You are on page 1of 3

B.

Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa
Indonesia

1. Argumen tentang Dinamika Pancasila dalam Sejarah Bangsa


Dinamika Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia memperlihatkan adanya pasang surut
dalam pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila. Berbagai peristiwa telah terjadi
yang berkaitan dengan dinamika Pancasila dalam sejarah bangsa diantaranya :
a. Pancasila dalam Era Kemerdekaan
Pada akhir tahun 1959, Pancasila melewati masa kelamnya dimana Presiden Soekarno
menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Pada masa itu, presiden dalam rangka tetap
memegang kendali politik terhadap berbagai kekuatan mencoba untuk memerankan politik
integrasi paternalistik (Somantri, 2006). Pada akhirnya, sistem ini seakan mengkhianati nilai-
nilai yang ada dalam Pancasila itu sendiri, salah satunya adalah sila permusyawaratan.
Kemudian, pada 1965 terjadi sebuah peristiwa bersejarah di Indonesia dimana partai komunis
berusaha melakukan pemberontakan.
b. Pancasila dalam Orde Lama
Pada masa pemerintahan presiden Soekarno, terutama pada 1960an NASAKOM lebih
populer daripada Pancasila. Teori Nasakom telah lahir dan dirumuskan oleh Soekarno sejak
tahun 1926 yang pada saat itu diistilahkan dengan tiga hal pokok yakni “Nasionalisme,
Islamisme dan Marxisme. Pada intinya ketiga hal tersebut dipersatukan dalam satu tujuan
yaitu Gotong-royong (bekerja bersama-sama) untuk Revolusi Indonesia dalam melawan
Imperialisme. Dengan penyatuan tiga konsep ini (Nasionalis, Agamis dan Komunis)
Soekarno berusaha untuk mengajak segala komponen bangsa tanpa melihat segala perbedaan
yang ada. Baik itu perbedaan Religius maupun suku dan budaya. Namun perlu diingat bahwa
Nasakom bukan penjelmaan dari Pancasila karena mengandung unsur penyatuan komunis
terhadap agama.
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintah sering terjadi
penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang bertentangan dengan pancasila
dan UUD 1945. Artinya pelaksanaan UUD1945 pada masa itu belum dilaksanakan
sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada
kekuasaan seorang presiden dan lemahnya control yang seharusnya dilakukan DPR terhadap
kebijakan-kebijakan. Selain itu, muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang
berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanaan dan kehidupan ekonomi makin
memburuk puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G30S/PKI yang
sangat membahayakan keselamatan bangsa dan Negara.
c. Pancasila dalam Era Orde Baru
Di era Orde Baru, terdapat kebijakan Pemerintah terkait penanaman nilai-nilai Pancasila,
yaitu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Materi penataran P4 bukan
hanya Pancasila, terdapat juga materi lain seperti UUD 1945, Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN), Wawasan Nusantara, dan materi lain yang berkaitan dengan kebangsaan,
nasionalisme dan patriotisme. Pelaksanaannya dilakukan secara menyeluruh melalui Badan
Penyelenggara Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) dengan
metode indoktrinasi.
Di dalam P4, melalui Ketetapan MPR (TAP MPR) No. II/MPR/1978 (sudah dicabut),
adalah 36 butir Pancasila sebagai ciri-ciri manusia Pancasilais. Pemerintah Orde Baru
mengharapkan melalui 36 butir Pancasila, yang serta merta “wajib hukumnya” untuk dihafal,
akan terbentuk suatu tatanan rakyat Indonesia yang mempraktikkan kesemuanya dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, lalu terciptalah negara Indonesia yang adil dan makmur,
di segala bidang. Akan tetapi, justru penghafalan itu yang menjadi bumerangnya. Cita-cita
yang terkembang melalui P4 hanya keluar dari mulut saja, tanpa ada pengamalan yang berarti
untuk setiap butir yang terkandung di dalamnya, meskipun tidak terjadi secara general.
Sehingga pasca turunnya Soeharto ada kalangan yang mengidentikkan Pancasila dengan P-4.
d. Pancasila dalam Era Reformasi
Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan
menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan
masyarakat terkesan masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi. Sebab
utamannya karena rezim Orde Lama dan Orde Baru menempatkan Pancasila sebagai alat
kekuasaan yang otoriter.
Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari berdirinya bangsa ini,
yang diperlukan dalam konteks era reformasi adalah pendekatan-pendekatan yang lebih
konseptual, komprehensif, konsisten, integratif, sederhana dan relevan dengan perubahan-
perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

2. Argumen tentang Tantangan terhadap Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan


Bernegara
Salah satu tantangan terhadap Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah
meletakkan nilai-nilai Pancasila tidak dalam posisi sebenarnya sehingga nilai-nilai Pancasila
menyimpang dari kenyataan hidup berbangsa dan bernegara. Salah satu contohnya,
pengangkatan presiden seumur hidup oleh MPRS dalam TAP No.III/MPRS/1960 Tentang
Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup. Hal tersebut bertentangan dengan
pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa, ”Presiden dan wakil presiden
memangku jabatan selama lima (5) tahun, sesudahnya dapat dipilih kembali”. Pasal ini
menunjukkan bahwa pengangkatan presiden seharusnya dilakukan secara periodik dan ada
batas waktu lima tahun.

You might also like