You are on page 1of 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/325312235

Dampak Industri Perkebunan Kelapa Sawit di Riau Terhadap Ekosistem


Lingkungan

Article · May 2018

CITATIONS READS

0 1,991

1 author:

Afifah Khairunnisa
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
1 PUBLICATION   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Afifah Khairunnisa on 23 May 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Dampak Industri Perkebunan Kelapa Sawit di Riau Terhadap Ekosistem Lingkungan.

Afifah khairunnisa

20150520076

Government Affairs and Administration

Jusuf Kalla School of Government

Afifah.khairunnisa@fisipol.umy.ac.id / afifahkhairunnisa9@gmail.com

A. PENDAHULUAN

Kelapa sawit adalah produk andalan di sebagian wilayah Indonesia terutama di Riau.
Komoditas kelapa sawit di Indonesia dalam perekonomian cukup tinggi dan peran yang
cukup strategis disebabkan karena mempunyai prospek yang cukup bagus untuk sumber
devisa. Bahan utaman minyak goreng di berbagai penjuru dunia juga menggunakan minyak
sawit.

Didalam pasar global minyak sawit merupakan minyak terlaris dan juga tervaforit
dibandingkan dengan hasil minyak yang lain, hal ini disebabkan karena tingkat
produktifitasnya tertinggi. Kebutuhan ini membuat sektor minyak kelapa sawit di Indonesia
menyumbang pendapatan negara lebih dari 15 milyar dollar pertahun dari total ekspor.
Pertanian kelapa sawit menjadi mata pencaharian, lebih dari 40% industri minyak sawit
terdiri dari petani kecil, yang berarti bahwa sektor kelapa sawit memiliki peluang untuk
peningkatan pembangunan di tingkat pedesaan.

Syahza (2011) menyatakan bahwa perkebunan sawit telah memberikan pengaruh


eksternal yang bersifat positif maupun bermanfaat bagi wilayah sekitarnya. Manfaat
kegiatan perkebunan terhadap aspek sosial ekonomi diantaranya adalah: 1) memperluas
lapangan kerja dan juga kesempatan berusaha; 2) meningkatnya kesejahteraan masyarakat
3) memberi konstribusi terhadap pembangunan di daerah.

Khususnya pembangunan industri perkebunan kelapa sawit di daerah Riau


memberikan dimensi ekonomi yang besar khususnya terhadap perekonomian di daerah
pedesaan. Hal tersebut tercermin dalam penyerapan tenaga kerja dan juga jaminan
pendapatan. Dalam menghadapi krisis juga terlihat dari keadaan ekonomi di perdesaan,
dimana tidak memburuknya distribusi pendapataan di perdesaan dibanding dengan
perkotaan. Dinas perkebunan provinsi Riau menetapkan target pembangunan perkebunan
industri kelapa sawit rata-rata mencapai $ 1,800.00 per KK per tahun. (Syahza, 2004)

Meskipun begitu sawit berdampak pada keberlangsungan ekosistem di hutan. Hutan


memiliki fungsi ekologi yang penting bagi ekosistem, diantaranya adalah hidro-orlogi,
penyimpanan genetik, dan juga mengatur iklim serta mengatur kesuburan tanah. Hutan juga
memiliki fungsi sebagai penyimpanan beberapa jenis keanekaragaman hayatii. Terjadinya
perubahan iklim di Indonesia diakibatkan oleh kerusakan dan degradasi hutan. Terdapat dua
cara, yaitu pertama, pembakaran hutan yang bertujuan untuk menyingkirkan dari
karbondioksida ke dalam atmosfir. Kedua, kegunaan hutan untuk penyerapan karbon
menjadi berkurang. Hutan begitu penting bagi pengaturan iklim. Apabila semakin hutan
gtropis dihancurkan, maka akan kalah dalam memerangi perubahan iklim.(Syahza, 2013)

Dengan adanya industri perkebunan kelapa sawit juga memiliki dampak negatif
terhadap ekosistem hutan. Secara ekologis dampak yang ditimbulkan adalah hilangnya
keanekaragaman, perubahan pada ekosistem hutan, hilangnya keanekaragaman hayati dan
juga ekosistem hujan hutan tropis dan juga hewan yang semakin punah. Tidak hanya itu,
adanya industri perkebunan kelapa sawit juga menimbulkan pencemaran yang dihasilkan
oleh asap pembakaran dan pembuangan limbah, hal tersebut dapat menyebabkan hewan
teracuni, untuk waktu yang cukup lama. Dalam praktek pembangunan industri kelapa sawit
dampak negatif terus bertambah serius karena tidak bukan hanya dikawasan hutan konversi,
namun juga terdapat di wilayah hutan yang berproduksi, hingga di hutan yang mempunyai
keanekaragaman hayati yang cukup tinggi.

B. PEMBAHASAN

Barawal dari tahun 1911 sawit mulai diusahakan secara komersial. Industri kelapa
sawit berkembang pesat di 1939 yang telah diusahakan 66 perusahaan kebunan sawit
dengan areal 100 ribu ha. Akan tetapi perkebunan kelapa sawit menjadi tidak terawat sejak
masuknya penjajah Jepang hingga berlanjut hingga tahun 1957. Wilayah kebun sawit di
Indonesia tercatat 290rb ha di tahun 1980, dan pada tahun 1990 bertambahmenjadi 1,127
juta ha serta menjadi 4,158 di tahun 2000. Provinsi Riau menjadi perkebunan kelapa sawit
terbesar di 22 provinsi. Pertumbuhan kelapa sawit di Riau sangat pesat. Pada tahun 1996
luas perkebunan mencapai 556.065 ha lalu meningkat menjadi 1.312.661 ha di tahun 2002
dengan rata-rata tingkat pertumbuhan pertahun sebesar 15,39 persen. Cepatnya perkebangan
luas disebabkan dari kenyataan di awal masa krisis, para petani kelapa sawit menikmati
Tanda Buah Segar (TBS) dengan harga yang lumayan tinggi. Oleh karena itu masyarakat
khususnya di pedesaan mengalami tingkat kesejahteraan yang cukup tinggi. Dampak dari
dari kesejahteraan itu sendiri menyebabkan semaki tingginya minat masyarakat di dalam
industri kelapa sawit. Hal ini yang menjadikan daerah Riau memiliki perkebunan kelapa
sawit terluas di Indonesia. (Purnomo, 2016)

Dari tahun 2009 industri kelapa sawit mampu menjadi penyumbang ekspor yang
besar menggantikan komoditas migas. Didalam catatan GAPKI selama setahun misalnya di
tahun 2013 sawit mampu menyumbang hampir 6,5 juta dolar terhadap nilai ekspor. di tahun
1990-2000 sawit sama sekali tidak pernah menyumbangkan ekspor. pada tahun 2009
keadaannya berbalik, sawit mampu menyumbang terbesar ekspor di provinsi Riau yang
nilainya mencapai angka 30-40% darci keseluruhan pangsa yang ada. Dengan adanya
pertumbuhan kebun sawit, semakin menambah banyak munculnya pabrikminyak mentah
kelapa sawit yang menghasilkan/ berhasil memproduksi CPO (Crude Palm Oil). Dengan
meningkatnya pertumbuhan pabrik kelapa sawit (PKS), menjadikan Indonesia sebagai
negara yang paling besar dalam memproduksi Crude Palm Oil (CPO). Hal tersebut
menyebabkan hal positif bagi Indonesia, yaitu meningkatkan devisa negara.(Syahza, 2004)

Namun, di balik semua kesuksesan yang di sebabkan oleh industri kelapa sawit, suatu
permasalahan lain timbul yaitu adanya limbah Pabrik Kelapa Sawit (PKS).hampir semua
pabrik kelapa sawit mempunyai kelemahan dalam mengolah limbah pengolahan kelapa
sawit.lemah dalam menangani limbah yang berbentuk cair maupun limbah padat. Hasil
akhir yang di buang ke alam atau yang sering di sebut effluent melalui limbai yang bersifat
cair Crude Palm Oil di Indonesia masih belum sesuai dengan kriteria yang sesuai dengann
standar peraturan yang berlaku, seperti kadar BOD masih di atas angka 100 ppm. Hal
tersebut telah berlaku secara konsisten mengenai standar internasional yang telah memberi
syarat harus ada ecolabelling, maka dari itu pabrik Crude Palm Oil (CPO) tidak dapat
menjual ataupun mengekspor minyak ke luar negeri. Maka dari itu sangat dibutuhkan
sistem pengelolaan/pengolahan limbah cair yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas air
buangan akhir yang tidak menyemari lingkungan sekitar akibat adanya pabrik Crude Palm
Oil (CPO). (“supriyono,” n.d.)
Dampak positif tanaman sawit adalah dengan adanya pengembangan perkebunan
kelapa sawit di oerdesaat telah membuka peluang kerja bagi masyarakat. Upah penghasilan
yang diberikan dari industri kelapa sawit lebih besar dibandingkan dengan industri lain.
Selama 25 tahun industri kelapa sawit dapat memberikan penatapan secara terus menerus
bagi para petani kelapa sawit, jauh lebih lama dibandingakan dengan industri lainnya. Hal
tersebut akan sangat mensejahterakan para petani kelapa sawit. Beberapa sumber
pendapatan dari kelapa sawit itu sendiri. Secara umum dapat disimpulkan bahwa adanya
kewasan industri perkebunan kelapa sawit telah menimbulkan munculnya sumber
pendapatan baru yang bervariasi.

Dalam satu hektar perkebunan kelapa sawit menghasilkan sekitar 5.000 kg minyak
mentah, atau bisa di katakan hampir 6.000 liter minyak mentah. Sebagai pembandingan
hasil kebun kelapa sawit dibandingkan dengan kedelai dan jagung hanya menghasilkan
sekitar 446 dan 172 liteer per hektarnya.apabila harga minyak sawit hanya Rp 1.600/kg
maka 1 hektar sawit akan memberikan pendapatan hingga Rp 8.000.000. apabila dalam satu
industri sawit memiliki lahan 5000 hektar, maka pendapatan yang dapat diperoleh mencapai
Rp. 40.000.000.000 (Rp 40 Milyar). (Badrun & Mubarak, 2010)

Dampak negatif adanya tanaman kelapa sawit dan juga dampak untuk ekosistem
lingkungan. Untuk mengetahui dampak negatif dari adanya indutri kelapa sawit itusendiri
dengan cara menilai dampak dari lingkungan itu sendiri, di nilai melalui 4 hal yaitu pra
kontruksi, kontruksi, operasi dan produksi, pasca produksi. Pra kontruksi melalui survei
lahan dan pengadaan lahan lalu kontruksi melalui pembuatan jalur jalan, cut and fill,
persiapan area taman, pembangunan pabrik. Langkah selanjutnya Ooperasi dan produksi
dapat dilihat melalui pengadaan bibit/pembibitan, penanaman dan pemeliharaan,panen
pengolahan CPO dan pemasaran, lalu yang terakhirpasca operasi yaitu replating.(Hidayat,
Suryani, & Yani, 2012)

Di tahap pertama yaitu tahap kontruksi, belum dapat diperkitakan adanya dampak
negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif akan muncul di saat berada di tahap kontruksi,
diman pada tahap kontruksi terdapat beberapa kegiatan yang memberikan dampak yang
cukup bermasalah, yaitu pembuatan jalur jalan, cut and fill, persiapan adanya area tanam
dan juga pembangunan pabrik. Kegiatan tersebut akan sangat memberikan dampak negatif
diantaranya adalah kualitas tanah, berkurangnya kekuatan tanaha untuk menahan hujan,
hilangnya ataupun punahnya jenis-jenis tanaman, hilangnya binatang dan mikroorganisma
yang menjaga keseimbangan ekosistem di daerah tersebt, hilangnya area yang biasa
digunakan untuk menjaga dan memelihara kelembapan udara dan tanah, serta
menghilangnya tanaman tinggi dan besar yang menjaga daerah tropis menjadi bersuhu tidak
terlalu panas dan juga pembukaan lahan luas yang berpengaruh pada iklim mikro yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada perubahan ekosistem dn juga iklim global.(Badrun &
Mubarak, 2010)

Kegiatan yang biasanya dilakukan pada tahap operasi dan produksi adalah pengadaan
bibit/pembibitan, penanaman dan juga pemeliharaan tanaman yang belum menghasilkan
dan tanaman yang sudah menghasilkan serta kegiatan panen, pengolahan CPO dan juga
pemasaran hasil panen sawit. Adapun dampak negatif yang biasanya ditimbulkan dari
kegiatan –kegiatan tersebut diantaranya adalah:

1. Unsur hara dan kebutuhan air tanaman kelapa sawit yang tergolong sangat tinggi,
kebutuhan air yang di gunakan untuk siraman bibit ± 2 liter per polybag per hari
disesuaikan dengan berapa umur bibit. 1000 bibit = 2000 liter/harinya. Kemudian
kebutuhan air pohon kelapa sawit dewasa ± 10 liter /hari. 1000 pohon = 10.000
liter/hari. Lalu tidak kurang membutuhkan 1.000 liter air/hari bagi 1 hektar tanah.
2. Akibat yang disebabkan oleh hutan monokultur kelapa sawit yang mengakibatkan
hilangnya fungsi hutan alam sebagai pengatur tata air (regulate water) dan juga
penghasil air (produce water).
3. Adanya pertumbuhan sawit pastinya menggunakan berbagai macam zat fertilizer
salah satunya jenis pestisida serta jenis kimia lainnya.
4. Secara terus menerus tanah yang di tanami hanyalah satu jenis saja, hal tersebut
akan menyebabkan menurunya kualitas tanah secara periodik
5. Tercampurnya limbah pengolahan sawit dengan polusi udara dari kelapa yang
dihancurkan, air serta residu lemak, yang berdampak negatif terhadap ekosistem
akuantik
6. Penggunaan bahan kimia seperti pestisida, hebisida, dan juga pupuk berbasis
potroleum tanpa adanya aturan menyebabkan tanah menjadi rusak dan
menimbulkan adanya pencemaran di perairan
7. Munculnya hama migran yang baru disebabkan karena keterbatasan lahan dan
juga jenis tanaman yang mengakibatkan masalah di samping penggunaan pestisida
secara masif dan berlebihan.
8. Terjadinya pencemaran yang sangat potensial dari kegiatan industri perkebunan
kelapa sawit dan pengolahan pabrik kelapa sawit : cair (sludge decenter. Air
hydrocyclone, air sterilizer, dan juga air bekas cucian), tanda kosong, sisa
cangkang, kerak dan abu boiler, solid decanter, oli bekas, asap (asap boiler
ataupun incinerator, besi bekas, suara (kebisingan) dari mesin pabrik
9. Selanjutnya setelah 25 tahun lahan sawit akan di tinggalkan dan menjadi semak-
semak dan lahan kritis baru hal ini diakibatkan merusaknya lahan sawit.
Kemungkinan tanah menjadi tidak subur, terutama tanah yang mengandung asam.
(Rahardjo, 2009)

Menimbang manfaat dan juga dampak negatif industri kelapa sawit. Tingginya angka
ekspor Crude Palm Oil (CPO) ke luar negeri, pada kenyaataanya tidak terlalu berpengaruh
apabila dilihat dari perputaran kapital secara keseluruhan. Hal ini di sebabkan karena dilihat
bahwa industri pengelahan hilir kelapa sawit masih sedikit yang dimiliki di Indonesia. Angka
ekspor Crude Palm Oil (CPO) dibandingkan dengan angka impor bahan dari hasil akhir
kelapa sawit contohnya seperti shampoo, makanan beku hingga berbagai kosmetik, secara
ekonomi lebih rendah. Produk-produk akhir yang di impor pada akhirnya membuktikan
bahwa Indonesia tetap tidak mendapatkan untung dari segi ekonomi. Jika akan dibangun
industri hilir untuk pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit bahan produksi akan menurun,
maka kegiatan inipun juga akan berdampak terhadap potensi peningkatan pencemaran baru
terhadap lingkungan.(Badrun & Mubarak, 2010)

C. ANALISIS

Terdapat dua analisis yang terdiri dari tahap finansip serta keuntungan. Finansial itu
sendiri adalah sebuah pengembangan indstri kebun sawit yang secara mitra menggunakan
pola terdiri dari usaha inti dan pertanian plasma atau bisa di bilang perusahaan besar.
Kemudian keuntungan menghilang karena lahan hutan bervegetesi dipertahankan sebagai
hutan untuk mengurangi emisi CO2. finansial itu sendiri memiliki tujuan sebagai seberapa
besar kelayakan usaha industri perkebunana kelapa sawit, sedangkan keuntungan yang hilang
dari pengaruh pengurangan emisi CO2 untuk mengetahui tingkat kelayakan karbon bagi
pengurangan emisis co2 melewati konservasi hutan di lahan mineral dan juga di lahan
gabut.(Hidayat et al., 2012)
Dari semua keuntungan yang di sebabkan oleh adanya industri kelapa sawit di Indonesia
khususnya di Riau, tetap saja terjadi adanya dampak ekosistem lingkungan yang di akibatkan
oleh adanya industri perkebunan kelapa sawit. Kerusakan ekosistem yang ada di Indonesia
khususnya di industri perkebunan kelapa sawit ada di berbagai tempat serta bermacam-
macami jenis ekosistem. Pertumbuhan sektor perkenbunan sawit telah menghasilkan angka
ekonomi yang sering di manfaatkan oleh pemerintah untuk kepentingan pemerintah
mendatangkan investor ke Indonesia. Hal ini menyebabkan area sekitar perkebunan sawit
meningkatkan ketakutan terhadap adanya hutan yang ada di negara Indonesia khususnya di
daerah Riau.

Budidaya sawit menerapkan beberapa untuk memberikan syarat pembersihan di awal


terhadap kebun yang di pakai. Secara ekologis, lebih sering merugikan karena memberikan
dampak pada menghilangnya atau mengurangnya tanaman jenis lain. Adanya praktek
konversi hutan untuk pengembangan area kebun kelapa sawit menyebabkan jutaan hektar
area hutan berubah menjadi lahan yang terlantar dan tidak terawat serta terpakai berupa
semak belukar ataupun laahan kritis baru. Realitanya pembangunan perkebunan kelapa sawit
tidak berjalan sesuai dengan apa yang sudah di rencanakan.

industri perkebunan sawit memberikan dampak terhadap ekosistem di hutan.hutan


merupakan fungsi untuk penyimpanan keanekaragaman hayati. Hutan secara fungsi ekologi
sangat penting angtara lain kepentingan tersebut adalah hidroorologi, penyimpanan
sumberdaya genetik, iklim serta rosot (penyimpanan) karbon serta untuk mengatur kesuburan
tanah hutan. Dampak-dampak ekspansi perkebunan sawit bagi keberlangsungan penduduk di
Indonesia khususnya untuk masyarakat di daerah Riau yang merupakan wilayah industri
perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia.rusaknya serta degradasi hutan yang di gunakan
untuk lahan kelapa sawit mengakibatkan perubahan iklim dengan dua cara. Cara pertama
adalah dengan cara menggunduli dan juga membakar hutan dan melepaskan karbondioksida
ke atmosfir. Cara yang kedua adalah wilayah hutan yang memiliki fungsi sebagai penyerap
karbon berkurang.hutan sangat berpengaruh penting dalam mengatur iklim. Maka dari itu,
jika hutan terus menerus di hancurkan akibatnya adalah kita akan kalah dalam memerangi
perubahan iklim yang ada di Indonesia.

Secara ekologis berdampak negatif yang ditimbukan pada perkebunan sawit telah merubah
ekosistem yang ada di hutan. Konversi hutan alam yang bertujuan untuk pembangunan
kelapa sawit sering menjadi penyebab bencana alam seperti banjir dan juga tanah longsor.
Keburukan bertambah serius terjadinya praktek pembangunan industri perkebunan sawit
tidak hanya di kawasan konversi tetapi juga pada produksi, hutan lindunga, bahkan di
kawasan yang memiliki ekosistem yang unik dan yang memiliki nilai keanekaragaman hayati
yang tinggi.(Badrun & Mubarak, 2010)

D. KESIMPULAN

Industri sawit di Indonesia khususnya di Riau memiliki peran yang besar, karena sawit
menjadi devisa terbesar di Indonesia. Industri perkebunan sawit di daerah Riau memberikan
dimensi ekonomi yang besar khususnya terhadap perekonomian di daerah pedesaan. Hal
tersebut tercermin dalam penyerapan tenaga kerja dan juga jaminan pendapatan. Dalam
menghadapi krisis juga terlihat dari keadaan ekonomi di perdesaan, dimana tidak
memburuknya distribusi pendapataan di perdesaan dibanding dengan perkotaan.

Dari tahun 2009 industri kelapa sawit mampu menjadi penyumbang ekspor yang besar
menggantikan komoditas migas. Oleh karena itu masyarakat khususnya di pedesaan
mengalami tingkat kesejahteraan yang cukup tinggi. Dampak dari dari kesejahteraan itu
sendiri menyebabkan semaki tingginya minat masyarakat di dalam industri kelapa sawit. Hal
ini yang menjadikan daerah Riau memiliki perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia.
Dengan adanya perkebunan kelapa sawit juga menyebabkan mata pencaharian masyarakat
berubah tidak lagi tebatas berdasarkan sektor primer untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
tetapi telah memperluas ruang gerak usaha di dalam sektor tertier. Beberapa sumber
pendapatan dari kelapa sawit itu sendiri. Secara umum dapat disimpulkan bahwa adanya
kewasan industri perkebunan kelapa sawit telah menimbulkan munculnya sumber pendapatan
baru yang bervariasi.

Namun di antara dampak positif yang di timbulkan oleh adanuya industri perkebunan
kelapa sawit, juga menimbulkan dampak negatif bagi ekosistem lingkungan. Secara ekologis
dampak yang ditimbulkan adalah matinya tumbuhan dan juga hewan yang semakin punah..
adanya industri sawit juga menyebabkan pencemaran yang dihasilkan oleh polusi udara
pembakaran dan pembuangan limbah, hal tersebut dapat menyebabkan hewan teracuni dalam
jangka waktu yang lama.

Dampak negatif akan muncul di saat berada di tahap kontruksi, diman pada tahap
kontruksi terdapat beberapa kegiatan yang memberikan dampak yang cukup bermasalah,
yaitu pembuatan jalur jalan, cut and fill, persiapan adanya area tanam dan juga pembangunan
pabrik. Kegiatan tersebut akan sangat memberikan dampak negatif diantaranya adalah
kualitas tanah, berkurangnya kekuatan tanaha untuk menahan hujan, hilangnya ataupun
punahnya jenis-jenis tanaman, hilangnya binatang dan mikroorganisma yang menjaga
keseimbangan ekosistem di daerah tersebt, hilangnya area yang biasa digunakan untuk
menjaga dan memelihara kelembapan udara dan tanah, serta menghilangnya tanaman tinggi
dan besar yang menjaga daerah tropis menjadi bersuhu tidak terlalu panas dan juga
pembukaan lahan luas yang berpengaruh pada iklim mikro yang pada akhirnya akan
berpengaruh pada perubahan ekosistem dn juga iklim global. Akan terus berdampak buruk
apabila tidak cepat ada penanganan dari pemerintah maupun pihak yang berwajib untuk
melakukan peninjauan serta solusi yang baik untuk keberlangsungan hidup di masa
mendatang.
DAFTAR PUSTAKA

Badrun, Y., & Mubarak. (2010). Dampak industri perkebunan kelapa sawit terhadap lingkungan
global. Seminar Clan Lokakarya, (November).

Herman, H. (2009). Analisis finansial dan keuntungan yang hilang dari pengurangan emisi karbon
dioksida pada perkebunan kelapa sawit. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan, 28(4), 127–133.

Hidayat, S., Suryani, A., & Yani, M. (2012). Model Identifikasi Risiko dan Strategi Peningkatan Nilai
Tambah pada Rantai Pasok Kelapa Sawit. Jurnal Teknik Industri, 14(2), 89–96.
https://doi.org/10.9744/jti.14.2.89-96

Purnomo, E. P. dkk. (2016). Kelola, Tata Kelembaman, D A N Dalam, Birokrasi Hutan, Menangani
Kebakaran Peranan, Serta Lokal, Elit.

Rahardjo, P. N. (2009). Studi Banding Teknologi Pengolahan. Jurnal Teknik Lingkungan, 10(1), 9–
18.

supriyono. (n.d.).

Syahza, A. (2004). Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan Melalui Pengembangan Industri


Hilir Berbasis Kelapa Sawit di Daerah Riau, 6(3), 1–13.

Syahza, A. (2013). Potensi pengembangan industri kelapa sawit 1, 1–10.

View publication stats

You might also like