Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang asuhan
keperawatan lansia dengan gangguan stroke dan gangguan depresi pada lansia ini dengan
baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Titin
Suheri , selaku dosen mata kuliah Keperawatan Gerontik Poltekkes Kemenkes Semarang
yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Asuhan Keperawatan Lansia dengan Gangguan Stroke dan
Depresi. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
2.1.2 Epidemiologi
Di seluruh bagian dunia, stroke merupakan penyakit yang terutama
mengenai populasi usia lanjut. Insidensi pada usia 75-84 tahun sekitar 10 kali dari populasi 55-64
tahun. Di Inggris stroke merupakan penyakit kedua setelah infark miokard
akut(AMI) sebagai penyebab kematian utama usia lanjut, sedangkan di Amerika
strokemasih merupakan penyebab kematian usia lanjut ketiga. Dengan
makinmeningkatnya upaya pencegahan terhadap penyakit hipertensi, diabetes
mellitus, dangangguan lemak, insiden stroke di Negara-negara maju makin menurun.
2.1.3 Jenis stroke
2.1.4 Etiologi
1. Thrombosis.
Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama thrombosis serebral dan merupakan penyebab yang paling
umum terjadi.Tanda-tanda thrombosis serebral ini bervariasi. Sakit kepala
merupakan awitanyang umum terjadi. Beberapa pasien mengalami pusing,
perubahan kognitif,atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak
dapat dibedakan darihemoragi intraserebral atau embolisme serebral. Secara
umum thrombosis serebraltidak terjadi secara tiba-tiba. Kehilangan bicara
sementara, hemiplegia, atau parastesia pada setengah tubuh dapat menjadi
awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.Thrombosis ini tidak hanya
terjadi pada pembuluh darah otak tetapi dapat jugaterjadi di pembuluh darah leher.
2. Embolisme serebral
Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke
otak dari bagian tubuh yang lain). Abnormalitas patologik pada jantung kiri,
sepertiendocarditis infektif, penyakit jantung reumatik, dan infark miokard,
serta infeksi pulmonal, adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya
menyumbat arteriserebral tengah, atau cabang-cabangnya yang merusak
sirkulasi serebral.
3. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena
konstriksiatheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4. Hemoragi serebral
Hemoragi dapat terjadi diluar durameter (ekstradural atau epidural),
dibawahdurameter (subdural), diruang subarachnoid (hemoragi subarakhnoid),
atau dalamsubstansia otak (hemoragi intraserebral). Hemoragi intraserebral
merupakan yang paling umum terjadi pada pasien dengan hipertensi dan
aterosklerosis serebral.
2.1.10 Penatalaksanaan
a. Perawatan umum stroke
Mengenai penatalaksanaan umum stroke, konsensus nasional pengelolaan
stroke di Indonesia, mengemukakan hal-hal berikut:
Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat, bila perlu
berikan oksigen 0-2 L/menit sampai ada hasil gas darah.
Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan
kateterisasi intermiten.
Penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus.
Tekanan darah dapat berkurang bila penderita dipindahkan ke tempat yang
tenang, kandung kemih dikosongkan, rasa nyeri dihilangkan, dan bila
penderita dibiarkan beristirahat.
Hiperglikemia atau hipoglikemia harus dikoreksi.
Keadaan hiperglikemia dapat dijumpai pada fase akut stroke, disebabkan
oleh stres dan peningkatan kadar katekholamin di dalam serum. Dari
percobaan pada hewan dan pengalaman klinik diketahui bahwa kadar
glukosa darah yang meningkat memperbesar ukuran infark. Oleh karena itu,
kadar glukosa yang melebihi 200 mg/ dl harus diturunkan dengan pemberian
suntikan subkutan insulin.
Konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia mengemukakan bahwa
hiperglikemia ( >250 mg% ) harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu sekitar 150 mg% dengan insulin intravena secara drips kontinyu
selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia harus diatasi segera dengan
memberikan dekstrose 40% intravena sampai normal dan diobati
penyebabnya.
Suhu tubuh harus dipertahankan normal.
Suhu yang meningkat harus dicegah, misalnya dengan obat antipiretik atau
kompres. Pada penderita iskemik otak, penurunan suhu sedikit saja, misalnya
2-3 derajat celsius, sampai tingkat 33ºC atau 34 °C memberi perlindungan
pada otak. Selain itu, pembentukan oxygen free radicals dapat meningkat
pada keadaan hipertermia. Hipotermia ringan sampai sedang mempunyai
efek baik, selama kurun waktu 2-3 jam sejak stroke terjadi, dengan
memperlebar jendela kesempatan untuk pemberian obat terapeutik.
Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan
baik, bila terdapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran
menurun, dianjurkan melalui pipa nasogastrik.
Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan. Pemberian cairan
intravena berupa cairan kristaloid atau koloid, hindari yang mengandung
glukosa murni atau hipotonik.
Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin dosis rendah
subkutan, bila tidak ada kontra indikasi.
Terapi farmakologi yang dapat diberikan pada pasien stroke :
1) Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragic, diberikan
sdalam 24 jam sejak serangan gejala-gejala dan diberikan secara intravena.
2) Obat antipletelet, obat ini untuk mengurangi pelekatan platelet. Obat
ini kontraindikasi pada stroke haemorhagic.
3) Bloker kalsium untuk mengobati vasospasme serebral, obat ini
merilekskan otot polos pembuluh darah.
4) Trental dapat digunakan untuk meningkatkan aliran darah kapiler
mikrosirkulasi, sehingga meningkatkan perfusi dan oksigenasi ke jaringan
otak yang mengalami iskemik.
b. Perawatan pasca stroke
Sekali terkena serangan stroke tidak membuat pasien terbebas dari stroke.
Selain menimbulkan kecacatan, masih ada kemungkinan dapat terserangkembali di
kemudian hari. Pasca stroke biasanya penderita memerlukan rehabilitasi serta
terapi psikis seperti terapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara, dan penyediaan alat
bantu di unit orthotik prostetik. Juga penanganan psikologis pasien, seperti berbagi
rasa, terapi wisata, dan sebagainya. Selain itu, juga dilakukan community based
rehabilitation(rehabilitasi bersumberdaya masyarakat) dengan melakukan
penyuluhan dan pelatihan masyarakat di lingkungan pasien agar mampu menolong,
setidaknya bersikap tepat terhadap penderita. Hal ini akan meningkatkan
pemulihan dan integrasi dengan masyarakat. Bahaya yang menghantui penderita
stroke adalah serangan stroke berulang yang dapat fatal atau kualitas hidup yang
lebih burukdari serangan pertama. Bahkan ada pasien yang mengalami serangan
stroke sebanyak 6-7 kali. Hal ini disebabkan pasien tersebut tidak mengendalikan
faktor risiko stroke. Bagi mereka yang sudah pernah terkena serangan stroke, Gaya
hidup sehat haruslah menjadi pilihan agar tidak kembali diserang stroke, seperti:
berhentimerokok, diet rendah lemak atau kolesterol dan tinggi serat,
berolahragateratur 3 X seminggu (30-45 menit), makan secukupnya, dengan
memenuhi kebutuhangizi seimbang, menjaga berat badan jangan sampai kelebihan
berat badan,berhenti minum alkohol dan atasi stres.
1) Rehabilitasi Stroke
Rehabilitasi stroke termasuk seluruh tujuan dari rehabilitasi lansia.
Pencegahan komplikasi dan keterbatasan sekunder adalah hasil utama yang
diharapkan. Peningkatan kualitas dan arti dalam hidup dengan keterbatasan dan
deficit klien lansia juga merupakan hal yang penting bagi keberhasilan program
rehabilitasi stroke.
Aktivitas kehidupan sehari-hari
Selain memposisikan klien dan latihan rentang gerak , suatu program
rehabilitasi stroke memfokuskan pada AKS. Aktivitas kehidupan sehari-
hari termasuk makan, berdandan, hygiene, mandi, dan yang sejenisnya.
Dengan melibatkan ahli terapi fisik dan okupasi dapat meningkatkan
kemampuan perawat untuk merencanakan perawatan.
2.2.1 Definisi
1. Polifarmasi
Terdapat beberapa golongan obat yang dapat menimbulkan depresi, antara
lain: analgetika, obat antiinflamasi nonsteroid, antihipertensi, antipsikotik,
antikanker, ansiolitika, dan lain-lain.
2. Kondisi medis umum
Beberapa kondisi medis yang berhubungan dengan depresi adalah gangguan
endokrin, neoplasma, gangguan neurologis, dll.
3. Teori neurobiologi
Para ahli sepakat bahwa faktor genetik berperan pada depresi lansia. Pada
beberapa penelitian juga ditemukan adanya perubahan neurotransmiter pada
depresi lansia, seperti menurunnya konsentrasi serotonin, norepinefrin, dopamin,
asetilkolin, serta meningkatnya konsentrasi monoamin oksidase otak akibat
proses penuaan. Atrofi otak juga diperkirakan berperan pada depresi lansia.
4. Teori psikodinamik
Elaborasi Freud pada teori Karl Abraham tentang proses berkabung
menghasilkan pendapat bahwa hilangnya objek cinta diintrojeksikan ke dalam
individu tersebut sehingga menyatu atau merupakan bagian dari individu itu.
Kemarahan terhadap objek yang hilang tersebut ditujukan kepada diri sendiri.
Akibatnya terjadi perasaan bersalah atau menyalahkan diri sendiri, merasa diri
tidak berguna, dan sebagainya.
5. Teori kognitif dan perilaku
Konsep Seligman tentang learned helplessness menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara kehilangan yang tidak dapat dihindari akibat proses penuaan
seperti keadaan tubuh, fungsi seksual, dan sebagainya dengan sensasi passive
helplessness pada pasien usia lanjut.
6. Teori psikoedukatif
Hal-hal yang dipelajari atau diamati individu pada orang tua usia lanjut
misalnya ketidakberdayaan mereka, pengisolasian oleh keluarga, tiadanya sanak
saudara ataupun perubahan-perubahan fisik yang diakibatkan oleh proses penuaan
dapat memicu terjadinya depresi pada usia lanjut.
7. Teori psikososial
Teori ini berfokus pada dampak dari hilangnya jaringan akibat efek buffering
dukungan social dan psikososial dalam melindungi terhadap depresi.Faktor-faktor
yang berpotensi terjadinya depresi berdasarkan teori psikososial adalah :
1) Identifikasi gangguan dan variasi tidur yang dialami dari pola yang
biasanya
2) Anjurkan latihan relaksasi, seperti musik lembut sebelum tidur
3) Kurangi asupan kafein pada sore dan malam hari
4) Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang untuk
memfasilitasi agar pasien dapat tidur.
c. Membahayakan diri, resiko b.d perasaan tidak berharga dan putus asa.
Intervensi
Ancowitz, A. 1993. The Stroke Book. New York : William Morrow and Company, inc.
Damping, C.E., 2003. Depresi pada Geriatri: Apa Kekhususannya. Dalam: Supartondo,
Setiati, S., dan Soejono, C.H., (eds). 2003. Prosiding Temu Ilmiah Geriatri 2003
“Penatalaksanaan Pasien Geriatri dengan Pendekatan Interdisiplin”. Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta: 107-112
Hudak Gallo. 2002. Keperawatan Kritis. Edisi VI Volume II. Jakarta : EGC.
Maryam, et al. (2011). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika
Pahria, Tuti, dkk. 2002. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : EGC.
https://www.scribd.com/document/40447044/Asuhan-Keperawatan-Lansia-Dengan-Depresi
http://www.academia.edu/14546510/ASUHAN_KEPERAWATAN_LANSIA_DENGAN_D
EPRESIhttp://www.suyotohospital.com/index.php?option=com_content&view=article&id=8
0:rehabilitasi-pasca-stroke-memberi-kualitas-hidup-lebih-baik&catid=3:artikel&Itemid=2