Professional Documents
Culture Documents
BAB IV
TITRASI ASAM BASA
Disusun
Dewi Lestari NIM (f 320 175 078)
Kelompok 1
FAKULTAS S1 FARMASI
STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS 2017/2018
PRAKTIKUM I
TITRASI ASAM BASA
1. TUJUAN
Menentukan kadar suatu senyawa asam atau basa yang terdapat dalam suatu
sampel
2. Dasar teori
Titrasi asam basa sering disebut asidi-alkalimetri, sedang untuk titrasi
pengukuran lain-lain sering dipakai akhiran-ometri mengggantikan –imertri. Kata
metri berasal dari bahasa yunani yang berarti ilmu proses seni mengukur. I dan O
dalam hubungan mengukur sama saja, yaitu dengan atau dari (with or off). Akhiran I
berasal dari kata latin dan O berasal dari kata Yunani. Jadi asidimetri dapat diartikan
pengukuran jumlah asam ataupun pngukuran dengan asam (yang diukur dalam
jumlah basa atau garam). (Harjadi, W. 1990)
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk
itu digunakan pengamatan dengan indikator bil pH pada titik ekuivalen 4-10.
Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titirasi asam atau basa lemah, jika
penitrasian adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam
lebih besar dari 104 .pH berubah secara drastis bila volume titrannya. Pada reaksi
asam basa, proton ditransfer dari satu molekul ke molekul lain. Dalam air proton
biasanya tersolvasi sebagai H30. Reaksi asam basa bersifat reversibel. Temperatur
mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan perubahan warna indikator tergantung
secara tidak langsung pada temperatur. (Khopkar, S.M. 1990)
Pada kedua jenis titrasi diatas, dipergunakan indikator yang sejenis yaitu
fenoftalen (PP) dan metil orange (MO). Hal tersebut dilakukan karena jika
menggunakan indikator yang lain, misalnya TB, MG atau yang lain, maka trayek
pHnya sangat jauh dari ekuivalen. (Harjadi, W. 1990)
Pada titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu :
(Susanti,1995)
1. Asidimetri. Titrasi ini menggunakan larutan standar asam yang digunakan untuk
menentukan basa. Asam yang biasa digunakan adalah HCl, asam cuka, asam oksalat,
asam borat.
2. Alkalimeri. Pada titrasi ini merupakan kebalikan dari asidi-alkalimetri karena larutan
yang digunakan untuk menentukan asam disini adalah basa.
Titirasi asam-basa merupakan cara yang tepat dan mudah untuk
menentukan jumlah senyawa-senyawa yang bersifat asam dan basa. Kebanyakan
asam dan basa organik dan organik dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi
sebagian senyawa itu terutama senyawa organik tidak larut dalam air. Namun
demikian umumnya senyawa organik dapat larut dalam pelarut organik, karena itu
senyawa organik itu dapat ditentukan dengan titrasi asam basa dalam pelarut inert.
Untuk menentukan asam digunakan larutan baku asam kaut misalnya HCl, sedangkan
untuk menentuan basa digunakan larutan basa kuat misalnya NaOH. Titik akhir titrasi
biasanya ditetapkan dengan bantuan perubahan indikator asam basa yang sesuai atau
dengan bantuan peralatan seperti potensiometri, spektrofotometer, konduktometer.
(Rivai, H, 1990)
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant.
Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya.
Titrant ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen
( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi) yang biasanya
ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai “titik
ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa atau
titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang
dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara
melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. Titik akhir
titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik
ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik
ekuivalen. (Esdi, 2011)
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalen asam akan sama dengan mol-ekuivalen
basa, maka hal ini dapat ditulis sebagai berikut (Esdi, 2011)
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara normalitas (N) dengan volume,
maka rumus diatas dapat ditulis sebagai berikut:
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+
pada asam atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
Keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = Jumlah ion H +(pada asam) atau OH- (pada basa).
BAHAN
NO NAMA VOLUME
1 Aqua dest 550 ml
2 H2CO4.2H2O 0,0,6353gram
3 NaOH 1,0373 gram
4 asam klorida 20 ml
5 asam salisilat 250 mg
6 Etanol 95 % 15 ml
4. REAKSI
Reaksi yang terjadi pada larutan-larutan yang digunakan antara lain :
5. CARA KERJA
a. Pembuatan larutan
1. Pembuatan larutan baku primer H2C2O4.5H2O 0,1 N
Timbang H2C2O4.5H2O
Beri etiket
c. Penetapan Sampel
Penetapan Kadar HCl
1. Hasil Pengamatan
0,1
M 0,6304 gram
N 0,1007 N
Dengan perhitungan
0,1
M 1 gram
N 0,1037 N
c. Pembakuan
Titrasi ke Volume baku sekunder (mL) NaOH
1 7,5
2 7,0
Rata-rata 7,25
2. Perhitungan
N
N 0,1007 N
b. Pembakuan
Kadar baku primer H2C2O4 sebanyak 10 mL (V1).
Volume titran (NaOH) sebesar 7,25 mL.
Perhitungan N2:
Larutan baku primer = larutan baku sekunder
N1.V1 = N2.V2
0,1007 x 10 = N2 x 7,25
N2 = 0,1379 N
= 0,40 %
Jadi kadar baku sekunder NaOH adalah : 0,40 %
c. Perhitungan Kadar sampel
Kadar baku sekunderNaOH.Volume titran sebesar : 4,53 mL untuk sampel
HCl (asam klorida) dan 13,5 mL untuk sampel C7H6O3 (asam salisilat).
(1) Sampel HCl
Diketahui : N2 (NaOH) = 0,1379
V2 (NaOH) = 4,63 mL
V1 (HCl) = 10 mL
N1(HCl) = ?
Perhitungan N1(HCl) :
Larutan Sampel = larutan baku sekunder
N1.V1 = N2.V2
N1 x 10 = 0,1379 x 4,53
10.N1 = 0,6247
N1 = 0,0625 N
Perhitungan BE HCl :
= 0,43 %
Jadi kadar sampel C7H6O3 adalah : 0,43 %
6. PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Percobaan yang kedua ialah standarisasi HCl dengan larutan HCl yang juga
dilakukan dengan tiga kali pengulangan, yang akan dibahas sebagai berikut :
Mula-mula kita cuci gelas ukur yang telah kita pakai untuk mengukur volume
asam oksalat tadi dengan air bersih. Kemudian ukur volume larutan HCl dengan
menggunakan gelas ukur 10 mL sebanyak 10 mL dan tuangkan ke Erlenmeyer.
Kemudian tetesi larutan HCl dengan indikator penolphetalein sebanyak 3 tetes
menggunakan pipet tetes. Lalu letakkan erlenmeyer tadi dibawah buret yang berisi
larutan NaOH dan tetesi sedikit demi sedikit sambil erlenmeyer digoyang-goyang.
Lakukan hingga larutan HCl yang mulanya benih hingga berubah menjadi pink/ungu.
Apabila larutan HCl sudah berubah warna menjadi pink/ungu, maka cepat-cepat tutup
kran pada buret untuk menghindari larutan NaOH menetes kembali, lalu didapatkan
volume NaOH terpakai sebanyak 4,53
KESIMPULAN