Professional Documents
Culture Documents
1. Kontrak habis, bukan berarti aset Freeport (20 miliar USD) otomatis jadi milik
negara. Mesin-mesin, peralatan, kendaraan, pipa besi, sampai sepatu bot, tetap
milik Freeport. Situ mau maling barang orang?
2. Freeport itu tambang kompleks, tidak seperti Antam, kita belum mampu
mengelolanya. Salah kelola bisa jadi bencana. Divestasi adalah jalan tengah,
menyelam sambil minum susu.
Pertanyaan tolol kedua: "Mau divestasi, emangnya punya duit? Mau jual BUMN ya?"
1. Duit cash Inalum saja ada 20 triliun. Itu perusahaan holding tambang, kalian
pikir jualan kerupuk? Asetnya sangat besar, kemampuan finansialnya juga tinggi.
2. Duit 53 triliun untuk beli saham Freeport itu kecil bagi BUMN perbankan. Sudah
ada 11 bank yang siap mengucurkan dana 72 triliun untuk Inalum.
Pertanyaan tolol ketiga: "Freeport terus merugi, kenapa dibeli, bukankah itu akan
memberatkan Pemerintah?"
Pertanyaan tolol keempat: "Saham 40% yang dibeli itu sebenarnya Participating
Interest Rio Tinto terhadap Freeport. Padahal itu akan berakhir tahun 2021, kenapa
dibeli?"
1. Hak kelola bahan tambang punya Rio Tinto itu "dikonversi" jadi saham. Itu urusan
Freeport dengan Rio Tinto. Urusan Inalum kepemilikan saham dengan Freeport.
2. Bagaimana mungkin membeli saham Freeport jika mereka masih ada kesepakatan
dengan perusahaan lain? Kesepakatan itu harus diselesaikan dulu, baru Inalum bisa
masuk.
Pertanyaan tolol kelima: "Sejak dulu Pemerintah tak mau mengambil alih Freeport,
kenapa sekarang diambil, pasti ada apa-apanya?"
1. Dulu banyak mafia tambang, Pemerintah takut dan terlibat bagi komisi dengan
mereka. Sekarang Pemerintah tak punya "dosa" jadi mafia itu dihajar semua.
2. Pemerintah bersikap adil, karena kita bukan negara komunis. Kalau pemerintah
main gencet, investor akan kabur. Itu bahaya.