You are on page 1of 7

Iklima Isnaini Fauziah (17170042)

Elvalarani Halimatus Sa’diah (17170063)

ABSTRAK

Membuka masa depan anak- anak, inilah judul yang kita ambil karena peluang seorang anak
yang masih berusia dini mempunyai daya ingat yang kuat untuk dituangkan dalam
perkembangan mereka menuju dewasa. Jika hal ini kita perhatikan sejak awal dengan
membina kepribadian seorang anak melalui hal- hal yang berbau positif, itu akan
menghasilkan generasi yang unggul sesuai dengan kepribadian nya masing- masing.

Pendidikan seharusnya membantu anak untuk menemukan harta kreativitas yang tersembunyi
dalam diri mereka, dan meyakinkan bahwa mereka memiliki bakat yang tidak terbatas untuk
dieksplor ke dunia. Namun, kebanyakan dari orang tua takut dan khawatir sehingga mereka
membatasi anak nya untuk mengaplikasikan bakat terpendam seorang anak.

Pendidikan anak usia dini merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh para orang tua, karena
seorang anak yang tidak mempunyai kesempatan berkembang untuk mengaplikasikan bakat
yang ada pada diri mereka, hal itu akan berdampak pada penurunan yang bisa dicapai di masa
dewasanya kelak. Karena pendidik perlu memaklumi bahwa kreativitas anak itu sungguh
tidak mengenal batas dan keberanian mereka untuk berkreasi bahkan melebihi keberanian
orang dewasa, keberanian macam inilah yang akhirnya membawa mereka menjadi seorang
penemu karena keberanian mereka yang selalu ingin mencoba apa yang tidak mungkin
menjadi mungkin. Sayangnya, pendidikan tidak banyak memberikan kesempatan kepada
mereka untuk menikmati kreativitasnya, baik dari faktor luar maupun dalam.

Kata Kunci : anak- anak, kepribadian, bakat, kreativitas, pendidikan, keberanian


A. Pendahuluan

Pendidikan atau sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah salah satu biang
yang paling bertanggung jawab membuat anak didik menderita dan kehilangan masa
kanak-kanaknya karena pendidikan kebanyakan lebih terfokus pada kurikulum yang
tidak menengok bakat terpendam anak sejak dini. Dari segi pandang kita, materi
kurikulum kita terlalu padat dan berulang kali diadakan pembaharuan. Kurikulum
juga menuntut terlalu banyak dari para siswa bahkan menuntutkan hal-hal yang tidak
terlalu perlu bagi mereka sehingga memberatkan mereka dan menjadikan mereka
jenuh serta membuat bakat mereka menurun sehingga bakat yang ada pada diri
mereka semakin terpendam dan tidak tersalurkan karena tidak diaplikasikan sejak usia
dini. Selain itu, faktor keluarga juga mempengaruhi kreativitas seorang anak dalam
pembentukan kepribadian diri mereka. Setiap pendidik terutama orang tua perlu
adanya kesadaran bahwa tidak ada anak yang patut dinomorduakan. Di samping
sederet kelemahan dan kekurangannya, pasti ada satu sisi kelebihan seorang anak,
yang bisa diistimewakan. Dan menjadi tugas orang tua untuk menomor satukan tiap
anak sesuai kelebihan dan keistimewaan yang dimilikinya. Keberhasilan orang tua
dalam mengistimewakan anak-anaknya, akan sangat mendorong ras percaya diri
seorang anak, yang menjadi modal utama kehidupan yang cerah dan bahagia di masa
dewasanya kelak.
Di era sekarang, orang tua atau guru sering kurang mau memahami anak-anak
sebagai suatu individu yang unik. Kemampuan anak-anak itu lalu disamaratakan,
diseragamkan, dan dikolektifkan dengan menuntut mereka agar mampu berprestasi
dalam beberapa bidang sekaligus. Akibatnya, mereka sering menemui kegagalan dan
akhirnya justru mengalami frustasi sama sekali. Keberhasilan suatu pendidikan sering
dikaitkan dengan kemampuan para orang tua dan guru dalam hal memahami anak
sebagai individu yang unik, dimana setiap anak dilihat sebagai individu yang
memiliki potensi-potensi yang berbeda satu sama lain, namun saling melengkapi dan
berharga. Mungkin dapat diibaratkan sebagai bunga-bunga aneka warna di suatu
taman yang indah, mereka akan tumbuh dan merekah dengan keelokannya masing-
masing.
B. Pembahasan

(Mansur,2005,5) Mengatakan bahwa anak pada hakikatnya adalah makhluk


independen. Hal ini perlu didasari sehingga orang tua tidak berhak memaksakan
kehendaknya kepada anak. Biarkan anak tumbuh dewasa sesuai dengan suara hati
nuraninya, orang tua hanya memantau dan mengarahkan agar jangan sampai
menyusuri jalan hidup yang sesat. Orang tua hanya berkewajiban berusaha, yakni
mengusahakan agar anak tumbuh dewasa menjadi pribadi sholeh dengan merawat,
mengasuh dan mendidiknya dengan pendidikan yang benar.
Setiap orang tua muslim hendaknya menyadari bahwa anak adalah amanat
Allah yang dipercaya kepada orang tua. Dengan demikian maka orang tua muslim
pantang menghianati amanat Allah berupa dikaruniakannya anak kepada mereka.
Diantara sekian perintah Allah berkenaan dengan amanat-Nya yang berupa anak
adalah bahwa setiap orang tua muslim wajib mengasuh dan mendidik anak-anak
dengan baik dan benar. Hal itu dilakukan agar tidak menjadi anak-anak yang lemah
iman dan lemah kehidupan duniawinya, namun agar dapat tumbuh dan dewasa
menjadi generasi yang sholeh sehingga terhindar dari siksa api neraka. Jika para orang
tua benar-benar menempuh jalan yang benar dalam mengemban amanat Allah, yakni
mendidik anak-anak mereka dengan baik dan benar, niscaya fitrah islamiah anak akan
tumbuh dan lebih bisa diharapkan dapat masuk surga. Sebaliknya jika para orang tua
lengah dalam mengemban amanat Allah, niscaya fitrah islamiah anak akan tercoreng
atau bahkan hilang sama sekali dan tergantikan oleh akidah lain, munkin menjadi
Yahudi, Nasrani, Majusi, atau menjadi kafir. Dengan demikian yang harus ditata dan
ditingkatkan adalah kadar iman dan takwanya kepada Allah.
(Mansur,2005,83) Mengatakan juga bahwa makna pendidikan tidaklah
semata-mata dapat menyekolahkan anak di sekolah untuk menimba ilmu
pengetahuan, namun lebih luas dari itu. Anak akan tumbuh dan berkembang dengan
baik jika memperoleh pendidikan yang paripurna ( komprehensif) agar kelak menjadi
manusia yang berguna bagi masyarakat, bangsa, dan agama. Anak seperti itu adalah
dalam kategori sehat dalam arti luas, yakni sehat fisik, mental emosional, mental
intelektual, mental sosial,dan mental spiritual. Pendidikan hendaklah dilakukan sejak
dini yang dapat dilakukan di dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dalam
pendidikan haruslah meliputi tiga aspek, yakni aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor.
(kanisius,200,86)Mengatakan bahwa berbicara masalah pendidikan, kita juga
perlu lebih memahami anak sebagai subjek. Pada dasarnya mereka bukan orang
dewasa mini, mereka hidup dalam dunia bermain, sedang berkembang, senang
meniru, dan berciri kreatif.
“bukan orang dewasa mini” kita perlu senantiasa mengingat bahwa anak
adalah seorang anak-anak, bukan orang dewasa yang berukuran mini. Anak-anak
memiliki keterbatasan-keterbatasan bila harus dibandingkan dengan orang dewasa.
Selain itu mereka juga memiliki dunia tersendiri yang khas dan harus dilihat dengan
kaca mata anak-anak.
“dunia bermain” sesuatu akan dilakukan oleh anak-anak dengan penuh
semangat apabila terkait dengan suasana yang menyenangkan, namun sebaliknya akan
dibenci dan di jauhi oleh anak apabila suasananya tidak menyenangkan. Seorang anak
akan rajin belajar, apabila belajar adalah suasana yang menyenangkan dan
menumbuhkan tantangan.
“Berkembang” anak sedang dalam tahap perkembangan. Selain tumbuh secara
fisik, mereka juga berkembang secara kejiwaan. Tidak bisa anak yang dulu sewaktu
masih bayi tampak begitu lucu dan penurut. Ada fase-fase perkembangan yang
dilaluinya dan anak menampilkan berbagai perilaku sesuai dengan ciri-ciri masing-
masing fase perkembangan tersebut dengan memahami bahwa anak berkembang, kita
akan tetap tenang bersikap dengan tepat menghadapi berbagai gejala yang mungkin
muncul pada setiap tahap perkembangannya tersebut.
“Kreatif” orang tua dan guru dituntut untuk bisa memberikan contoh-contoh
keteladanan yang nyata akan hal-hal yang baik, termasuk perilaku kreatif dan
bersemangat dalam mempelajari hal-hal baru. Anak-anak pada dasarnya sangat
kreatif. Mereka memiliki ciri-ciri yang oleh para ahli sering digolongkan sebagai ciri-
ciri individu yang kreatif, misalnya rasa ingin tau yang besar, senang bertanya,
imajinasi yang tinggi, minat yang luas, tidak takut salah, berani menghadapi resiko,
bebas dalam berfikir,senang akan hal-hal yang baru.
Namun, sering dikatakan bahwa begitu anak-anak masuk ke sekolah dasar,
kreativitas anak justru semakin menurun. Hal ini sering disebabkan karena pengajaran
disekolah dasar terlalu menekankan pada cara berfikir konvergen, sementara cara
berfikir divergen kurang dirangsang. Dalam hal ini orang tua dan guru perlu
memahami kreativitas yang ada pada diri anak-anak dengan bersikap luwes dan
kreatif pula. Bahan-bahan pelajaran disekolah termasuk bahan ulangan atau ujian,
hendaknya tidak sekedar menuntut anak-anak untuk memberikan satu-satunya
jawaban yang benar menurut guru atau kunci jawaban. Kepada mereka tetaplah perlu
diberikan kesempatan untuk mengembangkan imajinasinya secara liar, dibuka
peluang bagi munculnya alternatif jawaban yang kreatif. Begitu pula orang tua,
dirumah hendaknya tidak selalu hanya memaksakan kehendaknya terhadap anak-
anak, melaikan secara rendah hati tetap harus mampu menerima gagasan-gagasan
anak yang mungkin tampaknya aneh atau tidak lazim. Hanya dengan demikian anak
akan terpacu untuk belajar dengan motivasi yang tinggi.
(Mansur,2005,340) Menurutnya kepedulian merupakan perbuatan peduli yang
berupa cinta dan sayang kepada anak dengan segala kemampuan untuk mendidiknya
agar kelak menjadi orang yang baik dan berguna. Kepedulian orang tua terhadap
anaknya merupakan rasa peduli terhadap kelemahan yang ada pada anaknya, agar
kelemahan itu menjadi suatu kelebihan hendaknya orang tua peduli terhadap masa
depan anaknya. Oleh karena itu orang tua yang mempunyai kepedulian terhadap anak
hendaklah mengembangkan anak sejak dini, agar kemandirian berkembang lebih
awal. Sehubungan dengan hal itu, ada beberapa kekeliruan dalam menafsirkan
kepedulian. Kebanyakan para orang tua mengaplikasikan kepedulian dengan cara
membatasi anak mereka agar tidak melakukan hal yang membuat orang tua khawatir.
Sudah saatnya para orang tua menyadari bahwa kegiatan bermain bukanlah
kegiatan tak berguna dan hanya membuang waktu. Bermain selain merupakan hak
asasi anak, juga diperlukan untuk meningkatkan kemampuan mereka. Dengan para
orang tua tidak membatasi kegiatan seorang anak itu akan memberi dampak positif
terhadap anak tersebut sehingga anak tersebut dapat mengeksplor bakat dan
kemampuan terpendam mereka untuk dikembangkan.
C. Penutup

Masa usia dini merupakan masa unik dalam kehidupan anak-anak, karena
merupakan masa pertumbuhan yang paling peka dan sekaligus paling sibuk.
Pentingnya pendidikan anak usia dini yaitu menuntut pendekatan yang akan
digunakan dalam kegiatan pembelajaran yang memusatkan perhatian pada anak.
Sebab anak merupakan dambaan bagi setiap orang tua dan generasi penerus bangsa,
namun salah satu permasalahan yang muncul adalah tidak setiap orang tua atau
pendidik memahami cara yang tepat dalam mendidik anak. Pendidikan anak usia dini
merupakan masa yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak
pada masa yang akan datang.
Setiap orang ingin mempunyai anak yang cerdas karena kecerdasan adalah
modal penting bagi si anak untuk mengarungi kehidupan. Generasi yang sehat dan
cerdas diharapkan dapat menjadi tonggak kemajuan bangsa. Hal ini pula yang
menjadi tanggung jawab orang tua sebagai orang yang paling dekat dengan anak.
Hanya saja, untuk merealisasikannya bukanlah hal yang mudah karena membutuhkan
pemenuhan secara materi, mental, dan sosial. Tidak hanya dari orang tua saja,
pendidikan luar juga mempengaruhi perkembangan anak kedepannya. Oleh karena
itu, pendidikan harus yang mendukung perkembangan anak, salah satunya dengan
memberikan kebebasan kepada seorang anak untuk mengembangkan kreativitas diri
mereka dan tidak menuntut seorang anak menjadi yang terbaik, tetapi menjadikan
seorang anak menjadi diri mereka sendiri.
D. Daftar Pustaka

Musfiroh, Tadkiroatun. 2008. Cerdas Melalui Bermain.


Yogyakarta:PT.Grasindo.

Widayati, Sri dan Utami Widijati. 2008. Mengoptimalkan 9 Zona Kecerdasan


Majemuk Anak. Jogyakarta:Luna Publisher.

Mansur. 2005. Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam. Jogjakarta:Pustaka


Pelajar.

Istadi, Irawati. 2007. Istimewakan Setiap Anak. Bekasi:Pustaka Inti.

Sindhunata. 2000. Mebuka Masa Depan Anak-Anak Kita.


Yogyakarta:Kanisius.

You might also like