You are on page 1of 39

Panduan Praktik Klinis (PPK)

Rumah Sakit Umum Daerah Kalideres

TBC PARU TANPA KOMPLIKASI


ICD X : A15

1 Definisi Penyakit yang disebabkan oleh infeksi


Mycobacterium tuberculosis complex
2 Anamnesis 1. Gejala utama:
- Batuk berdahak ≥ 2 minggu

2. Gejala tambahan:
- Dahak bercampur darah atau batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada atau pleuritic chest pain
- Badan lemah
- Nafsu makan menurun
- Berat bdan turun
- Rasa kurang enak badan (malaise)
- Berkeringan pada malam hari walaupun tanpa
kegiatan
- Demam meriang yang berulang lebih dari
sebulan
3 Pemeriksaan Fisik 1. Demam (pada umumnya subfebris, walaupun
bisa juga tinggi sekali)
2. Respirasi meningkat jika ada keluhan sesak
3. Berat badan turun atau status gizi BMI pada
umumnya <18,5
4. Pada auskultasi terdengar suara napas
bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas
melemah di apex paru, tergantung luas, jenis
lesi dan kondisi pasien.
5. Pada pleuritis TB, tergantung banyaknya cairan
di rongga pleura. Pada perkusi redup atau
pekak, auskultasi suara nafas melemah sampai
tidak terdengar pada sisi yang ada cairan
6. Pada limfadenitis TB, terlihat kelenjar getah
bening, tersering di daerah leher, kadang di
ketiak.
4 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Bakteriologis:
1. Semua pasien (dewasa, dewasa muda, dan
anak yang mampu mengeluarkan dahak) yang
diduga TB, harus dilakukan pemeriksaan
bakteriologis dengan spesimen dahak.
Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud
adalah pemeriksaan mikroskopis, tes Cepat
Molekuler (TCM), atau biakan.
2. Pada faskes yang sudah tersedia alat TCM,
pemeriksaan spesimen dahak untuk penegakan
diagnosis Tuberkulosis menggunakan alat TCM.
3. Pemeriksaan TCM dipergunakan untuk
keperluan penegakan diagnosis saja,
sedangkan untuk evaluasi hasil pengobatan
dilakukan pemeriksaan mikroskopis langsung.
4. Spesimen dahak yang dikumpulkan untuk
pemeriksaan TCM adalam minimal satu kali dan
berupa dahak pagi atau sewaktu dengan
kualitas dahak baik (mukopurulen, volume
dahak 3-5 ml).
5. Spesimen dahak yang dikumpulkan untuk
pemeriksaan mikroskopik adalah dua spesimen
yaitu dahak pagi-sewaktu atau sewaktu-pagi
atau sewaktu-sewaktu dengan jarak
pengambilan dahak satu jam dan kedua dahak
berkualitas baik
6. Semua pasien dengan gambaran foto toraks
tersangka TB, harus diperiksa bakteriologis
Tuberkulosis.

Laboratorium:
GDS, Rapid test HIV

Radiologi:
1. Rongten thoraks dilakukan pada terduga
Tuberkulosis dengan hasil pemeriksaan
laboratorium negatif yang masih dicurigai
Tuberkulosis paru, pasien ODHA, pasien anak
terduga TB.
2. Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA.
Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-
lordotik. Pemeriksaan pada TB anak adalah AP
dan lateral.
4 Kriteria Diagnosis Semua pasien dengan batuk produktif yang
berlangsung selama ≥ 2 minggu yang tidak jelas
penyebabnya, harus dievaluasi untuk TB. Kriteria
diagnosis Tuberkulosis didasarkan pada hasil
pemeriksaan bakteriologis.
1. Pasien TB terkonfirmasi Bakteriologis
Adalah pasien TB yang terbukti positif pada hasil
pemeriksaan dahak melalui pemeriksaan
mikroskopik langsung, TCM, atau biakan.

2. Pasien TB terdiagnosis secara klinis


Adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria
terdiagnosis secara bakteriologis tetapi
didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter
dan diputuskan untuk diberikan pengobatan TB.
Termasuk dalam kelompok ini adalah:
 Pasien TB paru BTA negatif/TCM negatif
dengan hasil pemeriksaan foto thoraks
mendukung TB
 Pasien TB paru BTA negatif/TCM negatif
dengan tidak ada perbaikan klinis setelah
diberikan antibiotika non OAT dan
mempuanyai faktor risiko TB
 Pasien TB ekstra paru yang terdiagnosis
secara klinis maupun bakteriologis dan
histopatologis tanpa da konfirmasi
bakteriologis
 TB anak yang terdiagnosis dengan
sistem skoring
Alur diagnosis Tuberkulosis (terlampir)
5 Diagnosis kerja Tuberkulosis paru

6 Diagnosis Banding 1. Pneumonia


2. Bronkiektasis
3. Jamur paru
4. Tumor paru
8 Terapi 1. Panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang
digunakan:
a) Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3 atau
2(HRZE)/4(HR)
b) Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
atau 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)
c) Kategori anak: 2(HRZ)/4(HR) atau
2HRZE(S)/4-10(HR)
d) Paduan OAT untuk pasien TB resisten obat,
terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu: Kanamisis,
Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamid,
Sikloserin, Moksifloksasin, PAS, Bedaquilin,
Clofazimin, Linezolid, Delamanid, dan obat
TB baru lainnya ditambah AOT lini ke-1,
yaitu Pirazinamid dan Etambutol
2. Diet TKTP (jika tidak ada kontraindikasi)
9 Edukasi 1. Penjelasan tentang penyakit
2. Cara batuk yang benar
3. Cara minum obat yang benar
4. Prognosis penyakit
5. Komplikasi penyakit
6. Memakai masker
7. Ventilasi di rumah
8. Tindakan yang akan dilakukan
10 Lama perawatan Umumnya tidak di rawat
Evaluasi pengobatan (terlampir)
11 Prognosis Ad Vitam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
12 Tingkat evidens III
13 Tingkat Rekomendasi A
14 Penelaah Kritis 1. dr. Puji Astuti, SpP
2. dr. Rahma Lutfiana Yaktiani

15 Indikator medis 1. anamnesis


2. pemeriksaan fisik
3. pemeriksaan bakteriologis
4. pemeriksaan rontgen

16 Kepustakaan 1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.


Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan
penatalaksaan di Indonesia
2. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance.
International Standards for Tuberculosis Care
(ISTC). 2ndEd. Tuberculosis Coalition for
Technical Assistance. The Hague. 2009.
3. Materi Inti 1 Penemuan Pasien Tuberkulosis.
Pelatihan Penanggulangan Tuberkulosis bagi
Petugas Kesehatan di FKTP/FKRTL.
Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jendral
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.
Jakarta. 2018
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan
Tuberkulosis.
Panduan Praktik Klinis (PPK)
Rumah Sakit Umum Daerah Kalideres

TBC PARU RESISTEN OBAT


ICD X : U50

1 Definisi Penyakit yang disebabkan oleh infeksi


Mycobacterium tuberculosis complex
2 Anamnesis 1. Kriteri suspek TB resisten obat:
a) Gagal pegobatan kategori 2
b) Pasien TB pengobatan kategori 2, yang
tidak konversi setelah pengobatan 3 bulan
c) Pasien TB dengan pengobatan yang tidak
standar, mendapatkan obat golongan
quinolon dan obat suntikan lini dua selama
lebih dari 1 bulan
d) Gagal pengobatan kategori 1
e) Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak
konversi setelah diobati 2 bulan
f) Pasien TB kasus kambuh, setelah dioabati
kategori 1 atau kategori 2
g) Pengobatan TB kembali setelah defalut atau
loss to follow up
h) Kontak erat dengan Tb resisten obat
i) Pasien ko-infeksi HIV-TB yang tidak
perbaikan secara bakteriologis maupun
klinis setelah diberikan OAT
2. Gejala utama:
- Batuk berdahak ≥ 2 minggu

3. Gejala tambahan:
- Dahak bercampur darah atau batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada atau pleuritic chest pain
- Badan lemah
- Nafsu makan menurun
- Berat bdan turun
- Rasa kurang enak badan (malaise)
- Berkeringan pada malam hari walaupun tanpa
kegiatan
- Demam meriang yang berulang lebih dari
sebulan
3 Pemeriksaan Fisik 1. Demam (pada umumnya subfebris, walaupun
bisa juga tinggi sekali)
2. Respirasi meningkat jika ada keluhan sesak
3. Berat badan turun atau status gizi BMI pada
umumnya <18,5
4. Pada auskultasi terdengar suara napas
bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas
melemah di apex paru, tergantung luas, jenis
lesi dan kondisi pasien.
5. Pada pleuritis TB, tergantung banyaknya cairan
di rongga pleura. Pada perkusi redup atau
pekak, auskultasi suara nafas melemah sampai
tidak terdengar pada sisi yang ada cairan
6. Pada limfadenitis TB, terlihat kelenjar getah
bening, tersering di daerah leher, kadang di
ketiak.
4 Pemeriksaan Penunjang Diagnosis Tuberkulosis resisten obat ditegakkan
berdasarkan uji kepekaan obat Mycobacterium
tuberculosis. Uji kepekaan dapat dilakukan dengan
metode molekuler dan konvensional
1. Molekuler: Tes Cepat Molekuler (TCM) dan Line
Probe Assay (LPA)
2. Konvensional: Lowenstein Jensen (LJ) dan
Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT)
Laboratorium:
DL, GDS, Rapid test HIV, Ur, Cr, SGOT, SGPT, As.
Urat, elektrolit, TSH,

Radiologi:
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA.
Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-
lordotik. Pemeriksaan pada TB anak adalah AP dan
lateral.

Lain-lain:
Elektrokardiografi (EKG)
Audiometri
4 Kriteria Diagnosis Alur diagnosis Tuberkulosis (terlampir)
Diagnosis Tuberkulosis resisten obat, antara lain:
1. Monoresisten adalah MTB resisten terhadap
salah satu jenis OAT lini pertama saja.
2. Poliresisten adalah MTB resisten terhadap lebih
dari satu OAT linen pertama selain Isoniazid (H)
dan rifampisisn (R) secara bersamaan.
3. Multi drug resisten (MDR) adalah MTB resisten
terhadap rifampisin (R) dna isoniazid (H) secara
bersamaan, dengan atau tanpa diikuti resistean
OAT lini pertama lainnya.
4. Pre-XDR (Extensive Drug Resistant) adalah
MDR yang sekaligus resisten terhadap salah
satu OAT golongan fluoroquinolon atau obat
suntikan lni dua (kanamisis, kapreomisin, atau
amikasin) secara bersamaan.
5. XDR (Extensive Drug Resistant) adalah MDR
yang sekaligus resisten terhadap OAT golongan
fluoroquinolon dan obat suntikan lini dua secara
bersaman.
5 Diagnosis kerja Tuberkulosis paru resisten obat

6 Diagnosis Banding 6. Pneumonia


7. Bronkiektasis
8. Jamur paru
9. Tumor paru
8 Terapi Saat ini terdapat dua paduan pengobatan
Tuberkulosis resisten obat: (terlampir)
1. Paduan Jangka Pendek (9-11 bulan)
2. Paduan individual (20-24 bulan)
9 Edukasi 9. Penjelasan tentang penyakit
10. Cara batuk yang benar
11. Cara minum obat yang benar
12. Prognosis penyakit
13. Komplikasi penyakit
14. Memakai masker
15. Ventilasi di rumah
16. Tindakan yang akan dilakukan
10 Lama perawatan Umumnya tidak di rawat
Evaluasi pengobatan (terlampir)
11 Prognosis Ad Vitam : ad malam
Ad sanationam : ad malam
Ad fungsionam : ad bonam
12 Tingkat evidens III
13 Tingkat Rekomendasi A
14 Penelaah Kritis 1. dr. Puji Astuti, SpP
2. dr. Rahma Lutfiana Yaktiani

15 Indikator medis 1. anamnesis


2. pemeriksaan fisik
3. pemeriksaan bakteriologis
4. pemeriksaan rontgen
16 Kepustakaan 1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan
penatalaksaan di Indonesia
2. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance.
International Standards for Tuberculosis Care
(ISTC). 2ndEd. Tuberculosis Coalition for
Technical Assistance. The Hague. 2009.
3. Materi Inti 1 Penemuan Pasien Tuberkulosis.
Pelatihan Penanggulangan Tuberkulosis bagi
Petugas Kesehatan di FKTP/FKRTL.
Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jendral
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.
Jakarta. 2018
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan
Tuberkulosis.
Panduan Praktik Klinis (PPK)
BKPM Wilayah Magelang
2016

PPOK
ICD X : J44
1 Pengertian ( Definisi )
Adalah penyakit paru ditandai oleh hambatan aliran
udara yang tidak sepenuhnya reversible, bersifat
progresif dan berhubungan dengan respons
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
beracun / berbahaya, disertai efek ekstra paru yang
berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.
2 Anamnesis Sesak napas progresif, bertambah saat aktivitas,
persisten, batuk kronik dapat hilang timbul, mungkin
tidak berdahak atau berdahak, riwayat kebiasaan
merokok
3 Pemeriksaan Fisik 1. Respiration rate meningkat
2. Penggunaan alat bantu napas
3. Pelebaran sela iga
4. Barrel chest
5. Fremitus melemah
6. Hipersonor pada perkusi
7. Mengi (+) difus pada auskultasi kedua
hemitoraks
8. Ekspirasi memanjang pada auskultasi
4 Kriteria Diagnosis 1. Persisten, batuk kronik dapat hilang timbul,
mungkin tidak berdahak atau berdahak
2. Riwayat menghisap asap rokok
3. Pada pemeriksaan fisik, dada cembung,
hipersonor, suara napas melemah, mungkin
terdengar mengi
5 Diagnosis Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
6 Diagnosis Banding 1. Asma bronkial
2. Bronkiektasis
3. SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberkulosis)
7 Pemeriksaan Penunjang 1. Radiologi Toraks PA dan Lateral
2. Spirometri
3. Uji bronkodilator
4. Laboratorium klinik : darah rutin
8 Terapi Non medikamentosa:
1. Oksigen terapi aliran rendah
2. Fisioterapi pernapasan
3. Rehabilitasi psikis & pekerjaan
Medikamentosa :
1. Hidrasi cairan
2. Bronkodilator inhalasi : salbutamol, salmeterol,
formoterol, ipratopium bromida
3. Bronkodilator sistemik : aminofilin, teofilin,
salbutamol
4. Kortikosteroid inhalasi : budesonide, fluticasone
propionate
5. Kortikosteroid sistemik : metilprednisolon,
dexametason
6. Mukolitik ekspektoran : gliceryl guaiakolat, N-
acetilcystein, ambroxol, bromhexin
7. Antibiotik atas indikasi
9 Edukasi 1. Hindari pajanan pencetus
2. Penjelasan tentang penyakit dasar
3. Prognosis penyakit
10 Perawatan Rawat inap pada eksaserbasi akut; lama perawatan
3-5 hari
11 Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam / malam
Ad sanationam : dubia ad bonam / malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam / malam
12 Tingkat evidens IV
13 Tingkat Rekomendasi A
14 Penelaah Kritis 1. dr. Widhy Sulistyowati
2. dr. Rahmawati Dianing P
3. dr. Prima Kartikasari
4. dr. Siti Atika W
15 Indikator medis 1. spirometri
16 Kepustakaan 1. PPOK PDPI
2. GOLD 2013

Magelang, 12 Januari 2016

Plt. Kepala Kasie Diagnostik, Perawatan dan Pengobatan


BKPM Wilayah Magelang BKPM Wilayah Magelang

dr. Mulyo Prasedyo dr. Widhy Sulistyowati


NIP 195910191990011001 NIP. 196906082008012014
Panduan Praktik Klinis (PPK)
BKPM Wilayah Magelang
2016

PLEURITIS EKSUDATIF TB
ICD X : A16.5
1 Pengertian (Definisi) Pleuritis eksudativa TB adalah peradangan pleura
disertai terbentuknya cairan eksudat yang
disebabkan oleh infeksi tuberkulosis.
2 Anamnesis Batuk-batuk, demam, nyeri dada sisi yang sakit,
sesak napas
3 Pemeriksaan fisik 1. Hemitoraks sisi yang sakit lebih cembung
2. Pergerakan tertinggal pada pernapasan
3. Perkusi pekak / redup
4. Suara napas melemah
5. Mediastinum terdorong ke sisi yang sehat
4 Kriteria diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
5 Diagnosis kerja Pleuritis eksudatif TB

6 Diagnosis banding Empiema


Abses paru
Efusi pleura ganas
Tumor paru
7 Pemeriksaan penunjang 1. Foto rontgen : toraks PA, lateral, lateral dekubitus
2. USG toraks
3. Laboratorium : darah rutin, diff count, SGOT,
SGPT, creatinin, ureum, gula darah
4. BTA SPS
5. Uji rivalta
6. Analisis cairan pleura
8 Terapi 1. Hidrasi cairan :
2. Provokasi pungsi
3. Pungsi pleura evakuasi
4. Obat anti tuberkulosis
5. Kortikosteroid secara tappering off : prednison
6. Simptomatik :
a. Mukolitik ekspektoran : Gliseryl Guaiakolat,
ambroxol, N-acetylsistein, bromhexin
b. Antipiretik : paracertamol
c. Multivitamin : vitamin B6, B-komplek
9 Edukasi 1. Penjelasan tentang penyakit
2. Prognosis penyakit
3. Minum obat teratur
4. Pola hidup bersih dan sehat
5. Cukup asupan gizi
6. Hindari rokok
7. Komplikasi
8. Prognosis
10 Perawatan Rawat jalan; rawat inap bila penderita sesak napas;
lama perawatan 1-3 hari
11 Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/ malam
Ad sanatorium: dubia ad bonam/malam
Ad fingsional : dubia ad bonam/malam
12 Tingkat evidens IV
13 Tingkat Rekomendasi A
14 Penelaah Kritis 1. dr. Widhy Sulistyowati
2. dr. Rahmawati Dianing P
3. dr. Prima Kartikasari
4. dr. Siti Atika W
15 Indikator medis 1. klinis
2. pemeriksaan mikrobiologi
3. pemeriksaan rontgen
16 Kepustakaan 1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan
penatalaksaan di Indonesia
2. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance.
International Standards for Tuberculosis Care
(ISTC). 2ndEd. Tuberculosis Coalition for
Technical Assistance. The Hague. 2009.

Magelang, 12 Januari 2016

Plt. Kepala Kasie Diagnostik, Perawatan dan Pengobatan


BKPM Wilayah Magelang BKPM Wilayah Magelang

dr. Mulyo Prasedyo dr. Widhy Sulistyowati


NIP 195910191990011001 NIP. 196906082008012014
Panduan Praktik Klinis (PPK)
BKPM Wilayah Magelang
2016

ASMA
ICD X : J45
1 Pengertian (definisi) Penyakit inflamasi kronis saluran napas yang hubungan
hipereaktifitas saluran napas ditandai dengan obstruksi
dan hambatan aliran udara (karena bronkokonstriksi,
mukous plug, peningkatan inflamasi) saat saluran udara
terekspos bermacam faktor risiko. Hal ini menyebabkan
episode wheezing berulang, sesak nafas, nyeri dada dan
batuk terutama malam hari atau menjelang pagi.
Episode ini berhubungan dengan obstruksi saluran nafas
yang dapat sembuh sendiri atau dengan pengobatan
2 Anamnesis 1. riwayat alergi atau riwayat keluarga asma
2. batuk kronik terutama malam hari atau menjelang
pagi
3. nyeri dada
4. sesak napas
5. gangguan tidur
6. gelisah
7. nafas cepat
8. mengi
3 Pemeriksaan fisik 1. peningkatan denyut nadi dan pernapasan
2. nafas cuping hidung
3. retraksi suprasternal, intercostal, subcostal,
epigastrial
4. sianosis
5. Pada paru pada dapat ditemukan RBK atau
wheezing
4 Kriteria diagnosis · Riwayat serangan sesak napas disertai peningkatan
sesak napas, mengi dan atau batuk-batuk berulang
dengan atau tanpa dahak atau kombinasi dari gejala
diatas
· Pada pemeriksaan jasmani dijumpai ekspirasi
memanjang dengan atau tanpa mengi (wheezing).
Pada serangan dapat ditemukan penggunaan otot
bantu napas yang berlebihan dan berespon dengan
bronkodilator
· Asma Akut (sesuai klasifikasi ringan, sedang, berat,
mengancam jiwa) dinilai dari : kemampuan bicara
saat serangan dan pemeriksaan klinis.
5 Diagnosis kerja Asma bronkial
6 Diagnosis banding 1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
2. Pneumotoraks
3. Asma kardiale
4. Bronkitis kronik
5. Gagal jantung kiri
7 Pemeriksaan penunjang 1. Laboratorium : darah rutin, diff count, SGOT, SGPT,
ureum, kreatinin, Gula Darah Sewaktu
e) EKG
f) Foto toraks PA
g) Spirometri
h) Uji bronkodilator
8 Terapi Terapi non medikamentosa :
1. Mengenali dan menghindari faktor pencetus
2. Fisioterapi
3. Senam asma
4. Pendidikan dan penyuluhan kesehatan
Terapi medikamentosa :
1. Infus cairan maintenance
2. Bronkodilator inhalasi : salbutamol, salmeterol,
formoterol
3. Bronkodilator sistemik : aminofilin, teofilin, salbutamol
4. Antikolinergik inhalasi dan sistemik : ipratopium
bromida
5. Kortikosteroid inhalasi : budesonide, fluticasone
propionate
6. Kortikosteroid sistemik : metilprednisolon,
dexametason
7. Mukolitik ekspektoran : gliceryl guaiakolat, N-
acetilcystein, ambroxol
8. Antibiotik atas indikasi
9 Edukasi 1. Hindari faktor pencetus
2. Senam asma
3. Penanganan awal serangan asma
4. PHBS
10 Perawatan Rawat jalan bila serangan asma ringan
Rawat inap bila serangan asma berat, lama perawatan
3-5 hari
11 Prognosis Ad vitam : Dubia (sesuai serangan)
Ad sanationam : dubia ad Bonam
Ad fungsionam : dubia ad Bonam
12 Tingkat evidens IV
13 Tingkat Rekomendasi A
14 Penelaah Kritis 1. dr. Widhy Sulistyowati
2. dr. Rahmawati Dianing P
3. dr. Prima Kartikasari
4. dr. Siti Atika W
15 Indikator medis 1. klinis
2. APE harian
3. spirometri
16 Kepustakaan 1. pedoman diagnosis dan penatalaksanaan asma di
Indonesia (PDPI)
2. GINA 2012

Magelang, 12 Januari 2016

Plt. Kepala Kasie Diagnostik, Perawatan dan Pengobatan


BKPM Wilayah Magelang BKPM Wilayah Magelang

dr. Mulyo Prasedyo dr. Widhy Sulistyowati


NIP 195910191990011001 NIP. 196906082008012014
Panduan Praktik Klinis (PPK)
BKPM Wilayah Magelang
2016

PNEUMONIA
ICD X : J18
1 Pengertian ( Definisi ) Infeksi akut pada parenkim paru yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus maupun parasit,
kecuali yang disebabkan M.Tb
2 Anamnesis 1. Demam
2. Batuk-batuk (dari kering sampai berdahak)
3. Sesak napas yang semakin memberat
4. Kadang-kadang disertai nyeri dada dan batuk
darah
5. Tampak lemah
3 Pemeriksaan Fisik 1. Tampak sakit berat, kadang disertai sianosis
2. Suhu tubuh meningkat dan nadi cepat
3. Respirasi meningkat
4. Nafas cuping hidung
5. Retraksi interkostalis
6. Palpasi fremitus dapat meningkat
7. Perkusi redup
8. Pada auskultasi didapatkan ronki basah halus
atau kasar pada lebih dari setengah lapangan
paru, wheezing, gallop protodiastolik, bunyi
jantung dua pulmonal mengeras.
4 Kriteria Diagnosis 1. Demam
2. Batuk
3. Sesak napas
5 Diagonsis kerja Pneumonia
6 Diagnosis Banding 1. Tumor paru
2. Mikosis paru
3. TB paru
7 Pemeriksaan Penunjang 1. Radiologi : Foto Toraks PA & lateral
2. Laboratorium : Darah rutin, LED, GDS
8 Terapi 1. Oksigenasi
2. Hidrasi cairan
3. Antibiotik sesuai pola kuman : ceftriaxone,
cefotaxim, cefadroxil, cefixime, azitromisin,
levoflokxacin
4. Simptomatik
a. Mukolitik ekspektoran : gliceryl guaiakolat, N-
acetilcystein, ambroxol
b. Antipiretik : paracetamol

9 Edukasi 1. Hidrasi yang baik dan intake peroral cukup


2. Istirahat cukup
3. Penjelasan tentang penyakit
4. PHBS
5. Tidak merokok

10 Perawatan Rawat inap terutama pada penderita yang


membutuhkan oksigen atau mengalami komplikasi;
lama perawatan 3-5 hari
11 Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam / malam
Ad sanationam : dubia ad bonam / malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam / malam
12 Tingkat evidens IV
13 Tingkat Rekomendasi A
14 Penelaah Kritis 1. dr. Widhy Sulistyowati
2. dr. Rahmawati Dianing P
3. dr. Prima Kartikasari
4. dr. Siti Atika W
15 Indikator medis 1. klinis dan vital sign
2. laboratorium klinik : darah rutin
3. radiologi
16 Kepustakaan 1. PDPI Pneumonia 2011

Magelang, 12 Januari 2016

Plt. Kepala Kasie Diagnostik, Perawatan dan Pengobatan


BKPM Wilayah Magelang BKPM Wilayah Magelang

dr. Mulyo Prasedyo dr. Widhy Sulistyowati


NIP 195910191990011001 NIP. 196906082008012014
Panduan Praktik Klinis (PPK)
BKPM Wilayah Magelang
2016

HEMOPTISIS
ICD X : R04
1. Pengertian (definisi) Batuk dengan ekspektorasi dahak bercampur
darah.
2. Anamnesis Membedakan batuk darah dengan muntah darah :
Batuk darah : darah dibatukkan dengan rasa panas
ditenggorokan, darah berbuih, darah berwarna
merah segar
Muntah darah : darah dimuntahkan dengan rasa
mual, darah bercampur sisa makanan, darah
berwarna merah kehitaman
3. Pemeriksaan fisik 1. Periksa tanda vital
2. Periksa hidung, mulut, faring dan laring
3. Periksa leher,dada, jantung dan paru
4. Kriteria diagnosis Batuk darah ringan : < 25cc/24jam
Batuk darah berat : 25-250 cc/24 jam
Batuk darah masif :
1. > 600cc /24jam dan dalam pengamatan tidak
berhenti
2. 250cc-600cc/24jam, kadar Hb <10gr% dan
perdarahan masih berlangsung
3. 250cc-600cc/24jam, kadar Hb >10 gr%, dan
dalam pengamatan 48jam tidak berhenti
5 Diagnosis kerja hemoptisis

6 Diagnosis banding Hematemesis

7 Pemeriksaan penunjang 1. Periksa laboratorium : darah rutin


2. Periksa mikrobiologi : BTA SPS
3. Radiologik : thorax PA dan lateral
8 Terapi Non medikamentosa :
1. Menenangkan pasien dan memberitahu agar
jangan takut membatukkan darahnya
2. Memposisikan pasien : Penderita berbaring
pada posisi paru yang sakit atau sedikit
trendelenberg
Medikamentosa :
1. Hidrasi cairan
2. Obat hemostatik : asam traneksamat, Vit K,
carbazochrom
3. Antitusif : codein 10 mg
4. Simptomatis
Antipiretik : paracetamol
5. Mutivitamin : vitamin C
9. Edukasi 1. Pasien harus tenang
2. Pasien dibimbing untuk batuk yang benar
3. Jangan takut untuk membatukkan darahnya
10 Perawatan Rawat inap ; lama perawatan 3-5 hari

11 Prognosis Prognosis tergantung derajat batuk darah dan


penyakit dasar yang menyebabkan batuk darah
Prognosis batuk darah masif : dubia ad malam
12 Tingkat evidens I
13 Tingkat Rekomendasi A
14 Penelaah Kritis 1. dr. Widhy Sulistyowati
2. dr. Rahmawati Dianing P
3. dr. Prima Kartikasari
4. dr. Siti Atika W
15 Indikator medis 1. jumlah batuk darah per 24 jam
2. kadar Hemoglobin
16 Kepustakaan 1. Prahmadi S. Batuk darah. Diagnosis dan
tatalaksana kegawatdaruratan paru. 2008.

Magelang, 12 Januari 2016

Plt. Kepala Kasie Diagnostik, Perawatan dan Pengobatan


BKPM Wilayah Magelang BKPM Wilayah Magelang

dr. Mulyo Prasedyo dr. Widhy Sulistyowati


NIP 195910191990011001 NIP. 196906082008012014
Panduan Praktik Klinis (PPK)
BKPM Wilayah Magelang
2016

BRONKIEKTASIS
ICD X : J47
1 Pengertian (Definisi) Penyakit paru yang ditandai oleh dilatasi yang
disertai destruksi dinding bronkus dan bronkiolus
kronik dan menetap.
2 Anamnesis Batuk produktif dengan jumlah banyak terutama
pada pagi hari atau batuk darah. Pada keadaan
lanjut dapat disertai sesak napas demam, batuk
berdahak 3 lapis. Tiga gejala klasik bronkiaktasis
adalah batuk kronik, produksi sputum purulen yang
berlebih, sesak napas.
Gejala bronkiektasis terinfeksi: batuk bertambah,
volume dahak bertambah, dahak purulen, demam,
sesak.
3 Pemeriksaan Fisik Takipnea pada pemeriksaan fisik paru bisa
didapatkan normal. Clubbing finger didapatkan
pada pasien bronkiektasis parah.
Auskultasi : didapatkan wheezing yang terlokalisir,
ronki basah kasar
4 Kriteria Diagnosis - Gejala klinis dapat tidak ditemukan atau berupa
batuk produktif terutama pada pagi hari atau
batuk darah. Pada keadaan lanjut dapat disertai
sesak napas, Batuk pada perubahan posisi
- Gejala bronkiektasis terinfeksi: batuk bertambah,
volume dahak bertambah, dahak purulen,
demam, sesak, mengi yang meningkat, malaise,
fatique, penurunan toleransi aktivitas, penurunan
fungsi paru.
- Kelainan anatomis berupa pelebaran bronkus
yang dapat terlihat pada CT scan toraks (high
resolution computed tomography) dan kadang-
kadang dari foto toraks biasa
5 Diagnosis kerja Bronkiektasis
6 Diagnosis Banding 1. Fibrosis
2. TB paru
3. PPOK
4. Asma
5. Bronkitis Kronik
7 Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan rontgen : PA dan lateral
2. Pemeriksaan laboratium : darah rutin, GDS
3. Pemeriksaan mikrobiologi : BTA SPS

8 Terapi Non medikamentosa :


1. Oksigen
2. Fisioterapi
Medikamentosa :
1. Hidrasi cairan
2. Antibiotik sesuai indikasi: levofloxacin, cefixim,
cefadroxil, ceftriaxon, cefotaxim, azitromisin
3. Mukolitik expectorant : gliseryl guaiakolat,
ambroxol, N-asetilsistein
4. Bronkodilator bila ada obstruksi : salbutamol,
aminopilin
5. Obat hemostatik bila batuk darah : asam
traneksamat, adona, vit K
6. Multivitamin : Vit C, Vit B komplek

9 Edukasi 1. Tentang penyakit


2. fisioterapi
3. Ajari postural drainage
4. Tentang prognosis
10 Perawatan Rawat inap pada bronkiektasis terinfeksi berulang
atau hemoptisis ; lama perawatan 3-5 hari

11 Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam / malam


Ad sanationam : dubia ad bonam / malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam / malam
12 Tingkat evidens III
13 Tingkat Rekomendasi B
14 Penelaah Kritis 1. dr. Widhy Sulistyowati
2. dr. Rahmawati Dianing P
3. dr. Prima Kartikasari
4. dr. Siti Atika W
15 Indikator medis 1. klinis
2. pemeriksaan laboratorium
3. radiologi
16 Kepustakaan 1. Pathogenesis, etiology and treatment of
bronchiectasis. Annal of Thoracic Medicine J.
2006;1:41-51

Magelang, 12 Januari 2016

Plt. Kepala Kasie Diagnostik, Perawatan dan Pengobatan


BKPM Wilayah Magelang BKPM Wilayah Magelang

dr. Mulyo Prasedyo dr. Widhy Sulistyowati


NIP 195910191990011001 NIP. 196906082008012014
Panduan Praktik Klinis (PPK)
BKPM Wilayah Magelang
2016

TB PARU DENGAN DIH


ICD X : K71.2
1 Definisi Penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis, dimana pasiennya
mengalami keluhan gangguan fungsi hati karena
pemberian obat (drug induced hepatitis)
2 Anamnesis 1. Mual
2. Muntah
3. Nyeri perut
4. Anoreksia
5. Jaundice
6. Pusing
7. Keletihan
8. BAK hitam pekat
9. Riwayat pengobatan sedang menjalani terapi
OAT
3 Pemeriksaan Fisik 1. Sklera ikterik
2. Hepatomegali
3. peningkatan enzim hati alanine transaminase
(ALT) hingga 3 sampai 5 kali di atas batas atas
normal
4. kenaikan bilirubin > 2
4 Kriteria Diagnosis 1. Riwayat pengobatan TBC
2. Adanya keluhan klinis : mual, muntah, jaundice
3. peningkatan enzim hati alanine transaminase
(ALT) hingga 3 sampai 5 kali di atas batas atas
normal
4. Kenaikan bilirubin > 2

5 Diagnosis DIH pada TB


6 Diagnosis Banding 1. Hepatitis akut
2. Hepatitis kronis
7 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium klinik:
Darah rutin, differential counting, SGOT, SGPT,
Ureum, Creatinin, GDS, bilirubin total
Laboratorium mikrobiologi : BTA SPS
Pemeriksaan radiologi : rontgen thorak
8 Terapi 1. Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)
- Bila Klinis (+) (Ikterik, gejala mual,
muntah), maka OAT distop
- Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT > 3 kali,
maka OAT distop
- Bila gejala klinis (-), laboratorium terdapat
kelainan (Bilirubin>2), maka OAT distop
- SGOT dan SGPT >5 kali nilai normal,
maka OAT distop
- SGOT dan SGPT> 3 kali, maka teruskan
pengobatan dengan pengawasan
2. Desensitasi OAT :
Isoniazid (H) desensitisasi sampai dengan dosis
penuh 300 mg.
Rifampicin, desensitisasi sampai dengan dosis
penuh (sesuai berat badan).
Panduan OAT pengganti :
a. 2HES/10 HE
b. 6-9 RZE
c. 18-24 SE + 1 golongan Flourquinolon
(levofloxacin)
d. 2 HRSE/6 HR
3. Obat hepatoprotektor : curcuma
4. Obat simptomatis :
a. Anti mual : domperidon, metoklorpamid
9 Edukasi 1. Penjelasan tentang penyakit
2. Cara minum obat
3. PHBS
10 Lama perawatan 3-5 hari perawatan
11 Prognosis Ad Vitam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
12 Tingkat evidens IV
13 Tingkat Rekomendasi A
14 Penelaah Kritis 1. dr. Widhy Sulistyowati
2. dr. Rahmawati Dianing P
3. dr. Prima Kartikasari
4. dr. Siti Atika W
15 Indikator medis 1. klinis
2. pemeriksaan laboratorium
3. radiologi
16 Kepustakaan 1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan
penatalaksaan di Indonesia
2. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance.
International Standards for Tuberculosis Care
(ISTC). 2ndEd. Tuberculosis Coalition for
Technical Assistance. The Hague. 2009.

Magelang, 12 Januari 2016

Plt. Kepala Kasie Diagnostik, Perawatan dan Pengobatan


BKPM Wilayah Magelang BKPM Wilayah Magelang

dr. Mulyo Prasedyo dr. Widhy Sulistyowati


NIP 195910191990011001 NIP. 196906082008012014
Panduan Praktik Klinis (PPK)
BKPM Wilayah Magelang
2016

DYSPEPSIA
ICD X : K30
1 Definisi Proses inflamasi/peradangan pada lapisan mukosa
dan submukosa lambung sebagai mekanisme
proteksi mukosa apabila terdapat akumulasi bakteri
atau bahan iritan lain.
Proses inflamasi dapat bersifat akut, kronis, difus,
atau lokal.
2 Anamnesis Rasa nyeri dan panas seperti terbakar pada perut
bagian atas. Keluhan mereda atau memburuk bila
diikuti dengan makan, mual, muntah dan kembung.
Faktor Risiko
1. Pola makan yang tidak baik: waktu makan
terlambat, jenis makanan pedas, porsi makan
2. yang besar.
3. Sering minum kopi dan teh.
4. Infeksi bakteri atau parasit.
5. Pengunaan obat analgetik dan steroid.
6. Usia lanjut.
7. Alkoholisme.
8. Stress.
9. Penyakit lainnya, seperti: penyakit refluks
empedu, penyakit autoimun, HIV/AIDS, Chron
disease
3 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Patognomonis :
1. Nyeri tekan epigastrium dan bising usus
meningkat.
2. Bila terjadi proses inflamasi berat, dapat
ditemukan pendarahan saluran cerna berupa
hematemesis dan melena.
3. Biasanya pada pasien dengan gastritis kronis,
konjungtiva tampak anemis.
4 Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
5 Diagnosis dyspepsia
6 Diagnosis Banding 1. Kolesistitis
2. Kolelitiasis
3. Chron disease
4. Kanker lambung
5. Gastroenteritis
6. Ulkus peptikum
7. GERD
7 Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium klinik: Darah rutin, GDS
2. EKG

8 Terapi Medikamentosa :
1. H2 Bloker : 2 x/hari (Ranitidin 150 mg/kali,
Famotidin 20 mg/kali, Simetidin 400-800
mg/kali)
2. PPI : 2x/hari (Omeprazole 20 mg/kali,
Lansoprazole 30 mg/kali)
3. Antasida : 3 x 500-1000 mg/hr.
4. Obat simptomatis :
a. Anti mual : domperidon, metoklorpamid
b. Antispasmodik : hyosin, papaverin

Non Medikamentosa
Menghindari pemicu terjadinya keluhan, antara lain
dengan makan tepat waktu, makan sering dengan
porsi kecil dan hindari dari makanan yang
meningkatkan asam lambung atau perut kembung
seperti kopi, teh, makanan pedas dan kol.
9 Edukasi 1. Menginformasikan tentang faktor risiko
2. Kontrol emosi

10 Lama perawatan 3 hari perawatan


11 Prognosis Ad Vitam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
12 Tingkat evidens IV
13 Tingkat Rekomendasi A
14 Penelaah Kritis 1. dr. Widhy Sulistyowati
2. dr. Rahmawati Dianing P
3. dr. Prima Kartikasari
4. dr. Siti Atika W
15 Indikator medis 1. klinis
16 Kepustakaan 1. Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, I.
Simadibrata, M. Setiati, S. eds. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 4 ed. Vol. III. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI.2006

Magelang, 12 Januari 2016

Plt. Kepala Kasie Diagnostik, Perawatan dan Pengobatan


BKPM Wilayah Magelang BKPM Wilayah Magelang

dr. Mulyo Prasedyo dr. Widhy Sulistyowati


NIP 195910191990011001 NIP. 196906082008012014
Panduan Praktik Klinis (PPK)
BKPM Wilayah Magelang
2016

GAGAL JANTUNG
(AKUT DAN KRONIK)
ICD X : I50.0
1 Definisi Suatu keadaan yang terjadi saat jantung gagal
memompakan darah dalam jumlah yang memadai
untuk mencukupi kebutuhan metabolisme (supply
unequal with demand), atau jantung dapat bekerja
dengan baik hanya bila tekanan pengisian
(ventricular filling) dinaikan. Gagal jantung juga
merupakan suatu keadaan akhir (end stage) dari
setiap penyakit jantung, termasuk aterosklerosis
pada arteri koroner, infark miokardium, kelainan
katup jantung, maupun kelainan kongenital.
2 Anamnesis 1. Sesak pada saat beraktifitas (dyspneu d’effort)
2. Gangguan napas pada perubahan posisi
(ortopneu)
3. Sesak napas malam hari (paroxysmal nocturnal
dyspneu)
4. Keluhan tambahan: lemas, mual, muntah dan
gangguan mental pada orangtua
Faktor Risiko
1. Hipertensi
2. Dislipidemia
3. Obesitas
4. Merokok
5. Diabetes melitus
6. Riwayat gangguan jantung sebelumnya
7. Riwayat infark miokard
3 Pemeriksaan Fisik 1. Peningkatan tekanan vena jugular
2. Frekuensi pernapasan meningkat
3. Frekuensi nadi dan regularitasnya
4. Tekanan darah
5. Kardiomegali
6. Gangguan bunyi jantung (gallop)
7. Ronkhi pada pemeriksaan paru
8. Hepatomegali
9. Asites
10. Edema perifer
4 Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria
Framingham: minimal 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor.
Kriteria Mayor:
- Sesak napas tiba-tiba pada malam hari
(paroxysmal nocturnal dyspneu)
- Distensi vena-vena leher
- Peningkatan tekanan vena jugularis
- Ronkhi
- Terdapat kardiomegali
- Edema paru akut
- Gallop (S3)
- Refluks hepatojugular positif
Kriteria Minor:
− Edema ekstremitas
− Batuk malam
− dyspneu d’effort (sesak ketika beraktifitas)
− Hepatomegali
− Efusi pleura
− penurunan kapasitas vital paru sepertiga dari
normal
− takikardi >120 kali per menit
5 Diagnosis kerja Gagal jantung (akut dan kronik)
6 Diagnosis Banding 1. Penyakit paru: obstruktif kronik (PPOK), asma,
pneumonia, infeksi paru berat (ARDS), emboli
paru
2. Penyakit Ginjal: Gagal ginjal kronik, sindrom
nefrotik
3. Penyakit Hati: sirosis hepatik
7 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium klinik:
Darah rutin, GDS, ureum, kreatinin, SGOT, SGPT

Pemeriksaan Radiologik : rontgen thoraks PA

Pemeriksaan EKG
8 Terapi Non medikamentosa :
1. Modifikasi gaya hidup:
2. Pembatasan asupan cairan maksimal 1,5 liter
(ringan), maksimal 1 liter (berat)
3. Pembatasan asupan garam maksimal 2
gram/hari (ringan), 1 maksimal gram (berat)
4. Berhenti merokok dan konsumsi alkohol
5. Pembatasan aktivitas fisik:
- Pada kondisi akut berat: tirah baring
- Pada kondisi sedang atau ringan: batasi beban
kerja sampai 70% sd 80% dari denyut nadi
maksimal (220/ umur)

Medikamentosa:
Pada gagal jantung akut:
1. Terapi oksigen 2-4 ltr/mnt
2. Pemasangan iv line untuk akses dilanjutkan
dengan pemberian furosemid injeksi 20
3. s/d 40 mg bolus.
4. Cari pemicu gagal jantung akut.
5. Segera rujuk.
Pada gagal jantung kronik:
1. Diuretik: diutamakan Lup diuretik (furosemid) bila
perlu dapat dikombinasikan Thiazid (HCT).
2. ACE Inhibitor (ACE-I) atau Angiotensine II
receptor blocker (ARB) mulai dari dosis terkecil
dan titrasi dosis sampai tercapai dosis yang
efektif dalam beberapa minggu.
3. Beta Blocker (BB): mulai dari dosis terkecil dan
titrasi dosis sampai tercapai dosis yang efektif
dalam beberapa minggu.
9 Edukasi 1. Edukasi tentang penyebab dan faktor risiko
penyakit gagal jantung kronik.
2. Pasien dan keluarga perlu diberitahu tanda-tanda
kegawatan kardiovaskular dan
3. pentingnya untuk kontrol kembali setelah
pengobatan di rumah sakit.
4. Patuh dalam pengobatan yang telah
direncanakan.
5. Menjaga lingkungan sekitar kondusif untuk
pasien beraktivitas dan berinteraksi.
10 Lama perawatan 3 hari perawatan

11 Prognosis Ad Vitam : dubia


Ad sanationam : dubia
Ad fungsionam : dubia
12 Tingkat evidens III
13 Tingkat Rekomendasi A/B
14 Penelaah Kritis 1. dr. Widhy Sulistyowati
2. dr. Rahmawati Dianing P
3. dr. Prima Kartikasari
4. dr. Siti Atika W
15 Indikator medis 1. Klinis dan vital sign
2. EKG
16 Kepustakaan 1. Panduan Pelayanan Medik. PAPDI. 2009

Magelang, 12 Januari 2016

Plt. Kepala Kasie Diagnostik, Perawatan dan Pengobatan


BKPM Wilayah Magelang BKPM Wilayah Magelang

dr. Mulyo Prasedyo dr. Widhy Sulistyowati


NIP 195910191990011001 NIP. 196906082008012014

You might also like