Professional Documents
Culture Documents
OLEH :
DAMIANA SERIN(16061019)
FAKULTAS KEPERAWATAN
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
Mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang karena berkat dan
penyertaan-Nya sehingga kelompok kami sudah boleh menyelesaikan masa praktek
komunitas di desa Lasalle jaga VII dan juga sudah bisa melaksanakan berbagai
kegiatan untuk meningkatkan pola hidup sehat di masyarakat dengan baik dan boleh
berjalan lancer.
Segala masukan dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari
berbagai pihak untuk perbaikan program dan tindakan keperawatan yang kami
laksanakan di masyarat. Kami mohon maaf atas segala kekurangan yang masih
terjadi dan terdapat dalam laporan ini. Terimakasih.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Data WHO 2015 menunjukkan sekitar 1,13 miliar orang di dunia menderita
hipertensi. Artinya, 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis menderita hipertensi, hanya
36,8% di antaranya yang minum obat.Jumlah penderita hipertensi di dunia terus
meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada 2025 akan ada 1,5 miliar orang yang
terkena hipertensi. Diperkirakan juga setiap tahun ada 9,4 juta orang meninggal
akibat hipertensi dan komplikasi.
Selain itu, menurut data BPJS Kesehatan, biaya pelayanan hipertensi mengalami
peningkatan setiap tahunnya, yakni Rp. 2,8 triliun pada 2014, Rp. 3,8 triliun pada
2015, dan Rp. 4,2 triliun pada 2016. Untuk mengendalikannya, Pemerintah
melaksanakan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) dan
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas).
Di Desa Lasalle Jaga VII berdasarkan data hasil survey yang dilakukan
mahasiswa fakultas keperawatan adalah sebesar 39% dari populasi masyarakat yang
ada. Pola hidup masyarakat yang tidak sehat dan kurang berolahraga merupakan
1
salah satu penyebab masalah tingginya tingkat penderita hipertensi di Desa Lasalle
Jaga VII.
Dewasa ini ada sekitar 422 juta orang penyandang diabetes yang berusia 18
tahun di seluruh dunia atau 8,5% dari penduduk dunia. Namun 1 dari 2 orang dengan
Diabetes tidak tahu bahwa dia penyandang Diabetes.Oleh karena itu, sering
ditemukan penderita Diabetes pada tahap lanjut dengan komplikasi seperti;
serangan jantung, stroke, infeksi kaki yang berat dan berisiko amputasi, serta gagal
ginjal stadium akhir.
Diabetes sendiri merupakan penyakit yang disebakan oleh tingginya kadar gula
darah akibat gangguan pada pankreas dan insulin. Di Indonesia, data Riskesdas
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi Diabetes di Indonesia dari 5,7%
tahun 2007 menjadi 6,9% atau sekitar sekitar 9,1 juta pada tahun 2013. Data
International Diabetes Federation tahun 2015 menyatakan jumlah estimasi
penyandang Diabetes di Indonesia diperkirakan sebesar 10 juta. Seperti kondisi di
dunia, Diabetes kini menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia.
Data Sample Registration Survey tahun 2014 menunjukkan bahwa Diabetes
merupakan penyebab kematian terbesar nomor 3 di Indonesia dengan persentase
sebesar 6,7%, setelah Stroke (21,1%) dan penyakit Jantung Koroner (12,9%). Bila
2
tak ditanggulangi, Kondisi ini dapat menyebabkan penurunan produktivitas,
disabilitias, dan kematian dini.
1.2. Tujuan
Mampu mengetahui dan memahami tentang penyakit hipertensi dan cara
penanganannya
Mampu mengetahui dan memahami tentang penyakit Diabetes Melitus dan
cara penanganannya
1.3. Manfaat
Agar dapat mengetahui dan memahami tentang penyakit hipertensi dan cara
penanganannya
Agar dapat mengetahui dan memahami tentang penyakit Diabetes Melitus dan
cara penanganannya
Bab I membahas tentang latar belakang masalah di masyarakat desa Lasalle jaga
VII, tujuan pembuatan kegiatan di masyarakat, manfaat pelaksanaan kegiatan di
masyarakat serta sistematika penulisan laporan akhir ini.
Bab II membahas tentang tinjauan pustaka yang berisi teori mengenai masalah
yang ditemukan di masyarakat desa Lasalle jaga VII yaitu hipertensi dan diabetes
3
mellitus serta konsep teori keperawatan yang sesuai dengan masalah kesehatan yang
di temukan di masyarakat.
Bab III membahas tentang kerangka konsep yang berisi tentang Web of
Causation(WOC) dari masalah kesehatan di desa Lasalle jaga VII, serta aplikasi
teori keperawatan yang diambil untuk mengatasi dan menanggulangi masalah
kesehatan yang ditemukan pada masyarakat desa Lasalle Jaga VII.
Bab VI berisi kesimpulan dari semua materi mulai dari bab I sampai dengan bab
V serta saran yang dirasa perlu untuk disampaikan kepada puhak-pihak yang
bersangkutan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
4. PolaHidup
Faktor seperti halnya pendidikan, penghasilan dan faktor pola hidup pasien telah
diteliti, tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah, tingkat pendidikan rendah
dan kehidupan atau pekerjaan yang penuh stress agaknya berhubungan dengan
insiden hipertensi yang lebih tinggi. Obesitas juga dipandang sebagai faktor
resiko utama. Merokok dipandang sebagai faktor resiko tinggi bagi hipertensi
dan penyakit arteri koroner. Hiperkolesterolemia dan hiperglikemia adalah
faktor faktor utama untuk perkembangan arterosklerosis yang berhubungan
dengan hipertensi.
Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan
dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa
terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi
kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor
pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke
ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
6
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan fungsional
pada sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah
yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan
daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curang jantung dan
peningkatan tahanan perifer (Brunner & Suddarth, 2002).
Manifestasi klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun
secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala
yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi,
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut:
1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Mual
4. Muntah
5. Sesak nafas
6. Gelisah
Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan Non Farmakologis
Diet Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam
plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
7
Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
bersepeda atau berenang.
b) Farmakologik
Sesuai dengan rekomendasi WHO/ISH dengan mengingat kondisi pasien,
sasarkan pertimbangan dan prisif sebagai berikut:
Mulai dosis rendah yang tersedia, naikkan bila respon belum belum optimal,
contoh agen beta bloker ACE.
Kombinasi dua obat, dosis rendah lebih baik dari pada satu obat dosis tinggi.
Contoh: diuretic dengan beta bloker.
Bila tidak ada respon satu obat, respon minim atau ada efek samping ganti DHA
yang lain
Pilih yang kerja 24 jam, sehingga hanya sehari sekali yang akan meningkatkan
kepatuhan.
b. Diabetes
Definisi
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelaianan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Diabetes
Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.
Diabetes Melitus merupakan keadaan hiperglikemia kronik yang disertai
dengan berbagai kelainan metabolik yang diakibatkan oleh gangguan hormonal
yang menimbulkan berbagai macam komplikasi kronik pada organ mata, saraf,
pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam dengan menggunakan
pemeriksaan dalam mikroskop (Arief Mansjoer dkk, 2005).
Etiologi
Adapun faktor-faktor lain sebagi kemungkinan etiologi penyakit Diabetes
Melitus antara lain :
8
1. Kelainan pada sel B pankres, berkisar dari hilangnya sel B sampai dengan
terjadinya kegagalan pada sel B melepas insulin.
2. Faktor lingkungan sekitar yang mampu mengubah fungsi sel B, antara lain agen
yang mampu menimbulkan infeksi diet dimana pemasukan karbohidrat serta
gula yang diproses secara berlebih, obesitas dan kehamilan.
3. Adanya gangguan sistem imunitas pada penderita atau gangguan sistem
imunologi
4. Adanya kelainan insulin
5. Pola hidup yang tidak sehat.
Patofisiologi
Pada pasien atau penderita yang toleransi glukosa yang terganggu, keadaan ini
diakibatkan karena sekresi insulin yang berlebihan tersebut, serta kadar glukosa
dalam darah akan dipertahankan dalam angka normal atau sedikit meningkat.
Akan tetapi hal-hal berikut jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan terhadap insulin maka, kadar glukosa dalam darah akan otomatis
meningkat. Walaupun sudah terjadi adanya gangguan sekresi insulin yang
merupakan ciri khas dari Diabetes Melitus, namun masih terdapat insulin dalam
sel yang adekuat untuk mencegah terjadinya pemecahan lemak dan produksi
pada badan keton yang menyertainya. Dan kejadian tersebut disebut ketoasidosis
diabetikum, akan tetapi hal ini tidak terjadi pada penderita diabetes melitus tipe
II.
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari penderita penyakit Diabetes Melitus antara lain :
1. Polipagia,
2. Poliuria,
3. Berat badan menurun,
4. Polidipsi
5. Lemah
6. Somnolen yang berlangsung agak lama
7. Timbulnya ketoasidosis diabetikum dan dapat berakibat meninggal jika tidak
segera ditangani.
9
2.2. Kerangka Konsep
A. Biografi
Health Belief Model merupakan suatu konsep yang mengungkapkan alasan dari
individu untuk mau atau tidak mau melakukan perilaku sehat (Janz & Becker, 1984).
Menurut Hochbaum, (dalam Hayden 1958) Konsep dasar HBM adalah Perilaku
kesehatan ditentukan oleh persepsi individu tentang kepercayaan terhadap suatu
penyakit dan cara yang tersedia untuk mengurangi terjadinya gejala penyakit yang
diderita oleh individu.
10
Model kepercayaan kesehatan (HBM), yang dikembangkan oleh Becker dan
Maiman 1975 (dalam Adejoh 2014) berguna untuk menjelaskan aktivitas perawatan
diri seperti rekomendasi manajemen diabetes dan memiliki fokus pada perilaku yang
berkaitan dengan pencegahan penyakit. Dasar dari HBM adalah bahwa individu akan
mengambil tindakan untuk mencegah, mengendalikan, atau mengobati masalah
kesehatan jika mereka merasa masalah menjadi parah; Jika mereka merasa bahwa
tindakan tersebut akan menghasilkan atau menghasilkan hasil yang diharapkan; Dan
karena konsekuensi negatif dari terapi.
Health Belief Model ini merupakan model kognitif yang artinya perilaku
individu dipengaruhi proses kognitif dalam dirinya. Proses kognitif ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti penelitian sebelumnya yaitu variabel demografi,
karakteristik sosiopsikologis, dan variabel struktural. Variabel demografi meliputi
kelas, usia, jenis kelamin. Karakteristik sosisopsikologis meliputi, kepribadian,
teman sebaya (peers), dan tekanan kelompok. Variabel struktural yaitu
pengetahuan dan pengalaman tentang masalah.
Pada awal dibentuknya, model ini hanya memiliki empat komponen dasar,
kemudian seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, model ini pun
dikembangkan dengan ditambahkan beberapa faktor pendukung lainnya. Health
Belief Model mengandung konsep utama yaitu memprediksikan mengapa
seseorang melakukan tindakan tertentu untuk menjaga, melindungi dan
mengendalikan kondisi sakit. Komponen Health belief model, diantaranya:
1. Perceived susceptibility (kerentanan yang dirasakan)
Hal ini mengacu pada persepsi subyektif seseorang menyangkut risiko dari
kondisi kesehatannya. Di dalam kasus penyakit secara medis, dimensi tersebut
meliputi penerimaan terhadap hasil diagnosa, perkiraan pribadi terhadap adanya
resusceptibilily (timbul kepekaan kembali), dan susceptibilily (kepekaan) terhadap
penyakit secara umum.
Menurut Conner & Norman (2003) Perceived Susceptibility juga
mempengaruhi munculnya perilaku sehat. Ketika seseorang mengetahui bahwa
dirinya berisiko terkena suatu penyakit, maka terbentuk keyakinan bahwa dirinya
memang berisiko. Oleh karena itu, ia akan berusaha melakukan hal-hal yang
dianggapnya mampu mengurangi potensi risiko tersebut. Semakin tinggi risiko
11
yang diyakini seseorang, semakin tinggi pula kecenderungannya untuk berperilaku
sehat dengan harapan mengurangi risiko tersebut. Sayangnya, ini juga berlaku
sebaliknya. Ketika seseorang merasa tidak berisiko terkena penyakit, ia juga
cenderung berperilaku tidak sehat (Hayden, 2014). Meski demikian, pernyataan
tersebut bukan hukum mutlak, Terkadang keyakinan akan risiko penyakit tidak
berimplikasi pada perilaku sehat maupun tidak sehat.
2. Perceived severity (keseriuasan yang dirasa)
Persepsi mengenai keseriusan suatu penyakit, meliputi kegiatan evaluasi
terhadap konsekuensi klinis dan medis (sebagai contoh, kematian, cacat, dan sakit)
dan konsekuensi sosial yang mungkin terjadi (seperti efek pada pekerjaan,
kehidupan keluarga, dan hubungan sosial). Banyak ahli yang menggabungkan
kedua komponen diatas sebagai ancaman yang dirasakan (perceived threat). Hal ini
berarti perceived severity berprinsip pada persepsi keparahan yang akan diterima
individu.
3. Perceived benefits (manfaat yang dirasakan).
Perceived Benefits adalah kepercayaan terhadap keuntungan dari metode yang
disarankan untuk mengurangi risiko penyakit. Ini tergantung pada kepercayaan
seseorang terhadap efektivitas dari berbagai upaya yang tersedia dalam mengurangi
risiko penyakit, atau keuntungan-keuntungan yang dirasakan (perceived benefit)
dalam mengambil upaya-upaya kesehatan tersebut. Ketika seorang memperlihatkan
suatu kepercayaan terhadap adanya kepekaan (susceptibility) dan keseriusan
(seriousness), sering tidak diharapkan untuk menerima apapun upaya kesehatan
yang direkomendasikan kecuali jika upaya tersebut dirasa manjur dan cocok.
Perceived benefits secara ringkas berarti persepsi keuntungan yang memiliki
hubungan positif dengan perilaku sehat. Individu yang sadar akan keuntungan
deteksi dini penyakit akan terus melakukan perilaku sehat seperti medical check up
rutin. Contoh lain adalah kalau tidak merokok, dia tidak akan terkena kanker.
4. Perceived barriers (hambatan yang dirasakan untuk berubah)
Perceived barriers secara singkat berarti persepsi hambatan atau persepsi
menurunnya kenyamanan saat meninggalkan perilaku tidak sehat. Aspek-aspek
negatif yang potensial dalam suatu upaya kesehatan (seperti: ketidakpastian, efek
samping), atau penghalang yang dirasakan (seperti: khawatir tidak cocok, tidak
12
senang, gugup), yang mungkin berperan sebagai halangan untuk
merekomendasikan suatu perilaku.
5. Cues to action
Cues to action adalah faktor mempercepat tindakan yang membuat seseorang
merasa butuh mengambil tindakan atau melakukan tindakan nyata untuk melakukan
perilaku sehat. Untuk mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang
kerentanan, kegawatan dan keuntungan tindakan, maka diperlukan isyarat-isyarat
yang berupa faktor-faktor eksternal maupun internal, misalnya pesan-pesan pada
media massa, nasihat atau anjuran kawan atau anggota keluarga lain, aspek
sosiodemografis misalnya tingkat pendidikan, lingkungan tempat tinggal,
pengasuhan dan pengawasan orang tua, pergaulan dengan teman, agama, suku,
keadaan ekonomi, sosial, dan budaya. Cues to action merupakan elemen tambahan
dari elemen dasar Health Belief Model.
6. Self Efficacy
Pada tahun 1988, self-efficacy ditambahkan dengan empat keyakinan asli dari
Health Belief Model (Rosenstock, Strecher, & Becker, 1988). Biasanya, seseorang
tidak akan mencoba melakukan sesuatu perubahan baru sampai mereka menyadari
bahwa mereka bisa melakukan perubahan tersebut. Hal ini senada dengan pendapat
Rotter (1966) dan Wallston mengenai teori self-efficacy oleh Bandura yang penting
sebagai kontrol dari faktor-faktor perilaku sehat. Self efficacy dalam istilah umum
adalah kepercayaan diri seseorang dalam menjalankan tugas tertentu. Self Efficacy
adalah kepercayaan seseorang mengenai kemampuannya untuk mempersuasi
keadaan atau merasa percaya diri dengan perilaku sehat yang dilakukan. Self
efficcay dibagi menjadi dua yaitu outcome expectancy seperti menerima respon
yang baik dan outcome value seperti menerima nilai sosial.
7. Modifying Factors
Variasi dari model ini merupakan nilai yang dirasakan serta intervensi yang
ditentukan sebagai keyakinan utama. Kontruksi dari faktor mediasi kemudian
menjadi penghubung berbagai jenis persepsi dengan perilaku kesehatan di
masyarakat. Faktor lain yang juga mempengaruhi persepsi antara lain:
a. Variabel demografi : Umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan.
b. Variabel sosio-psikologi: Status sosial ekonomi, kepribadian, strategi coping.
13
c. Variabel Struktur : Kelas Social, akses ke pelayanan kesehatan, dll.
d. Persepsi efikasi : penilaian diri dalam hal kemampuan untuk berhasil
mengadopsi perilaku yang diinginkan
e. Isyarat untuk tindakan : Pengaruh ekternal dalam mempromosikan perilaku
yang diinginkan, termasuk informasi yang diberikan atau dicari, komunikasi
persuasif, dan pengalaman pribadi.
f. Motivasi kesehatan : individu terdorong untuk tetap pada keadaan sehat.
g. Kontrol Perasaan : ukuran tingkat self-efficacy.
h. Ancaman : termasuk bahaya yang muncul tanpa melakukan tindakan
kesehatan.
14
Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku adalah perilaku itu sendiri
yang dipengaruhi oleh karakteristik individu, penilaian individu terhadap perubahan
yang di tawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan yang merekomen-dasikan
perubahan perilaku, dan pengalaman mencoba merubah perilaku yang serupa.
15
BAB III
KERANGKA KONSEP
16
kesadaran masyarakat terhadap status kesehatan dapat meningkat dan dapat
menyadari bahwa diri mereka memiliki kemungkinan untuk mengalami penyakit ini
sehingga mereka mau melakukan program hidup sehat untuk meningkatkan status
kesehatan.
2. Perceived severity (keseriuasan yang dirasa)
Mahasiswa berusaha menjelaskan kepada masyarakat di desa Lasalle jaga VII
bahwa penyakit-penyakit yang paling sering ditemukan dimasyarakat(hipertensi dan
diabetes mellitus) merupakan penyakit yang dapat mendatangkan bahaya bagi
masyarakat. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan
keseriusan suatu penyakit, agar masyarakat tidak menganggap enteng masalah
kesehatan yang timbul dimasyarakat. Apabila masyarakat mempunyai kesadaran dan
menganggap masalah kesehatan yang dihadapi adalah suatau masalah yang serius,
maka masyarakat pasti akan melakukan segala usaha pencegahan agar tidak
mengalami masalah kesehatan yang ada seperti hipertensi dan diabetes mellitus.
3. Perceived benefits (manfaat yang dirasakan).
Setelah meningkatkan kesadaran akan kerentananan masyarakat terhadap
masalah penyakit hipertensi dan diabetes mellitus serta menjelaskan keseriusan dari
masalah yang dihadapi masyarakat, mahasiswa mengusahakan berbagai solusi untuk
mengatasi masalah yang ada pada masyarakat. Mahasiswa mengajarkan tentang gaya
hidup sehat seperti melakukan aktivitas fisik lebih sering(olahraga teratur) dan menu
makan sehat bagi penderita hipertensi dan diabetes mellitus agar masyarakat dapat
melakukannya dalam kehidupan sehari-hari untun mencegah terjadinya penyakit
hipertensi dan diabetes mellitus. Setelah diajarkan, mahasiswa menjelaskan
pentingnya gaya hidup sehat bagi masyarakat serta mengajak masyarakat untuk
mencoba memulai gaya hidup sehat agar masyarakat bisa langsung merasakan
manfaat perubahan gaya hidup mereka. Contohnya : kalau makan makanan rendah
lemak, pasti akan terhindar dari hipertensi dan diabetes mellitus.
4. Perceived barriers (hambatan yang dirasakan untuk berubah)
Mahasiswa juga menjelaskan mengenai hambatan yang mungkin saja akan
dialami masyarakat dan proses beralih ke pola hidup sehat. Hambatan yang akan
ditemukan seperti keragu-raguan, kekhawatiran akan kegagalan dari pola hidup yang
dilakukan, atau malas melakukan olahraga pasti akan menghambat masyarakat untuk
17
merubah pola hidup menjadi lebih bauk. Mahasiswa berusah meyakinkan masyarakat
bahwa pola hidup sehat mendatangkan banyak keuntungan bagi tubuh, rasa tidak
nyaman dan tidak terbiasa hanya timbul diawal perubahan pola hidup tapi akan
hilang seiring berjalannya waktu bila masyarakat sudah terbiasa melakukan pola
hidup sehat.
5. Cues to action
Mahasiswa memperlihatkan beberapa video tentang orang yang mengalami
berbagai penyakit karena pola hidup yang tidak sehat yang kemudian menyadari
kesalahannya dan merubah seluruh hidupnya dengan melakukan pola hidup sehat
dan berolahraga secara teratur dan akhirnya menunjukkan perubahan drastic kearah
yang lebih baik. Karena kemauannya yang kuat untuk sehat dan akhirnya dia menjadi
sehat dan bugar terbebas dari penyakit yang sebelumnya ia derita. Hal ini menjadi
suatu motivasi agar masyarakat lebih tertarik untuk melakukan program hidup sehat.
nyata untuk melakukan perilaku sehat. Mahasiswa juga mengajak semua masyarakat
untuk saling memotivasi dan mengingatkan tentang pola hidup sehat dengan orang-
orang disekitarnya agar pola hidup sehat menjadi suatu kebiasaan baik yang
dilakukan setiap hari.
6. Self Efficacy
Mungkin bila masyarakat belum mencoba dan merasakan manfaat dari pola
hidup sehat, masyarakat akan merasa ragu dan takut untuk melakukannya. Tapi
apabila masyarakat percaya bahwa dirinya mampu melakukan pola hidup sehat dan
percaya bahwa pola hidup sehat bisa memberikan dampak positif bagi status
kesehatan, pasti masyarakat akan melakukan pola hidup sehat dengan semangat dan
antusias.
7. Modifying Factors
Variasi dari model ini merupakan nilai yang dirasakan serta intervensi yang
ditentukan sebagai keyakinan utama. Kontruksi dari faktor mediasi kemudian
menjadi penghubung berbagai jenis persepsi dengan perilaku kesehatan di
masyarakat. Faktor lain yang juga mempengaruhi persepsi antara lain:
o Variabel demografi : Umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan.
o Variabel sosio-psikologi: Status sosial ekonomi, kepribadian, strategi coping.
o Variabel Struktur : Kelas Social, akses ke pelayanan kesehatan, dll.
18
o Persepsi efikasi : penilaian diri dalam hal kemampuan untuk berhasil
mengadopsi perilaku yang diinginkan
o Isyarat untuk tindakan : Pengaruh ekternal dalam mempromosikan perilaku yang
diinginkan, termasuk informasi yang diberikan atau dicari, komunikasi persuasif,
dan pengalaman pribadi.
o Motivasi kesehatan : individu terdorong untuk tetap pada keadaan sehat.
o Kontrol Perasaan : ukuran tingkat self-efficacy.
o Ancaman : termasuk bahaya yang muncul tanpa melakukan tindakan kesehatan
19
BAB IV
20
4.3. DIAGNOSA KEPERAWATAN KOMUNITAS
Hari/Tanggal : Jumat, 09 November 2018 Kelompok : VII Nama Desa : Lasalle Jaga VII
1. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif b/d hipertensi sebanyak 33% S : Masyarakat Desa Lasalle Jaga VII mendukung
di desa lasalle Jaga VII ditandai dengan : kegiatan yang dilaksanakan oleh mahasiswa
21
2. Manajemen kesehatan tidak efektif b/d Diabetes Melitus sebanyak S: mendapat dukungan penuh dari aparat desa
28% di desa Lasalle jaga VII ditandai dengan :
W: sulit dalam menanamkan keinginan menjadi kader,
DS: oleh karena selama ini kader tidak mendapatkan insentif
- Pola makan tidak sehat dari manapun.
- Jarang olahraga
O: hadirnya tokoh masyarakat dalam setiap kegiatan
- Mengungkapkan kesulitan dalam menjalani program
yang dilaksanakan mahasiswa sehingga memacu
perawatan/pengobatan
semangat masyarakat untuk mengikuti kegiatan
DO:
T: Tidak semua masyarakat mendengarkan dan
- Gagal melakukan tindakan untuk mengurangi faktor risiko
melaksanakan program yang dilakukan oleh mahasiswa.
- Gagal menerapkan program perawatan atau pengobatan dalam
kehidupan sehari-hari
- Aktifitas hidup sehari-hari tidak efektif untuk memenuhi tujuan
kesehatan.
22
4.4. PERENCANAAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
Hari/Tanggal : Jumat 09 november 2018 Kelompok : VII Nama Desa : Lasalle Jaga VII
REN CANA
NO MASALAH TUJUAN SASARAN WAKTU TEMPAT DANA PJ
KEGIATAN
1 Pemeliharaan Meningkatkan - Penyuluhan - Masyarakat 08.00-10.00 Balai desa Rp 500.000 Thalia
kesehatan kesadaran kesehatan tentang desa Lasalle WITA
tidak efektif masyarakat penyakit Jaga VII
tentang hidup hipertensi
sehat dan - Laksanakan - Masyarakat 10.30-17.00 Rumah Rp 2.000.000 Damiana
desa Lasalle
memeriksa lomba memasak WITA kepala desa
Jaga VII
kesehatan menu sehat untuk
secara rutin penderita
(pemeriksaan hipertensi
- Masyarakat
Tekanan - Lakukan 13.00-15.00 Balai desa Thalia
yang
Darah) pelatihan kader bersedia WITA
menjadi
untuk
kader
pemeriksaan
tekanan darah
2 Manajemen Meningkatkan - lakukan jalan - Masyarakat 05.00-08.00 - mulai dari Rp 200.000 Eril
kesehatan kesadaran sehat (hari sabtu desa Lasalle WITA depan
tidak efektif masyarakat pagi) Jaga VII rumah
23
tentang gejala kepala desa
dan bahaya sampai di
diabetes dan balai desa
memeriksa - lakukan - Masyarakat 10.00-12.00 - balai desa Rp 500.000 Agnes
desa Lasalle
kesehatan penyuluhan WITA
Jaga VII
secara rutin tentang diabetes
(pemeriksaan mellitus (hari
gula darah) sabtu pagi)
- Masyarakat
- Lakukan 13.00-15.00 Balai desa Rp 150.000 Agnes
yang
pelatihan kader bersedia WITA
menjadi
pemeriksaan gula
kader
darah dan
program hidup
sehat
24
4.5. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN KOMUNITAS
25
antusias dalam
mengikuti lomba
memasak
A: masalah belum
teratasi
P: kegiatan dilanjutkan
oleh kader yang sudah
dipilih
Sabtu, 10 November 2018 -Melaksanakan pelatihan S: para calon kader
kader pemeriksaan mengatakan senang bisa
tekanan darah mengikuti pelatihan dan
akan melakukan tugas
dengan baik
O: para calon kader
tampak serius mengikuti
pelatihan
A: masalah belum
teratasi
P: kegiatan dilanjutkan
oleh kader
2 Manajemen kesehatan tidak efektif Sabtu 10 november 2018 - melakukan jalan S: Masyarakat
sehat (hari sabtu mengatakan merasa
26
pagi) lebih bugar setelah
mengikuti jalan sehat
O: masyarakat tampak
bersemangat
A: masalah belum
teratasi
P: kegiatan dilanjutkan
oleh kader yang sudah
dipilih
- melakukan S : masyarakat
penyuluhan mengatakan sudah mulai
tentang diabetes mengerti tentang
mellitus (hari penyakit diabetes
sabtu pagi) melitus dan ingin
merubah pola hidup
O: masyarakat terlihat
menyimak dengan baik
materi yang disampaikan
A: masalah belum
27
teratasi
P: kegiatan dilanjutkan
oleh kader yang sudah
dipilih
- Melakukan S: para calon kader
pelatihan kader mengatakan senang bisa
pemeriksaan gula mengikuti pelatihan dan
darah dan akan melakukan tugas
program hidup dengan baik
sehat O: para calon kader
tampak serius mengikuti
pelatihan
A: masalah belum
teratasi
P: kegiatan dilanjutkan
oleh kader
28
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Diagnosa I
Pemeliharaan kesehatan tidak efektif b/d hipertensi sebanyak 33% di desa lasalle Jaga VII
ditandai dengan :
Masyarakat desa Lasalle Jaga VII memiliki latar belakang pekerjaaan dan ekonomi yang
berbeda-beda mulai dari petani, guru, pengusaha dan sebagainya. Keadaan lingkungan yang
masih jauh dari perkotaan dan jarang mendapat akses transportasi dan juga sebagian besar
masyarakat yang memiliki pekerjaan sebagai petani dan memiliki tingkat ekonomi menengah
kebawah membuat masyarakat masih kurang menyadari pentingnya melakukan pola hidup sehat
untuk menjaga kesehatan tubuh. Tingkat pendidikan masyarakat juga yang sebagian besar
lulusan SD dan SMP merupakan salah satu factor yang mengakibatkan rendahnya tingkat
kesadaran masyarakat akan behaya dari penyakit hipertensi dan pentingnya melakukan pola
hidup sehat untuk mencegah terserang penyakit hipertensi.
Mahasiswa datang ke desa Lasalle jaga VII dengan tujuan melakukan pengkajian kepada
seluruh masyarakat dan juga melakukan beberapa program untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang masalah penyakit yang paling sering ditemui dimasyarakat serta melakukan
tindakan pencegahan dari penyakit tersebut. Dari hasil pengamatan, masyarakat tampak antusias
dan menyimak dengan baik setiap penjelasan dan juga program kegiatan yang disampaikan.
Setelah diberi penjelasan dan pengertian, masyarakat yang ada di desa Lasalle jaga VII
menunjukkan peningkatan tingkat kesadaran tentang bahaya penyakit hipertensi dan juga
menunjukkan kemauan tinggi untuk melakukan pola hidup sehat demi mencapai masyarakat
yang sehat dan sejahtera.
29
5.2. Diagnosa II
Manajemen kesehatan tidak efektif b/d Diabetes Melitus sebanyak 28% di desa Lasalle jaga VII
ditandai dengan :
- Jarang olahraga
Dari data pengkajian pada masyarakat desa Lasalle jaga VII, masalah penyakit kedua
yang paling sering ditemukan pada masyarakat adalah diabetes mellitus. Gaya hidup masyarakat
yang sering mengonsumsi makanan tinggi lemak dan banyaknya penggunaan jumlah gula pada
makanan merupakan salah satu factor yang mengakibatkan tingginya tingkat penderita diabetes
mellitus di desa Lasalle jaga VII. Masyarakat desa yang merupakan penghasil minuman
beralkohol yang berasal dari pohon aren(Cap Tikus) mengakibatkan masyarakat sering
mengonsumsi alcohol dalam jumlah banyak yang juga merupakan factor penyebab tingginya
tingkat penderita diabetes mellitus di desa Lasalle jaga VII.
Masyarakat tampak senang dan antusias dalam mengikuti semua kegiatan yang
dilaksanakan mahasiswa. Kehadiran para tokoh-tokoh penting di desa juga menjadi motivasi dan
daya tarik bagi masyarakat untuk mengikuti kegiatan tersebut. Masyarakat juga mengatakan akan
berusaha melakukan pola hidup sehat dalam kehidupan sehari agar tubuh menjadi sehat dan
bugar terbebas dari diabetes. Para kader juga sudah bersedia dan mengatakan akan melaksanakan
tugas dengan baik untuk terus mengontrol program hidup sehat dan melakukan pemeriksaan
kesehatan kepada masyarakat secara rutin agar tingkat kesehatan masyarakat tetap stabil dan
terkontrol
30
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelaianan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala
yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.
Tingkat kesadaran masyarakat desa Lasalle jaga VII masih sangat rendah terhadap masalah
penyakit hipertensi dan diabetes mellitus. Penjelasan dan program kegiatan hidup sehat yang
dilakukan mahasiswa di desa Lasalle jaga VII menunjukkan antusias masyarakat dalam
melakukan perubahan gaya hidup mejadi lebih baik. Hal ini juga menunjukkan perubahan gaya
hidup yang menurunkan tingkat keparahan masalah kesehatan pada masyarakat desa Lasalle
jaga VII.
6.2. Saran
Dari beberapa masalah kesehatan yang ditemukan pada masyarakat desa Lasalle jaga VII,
kami sangat mengharapkan tindak lanjut dari pemerintah untuk melakukan kegiatan sosialisasi
secara rutin dan merata pada semua masyarakat sampai pelosok agar semua masyarakat dapat
memperoleh informasi yang memadai mengenai masalah kesehatan yang sering terjadi
dimasyarakat agar bisa diketahui secara dini dan dapat diatasi secara cepat dan tepat.
Kepada mahasiswa, sangat diharapkan untuk bisa lebih sering juga melakukan bakti social
ataupun penyuluhan kesehatan kepada masyarakat sekitar yang membutuhkan agar tingginya
tingkat masalah kesehatan dapat diatasi karena adanya tingkat kesadaran masyarakat akan
penyakit yang mereka alami
31
DAFTAR PUSTAKA
Adejoh, S. O. Diabetes Knowledge, Health Belief, and Diabetes Management Among the Igala,
Nigeria. SAGE, diakses tanggal 12 November 2018
Conner, M., & Norman, P. (2005). Predicting Health Behavior (2nd ed). London:Open
University Press
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus
Pusat PPNI. Jakarta Selatan
32