Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Kelompok 7
Rombongan II
Ali Sofiyulloh B1J014023
Ody Febri Widiyanto B1A015034
Rosi Nurbaeti Putri B1A016017
Irda Alifah B1A016028
Nunung Nurjanah B1A016071
Dian Setyowati B1A016146
Oleh :
Kelompok 7
Rombongan II
Ali Sofiyulloh B1J014023
Ody Febri Widiyanto B1A015034
Rosi Nurbaeti Putri B1A016017
Irda Alifah B1A016028
Nunung Nurjanah B1A016071
Dian Setyowati B1A016146
Hendy Prayogi
B1J014028
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
I. Pendahuluan
A. Hasil .............................................................................................. 8
B. Pembahasan ................................................................................... 11
A. Kesimpulan ..................................................................................... 35
B. Saran ................................................................................................ 35
iii
DAFTAR GAMBAR
Tabel 4.1 Hasil Analisis Vegetasi Mangrove Plot 5×5 Stasiun 1 ......................... 22
Tabel 4.2 Hasil Analisis Vegetasi Mangrove Plot 1×1 Stasiun 1 ......................... 23
Tabel 4.3 Hasil Analisis Vegetasi Mangrove Plot 5×5 Stasiun 1 ......................... 23
Tabel 4.4 Hasil Analisis Vegetasi Mangrove Plot 1×1 Stasiun 1 ......................... 24
v
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Maksud dan Tujuan Praktikum
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
3
8,6 juta hektar. Memperbaiki kondisi ini, diperlukan perubahan sikap dan persepsi.
Karena berfunsi sebagai menjaga daratan dari gerusan ombak dan tempat hidup dan
berbiaknya biota laut, kawasan hutan mangrove juga berpotensi dikembangkannya
daerah wisata alam (Setyawan, 2006).
4
III. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat yang digunakan yaitu objek yang diamati meliputi beberapa spesies
tumbuhan familia Rhizophoraceae, Avicenniaceae, beberapa spesies tumbuhan,
baik tergolong mangrove mayor, minor atau asosiasi, hewan gastropoda, Alkohol
40%, botol sampel, kaca pembesar, tali rafia, patok, palu, meteran dan rol meter,
karton/duplek, kertas Koran, sasak dari bambu/tripleks, sampel tanaman, buku
identifikasi, buku gambar dan alat tulis.
B. Metode
Acara I . Identifikasi Vegetasi Mangrove
1. Koleksi. Koleksi dilakukan secara oleh asisten praktikum. Spesimen
segar hasil koleksi segera diidentifikasi dan dicatat sifat-sifat
morfologinya. Sebagian diawetkan, digambar penampakan umum, bunga
dan buah; serta dibuat kunci identifikasi dan deskripsi.
2. Identifikasi. Identifikasi spesies tumbuhan mayor tersebut
dilakukandengan acuan pada Lampiran 2, sedangkan identifikasi
tumbuhan asosiasi dilakukandengan merujuk pustaka-pustaka: Giesen et
al., (2007), Kitamura et al., (1997), serta Noor et al., (2007).
Acara II. Identifikasi Vegetasi Mangrove
1. Koleksi. Koleksi dilakukan secara oleh asisten praktikum. Spesimen
segar hasil koleksi segera diidentifikasi dan dicatat sifat-sifat
morfologinya. Sebagian diawetkan, digambar penampakan umum, bunga
dan buah; serta dibuat kunci identifikasi dan deskripsi.
2. Identifikasi. Identifikasi spesies tumbuhan mayor dan minor
dilakukandengan Lampiran 2, sedangkan identifikasi tumbuhan asosiasi
dilakukandengan merujuk pustaka-pustaka: Giesen et al., (2007),
Kitamura et al., (1997), serta Noor et al.,(2007).
Acara III. Identifikasi Gastropoda Ekosistem Mangrove
1. Koleksi. Koleksi dilakukan secara sensus bersamaan dengan pelaksanaan
sampling vegetasi mangrove (struktur komunitas). Koleksi dilakukan
secara sensus, yaitu mengambil satu individu setiap species. Spesimen
segar hasil koleksi segera diawetkan dengan alkohol, kemudian
5
diidentifikasi dan dicatat sifat-sifatmorfologinya di laboratorium.
Sebagian diawetkan, digambar penampakan morfologi dan dibuat
deskripsi spesiesnya.
2. Identifikasi. Identifikasi spesies dilakukan di Laboratorium Akuatik
Fakultas Biologi Unsoed berdasarkan pustaka yang menunjang
(Carpenter and Volker, 1998 dan Jutting, 1956).
Acara IV. Ekosistem – Analisis Vegetasi
Sampling vegetasi dilakukan dengan metode plot kuadrat, dimana
setiap stasiun dibuat tiga ulangan pada lokasi yang diduga paling tinggi tingkat
keanekaragaman spesiesnya (dilakukan secara acak). Ukuran plot kuadrat
adalah 10 m x 10 m untuk pohon, 5m x 5 m untuk semai dan 1 m x 1 m untuk
seedling (< 50 cm) dan herba. Ketiganya diletakan pada satu plot kuadrat yang
ukuran 10 m x 10 m.Dihitung individu setiap spesies pada setiap plot kuadrat
dihitung untuk menentukan densitas, frekuensi, distribusi, nilai penting, indeks
diversitas dan indeks similaritas.
6
5. Terakhir tutup lagi dengan koran, lalu jepit kuat-kuat dengan
kayu/bamboo, ikat dengan tali. Hasil ini disebut specimen.
6. Simpan specimen di tempat kering dan tidak lembab.
Catatan:
Di udara lembab, specimen dijemur dibawah terik matahari atau
dioven.
Secara periodik gantilah kertas koran yang lembab/basah dengan yang
kering beberapa kali. Kertas yang lembab dapat dijemur untuk
digunakan beberapa kali.
Jangan menjemur dengan membuka kertas koran yang menutupinya.
Menjemur specimen tidak boleh terlalu lama sebab proses pengeringan
yang terlalu cepat hasilnya kurang baik.
7. Jika telah kering, ambil specimen tumbuhan dan tempelkan diatas kertas
ivory ukuran 32 × 48 cm. Caranya harus pelan-pelan dan hati-hati.
Bagian-bagian tertentu dapat diisolasi agar dapat melekat pada kertas
herbarium.
8. Buatlah tabel yang memuat: nama kolektor, nomor koleksi (jika banyak),
tanggal,nama spesimen (ilmiah, daerah), nama suku/familia dan catatan
khusus tentang bunga, buah atau ciri lainnya.
9. Tutup herbarium dengan plastik.
7
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Gambar 4.2 Ceriops tagal
10
Gambar 4.3 Aegiceras corniculatum
B. gymnorrhiza merupakan pohon yang selalu hijau dengan ketinggian
kadang-kadang mencapai 30 m. Kulit kayu memiliki lentisel, permukaannya halus
hingga kasar, berwarna abu-abu tua sampai coklat (warna berubah-ubah).
Akarnya seperti papan melebar ke samping di bagian pangkal pohon, juga
memiliki sejumlah akar lutut. Daun berkulit, berwarna hijau pada lapisan atas dan
hijau kekuningan pada bagian bawahnya dengan bercak-bercak hitam (ada juga
yang tidak). Daunnya merupakan daun sederhana dan letaknya berlawanan.
Bentuk daun elips sampai elips-lanset dengan ujung daun meruncing. Ukuran
daun sekitar 4,5-7 x 8,5-22 cm. Bunga bergelantungan dengan panjang tangkai
bunga antara 9-25 mm. Letak bunga di ketiak daun, menggantung. Formasi mirip
soliter dengan daun mahkota antara 10-14; putih dan coklat jika tua, panjang 13-
16 mm. Kelopak bunga sekitar 10-14; warna merah muda hingga merah; panjang
30-50. Buah melingkar spiral, bundar melintang, panjang 2-2,5 cm. Hipokotil
lurus, tumpul dan berwarna hijau tua keunguan. Ukuran hipokotil: panjang 12-30
cm dan diameter 1,5-2. Berikut adalah klasifikasi Bruguiera gymnorrizha
menurut Hardjosentono,1978:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Bruguiera
Spesies : Bruguiera gymnorrizha
11
Gambar 4.4 Bruguiera gymnorrhiza
Rhizophora apiculata pohon dengan ketinggian mencapai 30 m dengan
diameter batang mencapai 50 cm. Memiliki perakaran yang khas hingga mencapai
ketinggian 5 meter, dan kadang-kadang memiliki akar udara yang keluar dari
cabang. Kulit kayu berwarna abu-abu tua dan berubah-ubah. Berkulit, warna hijau
tua dengan hijau muda pada bagian tengah dan kemerahan di bagian bawah.
Gagang daun panjangnya 17-35 mm dan warnanya kemerahan. Daunnya
sederhana dan terletak berlawanan. Bentuk daun elips menyempit dengan ujung
meruncing. Ukuran daun 7-19 x 3,5-8 cm. Berikut adalah klasifikasi Rhizophora
apiculata menurut Hardjosentono,1978:
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Family : Rhizophoraceae
Genus : Rhizophora
Spesies : Rhizophora apiculata
12
Rizhophora mucronata merupakan salah satu jenis tumbuhan mangrove
yang paling penting dan paling tersebar luas. Perbungaan terjadi sepanjang tahun.
Anakan seringkali dimakan oleh kepiting, sehingga menghambat pertumbuhan
mereka. Anakan yang telah dikeringkan dibawah naungan untuk beberapa hari
akan lebih tahan terhadap gangguan kepiting. Hal tersebut mungkin dikarenakan
adanya akumulasi tanin dalam jaringan yang kemudian melindungi mereka.
Penyebarannya di Afrika Timur, Madagaskar, Mauritania, Asia tenggara, seluruh
Malaysia dan Indonesia, Melanesia dan Mikronesia. Dibawa dan ditanam di
Hawaii. Kayu digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Tanin dari kulit kayu
digunakan untuk pewarnaan, dan kadang-kadang digunakan sebagai obat dalam
kasus hematuria (perdarahan pada air seni). Kadang-kadang ditanam di sepanjang
tambak untuk melindungi pematang. Berikut adalah klasifikasi R. mucronata
menurut Hardjosentono,1978:
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Family : Rhizophoraceae
Genus : Rhizophora
Spesies : Rizhophora mucronata
13
Stasiun 1 dan Stasiun 2 memiliki keragaman spesies yang hampir sama. Terdapat
beberapa mangrove asosiasi yang ditemukan misalnya Deris trifoliata.
Penurunan luasan hutan mangrove di Segara Anakan juga diikuti hilangya
berapa jenis mangrove karena ditebang oleh masyarakat. Cepatnya penurunan luasan
yang diakibatkan oleh beralih fungsinya lahan menjadi tambak dan lahan pertanian
tentunya juga akan mengubah struktur populasi maupun pola distribusi mangrove yang
ada. Kondisi tersebut masih diperparah oleh tingginya tingkat sedimentasi dari Sungai
Citandui dan Cikonde sehingga mempercepat hilangnya laguna Segara Anakan karena
berubah menjadi daratan. Tingginya tingkat sedimentasi tersebut akan mengubah pola
sebaran dari benih maupun tingkat rekolonisasi (Kitamura et al, 1997).
Analisis cluster adalah pengorganisasian kumpulan pola ke dalam cluster
(kelompok-kelompok) berdasar atas kesamaannya. Clustering bermanfaat untuk
melakukan analisis pola-pola yang ada, mengelompokkan, membuat keputusan dan
machine learning, termasuk data mining, document retrieval, segmentasi citra, dan
klasifikasi pola. Metodologi clustering lebih cocok digunakan untuk eksplorasi
hubungan antar data untuk membuat suatu penilaian terhadap strukturnya. Tahapan
dalam analisis cluster secara umum ada dua yaitu mengukur kesamaan antar objek dan
membuat cluster (Rahmawati et al, 2016).
Analisis cluster pada praktikum kali ini menggunakan data kerapatan spesies
seluruh kelompok berdasarkan jenis pancang dan semai dan dilihat kesamaan antar
stasiunnya. Langkah-langkah yang dilakukan untuk analisis cluster adalah sebagai
berikut:
1. Memisahkan antara data semai dan pancang, dalam file yang berbeda lalu
disimpan dalam format Microsoft Excel.
2. Program Primer7 dibuka, pilih tab file lalu klik open file (Ctrl+O) dan pilih file
semai atau pancang yang telah disimpan tadi (jika tidak ada, ubah terlebih
dahulu format pada file name menjadi all files).
3. Setelah itu akan muncul pop-up Excel File Wizard pertama untuk pilihan data
type, pilih jenis ‘sample data’ lalu klik next. Pop-up kedua, pilih orientation
‘sample as columns’, data type ‘unknown’ dan blank= ‘zero’ lalu klik finish.
4. Setelah konfigurasi, pilih tab analyse dan klik pilihan Resemblance. Pop-up
konfigurasi data akan muncul, pilih measure ‘Bray-Curtis similarity’, analyse
between ‘samples’ lalu klik ok (jika pop-up warning muncul, klik saja ok).
14
5. Data similaritysetelah itu akan muncul dalam bentuk tabel. Setelah data
similarity didapat, langkah selanjutnya adalah membuat dendrogram.
6. Pilih worksheet similarity dalam Primer7, pilih tab analyse dan pilih pilihan
cluster, lalu pilih ‘cluster’. Pop-up konfigurasi clusterakan muncul, pilih
cluster mode ‘group average’, dan check ‘plot dendrogram’ lalu klik finish.
7. Worksheet dendrogram dan clusterakan muncul, worksheet cluster berisi data
untuk memudahkan dalam membaca dendogram.
15
Dari gambar dendogram hasil analisis cluster pancang diatas, hubungan
kekerabatan dapat diketahui dari tingkat similaritasnya. Hubungan kemiripan
terdekat ditunjukan oleh stasiun 1a dan 2b dengan similaritas sebesar 0,29 (7),
diikuti oleh stasiun 2a dan 2c dengan similaritas sebesar 0,33 (8), kemudian diikuti
oleh stasiun 1a dan (1c dan 2b) dengan similaritas 0,35 (9). Stasiun 1b dan poin 8
memiliki tingkat similaritas 0,57 (10). Vegetasi pada poin 10 dan poin 9 memiliki
tingkat similaritas terendah yaitu 0,59 (11), yang menunjukkan bahwa vegetasi
pancang pada stasiun 1a dan 1b memiliki hubungan kemiripan yang tidak terlalu
dekat atau jauh dari vegetasi pancang pada stasiun lainnya.
16
Dari gambar dendogram hasil analisis cluster semai diatas, hubungan
kekerabatan terdekat ditunjukan oleh Rhizophora mucronata dan Bruguiera
gymnorhizza. Adapun spesies C. decandra dan R. apiculata memiliki nilai
combining sebesar 1,64.
Ekosistem mangrove adalah tipe hutan unik yang dicirikan oleh vegetasi yang
sangat khusus dan lingkungan yang khas dan membatasi. Distribusi individu di
dalamnya, serta faktor-faktor yang telah membentuk habitat ini telah menjadi
perhatian berulang dalam studi tentang ekologi mangrove. Zonasi vegetasi mangrove,
fitur yang sering mencolok, telah lama menarik minat ilmiah. Parameter dasar vegetasi
yang diukur untuk setiap spesies yang diidentifikasi adalah diameter setinggi dada
dalam cm, luas basal dalam m2, kepadatan, dan tinggi dalam m (minimum, maksimum
dan rata-rata) (Sinfuego & Buot Jr., 2014).
Tabel 4.1 Hasil Analisis Vegetasi Mangrove Plot 5×5 Stasiun 1
Plot 5X5
Lua Kerap
Ju Frek
Ju s Kerap atan Selu Nilai
mla Freku uensi
Spesies mla Selu atan Relatif ruh Pentin
h ensi Relat
h ruh (k) (%) Plot g
Plot if
Plot (KR)
A.
46.153 0.6666 121.03
cornicu 6 75 0.08 2 3 40
84615 66667 23737
latum
C.
0.0533 30.769 0.6666 74.985
decand 4 75 2 3 40
33333 23077 66667 2773
ra
R.
23.076 0.3333 63.982
apicula 3 75 0.04 1 3 20
92308 33333 34895
ta
0.1733 1.6666
Total
33333 66667
Tabel 4.2 Hasil Analisis Vegetasi Mangrove Plot 1×1 Stasiun 1
Plot 1X1
Lua Kerap
Ju
Ju s Kerap atan Selu Freku Nilai
Spesie mla Freku
mla Selu atan Relatif ruh ensi Pentin
s h ensi
h ruh (k) (%) Plot Relatif g
Plot
Plot (KR)
C.
0.0266 33.333 0.6666 33.333 66.666
decand 2 75 2 3
66667 33333 66667 33333 66667
ra
17
R.
0.0266 33.333 0.6666 33.333 66.666
apicula 2 75 2 3
66667 33333 66667 33333 66667
ta
C. 0.0133 16.666 0.3333 16.666 33.333
1 75 1 3
tagal 33333 66667 33333 66667 33333
A.
0.0133 16.666 0.3333 16.666 33.333
cornic 1 75 1 3
33333 66667 33333 66667 33333
ulatum
Total 0.08 2
Tabel 4.1 merupakan hasil analisis vegetasi mangrove pada plot 5×5 di Stasiun
1 sedangkan tabel 4.2 adalah hasil analisis vegetasi mangrove pada plot 1×1 di Stasiun
1. Terdapat 3 spesies mangrove yang diperoleh pada plot 5×5, yaitu Aegiceras
corniculatum sejumlah 6 individu, Ceriops decandra 4 individu, dan Rhizophora
apiculata 3 individu. Kerapatan totalnya adalah 0.173333333. Adapun kerapatan
relatif A. corniculatum adalah 46.15384615% dan frekuensi relatifnya 40%, kerapatan
relatif C. decandra adalah 30.76923077% dan frekuensi relatifnya 40%, dan kerapatan
relatif R. apiculata adalah 23.07692308% sedangkan frekuensi relatifnya adalah 20%.
Sedangkan ada 4 spesies pada plot 1×1, yaitu Ceriops decandra 2 individu,
Rhizophora apiculata 2 individu, Ceriops tagal 1 individu, dan Aegiceras
corniculatum 1 individu. Kerapatan relatif C. decandra adalah 33.33333333%, R.
apiculata 33.33333333%, C. tagal 16.66666667%, dan R. apiculata 16.66666667%.
Hasil frekuensi relatifnya sama dengan hasil kerapatan relatifnya. Spesies yang
mendominasi di plot 5×5 adalah A. corniculatum dan di plot 1×1 adalah R. apiculata.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Mauludin et al. (2018), Rhizophora
apiculata memang merupakan salah satu spesies yang mendominasi di lokasi
penelitian. Beberapa spesies mangrove seperti Rhizophora apiculata mampu
menyerap jenis polutan/zat pencemar. Polutan yang ada di ekosistem seperti Mn, Zn,
Cr, dan Cd, di dalam suatu perairan merupakan pencemar yang ditemukan di
lingkungan alami maupun di wilayah tambak, dan diserap dengan baik oleh mangrove
sehingga mampu menurunkan tingkat pencemaran di lingkungan tersebut.
18
Tabel 4.3 Hasil Analisis Vegetasi Mangrove Plot 5×5 Stasiun 2
Plot 5X5
Lua Kerap
Ju
Ju s Kerap atan Selu Freku Nilai
Spesie mla Freku
mla Selu atan Relatif ruh ensi Pentin
s h ensi
h ruh (k) (%) Plot Relatif g
Plot
Plot (KR)
C. 0.0933 36.842 33.333 95.487
7 75 3 3 1
tagal 33333 10526 33333 93099
R.
0.0933 36.842 33.333 103.35
apicula 7 75 3 3 1
33333 10526 33333 71375
ta
A.
15.789 0.3333 11.111 43.076
cornic 3 75 0.04 1 3
47368 33333 11111 85242
ulatum
R.
0.0133 5.2631 0.3333 11.111 27.636
mucro 1 75 1 3
33333 57895 33333 11111 17267
nata
B.
0.0133 5.2631 0.3333 11.111 30.441
gymno 1 75 1 3
33333 57895 33333 11111 90646
rhiza
0.2533
Total 3
33333
Tabel 4.4 Hasil Analisis Vegetasi Mangrove Plot 1×1 Stasiun 2
Plot 1x1
Lua Kerap
Ju
Ju s Kerap atan Selu Freku Nilai
Spesie mla Freku
mla Selu atan Relatif ruh ensi Pentin
s h ensi
h ruh (k) (%) Plot Relatif g
Plot
Plot (KR)
A.
0.0133 16.666 0.3333 16.666 33.333
cornic 1 75 1 3
33333 66667 33333 66667 33333
ulatum
R.
0.0266 33.333 0.6666 33.333 66.666
mucro 2 75 2 3
66667 33333 66667 33333 66667
nata
C. 0.0266 33.333 0.6666 33.333 66.666
2 75 2 3
tagal 66667 33333 66667 33333 66667
F.
0.0133 16.666 0.3333 16.666 33.333
mariti 1 75 1 3
33333 66667 33333 66667 33333
ma
Total 0.08 2
Tabel 4.3 merupakan hasil analisis vegetasi mangrove pada plot 5×5 di Stasiun
2 sedangkan tabel 4.4 adalah hasil analisis vegetasi mangrove pada plot 1×1 di Stasiun
2. Terdapat 5 spesies mangrove yang diperoleh pada plot 5×5, yaitu Ceriops tagal 7
individu, Rhizophora apiculata 7 individu, Aegiceras corniculatum 3 individu,
19
Rhizophora mucronata 1 individu, Bruguiera gymnorhiza 1 individu. Adapun
kerapatan relatif C. tagal adalah 36.84210526% dan frekuensi relatifnya 33,3%,
kerapatan relatif R. apiculata 36.84210526% dan frekuensi relatifnya 33,3%,
kerapatan relatif A. corniculatum 15.78947368% dan frekuensi relatifnya 11,1%,
kerapatan relatif R. mucronata 5.263157895% dan frekuensi relatifnya 11,1%, dan
kerapatan relatif B. gymnorhiza 5.263157895% dan kerapatan relatifnya 11,1%.
Sedangkan pada plot 1×1 terdapat 4 spesies, yaitu Aegiceras corniculatum sebanyak 1
individu, Rhizophora mucronata 2 individu, Ceriops tagal 2 individu, dan Finlaysonia
maritima 1 individu. Kerapatan relatif A. corniculatum adalah 16.66666667% dan
frekuensi relatifnya 16,67%, kerapatan relatif R. mucronata 33.33333333% dan
frekuensi relatifnya 33,3%, kerapatan relatif C. tagal 33.33333333% dan frekuensi
relatifnya 33,3%, dan kerapatan relatif F. maritima 16.66666667% dan frekuensi
relatifnya adalah 16,67%. Plot 5×5 di Stasiun 2 didominasi oleh C. tagal dan R.
apiculata, sedangkan plot 1×1 didominasi oleh R. mucronata dan C.tagal. Menurut
Mauludin et al. (2018), sedikitnya jumlah spesies mangrove disebabkan besarnya
pengaruh antropogenik yang mengubah habitat mangrove untuk kepentingan lain
seperti pembukaan lahan untuk pertambakan dan pemukiman. Tingginya tingkat
eksploitasi, habitat yang tidak cocok, dan adanya interaksi antara spesies dapat
menyebabkan rendahnya frekuensi kehadiran jenis mangrove. Menurut Sinfuego &
Buot Jr. (2014), sebagian besar area mangrove jika ditempati oleh kolam ikan atau
tambak ikan maupun udang, dapat menyebabkan kekayaan spesies mangrove menjadi
sangat rendah.
Hasil sampling Gastropoda saat praktikum lapangan didapatkan beberapa
spesies, yaitu : Nerita balteata, Telescopium telescopium, Assiminea brevicula,
Chicoreus capucinus, Littoraria pallescenes, Littoraria conica, Cassidula aurisfelis,
Ceritidea obtusa, Neritina violaceum, Littoraria luteola, Pirenella conica. Berikut
deskripsi spesies yang kami dapatkan saat sampling:
1. Nerita balteata
Nerita balteata merupakan siput dengan bentuk primitive. Nerita balteata
berhubungan lebih dekat dengan lingkungan laut. (Tan & Clements, 2008). Nerita
balteata merupakan jenis gastropoda yang ditemukan pada serasah mangrove dekat
aliran air yang bersubstrat lumpur. Nerita balteata memiliki spiral cords berwarna
hitam dengan perpaduan warna coklat kekuningan. Ukuran cangkang N. balteata
20
relative kecil dengan ukuran berkisar 1,5-3 cm, aperture berbentuk bulat berwarna
kuning, outer lip dan inner lip berwarna putih mengkilap (Nurrudin et al., 2015).
Klasifikasi menurut Lamarck (1822) :
Kingdom : Animalia
Phylum : Moluska
Class : Gastropoda
Order : Neogastropoda
Familia : Nassaridae
Genus : Nerita
Spesies : Nerita balteata
2. Telescopium telescopium
Hewan ini merupakan jenis hewan indopasifik yang mampu hidup di perairan
bakau tropis. Umumnya jenis ini ditemukan sangat dekat dengan genangan air dan
mampu bertahan pada rantang kadar garam air yang tinggi, yaitu pada garam 15 – 34
ppt dan bentuknya seperti kristal yang muncul di permukaan. Hewan ini banyak
ditemukan di daerah pertambakan yang dekat dengan mulut sungai dan dapat hidup
pada kadar garam 1 – 2 ppt, juga hewan ini lebih banyak membenamkan diri dalam
lupur yang kaya bahan organik dari pada di atas subsrat lumpur. T. telescopium
mendiami tanah berlumpur deket daerah pasang surut, mampu hidup beberapa lama
diluar air, hidup berkelompok serta termasuk habifora (pemakan tumbuh-tumbuhan)
dan detritus feeder (pemakan detritus) (Pelu, 2011). T. telescopium biasa hidup pada
akar-akar mangrove yang tertutup oleh makroalga Semua sumber makanan ini kaya
akan cadangan karbon Oleh karena itu, penting untuk mengevaluasi potensi komunitas
molluscan sebagai penyerap karbon (Mitra et al., 2015).
Klasifikasi Telescopium telescopium menurut Lamarck, (1822) sebagai berikut:
Kindom : Animalia
Phylum :Molusca
Class :Gastropoda
21
Ordo : Mesogastropoda
Famili : Potamididae
Genus : Telescopium
Spesies : Telescopium telescopium
3. Assiminea brevicula
Assiminea brevicula umumnya dijumpai pada hutan mangrove serta mampu
membenamkan diri di dalam substrat mangrove jika tanahnya basah akibat pasang dan
saat surut keluar untuk mencari makan. Kondisi lumpur pada zona Avicennia lebih
dalam bila dibandingkan dengan kondisi lumpur pada zona Rhizophora. Diduga
keadaan ini membuat Assiminea brevicula lebih sedikit ditemukan bila dibandingkan
dengan populasinya pada zona Rhizophora. Meskipun demikian, hal ini menunjukkan
Assiminea brevicula mendiami hutan mangrove di zona Avicennia dan zona
Rhizophora dan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan mangrove serta
mampu memiliki daya kompetisi yang tinggi untuk mendapatkan makanan serta
menguasai ruang habitat dibandingkan dengan spesies lainnya. Assiminea brevicula
mempunyai daya adaptasi yang cukup luas terhadap faktor lingkungan dan mampu
berkembang biak dengan cepat, Assiminea brevicula cenderung berkelompok pada
daerah yang cukup makanan dan aman dari serangan predator (Romimohtarto, 1999).
Klasifikasi menurut (Dharma, 1992) yaitu:
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Gatsropoda
Ordo : Littorinimorpha
Famili : Assimeneidae
Genus : Assimenia
Spesies : Assimenia brevicula
22
Gambar 4.13 Assimenia brevicula
4. Chicoreus capucinus
C. capucinus merupakan spesies dari famili Muricidae yang memiliki mulut
cangkang membulat dengan sifon sempit serta pada pinggir luar mulut terdapat gerigi.
Kelompok moluska ini dikenal sebagai keong pengebor dan predator bagi moluska
bivalvia dengan cara melubangi cangkang melalui proses pelarutan dan melalui
probocisnya tubuh korban dihisap. Chicoreus capucinus yang berada di kawasan
mangrove dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu Gastropoda asli mangrove,
Gastropoda fakultatif, dan Gastropoda pengunjung. Jenis Gastropoda asli mangrove
merupakan pemakan serasah mangrove, hanya beberapa jenis yang tergolong predator
(Nurrudin, 2015).
Klasifikasi menurut Lamarck (1822):
Kindom : Animalia
Phylum : Molusca
Class : Gastropoda
Subclass : Caenogastropoda
Ordo : Neogastropoda
Superfamily : Muricoidea
Famili : Muricidae
Genus : Chicoreus
Spesies : Chicoreus capucinus
23
5. Littoraria pallescenes
Littoraria pallescens biasanya ditemukan di akar Soneratia alba namun
kecenderungannya hidup di daun Soneratia alba lebih besar. Littoraria pallescens
memiliki aperture yang datar terhadap substratnya dan juga memiliki cangkang yang
sangat tipis dan lemah. Kepiting pemecah cangkang yang merupakan predatornya
dapat berada dimana saja seperti di batang atau di akar mangrove, tetapi tidak mampu
berada di daun. Littoraria pallescens yang hidup di daun mangrove membutuhkan
lebih sedikit perlindungan terhadap kerusakan fisik yang ditimbulkan oleh kepiting
pemecah cangkang, sehingga tidak masalah untuk memiliki cangkang yang tipis
(Hogarth, 2007).
Klasifikasi menurut Menke (1830):
Kindom : Animalia
Phylum : Molusca
Class : Gastropoda
Subclass : Caenogastropoda
Ordo : Littorinimoprha
Superfamily : Littorinoidea
Famili : Littorinidae
Genus : Littoraria
Spesies : Littoraria pallescens
24
cangkang relatif kecil dengan ukuran 1,2-2 cm, warna cangkang kuning keunguan,
aperture berbentuk bulat melebar, outer lip dan inner lip berwarna putih mengkilap
(Nurrudin et al., 2015).
Klasifikasi menurut (Lamarck, 1822):
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Ordo : Sorbeoconcha
Family : Littorinidae
Genus : Littoraria
Spesies : Littoraria conica
25
Gambar 4.17 Cassidula aurisfelis
8. Cerithidea obtusa
Cerithidea obtusa merupakan jenis Gastropoda yang ditemukan substrat
berlumpur. C. obtusa biasa ditemukan di akar dan batang mangrove dengan substrat
lumpur. Cerithidea obtusa memiliki apex yang tumpul, panjang cangkang sekitar 3,4-
4 cm, dan warna cangkang coklat kekuningan. Cangkang C. obtusa berwarna coklat
atau coklat keunguan dengan bagian agak terang pada suture dan dasar whorl melebar
dengan warna agak coklat atau kekuningan dengan zona coklat gelap. Outer lip dan
inner lip berwarna putih mengkilap, aperture pada C. obtusa lebar dan berbentuk bulat
melingkar (Jutting, 1956).
Klasifikasi menurut (Dharma, 1992) yaitu:
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Neotaenioglossa
Famili : Potamididae
Genus : Cerithidea
Spesies : Cerithidea obtusa
26
oleh pasang surut . Pada permukaan cangkang N. violacea memiliki spiral cords yang
halus dengan perpaduan warna kuning dan coklat, ukuran cangkang berkisar 2 cm, dan
aperture berbentuk melingkar, outer lip dan inner lip berwarna kemerahan. cangkang
N. violacea tidak membentuk garis yang menonjol, melainkan licin dan berpola lurik
(Rusnaningsih, 2012).
Klasifikasi menurut (Dharma, 1992) yaitu:
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Archaeogastropoda
Famili : Neritidae
Genus : Neritina
Spesies : Neritina violacea
27
Gambar 4.20 Littoraria luteola
11. Pirenella conica
Pirenella conica sering disebut juga dengan Cerithideopsilla conica yang
merupakan siput laut dari familia Potamididae. Cangkaknya memiliki panjang kurang
lebih 1-2cm (Ozawa et al., 2015).
Klasifikasi menurut IUCN Redlist (2018):
Kingdom : Animalia
Phylum : Moluska
Class : Gastropoda
Order : Sorbeocpncha
Familia : Potamididae
Genus : Pirenella
Spesies : Pirenella conica
28
Cara menghitung kerapatan kanopi yaitu menggunakan software ImageJ. Langkah-
langkahnya yaitu sebagai berikut:
1. Tampilkan ImageJ pada windows 7 64-bit.
2. Pada ImageJ buka gambar /foto dengan format jpeg dari tempat penyimpanan
foto hasil pemotretan di lapangan (File > open > pilih foto).
29
4. Pisahkan langit dan Kanopi mangrove. (Image > Adjust > Threshold)
5. Pisahkan nilai digital pixel langit dan kanopi vegetasi secara signifikan dan
sesuaikan komposisi cahaya untuk memperoleh akurasi rasio dua tipe digital
pixwl tersebut yang lebih tepat. Pada kotak threshold sesuaikan scrool kedua
( kekiri atau kekanan) sampaimemperoleh komposisi yang tepat kemudian
tekan apply .
30
7. Persentase tutupan mangrove merupkan perbandingan dari jumlah pixel yang
bernilai 255 (p225) dengan jumlah seluruh pixel (hp) dikalikan 100 %.
8. Data hasil analisi dimasukkan pada program microsft excel .
31
Tabel 4.6 Hasil Persentase Tutupan Mangrove Stasiun 2
% tutupan
No Kode Gambar P255 ƩP
mangrove
1 ST0101001 4273313 5992704 71.30859458
2 ST0101002 4894593 5992704 81.67586786
3 ST0101003 4129577 5992704 68.91007799
4 ST0101004 1887058 3686400 51.18972439
5 ST0102001 1857454 3686400 50.3866645
6 ST0102002 3031749 3686400 82.24145508
7 ST0102003 2894025 3686400 78.50545247
8 ST0102004 2677595 3686400 72.63441298
9 ST0103001 2441663 3686400 66.23434787
10 ST0103002 2954077 3686400 80.13446723
11 ST0103003 2473754 3686400 67.10487196
12 ST0103004 2823149 3686400 76.58281793
Rata-Rata 70.57572957
Tabel diatas merupakan tabel hasil analisis kerapatan kanopi pada stasiun 1.
Dari data tersebut diperoleh bahwa rata-rata persentase tutupan mangrove pada stasiun
pertama adalah 72.41247866%. Sedangkan rata-rata persentase tutupan mangrove
pada stasiun kedua adalah 70.57572957%. Hal ini menunjukkan bahwa kategori
tutupan mangrove pada Segara Anakan Cilacap adalah sedang. Hal ini sesuai dengan
pendapat Mauludin et al. (2018), yang menyatakan bahwa kondisi rata-rata tutupan
mangrove dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu padat (>75%); sedang (antara
50 – 75%) dan jarang (<50%) berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.
201 tahun 2004. Stasiun 1 memiliki persentase yang lebih besar dibandingkan stasiun
2 karena lebih banyak Rhizophora apiculata pada stasiun 1. Sesuai dengan pernyataan
Mauludin et al. (2018), jenis Rhizophora apiculata tumbuh berdekatan antara satu
tegakan dengan lainnya. Hal ini mengakibatkan jarak antar tegakan pada zona R.
apiculata tergolong lebih dekat dibandingkan dengan spesies lain. Selanjutnya hal ini
yang memungkinkan persentase tutupan kanopi pada wilayah Rhizophora lebih tinggi
pada kondisi alamiah.
Daya adaptasi atau toleransi jenis tumbuhan mangrove terhadap kondisi
lingkungan yang ada mempengaruhi terjadinya zonasi atau permintakatan pada
kawasan hutan mangrove. Permintakatan jenis tumbuhan mangrove dapat dilihat
sebagai proses suksesi dan merupakan hasil reaksi ekosistem dengan kekuatan yang
datang dari luar seperti tipe tanah, salinitas, tingginya ketergenangan air dan pasang
surut (Pramudji, 2000).
32
Pembagian zonasi kawasan mangrove yang dipengaruhi adanya perbedaan
penggenangan atau perbedaan salinitas menurut Bengen, 2004 meliputi :
1. Zona garis pantai, yaitu kawasan yang berhadapan langsung dengan laut. Lebar
zona ini sekitar 10-75 meter dari garis pantai dan biasanya ditemukan
jenis Rhizophora stylosa, R. mucronata, Avicennia marina dan Sonneratia alba.
2. Zona tengah, merupakan kawasan yang terletak di belakang zona garis pantai dan
memiliki lumpur liat. Biasanya ditemukan jenis Rhizophora apiculata, Avicennia
officinalis, Bruguiera cylindrica, B. gymnorrhiza, B. parviflora, B. sexangula,
Ceriops tagal, Aegiceras corniculatum, Sonneratia caseolaris dan Lumnitzera
littorea.
3. Zona belakang, yaitu kawasan yang berbatasan dengan hutan darat. Jenis tumbuhan
yang biasanya muncul antara lain Achantus ebracteatus, A. ilicifolius,
Acrostichum aureum, A. speciosum. Jenis mangrove yang tumbuh
adalah Heritiera littolaris, Xylocarpus granatum, Excoecaria agalocha, Nypa
fruticans, Derris trifolia, Osbornea octodonta dan beberapa jenis tumbuhan yang
biasa berasosiasi dengan mangrove antara lain Baringtonia asiatica, Cerbera
manghas, Hibiscus tiliaceus, Ipomea pes-caprae, Melastoma candidum,
Pandanus tectorius, Pongamia pinnata, Scaevola taccada dan Thespesia
populnea.
Hutan mangrove juga dapat dibagi menjadi zonasi-zonasi berdasarkan jenis
vegetasi yang dominan, mulai dari arah laut ke darat sebagai berikut:
1. Zona Avicennia, terletak paling luar dari hutan yang berhadapan langsung dengan
laut. Zona ini umumnya memiliki substrat lumpur lembek dan kadar salinitas
tinggi. Zona ini merupakan zona pioner karena jenis tumbuhan yang ada memilliki
perakaran yang kuat untuk menahan pukulan gelombang, serta mampu membantu
dalam proses penimbunan sedimen.
2. Zona Rhizophora, terletak di belakang zona Avicennia. Substratnya masih
berupa lumpur lunak, namun kadar salinitasnya agak rendah. Mangrove pada zona
ini masih tergenang pada saat air pasang.
3. Zona Bruguiera, terletak di balakang zona Rhizophora dan memiliki substrat
tanah berlumpur keras. Zona ini hanya terendam pada saat air pasang tertinggi
atau 2 kali dalam sebulan.
4. Zona Nypa, merupakan zona yang paling belakang dan berbatasan dengan
daratan (Bengen, 2004).
33
Gambar 4. 17. Contoh zonasi mangrove.
34
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
35
DAFTAR REFERENSI
36
jurusan kimia, FMIPA, Universitas Sebelas Maret). ITSmart: Jurnal Teknologi
dan Informasi, 3(2), 66-73.
Romimohtarto, K. dan Juwana S., 1999, Biologi Laut : Ilmu Pengetahuan tentang
Biota Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta, 115-
128.
Rusnaningsih. 2012. Struktur Komunitas Gastropoda dan Studi Populasi (Cerithidea
obtusa) (Lamarck 1822) di Hutan Mangove Pangkal Babu Kabupten Tanjung
Jabung Barat Jambi. Depok : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Departemen Biologi Univesitas Indonesia.
Setyawan, A.W. 2006. Conservation problems of mangrove ecosystem in coastal area
of Rembang Regency, Central Java. Biodiversitas, 7 (2): 159- 163.
Sinfuego, K. S., & Buot Jr., I. E., 2014. Mangrove zonation and utilization by the local
people in Ajuy and Pedada Bays, Panay Island, Philippines. Journal of Marine
and Island Cultures, 3(1), pp. 1 – 8.
Soerianegara, I., 1987. Masalah penentuan jalur hijau hutan mangrove. Pros. Sem. III
Ekos. Mangrove. MAB-LIPI: 3947.
Tan, S.K., & Clements, R. (2008). Taxonomy and Distribution of the Neritidae
(Mollusca: Gastropoda) in Singapore. Zoological Studies. 47 (4): 481-494.
Xiao, X., Yuhui, H., Wei, X., Sgipeng, F., Xi, Z., Xiumei, F., Jian, Z., Yong, X.,
Xiaolei,N., Chunxia, L., & Yinhua,C., 2016. Transcriptome Analysis of
Ceriops tagal in Saline Environments Using RNA-Sequencing. PLOS ONE
journal.pone: 0167551.
37