh
- Lemah
2 DO : Distensi abdomen Pola nafa tidak efektif
- Tidak ada anus terbuka
- Tidak bisa BAB
3 DO : Intake tidak adekuat Resiko kurang volume
- Muntah-muntah cairan
- Lemah
4 DO : Proses pembedahan Resiko infeksi
- Terpasang kolostomi
- Terdapat luka jahitan
post insisi
- Terpasang infus
5 DO : Adanya kolostomi Kerusakan integritas
- Terpasang kolostomi kulit

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh d.d ketidakmampuan
mencerna makanan
2. Gangguan eliminasi urin b.d iritasi kandung kemih d.d berkemih tidak tuntas
3. Ansietas b.d kebutuhan tidak terpenuhi d.d merasa khawatir dengan akibat dari
kondisi yang di hadapi
4. Resiko infeksi d.d efek prosedur infasiv
5. Gangguan rasa nyaman b.d efek samping terapi d.d pola eliminasi berubah

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1 Ketidakseimbangan nutrisi NOC NIC Cek instruksi
kurang dari kebutuhan  Adanya  Kaji adanya dokter tentang
tubuh d.d peningkatan berat alergi jenis obat,dosis,
ketidakmampuan badan sesuai makanan, dan frekuensi
mencerna makanan dengan tujuan kolaborasi
 Berat badan ideal dengan ahli
sesuai dengan gizi untuk
tinggi badan menentukan
 Mampu jumlah kalori
mengidentifikasi dan nutrisi
kebutuhan nutrisi yang di
butuhkan
pasien
2 Gangguan eliminasi urin NOC NIC
b.d iritasi kandung kemih  Kanfung kemih  Lakukan
d.d berkemih tidak tuntas kosong secara penilaian
penuh kemih yang
 Intake cairan komprehensif
dalam rentang berfokus pada
normal inkontinensia
(misalnya,
output
urin,pola
berkemih,fung
si kogmitif,dan
masalah
kencing
praeksisten)
 Memonitori
efek dari obat-
obatan yang di
resepkan,
seperti calsium
channel
blockers dan
antikolinergik
3 Ansietas b.d kebutuhan NOC NIC
tidak terpenuhi d.d merasa  Klien mampu  Gunakan
khawatir dengan akibat mengidentifikasi pendekatan
dari kondisi yang di dan yang
hadapi mrngungkapkan menenangkan
gejala cemas  Nyatakan
 Mengidentifikasi, dengan jelas
mengungkapkan harapan
dan menunjukan terhadap
tehnik untuk perilaku pasien
mengontrol  Pahami
cemas presfektif
pasien
terhadap
situasi stres
4 Resiko infeksi d.d efek NOC NIC
prosedur infasiv  Klien bebas dari  Bersihkan
tanda dan gejala lingkungan
infeksi setelah di
 Mendeskripsikan pakai pasien
proses penularan lain
penyakit, faktor  Pertahankan
yang teknik isolasi
mempengaruhi  Batasi
penularan serta pengunjung
penatalaksanaann bila perlu
ya
 Menunjukan
kemampuan
untuk mencegah
timbulnya infeksi
5 Gangguan rasa nyaman NOC NIC
b.d efek samping terapi  Mampu  Gunakan
d.d pola eliminasi berubah mengontrol pendekatan
kecemasan yang
 Status lingkungan menenangkan
yang nyaman  Nyatakan
 Mengontrol nyeri dengan jelas
harapan
terhadap
pelaku pasien
 Pahami
prespektif
pasien
terhadap
situasi stres

D. IMPLEMENTASI

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TINDAKAN KEPERAWATAN


1 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari  Mengkaji adanya alergi makanan,
kebutuhan tubuh d.d ketidakmampuan kolaborasi dengan ahli gizi untuk
mencerna makanan menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang di butuhkan pasien
2 Gangguan eliminasi urin b.d iritasi  Melakukan penilaian kemih yang
kandung kemih d.d berkemih tidak tuntas komprehensif berfokus pada
inkontinensia (misalnya, output
urin,pola berkemih,fungsi kogmitif,dan
masalah kencing praeksisten)
 Memonitori efek dari obat-obatan yang
di resepkan, seperti calsium channel
blockers dan antikolinergik
3 Ansietas b.d kebutuhan tidak terpenuhi d.d  Menggunakan pendekatan yang
merasa khawatir dengan akibat dari kondisi menenangkan
yang di hadapi  Menyatakan dengan jelas harapan
terhadap perilaku pasien
 Memahami presfektif pasien terhadap
situasi stres
4 Resiko infeksi d.d efek prosedur infasiv  Membersihkan lingkungan setelah di
pakai pasien lain
 Mempertahankan teknik isolasi
 Membatasi pengunjung bila perlu
5 Gangguan rasa nyaman b.d efek samping  menggunakan pendekatan yang
terapi d.d pola eliminasi berubah menenangkan
 Menyatakan dengan jelas harapan
terhadap pelaku pasien
 Memahami prespektif pasien terhadap
situasi stres

EVALUASI

Mengevaluasi perkembangan pasien


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
ATRESIA ANI adalah kelainan bawaan yang harus segera ditangani dan
sesungguhnya dapat dicegah oleh ibu hamil dan dapat diobati dengan penanganan yang
serius dan sesuai prosedur agar jumlah penderita dapat ditekan yang kini telah mencapai
4000 kelahiran hidup yang sebagian besar bayi dengan kelainan bentuk anurectum lahir
dalam keadaan prematur.
Atresia ani biasanya jelas sehingga diagnosis sering dapat ditegakkan segera
setelah bayi lahir dengan melakukan inspeksi secara tepat dan cermat pada daerah
perineum.
DAFTAR PUSTAKA

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Percetakan
INFOMEDIKA JAKARTA
Nelson,Waldo E. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. EGC: Jakarta
Sjamsuhidayat.R. 2003. ILMU BEDAH. EGC : Jakarta

Persatuan Perawat Nasional Indonesia.2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi 1.


Dewan Pengurus Pusat. Jakarta Selatan

Amin Huda Nurarif Hardi Kusuma.2015. NANDA NIC-NOC jilid 1. Mediaction Publishing

Amin Huda Nurarif Hardi Kusuma.2015. NANDA NIC-NOC jilid 2. Mediaction Publishing

Amin Huda Nurarif Hardi Kusuma.2015. NANDA NIC-NOC jilid 3. Mediaction Publishing

You might also like