You are on page 1of 11

Hubungan Perilaku Bullying dengan Tingkat Harga Diri Remaja Awal Yang

Menjadi Korban Bullying

Di susun Oleh :

ATHI’ LINDA YANI


NIDN : 0725128701

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM
JOMBANG
2017

1
Hubungan Perilaku Bullying dengan Tingkat Harga Diri Remaja Awal Yang
Menjadi Korban Bullying

Athi’ Linda Yani

Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum

Abstrak

Bullying dapat berupa tindakan fisik, verbal, dan emosional. Bullying merupakan
perilaku kekerasan yang berulang-ulang dimana terjadi pemaksaaan secara
psikologis maupun fisik terhadap korban bullying. Pelaku bullying bisa dari seseorang
yang melakukan bullying, bisa juga sekelompok orang yang mempersepsikan dirinya
memiliki power (kekuasaan) untuk menyakiti korbannya. Korban bullying yang lemah
tak berdaya, dan selalu merasa terancam oleh pelaku bullying (Dahlia, 2015). Kejadian
bullying di Indonesia masih cukup tinggi, karena setiap tahun selalu terjadi perilaku
bullying pada remaja. Perilaku bullying juga banyak terjadi pada anak usia remaja,
maka dari itu memerlukan perhatian khusus agar dampak terhadap korban bullying
tidak sampai menyebabkan trauma yang berkepanjangan atau sampai menganggu
mentalnya. Penelitian ini menggunakan desain crosectional dan Untuk memperoleh
sampel yang representative (mewakili) dalam penelitian ini menggunakan Purposive
Sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara
populasi sesuai dengan yang di kehendaki penelitian (Nursalam, 2013). Peneliti di sini
ingin mengetahui hubungan perilaku bullying dengan tingkat harga diri korban bullying
(usia12 -16 tahun).

Kata Kunci : Bullying, tingkat harga diri, remaja

2
PENDAHULUAN 25% dari total pengaduan sebanyak
1.480 kasus. Bullying yang disebut
Bullying dapat berupa
KPAI terkait kasus bullying di sekolah
tindakan fisik, verbal, dan emosional.
merupaka tawuran antar pelajar,
Bullying merupakan perilaku
diskriminasi pendidikan, dan
kekerasan yang berulang-ulang
pungutan liar (Halimah, 2015).
dimana terjadi pemaksaaan secara
psikologis maupun fisik terhadap Penelitian lain dari perilaku
korban bullying. Pelaku bullying bisa bullying yang sering terjadi di salah
dari seseorang yang melakukan satu sekolahan adalah bullying
bullying, bisa juga sekelompok orang verbal, non-verbal, dan fisik. Bentuk
yang mempersepsikan dirinya bullying yang tejadi di Pesantren
memiliki power (kekuasaan) untuk yaitu pemalakan, mengancam,
menyakiti korbannya. Korban bullying pemukulan, mencubit, menjambak,
yang lemah tak berdaya, dan selalu rambut, mengejek, mengucilkan,
merasa terancam oleh pelaku menyebar gosip dan memerintah
bullying (Dahlia, 2015). santri junior secara paksa. Dampak
dari perilaku bullying yang di alami
Kasus bullying di Amerika
korban di Pondok Pesantren sebagai
Serikat telah dilakukan survey pada
berikut merasa takut, minder,
43.000 remaja, hasilnya 47% remaja
menyendiri, merasa tidak betah di
berusia 15-18 tahun telah mengalami
lingkuangan asrama, dan mengalami
bullying, 50% dari remaja tersebut
kecemasan (Desiree, 2013).
telah mengganggu, menggoda, dan
mengejek siswa lain. Sedangkan Pada masa remaja awal
National Association of Elementary merupakan fase pencarian jati diri,
School Principals (2013) melaporkan biasanya mereka selalu ingin tahu
bahwa setiap tujuh menit terjadi dan mencoba sesuatu yang baru
tindakan bullying di lingkungan dilihat atau diketahuinya dari
sekolah, dan setiap bulan ada tiga lingkungan sekitarnya, mulai
juta murid absen dari sekolah karena lingkungan keluarga, sekolah, teman
merasa tidak nyaman. Dari 2011 sepermainan dan masyarakat.
sampai Agustus 2014, KPAI Semua pengetahuan yang baru
mencatat 369 pengaduan terkait diketahuinya baik yang bersifat positif
masalah Bullying, jumlah itu sekitar maupun negatif akan diterima dan

3
ditanggapi oleh remaja sesuai Bedasarkan penelitian
dengan kepribadian masing-masing. terdahulu terdapat penilaian bahwah
Setiap remaja memiliki potensi untuk bullying merupakan suatu hal yang
mencapai kematangan kepribadian sering terjadi di Pondok Pesantren,
yang memungkinkan mereka dapat tindakan bullying sering dilakukan
menghadapi tantangan hidup secara oleh senior kepada juniornya
wajar di dalam lingkungannya, (Desirre, 2013). Korban yang
namun potensi ini tentunya tidak tertindas umumnya tidak mempunyai
akan berkembang dengan optimal keberanian untuk melawan temannya
jika tidak ditunjang oleh faktor fisik yang lebih kuat, maka tidaklah heran
dan faktor lingkungan yang memadai apabila santri masih banyak yang
(Kusuma, 2015). melakukan perilaku bullying. Karena

Wahyuni dan Adiyanti (2010) pada umumnya santri yang

masa remaja merupakan periode mengalami tindakan bullying adalah

kehidupan yang penuh dengan santri yang memiliki tingkat

dinamika, karena pada masa remaja asertivitas yang rendah, sehingga

terjadi perkembangan dan pelaku bullying mempunyai peluang

perubahan yang sangat pesat. untuk melakukan tindakan bullying

Pada periode ini merupakan masa (Nuha, 2015).

transisi dan remaja cenderung Dampak jangka panjang pada


memiliki risiko tinggi terhadap korban bullying adalah merasa
terjadinya kenakalan dan kekerasan cemas yang berkelanjutan,
baik sebagai korban maupun sebagai penyesuaian sosial yang buruk, ingin
pelaku. Lemahnya emosi seseorang pindah atau bahkan putus sekolah,
akan berdampak pada terjadinya sulit berkonsentrasi di kelas dan
masalah dikalangan remaja, timbul rasa takut (Sari, 2010).
misalnya bullying yang sekarang Sedangkan dampak dari korban
kembali mencuat di media. Budaya bullying secara fisik biasa mengalami
bullying masih terus terjadi di pusing, mual muntah, jantung
kalangan peserta didik (Kusuma, berdebar, nafsu makan menurun,
2015). dan demam. Secara psikologis
korban bullying biasanya mengalami
murung, trauma, gelisan, cemas,

4
harga diri rendah, isolasi sosial, tingkat harga diri korban bullying
depresi dan bahkan sampai muncul (usia12 -16 tahun).
pemikiran untuk bunuh diri (Desirre,
METODE
2013). Selain masalah diatas juga
dapat menyebabkan korban bullying Peneliti menggunakan desain
dapat mengalami perasaan takut, penelitian Studi korelasional dengan
cemas, marah, tak berdaya, metode pendekatan Cross-sectional
kesepian, perasaan terisolasi dan yaitu suatu penelitian yang
teraniaya serta keinginan untuk memepelajari hubungan antara faktor
bunuh diri. Dampak lain yang di resiko (independen) dengan faktor
alami korban bullying kesulitan efek (dependen), dimana melakukan
dalam berkonsentrasi pada observasi atau pengukuran variabel
pekerjaan sekolahnya dan sekali dan sekaligus pada waktu
mengalami penurunan prestasi yang sama (Nursalam, 2016).
akademik. Korban bullying juga lebih
cenderung untuk bolos karena takut Populasi adalah keseluruhan

pergi kesekolah, sehingga banyak objek penelitian atau obyek yang

dari korban bullying yang pada akan diteliti (Notoatmodjo, 2012).

akhirnya mengalami putus sekolah Populasi adalah wilayah generalisasi

(Prasetyo, 2011). yang terdiri atas: obyek atau subyek


yang mempunyai kualitas dan
Bedasarkan penguraian diatas karakteritis tertentu yang ditetapkan
kejadian bullying di Indonesia masih oleh peneliti untuk dipelajari dan
cukup tinggi, karena setiap tahun kemudian ditarik kesimpulannya
selalu terjadi perilaku bullying pada (Sugiyono, 2016). Populasi dalam
remaja. Perilaku bullying juga banyak penelitian ini adalah Remaja awal
terjadi pada anak usia remaja, maka yang sekolah di SMP peterongan.
dari itu memerlukan perhatian khusus Sampel adalah bagian
agar dampak terhadap korban populasi terjangkau yang dapat
bullying tidak sampai menyebabkan dipergunakan sebagai subjek
trauma yang berkepanjangan atau penelitian melalui sampling
sampai menganggu mentalnya. (Nursalam, 2016). Sampel adalah
Peneliti di sini ingin mengetahui bagian dari jumlah dari karakteritis
hubungan perilaku bullying dengan yang dimiliki oleh populasi tersebut.

5
Bila populasi besar, dan penelitian No Perilaku Frekuensi (%)
tidak mungkin mempelajari semua Bullying
yang ada pada populasi, karena
1 Rendah 23 42,3
keterbatasan dana, tenaga, dan
waktu, maka penelitian dapat 2 Sedang 28 51,9

mengambil sampel dari populasi 3 Tinggi 3 5.8


tersebut (Sugiono, 2016). Total 52 100
Teknik sampling merupakan
Tingkat
cara-cara yang ditempu dalam
Harga diri
pengambilan sampel, agar
memperoleh sampel yang benar- 1 Rendah 0 0%

benar sesuai dengan keseluruan 2 Sedang 42 76,9%


subyek penelitian (Nursalam, 2013). 3 Tinggi 10 23,1%
Untuk memperoleh sampel yang
Total 52 100
representative (mewakili) dalam
Sumber : Data Primer 2017
penelitian ini menggunakan
Berdasarkan Table 5.2 dapat dilihat
Purposive Sampling yaitu suatu
bahwa setengah responden dengan
teknik penetapan sampel dengan
mengalami perilaku bullying yang
cara memilih sampel diantara
sedang yaitu 27 responden (51,9%),
populasi sesuai dengan yang di
dan sebagian besar responden
kehendaki penelitian (Nursalam,
dengan Tingkat harga diri yang
2013).
sedang yaitu 40 responden (76,9%).

PEMBAHASAN
b. Hubungan Perilaku Bullying
a. Karakteristik Responden
dengan Tingkat harga diri remaja
Bedasarkan Perilaku Bullying dan
korban bullying
Tingkat harga diri remaja korban
Tabel 5.3 Hubungan Perilaku
bullying
Bullying dengan Tingkat harga diri
Tabel 5.2 Karakteristik Responden
remaja korban bullying
Bedasarkan Perilaku Bullying dan
Tingkat harga diri remaja korban
bullying

6
Tingkat Harga diri perilaku bullying yang sedang yaitu
Rendah Sedang Tinggi
27 responden (51,9%), dan sebagian
N % N % N % p
keci1 responden dengan perilaku
0 0 22 100 0 0 <
Bullying
0 0 18 60 12 40 0,001 bullying yang tinggi yaitu 3 responden
Rendah
Bullying (5,8%)
Sedang Bullying merupakan sebuah
+ Berat
situasi dimana terjadinya
0 0 40 76,9 12 23
penyalahgunaan kekuatan atau
kekuasaan yang dilakukan oleh
Berdasarkan Tabel 5.3 di atas seseorang atau kelompok. Pihak
didapat hasil bahwa,sebagian kecil yang kuat tidak hanya berarti kuat
responden yang mengalami perilaku dalam ukuran fisik, tapi bisa juga kuat
bullying rendah yaitu 22 responden secara mental perilaku ini biasannya
(42,3%), hampir seluruhnya terjadi dalam lingkup sekolah atau
mengalami tingkat harga diri sedang asrama (Dahlia, 2015). Bullying tidak
sebanyak 40 responden (76,8%), dan hanya dalam bentuk fisik yang bisa
sebagian besar mengalami Perilaku terlihat jelas, tetapi bentuk bullying
bullying sedang sebannyak 27 dapat tidak terlihat dan berdampak
(51,9%) sebagian kecil mengalami cukup serius, misalnya pengucilan
tingkat harga diri tinggi sebanyak 12 (Astarini, 2013).
(23%).
Dampak perilaku bullying
Dari hasil uji korelasi Chi-
terhadap korbannya yaitu korban
square dengan tingkat kemaknaan
cenderung mengalami berbagai
α<0,05 didapatkan nilai Asymp Sig
macam gangguan yang meliputi
(ρ) sebesar 0,001 yang berarti bahwa
kesejahteraan psikologis yang,
HI diterima ada hubungan antara
penyesuaian social yang buruk yang
perilaku bullying dengan tingkat
mengakibatkan korban terlihat
harga diri remaja usia awal usian (12-
seperti membenci lingkungan
16 tahun). Berdasarkan Table 5.2
sosialnya, sering merasa kesepian,
dapat dilihat bahwa hampir setengah
sering bolos sekolah, dan kesehatan
responden mengalami perilaku
memburuk (Astuti, 2013). Apabila
bullying yang rendah yaitu 22
ditinjau lebih jauh korban bullying
responden (42,3%), setengah
dapat mengalami gangguan
responden dengan mengalami

7
psikologis seperti rasa cemas yang tidak melukai orang lain. Harga diri
berlebihan, tidak percaya diri, selalu pada penelitian ini berbeda dengan
merasa takut, depresi, ingin bunuh dengan penelitian Syaifullah (2016)
diri, dan gejala-gejala gangguan stres dikarenakan ada beberapa faktor
pasca-trauma (posttraumatic stress yang dapat mempengaruhi
disorder) (Setiani, 2013). Selain perbedaan tersebut. Harga diri
dampak negative dari segi psikologis merupakan salah satu komponen
ada juga dari segi fisik seperti sakit dari konsep diri sehingga aktor faktor
kepala, sakit tenggorokan, flu, bibir yang dapat mempengaruhi konsep
pecah-pecah, dan sakit dada. diri seperti tekanan dari dari luar baik
Sedangkan bagi para korban bullying teman sebanya. Kelompok teman
yang langsung mengalami perilaku sebaya adalah sekelompok teman
agresif juga dapat mengalami luka- yang mempunyai ikatan emosional
luka fisik (Desiree, 2013). yang kuat dan siswa dapat
Penelitian ini sesuai dengan berinteraksi, bergaul, bertukar
teori Hurlock (2009) menyatakan pikiran, dan pengalaman dalam
bahwa remaja yang harga dirinya memberikan perubahan dan
sedang mempunyai dalam hal pengembangan dalam kehidupan
penerimaan diri dan berkompeten. sosial dan pribadinya.
Individu yang memiliki harga diri Harga diri yang positif menurut
sedang menilai dirinya lebih baik dari Riana (2011) cenderung sukses
kebanyakan orang.Harga diri sedang dalam bidang akademik dan
dan tinggi memiliki kesamaan yang kehidupan sosialnya, terlihat aktif
hampir mendekati hal ini sejalan dalam suatu diskusi, mau menerima
dengan penelitian Ventyana (2015) kritik,dan perbedaan pendapat,
menjelaskan bahwa seseorang yang mempunyai tingkat keemasan yang
memiliki harga diri tinggi mampu relatif rendah. Harga diri yang tinggi
menerima keberadaan dirinya dan akan membangkitkan rasa percaya
mengakui akan kemampuan yang di diri, penghargaan diri, rasa yakin
milikinya. akan kemampuan diri,rasa berguna,
Remaja menjadi mampu serta rasa bahwa kehadirannya
membedakan mana perbuatan yang diperlukan dalam dunia ini.
baik dan mana perubuatan yang Harga diri yang rendah yang
buruk dan menjaga perilaku agar dimilik olah remaja akan berdampak
8
pada perilaku anak. Ketika anak kegiatan intrakurikuler dan
memiliki harga diri yang rendah
ekstrakurikuler sehingga semua
remaja merasa tidak mampu menjalin
waktunya tersalur pada
hubungan dengan teman, mudah
tersinggung dan mudah marah, kegiatan postitif dan tidak
akibatnya remaja akan melakukan
mengarah pada perilaku
tidakan yang dapat menyakti
bullying. Bagi remaja yang tidak
temannnya dengan katalain bullying
(Widiharto dkk 2010 dalam Mulyati melakukan bullying diharapkan
2014).
dapat menjadi promoter anti
KESIMPULAN
bullying, dengan cara
Dari hasil penelitian didapatkan
memberikan nasehat kepada
bahwa ada hubungan perilaku
bullying terhadap tingkat harga diri teman-temannya yang masih
remaja yang menjadi korban bullying berperilaku bullying.
SARAN 2. Bagi sekolah diharapkan agar

1. Bagi Remaja Diharapkan dapat lebih intensif dalam

mengurangi kecenderungan memberikan bimbingan tentang


bullying di masa remaja pembianan emosional pada

khususnya bagi remaja yang siswa agar tegar menghadipi


masih menunjukkan bullying masalah baik sekolah maupun

cukup tinggi. Remaja pondok dan tidak melakukan

disarankan mempertahankan perilaku bullying.

perilaku positif agar tidak 3. Bagi Peneliti


mengarah ke perilaku bullying Penelitian ini sebagai acuan

dan perilaku negative lainnya. dan pertimbangan bagi peneliti

Remaja hendaknya lebih selanjutnya untuk melakukan

menyalurkan energinya pada penelitian selanjutnya agar

9
perilaku bullying bisa berkurang Cahyaningsih. (2011).
Pertumbuhan dan
di kalangan masyarakat. Perkembanga Anak
dan Remaja. Jakarta:
Daftar Pustaka CV Trans Info Media.
Desiree. (2013). Bullying di
Abdullah. (2013). pesantren (studi
Meminimalisasi Deskriptif di pesantren
Bullying di Sekolah. "X" Depok). jurnal
Jurnal Psikologi . Kesejahteraan sosial.
Adiyantf, S. W. (2011). Dwipayanti. (2014). Hubungan
Corelation Bet'veen Antara Tindakan
Perception Toward Bullying dengan
Parents' Authoritarian Prestasi Belajar Anak
Parengting and Ability Korban Bullying.
to Empathize 'Virt (Indrawati, Ed.) Jurnal
Tendency of Bullying Psikoligi , Vol. 1, No. 2,
Behavior on 251-260, 252.
Teenagers. jurnal
psikologi . Fajrin. (2013). Hubungan
Antara Tingkat
Aminullah. (2013). Pengetahuan Dengan
Kecemasan Antara Perilaku Bullying pada
Siswa SMP dan Santri Remaja di SMK
Pondok Pesantren. Semarang. (H. Rahayu,
Jurnal Psikologi , Vol. Ed.) Jurnal
01, No.02, 11. Keperawatan .
Apsari. (2013). Hubungan Halimmah, Khumas, A., &
Antara Harga Diri dan Zainuddin. (n.d.).
Disiplin Sekolah. Jurnal ersepsi pada Bystander
Psikologi. terhadap Intensitas
Astarini, K. (2013). Hubungan Bullying pada siswa
Perilaku Over SMP. jurna Psikologi .
Protective Orang Tua khuluq. (2008). Fajar
dan Bullying pada Kebangunan Ulama
Siswa Sekolah Dasar. Biografi K.H Hasyim
Jurnal Psikologi . Asy' Ari. Yogyakarta:
Astriani. (2013). Hubungan LKIS.
antara Perilaku Kusuma. (2014). Perilaku
OverProtective orang School Bullying pada
tua dengan Bullying Siswa Sekolah Dasar
pada siswa SDN Negeri Delegan 2,
Bendan Ngisor Dinginan, Sumberhajo
Semarang. Skripsi. Prambanan, Sleman,
Fakultas Ilmu Yogyakarta.
Pendidikan. Institut http://journal.student.un
Negeri Semarang , y.ac.id/jurnal/artikel/885
Semarang. 8/99/917 , 26 Januari
2017.

10
Mahmudi, E. &. (2009). Nursalam. (2013). Metode
Keperawatan Penelitian Ilmu
Kesehatan Komunitas Keperawatan
Teori dan Praktik dalam (Pendekatan Praktis),
Keperawatan. Jakarta: Edisi.3. Jakarta:
Salemba Medika. Salemba Medika.
Notoatmodjo, S. (2016). Nursalam. (2016). Metode
Metodologi Penelitian Penelitian Ilmu
Kesehatan (Edisi Kesehatan (Vol. Edisi
Revisi). Jakarta : 4). jakarta: Sambela
Rineka Cipta. Medika.
Nuha. (2015). Hubungan Pediatri, S. (2010). Adolescent
Perilaku Bullying Development
dengan Perilaku Asertif (Perkembangan
pada Santriwati . Jurnal Remaja). Jurnal
Psikologi. Kesehatan , Vol. 12,
Nursalam. (2016). Konsep No, 9.
Penelitian. Jakarta:
EGC.

11

You might also like