Professional Documents
Culture Documents
NIM : P07120117079
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak .
Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor
swasta, serta individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum. Jika
hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya suatu hukum
yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan), kebijakan hanya menjadi
pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan.( Dari
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)
Terdapat berbagai macam model proses kebijakan. Pada kesempatan ini, kita akan
membahas hanya tiga model.
Apabila dielaborasi, maka proses kebijakan akan dimulai dari adanya masalah
yang teridentifikasi masuk ke dalam agenda kebijakan (atau, agenda setting).
Kemudian setelah informasi yang diperlukan terkumpul, ditemulan berbagai
pilihan dan alternative kebijakan, sehingga dapat disusun sebuah kebijakan
(policy formulation). Kemudian diambil keputusan mengenai rancangan kebijakan
yang paling efisien dan efektif dan diputuskan sebagai suatu kebijakan yang
memiliki kekuatan hukum (decision making). Hasilnya adalah sebuah kebijakan
yang hampir ideal dan optimal. Setelah ini kebijakan dijalankan (policy
implementation) dan dievaluasi (monitoring & evaluation), apabila ditemukan
masalah-masalah baru, masalah tersebut akan masuk menjadi agenda kebijakan
dan memulai siklus ini kembali.
Konsep ini semakin berkembang dalam model ketiga, yaitu model "tong
sampah" (Garbage Can). Model ini melihat bahwa suatu kebijakan dapat dipicu
dari tiga arah, yaitu dari masalah (problem stream), kebijakan sebelumnya atau
kebijakan terkait (policy stream) atau dari kepentingan politis (political stream).
Ketiga aliran ini dapat saja tercampur dan seringkali tidak terduga arahnya.
Akibatnya, baik masalah, para aktornya mau pun solusi yang diperkirakan dapat
berubah-ubah dengan cepat. (Cohen, M., March, J., and Olsen, J., A Garbage Can
Model of Organizational Choice, Administrative Science Quarterly 17, 1972, p. 1-
25; Kingdon, J.W., Agendas, Alternatives, and Public Policies, HarperCollins
College Publisher: 1983). Akhirnya, sebuah kebijakan bisa saja diambil karena
dimotivasi oleh hal-hal lain, yaitu:
2. Agenda setting
Ada dua model utama dalam melihat agenda kebijakan, yaitu model 'teknokratis'
dan model 'politik'. Model teknokratis menjelaskan perubahan kebijakan sebagai
hasil dari para pengambil keputusan yang mengubah preferensi mereka dan
beradaptasi dengan kondisi baru. Sesuai siklus kebijakan, mereka belajar dari
pengalaman yang ditunjukkan oleh hasil evaluasi kebijakan. Inovasi kebijakan,
jika ada, adalah produk dari pembuatan kebijakan di mana kebijakan dipandang
sebagai hipotesis, atau teori, dan pelaksanaan atau implementasi kebijakan adalah
sebagai pengujian dari teori atau hipotesis tersebut. Sementara, model politik,
pada dasarnya berusaha untuk menjelaskan penyusunan kebijakan sebagai akibat
dari perubahan dalam konfigurasi kepentingan yang dominan.
Meskipun demikian, fakta bahwa suatu masalah harus masuk menjadi agenda
kebijakan, menegaskan kepada kita bahwa ada 'jendela kebijakan' dan
'kesempatan untuk tindakan' (Kingdon, 1983), dan tidak selalu berarti bahwa
hanya itu permasalahan yang ada di lapangan. Dalam analisis kebijakan,
"masalah" merupakan konstruksi analitik, namun dalam politik "masalah" adalah
konstruksi politik. Dalam analisis kebijakan, konstruk atau masalah yang
teridentifikasi adalah produk dari suatu hasil analisis. Dalam politik apa yang
diakui atau disahkan sebagai "masalah" adalah produk dari proses politik. Oleh
karena itu, walau pun ada banyak masalah di lapangan, namun tidak seluruhnya
masuk ke dalam agenda kebijakan.
Bagaimana cara masalah diangkat ke dalam agenda kebijakan? Ada berbagai cara.
Pertama, masalah tersebut harus dirasakan secara luas sebagai situasi yang tidak
memenuhi harapan publik. Dengan cara ini, masalah paling tidak masuk ke dalam
agenda masyarakat (public agenda). Masalah bisa bergerak menjadi sorotan
publik dan dipaksa ke dalam agenda kebijakan dengan besarnya jumlah perhatian
dan kemarahan publik. Media dapat sangat efektif dalam hal ini (agenda
building). Sebaliknya, media juga dapat menjaga masalah dari agenda kebijakan
dengan memberikan kesan bahwa masalah tidak memerlukan resolusi melalui
proses kebijakan (agenda cutting). Oleh karena itu, masalah juga bisa masuk
melalui dorongan kelompok kepentingan dan para gatekeepers yang menentukan
agenda mass media (Rogers, E. M., & Dearing, J. W., Agenda-setting research:
Where has it been? Where is it going?, Communication Yearbook, 11, 1988, p.
555-594). Selain itu, suatu peristiwa penting dapat bertindak sebagai pemicu
kebijakan yang segera mendorong masalah masuk ke dalam agenda kebijakan.
Dalam bidang kesehatan, misalnya kejadian bencana atau wabah.
Gambar
4. Agenda Setting
Namun, agenda setting hanyalah sebuah 'entry point'. Sebuah isu tetap harus
menarik perhatian para pengambil keputusan (atau, setidaknya salah satu institusi
pemerintah) untuk dapat masuk ke dalam proses kebijakan publik. Perlu disadari
bahwa tidak semua 'agenda publik' dan 'agenda media' akan masuk ke dalam
siklus kebijakan dan kemudian menjadi rumusan kebijakan, sampai akhirnya
menjadi sebuah kebijakan yang terlegitimasi. Agenda kebijakan pun memiliki
keterbatasan waktu. Seringkali, item-item di dalam agenda bergeser dengan cepat
dan digantikan oleh isu-isu lain yang lebih mendesak terutama di saat krisis.
3. Perumusan Kebijakan
Seperti telah disebut sebelumnya, proses perumusan kebijakan harus melalui fase
analisis. Rancangan kebijakan dan berbagai pilihan alternative kebijakan harus
dianalisis untuk menemukan kebijakan yang paling valid untuk mengatasi
masalah, efisien dan dapat dipraktekkan di dunia nyata. Beberapa model analisis
dalam rumusan kebijakan, misalnya:
1. Analisis Biaya-Manfaat
2. Model multiobjectives
3. Analisis Keputusan (decision analysis)
4. Analisis Sistem (system analysis)
5. Operation research
6. Nominal group technique
Pada kesempatan ini, kami memberikan salah satu bahan bacaan terkait analisis
sistem yang menjelaskan bagaimana kebijakan disusun dengan melihat ke
lingkungan internal dan lingkungan eksternal dari suatu masalah. Namun itu
hanyalah salah satu bagian saja dari proses rumusan kebijakan, karena ada fase
selanjutnya yaitu fase politis. Pejabat yang terpilih atau ditunjuk secara politis
bertanggungjawab kepada publik untuk menyusun kebijakan yang baik dan
efektif, namun tidak selalu memiliki kemampuan analitis untuk melakukan hal
tersebut.
Oleh karena itu kita perlu memahami pula proses perundangan yang ada di negara
kita. Artinya, proses institusional dan proses politis apa yang harus dilalui agar
sebuah usulan kebijakan dapat akhirnya resmi menjadi suatu kebijakan. Hanya
dengan memahami proses perundangan ini maka kita dapat mengidentifikasi
aktor-aktor yang terlibat dalam proses kebijakan dan siapa pengambil keputusan.
Hanya dengan cara ini kita mengenali beberapa 'entry point' ke dalam area
kebijakan. Ingatlah bahwa tidak semua area kebijakan merupakan area yang
terbuka untuk publik. Seringkali area ini merupakan area tertutup atau hanya
dapat dimasuki dengan adanya 'undangan' dari para pengambil keputusan.