Professional Documents
Culture Documents
Lupus adalah penyakit dimana sistem imun, yang normalnya memerangi infeksi, mulai
menyerang sel sehat dalam tubuh. Fenomena ini disebut autoimun dan apa yang
diserang oleh sistem imun disebut autoantigen (Laura K. DeLong, MD 2012).
Etiologi
Para peneliti kini yakin bahwa SLE ditimbulkan oleh berbagai faktor. Hal ini
dimulai ketika gen-gen tertentu yang menyebabkan lupus berinteraksi dengan
stimulus lingkungan, interaksi tersebut menghasilkan respons kekebalan sehingga
produksi autoantibody ( antibody untuk tubuh sendiri) dan membentuk immune
complexes (antigen yang menyatu dengan antibodi). Autoantibody dan immune
complexes tertentu bisa menyebabkan kerusakan jaringan sel terutama terlihat
pada lupus.
1. Genetika lupus
Agen infeksius, seperti virus dan bakteri, dapat berperan dalam timbulnya SLE.
Agen infeksius tersebut terdiri dari Epstein Barr Virus (EBV), bakteri
Streptococcus dan Clebsiella.
Sinar ultra violet dapat mengurangi penekanan sistem imun, sehingga terapi
menjadi kurang efektif dan penyakit SLE dapat kambuh atau bertambah berat. Hal
ini menyebabkan sel pada kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga
terjadi inflamasi di tempat tersebut secara sistemik melalui peredaran pembuluh
darah.
c. Stres
Stres berat dapat memicu terjadinya SLE pada pasien yang sudah memiliki
kecenderungan akan penyakit ini. Hal ini dikarenakan respon imun tubuh akan
terganggu ketika seseorang dalam keadaan stres. Stres sendiri tidak akan
mencetuskan SLE pada seseorang yang sistem autoantibodinya tidak ada
gangguan sejak awal.
3. Faktor Hormonal
Peningkatan hormon dalam tubuh dapat memicu terjadinya SLE. Beberapa studi
menemukan korelasi antara peningkatan risiko lupus dan tingkat estrogen yang
tinggi. Studi lain juga menunjukkan bahwa metabolisme estrogen yang abnormal
dapat dipertimbangkan sebagai faktor resiko terjadinya SLE.
4. Factor farmakologi
Obat pada pasien SLE dan diminum dalam jangka waktu tertentu dapat
menyebabkan Drug Induced Lupus Erythematosus (DILE).
Sepertiga sel darah putih pada manusia disebut limfosit. Limfosit terbagi
menjadi sel B dan sel T. Sel B merupakan respons “cairan” tubuh tugasnya
adalah memproduksi immunoglobulin dan pada akhirnya antibodi. Limfosit B
pada pasien lupus terlalu banyak bekerja, itulah sebabnya ia secara tidak
normal memproduksi banyak sekali immunoglobulin dan autoantibody.
Sel T adalah “ ingatan “ limfosit dalam tubuh kita. Ia mengingat apa yang tidak
dikenal ( zat luar atau antigenic) dan memberi tanda untuk merespons rangsangan
ini. Beberapa jenis sel T memiliki fungsi yang bermacam-macam : mereka
menekan respons kekebalan ( sel penekan), menigkatkan respons kekebalan sel
(sel pembantu), memusnahkan sel ( natural killer cell), ataumeningkatkan zat-
zatkimia (misalnya cytokine) yang mengatur atau memerintahkan sel-
selkekebalan lain untuk bertindak. Pada SLE, kelainan yang terlihat antara lain
peningkatan fungsi pembantu , penurunan fungsi penekan, dan perubahan pada
limfosit yang meningkatkan pembentukkan autoantibody dan peningkatan respons
sel B. Sel CD8 dan sel NK berhenti meningkatkan peradangan
patofisiologis
Maninfestasi Klinis
- Kelelahan
- Sakit kepala
- Nyeri atau bengkak sendi
- Demam lebih dari 38C
- Rasa lelah dan lemah berlebihan
- Anemia (baik karena jumlah sel darah merah/haemoglobin kurang, atau
karena volume darahnya kurang)
- Nyeri di dada ketika menarik nafas Panjang
- Ruam kemerahan pada pipi hingga idung, polanya seperti kupu-kupu
- Sensitif terhadap cahaya atau cahaya matahari
- Rambut rontok sampai kebotakan (alopecia)
- Pendarahan yang tidak biasa
- Jari-jari berubah pucat atau kebiruan ketika dingin (fenomena Raynaud)
- Sariawan dimulut atau koreng dihidung
- Kejang atau kelainan saraf lainnya