You are on page 1of 7

JKT, 2018;9(2):45-51. Hubungan Status KEK Ibu Hamil dan BBLR dengan Kejadian………….

……
Nilfar Ruaida, Octovina Soumokil

HUBUNGAN STATUS KEK IBU HAMIL DAN BBLR DENGAN KEJADIAN STUNTING
PADA BALITA DI PUSKESMAS TAWIRI KOTA AMBON
Relationship between Chronic Energy Deficiency (CED) Status among Pregnant Women and
Low Birth Weight (LBW) with the Incidence of Child Stunting in the Tawiri Health Center in
Ambon City

Nilfar Ruaida1, Octovina Soumokil1


1
Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Maluku, Jalan Laksdya Leo Wattimena, Negeri Lama, Ambon
E-mail: nilfarruaida@yahoo.co.id

ABSTRACT

Stunting in infants is influenced by maternal nutritional histories such as chronic energy deficiency
(CED) and iron deficiency anemia. Maternal nutritional status before and during pregnancy affect the
growth of the fetus. The purpose of this study was to determine the relationship between CED status of
pregnant women with the incidence of stunting in children under five in the Tawiri health center in
Ambon City. This research type was an observational with case-control design and using purposive
sampling. The research subjects were children who had stunting with 76 cases and 163 controls.
Univariate data analysis using frequency distribution, bivariate using Chi-square. The results showed
that pregnant women with CED, their children did not experience stunting (77.91%). LBW occurs in
pregnant women who experience CED (70.00%), while LBW does not occur in pregnant women who
are not CED at 71.77%. Stunting occur in infants who are not LBW (64.47%). Stunting did not occur
in infants with a history of no LBW (98.16%).

Keywords: CED status, pregnant women, LBW, stunting

ABSTRAK

Stunting pada balita dipengaruhi oleh riwayat gizi ibu seperti kekurangan energi kronis (KEK)
dan anemia gizi besi (AGB). Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi
pertumbuhan janin. Bila status gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil kemungkinan
besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan normal. Pertumbuhan janin
yang jelek dari ibu hamil dengan keadaan KEK akan menghasilkan bayi dengan berat badan lahir
rendah (BBLR). Seorang ibu hamil akan melahirkan bayi yang sehat bila tingkat kesehatan dan gizinya
berada pada kondisi yang baik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan status KEK ibu hamil
dengan kejadian stunting pada balita, hubungan BBLR dengan status KEK ibu hamil serta hubungan
kejadian stunting dengan BBLR di Puskesmas Tawiri Kota Ambon. Jenis penelitian observasional
dengan rancangan case control menggunakan lenght board dan kuesioner. Subjek penelitian pada
kasus adalah anak yang mengalami stunting. Didapatkan 76 kasus dan 163 kontrol. Pengambilan
sampel menggunakan teknik nonprobability sampling dengan metode purposive sampling. Analisa data
secara univariat menggunakan distribusi frekuensi, bivariat menggunakan Chi-square. Hasil penelitian
menunjukkan ibu hamil yang mengalami KEK, anaknya tidak mengalami stunting (77,91%). BBLR
terjadi pada ibu hamil yang mengalami KEK (70,00%), sedangkan BBLR tidak terjadi pada ibu hamil
yang tidak KEK sebesar (71,77%). Kejadian stunting terjadi pada balita yang tidak BBLR (64,47%).
Stunting tidak terjadi pada balita dengan riwayat tidak BBLR sebanyak (98,16%).

Kata kunci: Status KEK, ibu hamil, BBLR, stunting

45
JKT, 2018;9(2):45-51. Hubungan Status KEK Ibu Hamil dan BBLR dengan Kejadian…………………
Nilfar Ruaida, Octovina Soumokil

PENDAHULUAN

Kekurangan gizi dapat terjadi akibat kemiskinan, akan tetapi memperbaiki gizi pada
masa awal kehidupan manusia sebenarnya dapat membangun fondasi yang kuat dalam
membantu meningkatkan individu, keluarga dan bangsa keluar dari kemiskinan. Sejak 1000
hari antara kehamilan sampai di usia dua tahun merupakan Window of Opportunity, yakni
kesempatan yang singkat untuk melakukan sesuatu yang menguntungkan. Diet makanan yang
kaya zat gizi akan membantu anak-anak tumbuh untuk memenuhi kebutuhan potensi fisik dan
kognitif yang optimal1.
Salah satu akibat buruk gangguan pertumbuhan adalah stunting yang sebabkan oleh
akumulasi episode stress yang sudah berlangsung lama, yang kemudian tidak terimbangi oleh
catch up growth (kejar tumbuh). Hal ini mengakibatkan menurunnya pertumbuhan apabila
dibandingkan dengan anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang mendukung2. Kejadian
stunting pada balita akan mempengaruhi kondisi balita pada periode siklus kehidupan berikut.
Faktor dari orang tua yang menjadi penyebab stunting dilihat pada kondisi ibu saat
hamil yaitu ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) yang menggambarkan Kurang Energi
Kronik atau KEK3, Indeks Massa Tubuh4 dan Tinggi Badan5. Beberapa penelitian diantaranya
Ricci dan Becker di Filipina tahun 19966, Chopra di Afrika Selatan tahun 20037, Taguri et al.
di Libya tahun 20088 dan Ergin et al. di Turki tahun 20079 menyatakan berat badan lahir
rendah (BBLR) pada bayi mempunyai risiko lebih besar menyebabkan kejadian stunting
dibandingkan bayi yang dilahirkan dengan berat badan normal. Status gizi ibu sebelum dan
selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Bila status
gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil kemungkinan besar akan melahirkan
bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan normal, dengan kata lain kualitas bayi yang
dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu sebelum dan selama hamil.
Tingginya angka kurang gizi pada ibu hamil mempunyai kontribusi terhadap
tingginya angka BBLR di Indonesia yang diperkirakan mencapai 350.000 bayi setiap
tahunnya10. Kekurangan gizi yang terjadi pada ibu hamil trimester I dapat mengakibatkan
janin mengalami kematian dan bayi berisiko lahir prematur. Jika kekurangan gizi terjadi pada
trimester II dan III, janin dapat terhambat pertumbuhannya dan tak berkembang sesuai
dengan umur kehamilan ibu11. Pertumbuhan janin yang jelek dari ibu hamil dengan keadaan
KEK akan menghasilkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) 12. Seorang ibu hamil
akan melahirkan bayi yang sehat bila tingkat kesehatan dan gizinya berada pada kondisi yang
baik.
Berdasarkan Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) secara nasional terjadi
kenaikan prevalensi anak pendek pada balita dari 36,7% tahun 2010 menjadi 37,2 % tahun
2013. BBLR terjadi penurunan yaitu Riskesdas 2010 sebesar 11,1% menjadi 10,2%.
Prevalensi stunting Provinsi Maluku tahun 2010 sebesar 37,5% meningkat menjadi 40,0%
pada tahun 2013 dan prevalensi KEK sebesar 20,8%9.Laporan tahun 2014 Dinas Kesehatan
Kota Ambon menyatakan prevalensi6,2% kasus stunting pada balita dan prevalensi 4,1% ibu
hamil KEK, yang tertinggi pada Puskesmas Tawiri.
Berdasarkan hal-hal tersebut penulis merasa tertarik untuk mengetahui hubungan
status Kurang Energi Kronik ibu hamil dengan kejadian stunting pada balita di Puskesmas
Tawiri Kota Ambon. Selain itu juga untuk mengetahui hubungan status KEK ibu hamil
dengan kejadian BBLR dan hubungan BBLR dengan kejadian stunting pada subjek yang
sama.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian adalah observasional retrospektif dengan rancangan case control.


Pada studi kasus kontrol (case control) ini diawali dengan penentuan kelompok penelitian,
satu kelompok dengan kasus yaitu kelompok stunting dan kelompok lainnya sebagai kontrol
yaitu kelompok tidak stunting. Penelitian kemudian memeriksa secara retrospektif status
paparan antara kelompok kasus maupun kelompok kontrol dengan kuesioner.

46
JKT, 2018;9(2):45-51. Hubungan Status KEK Ibu Hamil dan BBLR dengan Kejadian…………………
Nilfar Ruaida, Octovina Soumokil

Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang datang ke posyandu pada
bulan Oktober 2015 wilayah kerja Puskesmas Tawiri di Kota Ambon sebanyak 1417 orang.
Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling pada 10 posyandu sebanyak 239
orang dengan melihat kasus stunting pada Puskesmas Tawiri dengan kelompok kasus adalah
balita stunting, anak kandung dari ibu responden, kelahiran tunggal, bila salah satu keluarga
memiliki lebih dari satu anak, maka sampel yang diambil adalah anak yang paling muda, ibu
anak bersedia menjadi responden penelitian dengan menandatangani informed consent.
Kelompok kontrol sama dengan kasus tetapi pada balita tidak stunting, sedangkan kriteria
eksklusi untuk kasus dan kontrol adalah anak yang mengalami kelainan kongenital atau cacat
fisik.
Pemilihan subjek penelitian untuk metode kuantitatif menggunakan teknik non
probability sampling dengan purposive sampling. Pemilihan subjek kontrol dilakukan dengan
cara memilih kontrol dari populasi yang sama dengan kasus. Kasus merupakan semua subjek
dalam populasi tertentu sedangkan kontrolnya diambil secara acak dari populasi sisanya.
Subjek balita stunting yang telah diukur panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi
badan menurut umur (TB/U) secara berurutan dan memenuhi kriteria penelitian dimasukkan
dalam penelitian sampai jumlah yang diperlukan terpenuhi13.
Kuesioner yang digunakan merupakan modifikasi dari Studi Analisis Perilaku dan
Konsumsi Makan/Praktik Diet pada Balita, Anak Usia Sekolah, Ibu Hamil dan Menyusui di
Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur oleh Alma Ata Centre for
Healthy Life and Food tahun 2011. Analisis data untuk menguji hipotesis penelitian
menggunakan Uji Chi Square dengan melihat hubungan status KEK ibu hamil dengan
kejadian stunting. Tingkat kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05.

HASIL

Karakteristik responden diperoleh melalui analisis univariabel. Jumlah subjek dalam


penelitian ini 239 responden yang terdiri dari 76 kasus dan 163 kontrol yang tersebar di 10
posyandu wilayah kerja Puskesmas Tawiri kota Ambon.

Tabel 1. Distribusi frekuensi dan karakteristik subjek penelitian


Kasus Kontrol Total
(stunting) (tidak stunting) n = 239
Variabel 76 163
n % n % n %

Jenis Kelamin
Laki-laki 50 65,79 72 44,17 122 51,00
Perempuan 26 34,21 91 55,83 117 49,00
Pendidikan ibu
Rendah 38 31,41 40 33,06 78 32,64
Tinggi 83 68,59 81 66,94 161 67,46
Pekerjaan ibu
Bekerja 36 47,37 43 26,38 79 33,05
Tidak /IRT 40 52,63 120 73,62 160 66,95
Tabel 1 menunjukkan subjek penelitian laki-laki lebih besar daripada perempuan
(51,00%). Pendidikan ibu lebih banyak pada kategori tinggi (67,46%) dan kebanyakan ibu
tidak bekerja atau ibu rumah tangga (66,95%).

47
JKT, 2018;9(2):45-51. Hubungan Status KEK Ibu Hamil dan BBLR dengan Kejadian…………………
Nilfar Ruaida, Octovina Soumokil

Hubungan KEK dengan kejadian stunting

Tabel 2. Analisis bivariat KEK bumil dengan kejadian stunting


Stunting
Ibu Hamil Ya Tidak Total p* OR 95 % CI
n % n % n %

KEK 44 57,89 36 22,09 80 33,47 0,00 4,85 2,70-8,72


Tidak KEK 32 42,11 127 77,91 159 66,53
Ket : * = signifikan pada p < 0,05
Tabel 2. menunjukkan status KEK saat ibu hamil, anaknya lebih banyak mengalami
stunting (57,89%) sedangkan status tidak KEK saat ibu hamil, anaknya juga tidak mengalami
stunting (77,91%).
Hasil analisis dengan uji Chi Square menunjukkan ada hubungan yang bermakna
antara KEK pada ibu hamil dengan kejadian stunting yang dapat dilihat dari nilai p = 0,00
dan OR = 4,85 (95% CI; 2,70 – 8,72) . Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa ibu hamil
dengan KEK sewaktu hamil berpeluang 4,85 kali lebih besar mengakibatkan anak stunting
dibandingkan dengan ibu yang tidak KEK.

Hubungan KEK dengan kejadian BBLR

Tabel 3. Analisis bivariat variabel bebas dengan kejadian BBLR


Kejadian BBLR
KEK Ya Tidak Total p* OR 95 % CI
n % n % n %

KEK 21 70,00 59 28,23 80 33,47 0,00 5,93 2,57 –13,70


Tidak KEK 9 30,00 150 71,77 159 66,53

Ket : * = signifikan pada p < 0,05


Tabel 3. menunjukkan kebanyakan BBLR terjadi pada ibu hamil yang mengalami
KEK (70,00%), sedangkan BBLR tidak terjadi pada ibu hamil yang tidak KEK sebesar
71,77%.
Hasil analisis dengan uji Chi Square menunjukkan ada hubungan yang bermakna
antara KEK pada ibu sewaktu hamil dengan kejadian BBLR yang dapat dilihat dari nilai
p=0,00 dan OR=5,93 (95% CI;2,57 – 13,70). Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa ibu
dengan KEK sewaktu hamil berpeluang 5,93 kali lebih besar mengakibatkan anak dengan
kejadian BBLR dibandingkan dengan ibu yang tidak KEK.

Hubungan BBLR dengan kejadian stunting

Tabel 4. Analisis bivariat variabel antara dengan kejadian stunting


Stunting
Kejadian BBLR Ya Tidak Total p OR 95 % CI
n % n % n %

BBLR 27 35,53 3 1,84 30 12,55 0,00* 29,4 8,6 – 101,0


Tidak BBLR 49 64,47 160 98,16 209 87,45
Ket : * = signifikan pada p < 0,05
Tabel 4. Menunjukkan kebanyakan stunting terjadi pada balita yang tidak BBLR
(64,47%). Stunting kebanyakan tidak terjadi pada balita dengan riwayat tidak BBLR
sebanyak 98,16%.

48
JKT, 2018;9(2):45-51. Hubungan Status KEK Ibu Hamil dan BBLR dengan Kejadian…………………
Nilfar Ruaida, Octovina Soumokil

Hasil analisis dengan uji Chi Square menunjukkan ada hubungan yang bermakna
antara BBLR pada anak dengan kejadian stunting yang dapat dilihat dari nilai p=0,00 dan
OR=29,4 (95% CI; 8,6 – 101,00). Dapat diinterpretasikan bahwa anak dengan BBLR
berpeluang 29,4 kali lebih besar mengakibatkan anak stunting dibandingkan dengan anak
yang tidak BBLR.

BAHASAN

Kejadian stunting mencerminkan suatu proses kegagalan dalam mencapai


pertumbuhan linier yang potensial sebagai akibat adanya status kesehatan dan status gizi.
Pertumbuhan linier atau tinggi badan dipengaruhi oleh faktor genetik, faktor lingkungan, dan
kondisi medis. Perkembangan dari stunting merupakan proses bertahap yang bersifat kronis,
termasuk gizi buruk dan penyakit infeksi, selama periode pertumbuhan linier. Hal ini sering
dimulai pada rahim dan meluas melalui dua tahun pertama 14. Stunting pada masa kanak-
kanak sangat erat kaitannya dengan kemiskinan. Tanpa perubahan lingkungan, stunting dapat
menyebabkan penurunan pertumbuhan secara permanen15.
Ibu hamil yang KEK ditandai dengan lingkar lengan atas pada tangan yang tidak
digunakan dengan kegiatan sehari-hari dengan panjang lingkar <23,5 cm. Lingkar lengan atas
dapat memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak di bawah kulit.
Pendeteksian LILA dilakukan pada saat kunjungan pertama (K1) pemeriksaan Antenatal
Care (ANC). Tujuan pengukuran LILA adalah untuk menapis apakah ibu hamil tersebut
masuk dalam kategori KEK atau tidak KEK. Tindakan ini penting dilakukan, karena bukan
hanya untuk menapis ibu hamil yang KEK tapi juga untuk mengetahui kemungkinan risiko
melahirkan stunting. Dari hasil uji statistik menunjukan adanya hubungan yang bermakna
antara KEK dengan kejadian stunting (p=0,00).
Ibu hamil yang KEK beresiko 4,85 kali lebih besar menyebabkan stunting. Hasil
penelitian ini sesuai bahwa stunting pada balita dipengaruhi oleh riwayat gizi ibu seperti
kekurangan energi kronis (KEK) dan anemia gizi besi (AGB) 8. Status gizi ibu sebelum dan
selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Bila status
gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil kemungkinan besar akan melahirkan
bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan normal, dengan kata lain kualitas bayi yang
dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu sebelum dan selama hamil. Pertumbuhan
janin yang jelek dari ibu hamil dengan keadaan KEK akan menghasilkan bayi dengan berat
badan lahir rendah. Penelitian serupa yang dilakukan di Uruguay menunjukkan hasil yang
sama bahwa KEK meningkatkan kejadian stunting sebesar 2,0 kali dan memiliki hubungan
yang bermakna dengan dengan nilai p=0,0315.
Risiko KEK ibu hamil akan meningkat terhadap kejadian stunting bila melahirkan
bayi dengan BBLR, namun risiko KEK ibu hamil tidak akan meningkat dan tidak memiliki
hubungan bermakna dengan kejadian stunting apabila tidak melahirkan bayi dengan BBLR.
Hal ini bisa diinterpretasikan bahwa bayi dengan BBLR merupakan salah satu faktor
dominan yang mampu meningkatkan risiko dan mengontrol hubungan antara KEK dengan
kejadian stunting dibandingkan dengan ibu hamil yang menderita KEK namun melahirkan
bayi dengan berat badan normal.
Sejak 1000 hari antara kehamilan sampai di usia dua tahun merupakan Window of
Opportunity, yakni kesempatan yang singkat untuk melakukan sesuatu yang menguntungkan
jadi sebaiknya tetap memperhatikan kesehatan ibu saat hamil supaya jangan terganggu yang
pastinya akan berakibat pada anaknya kelak sehingga dapat mencegah mata rantai kehidupan
berikutnya yaitu kejadian stunting pada anak1.
Asupan zat gizi dari makanan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan
status gizi ibu sebelum dan selama hamil, dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap hasil
konsepsi. Wanita yang menderita malnutrisi sebelum hamil atau selama minggu pertama
kehamilan cenderung melahirkan bayi yang menderita kerusakan otak dan sumsum tulang
karena sistem saraf pusat sangat peka pada 2-5 minggu pertama. Ibu penderita malnutrisi
sepanjang minggu terakhir kehamilan akan melahirkan bayi dengan BBLR karena jaringan
lemak banyak ditimbun selama trimester III16.

49
JKT, 2018;9(2):45-51. Hubungan Status KEK Ibu Hamil dan BBLR dengan Kejadian…………………
Nilfar Ruaida, Octovina Soumokil

Kurang gizi pada janin terjadi pada masa tengah dan akhir gestasi yang akan
menyebabkan pertumbuhan fetus yang disproporsi berhubungan dengan penyakit jantung
koroner, tekanan darah tinggi dan diabetes tipe 2 yang dikenal dengan hipotesa Barker.
Terhambatnya pertumbuhan janin akan merubah struktur dan fungsi faal tubuh secara
permanen. Bayi yang lahir BBLR sering kali mengalami kesulitan untuk mengejar
ketertinggalan pertumbuhannya (inadequate catch up growth). Risiko hambatan pertumbuhan
akan semakin di perparah apabila kejadian kurang gizi pada masa janin diikuti dengan asupan
makanan yang kurang pada masa dua tahun pertama kehidupannya. Masa dalam kandungan
dan dua tahun pertama kehidupan sangat menentukan terhadap kejadian stunting pada masa
dewasa.
BBLR sebagai penyebab kejadian stunting juga dikemukakan dari hasil penelitian
Ricci dan Becker tahun 19966 di Filipina yang kemudian dilanjutkan oleh Adair dan Guilkey
(1997) menyatakan risiko semakin besar pada bayi kurang dari 6 bulan (masa kritis) 5. Chopra
di Afrika Selatan tahun 2003 menyatakan risiko 5,25 kali lebih besar 7, Taguri et al., di Libya
tahun 2008 menyatakan risiko 1,68 kali lebih besar8 dan Ergin et al. di Turki tahun 2007
menyatakan risiko 2,52 kali lebih besar berat badan lahir rendah (BBLR) pada bayi
menyebabkan kejadian stunting dibandingkan bayi yang dilahirkan dengan berat badan
normal9.
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Kusharisupeni pada tahun 1997 dalam
penelitiannya yang menunjukkan kejadian stunting dibentuk oleh growth faltering (gagal
tumbuh) dan catch up growth (kejar tumbuh) yang tidak memadai sebagai keadaan patologis
yang mencerminkan ketidakmampuan untuk mencapai pertumbuhan optimal disebabkan dan
atau status gizi yang tidak optimal. Apalagi tidak didukung oleh lingkungan yang
berhubungan dekat misalnya tingkat stimulasi di rumah dan kualitas interaksi ibu dan anak,
serta lingkungan yang berhubungan jauh misalnya pendidikan orang tua, budaya, tempat
tinggal di kota atau desa17.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan:1) Risiko kejadian stunting pada


balita 4,85 kali lebih besar pada ibu yang mengalami KEK saat hamil dan terdapat hubungan
yang bermakna secara statistik. 2) Risiko kejadian BBLR pada balita 5,93 kali lebih besar
pada ibu yang mengalami KEK saat hamil dan terdapat hubungan yang bermakna secara
statistik. Risiko kejadian stunting 29,39 kali lebih besar pada anak yang lahir dengan BBLR
dan terdapat hubungan yang bermakna secara statistik.

SARAN

Disarankan bagi petugas kesehatan untuk memberikan penyuluhan kepada


masyarakat khususnya wanita usia subur, calon pengantin dan ibu hamil secara
berkesinambungan tentang pencegahan Kurang Energi Kronik yang bisa mengakibatkan bayi
dengan BBLR melalui perbaikan status gizi dengan mengkonsumsi gizi seimbang disertai
pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali. Pada keluarga diharapkan pemberian Inisiasi
Menyusui Dini (IMD), ASI Eksklusif, Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dan asupan gizi
seimbang serta pola asuh yang diterapkan dengan baik untuk mencegah kejadian stunting.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kami haturkan kepada Direktur Poltekkes Kemenkes Maluku dan Ketua
Jurusan Gizi yang telah memberikan ijin melaksanakan penelitian sebagai salah satu
perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Pihak Puskesmas Tawiri yang telah memberikan
ijin penelitian di wilayah kerjanya serta responden yang telah meluangkan waktu
berpartisipasi dalam penelitian ini.

50
JKT, 2018;9(2):45-51. Hubungan Status KEK Ibu Hamil dan BBLR dengan Kejadian…………………
Nilfar Ruaida, Octovina Soumokil

RUJUKAN

1. Barker DJP, 2007 Introduction : The Window of Opportunity. Journal Nutrition; 137: 1058-9.
2. Kusharisupeni, 1997. Peran Status Kelahiran terhadap Stunting pada Bayi: Sebuah Studi
Prospektif,Jurnal Kedokteran Trisakti, 23(3): 73–80.
3. Shrimpton, R and Kachondham, Y, 2003. Analysing the Causes of Child Stunting in DPRK.
4. Mbuya MN, Chideme M, Chasekwa B, Mishra V. 2010. Biological, social, and environmental
determinants of low birth weight and stunting among infants and young children in Zimbabwe.
Zimbabwe Working Papers: Februari 2010 No. 7.
5. Adair, L.S. & Guilkey, D.K, 1997. Age-specific Determinants of Stunting in Filipino Children. J
Nutr, 127(2): 314-320.
6. Ricci JA, Becker S. Risk factors for wasting and stunting among children in Metro Cebu,
Philippines. Am J Clin Nutr. 1996 Jun;63(6):966-75.
7. Chopra, M, 2003. Risk Factors for Undernutrition of Young Children in a Rural Area of South
Africa, Public Health Nutrition : 6 (7), 645-652
8. Taguri, A. E., Betilmal, I., Mahmud, S. M., Ahmed, A. M., Goulet, O., Galan, P., and Hercberg, S,
2008. Risk Factors for Stunting Among Under-Fives in Libya, Public Health Nutrition: 12(8),
1141-9.
9. Ergin F, Okyay P, Atasoylu G, Beşer E. Nutritional status and risk factors of chronic malnutrition
in children under five years of age in Aydin, a western city of Turkey. Turk J Pediatr. 2007 Jul-
Sep;49(3):283-9.
10. Hadi H, 2005. Beban ganda masalah gizi dan implikasinya terhadap kebijakan pembangunan
kesehatan nasional disampaikan sebagai Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar di depan Rapat
Terbuka Majelis Guru Besar UGM, Yogyakarta.
11. Soekirman, 2002. llmu Gizi dan Aplikasinya. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
12. Kementerian Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2010.
13. Almatsier, S, 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Gramedia Pustaka Ilmu, Jakarta.
14. Sastroasmoro, S. 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto.
15. Bove, I., Miranda, T., Campoy, C., Uauy, R. & Napol, M, 2012. Stunting, overweight and child
development impairment go hand in hand as key problems of early infancy: Uruguayan case.
Early human development, 88(9): 747-751.
16. Arisman, 2010. Gizi dalam Daur Kehidupan. EGC.
17. Heningham, H.B and Grantham-Mc Gregor, S, 2009. Gizi dan Perkembangan Anak dalam Gizi
Kesehatan Masyarakat, EGC, Jakarta.

51

You might also like