Professional Documents
Culture Documents
ADSORPSI
Adsorpsi pada dasarnya merupakan proses penggumpalan substansi
terlarut (soluble) yang ada dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda
penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika antara substansi dengan
penyerapannya. Pada peristiwa adsorpsi, komponen yang diserap adsorben
(adsorben/substrate). Adsorpsi dapat terjadi karena interaksi gaya elektrostatik
atau Van der Waals antar molekul (physisorption/fisisorpsi) maupun oleh
adanya interaksi kimiawi antar molekul. Adsorpsi merupakan peristiwa
kesetimbangan kimia. Oleh karenanya berkurangnya kadar zat yang
teradsorpsi (adsorbat oleh material pengadsorpsi (adsorben) terjadi secara
kesetimbangan, sehingga secara teoritis, tidak dapat terjadi penyerapan
sempurna adsorbat oleh adsorben. Adsorben merupakan zat yang
mengadsorpsi zat lain, yang memiliki ukuran partikel seragam, kepolarannya
sama dengan zat yang akan diserap dan mempunyai berat molekul besar.
Sedangkan adsorbat adalah zat yang teradsoprsi oleh zat lain (Khopkar, 1990).
Adsorpsi dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1. Adsorpsi fisik: berhubungan dengan gaya Van der Waals dan merupakan
suatu proses bolak-balik apabila daya tarik menarik antara zat terlarut dan
adsorben lebih besar daya tarik menarik antara zat terlarut dengan
pelarutnya maka zat yang terlarut akan diadsorpsi pada permukaan
adsorben.
2. Adsorpsi kimia: reaksi yang terjadi antara zat padat dan zat terlarut yang
teradsorpsi. Adsorpsi ini bersifat sangat eksotermis dan tidak dapat
berbalik. adsorpsi ini terjadi karena adanya reaksi kimia antara zat padat
dnegan adsorbat larut dan reaksi ini tidak berlangsung bolak-balik.
Interaksi suatu senyawa organik dan permukaan adsorben dapat terjadi
melalui tarikan elektrostatik atau pembentukan ikatan kimia yang spesifik
missal ikatan kovalen. Sifat-sifat molekul organik seperti struktur, gugus
fungsional, dan sifat hidrofobik berpengaruh pada sifat-sifat adsorpsi.
3. Adsorpsi pertukaran ion
Kekuatan interaksi adsorbat dengan adsorben dipengaruhi oleh sifat dari adsorbat
maupun adsorbennya. Gejala yang umum dipakai untuk meramalkan komponen mana
yang diadsorpsi lebih kuat adalah kepolaran adsorben dengan adsorbatnya. Bila
adsorbennya bersifat polar, maka komponen yang sifatnya polar akan terikat lebih
kuat dibanding dengan komponen yang kurang polar. Energy yang dihasilkan seperti
ikatan hydrogen dan gaya Van der Waals menyebabkan bahan yang teradsorp
berkumpul pada permukaan karbon aktif sehingga jumlah zat di ruas kanan reaksi
sama dengan jumlah zat pada ruas kiri. Apabila kesetimbangan telah tercapai, maka
proses adsorpsi telah selesai.
ISOTHERM ADSORPSI
Isotherm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben
antara fasa teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan fasa ruah saat
kesetimbangan pada suhu tertentu. Adsorpsi ini menunjukkan banyaknya zat
teradsorpsi per gram adsorpben yang dialirkan pada suhu tetap (Marilyn, 2012). Bagi
suatu system adsorpsi tertentu, hubungan antara banyaknya zat yang teradsorpsi
persatuan luas atau persatuan berat adsorben dengan konsentrasi yang teradsorpsi
pada temperature tertentu yang adalah isothermal adsorpsi dinyatakan sebagai:
x/m = k.Cn …………………….. (1)
Maka persamaan (1) menjadi:
dimana k dan n adalah konstanta empiris. Plot log y terhadap log c atau log P
menghasilkan kurva linier dengan grafik:
C. Isotherm BET
Teori ini menganggap bahwa adsorpsi juga dapat terjadi di atas lapisan
adsorbat monolayer. Sehingga, isotherm adsorpsi BET dapat diaplikasikan untuk
adsorpsi multilayer. Adsorpsi ini digambarkan sebagai penempelan molekul pada
permukaan padatan membentuk lapisan monolayer dan penempelan molekul pada
monolayer membentuk lapisan multilayer. Pada pendekatan ini, perbandingan
kekuatan ikatan pada permukaan adsorben dan pada lapisan adsorbat monolayer
didefinisikan sebagai konstanta c. lapisan adsorbat akan terbentuk sampai tekanan
uapnya mendekati tekanan uap air dari gas yang teradsorpsi. Pad atahap ini,
permukaan dapat dikatakan “basah”. Bila V menyatakan volume gas teradsorpsi, Vn
menyatakan volume gas yang diperlukan untuk membentuk lapisan monolayer, dan x
adalah P/P*, maka isotherm adsorpsi BET dapat dinyatakan sebagai:
𝑉 𝑐𝑥
=
𝑉𝑛 (1 − 𝑥)(1 − 𝑥 + 𝑐𝑥)
KARBON AKTIF
Karbon aktif adalah golongan karbon amorph yang diproduksi dari bahan
dasar dengan susunan senyawa mayoritas mengandung karbon dimana biasanya
digunakan untuk mengadsorpsi bahan yang bersal dari cairan atau gas yang mana
bahan ini mempunyai daya adsorpis yang rendah dan bisa dioptimalkan dengan
mengaktifkannya menggunakan berbagai cara yakni pengaktifan secara kimia dan
fisika karena bisa memperbesar luas permukaan arang dengan membuka pori-pori
yang tertutup. Biasanya bahan ini digunakan untuk menyaring, mengolah limbah dan
air, dll. Luas permukaan dan besarnya pori-pori mempengaruhi adsorpsi. (Sukardjo,
1990)
Arang aktif dapat dibuat melalui dua tahap, yaitu karbonisasi (pengarangan)
dan aktivasi. Karbonasi merupakan proses pengarangan dalam ruangan tanpa adanya
oksigen dan bahan kimia lainnya. Proses karbonisasi berlangsung pada temperatur
400-600°C. Aktivasi adalah perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk
memperbesar pori yaitu dengan cara penghilangan hidrokarbon, gas-gas, air dan
memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul permukaan sehingga
arang mengalami perubahan sifat, baik fisika atau kimia, yaitu luas permukaannya
bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Proses aktivasi arang aktif
dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu aktivasi termal dan aktivasi kimiawi. Aktivasi
termal dilakukan dengan mengontakkan arang hasil karbonisasi dengan udara
beroksigen tinggi atau dipanaskan pada temperatur tinggi antara 700-1100°C
sehingga volume pori dan luas permukaan produk meningkat. Proses aktivasi kimia
dilakukan dengan merendam arang hasil karbonisasi dalam bahan-bahan kimia
seperti: hidroksida logam alkali, asam klorida, asam sulfat, garam fosfat dan
khususnya ZnCl2 untuk melarutkan pengotor-pengotor dalam pori-pori arang aktif
sehingga luas permukaan, ukuran pori lebih besar dan gugus fungsi arang aktif
bertambah (Muslim, 1995)
BILANGAN ASAM
Bilangan asam merupakan salah satu ukuran kualitas minyak atau lemak
(Hidajati, dkk, 2017). Bilangan asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas
dalam minyak dan dinyatakan dengan mg basa / 1 gram minyak (Syamsuddin, 2012).
Bilangan asam suatu minyak atau lemak adalah bilangan yang menyatakan
banyaknya KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 1 gram
minyak atau lemak (Hidajati, dkk, 2017).
𝐕 𝐗 𝐍 𝐗 𝐌𝐫 𝐊𝐎𝐇
Bilangan asam =
𝐖
Keterangan :
V = Jumlah ml larutan KOH standart
N = Normalitas larutan KOH standart
W = Bobot sampel minyak atau lemak (gram)
Bahan
1. NaOH 1M, 0,05 M
2. Minyak sisa pakai
3. Karbon
4. Etanol absolute
5. Indikator PP
VII. ALUR PERCOBAAN
1. Aktivasi Karbon
- Disaring
- Dicuci dengan aquades
- Dimasukkan ke dalam oven pada suhu
110°C selama 2 jam
- Didinginkan
Karbon Aktif
2. Adsorpsi dan Titrasi Sampel
Volume NaOH
3. Titrasi Blanko
Volume NaOH
IX PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini yang berjudul “Isoterm Adsorpsi” bertujuan untuk
mengadsorpsi asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak goreng bekas pakai /
jelantah. Prinsip dari percobaan ini yaitu karbon aktif menyerap asam lemak bebas
yang terdapat pada minyak goreng bekas pakai yang kemudian setelah diadsorpsi
dihitung kadar asam lemak bebas yang teradsorpsi.
Dengan menggunakan rumus dibawah ini maka kadar asam lemak bebas
dapat ditentukan.
(vtitrsi − vblanko) x N. NaOH x BMasam palmitat
%asam lemak bebas = x 100%
berat sampel x 1000
Sehingga didapatkan data kadar asam lemak bebas yang teradsorpsi oleh karbon aktif
sebagai berikut:
Pengulangan 1 (%) Pengulangan 2 (%) Pengulangan 3 (%)
Suhu 30oC 0,1546 0,0514 0,0514
Suhu 40oC 0,0774 0,0774 0,0774
Suhu 50oC 0,0774 0,1034 0,1034
Dari tabel diatas dapat diamati bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan dalam
proses adsorpsi maka semakin sedikit asam lemak bebas yang teradsorpsi oleh karbon
aktif. Hal ini terjadi karena ketika berada pada suhu tinggi permukaan karbon aktif
terbuka kembali sehingga tidak semua asam lemak bebas yang melewati karbon aktif
terserap semuanya.
X KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa suhu
berpengaruh terhadap proses adsorbsi. Semakin besar suhu yang digunakan selama
proses adosrpsi maka akan semakin berkurang daya adsorpsi dari karbon aktif, dan
sebaliknya. Suhu optimum proses adsorpsi yaitu terjadi pada suhu ruangan (30oC).
XI DAFTAR PUSTAKA
Chang, R, 2004, Konsep-Konsep Inti Kimia Dasar. Erlangga, Jakarta.
Daintith, 1994, oxford; Kamus Lengkap Kimia, Erlangga, Jakarta.
Hambali, E.,Bunasor, T.K.,Suryani, A., dan Kusumah, G.A. 2002.Aplikasi
Dietanolamida Dari Asam Laurat Minyak Inti Sawit Pada Pembuatan
Sabun Transparan, J. Tek. Ind. Pert, 15 (2), 46-53.
Hidajati, Nurul, dkk. 2017. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Organik. Surabaya :
Jurusan Kimia, FMIPA, UNESA.
Kamikaze, D. 2002. Studi awal pembuatan sabun menggunakan campuran
lemak abdomen sapi (tallow) dan curd susu afkir. Skripsi. Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Khopkar, S.M, 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik,. AB: A. Saptorahardjo, UI-
Press.Jakarta.
Lawson, Harry W. 1985. Standards for Fats and Oil. The AVI Publishing Company,
Inc. Weat Port, Connecticut
Lee, J., et all. 2002. Spinach as a Natural Food Grade Antioxidant in Deep Fat Fried
Products. Journal of Agricultural and Food Chemistry 50: 5664-5669
Lin, S., dan C. Casimir. 2001. Recovery of Used Frying Oil With Adsorbent
Combination: Refrying and Frequent Oil Replenishment. Journal of Food
Research International 34: 159-166
Maskan, M. dan H.I. Bagci. 2003. Effect of Different Adsorbents On Purification of
Used Sunflower Seed Oil Utilized For Frying. Journal of Food Research
Technology 217: 215-218
Muslim, Karakterisasi Karbon Aktif dari Green Coke dengan Perlakuan Kimia
(NaOH), in: Jurusan Kimia, Universitas Diponegoro, Semarang, 1995.
Paul, S. dan G.S. Mittal. 1997. Regulating the Use of Degraded Oil/Fat/Oil Food
Frying. Critical Reviews in Food Science and Nutrition 37: 635-662
Sukardjo,1990. Kimia Anorganik. Jakarta:Rineka Cipta.
Syamsuddin, Tini. 2012. Penentuan Bilangan Asam dan Penyabunan. Jakarta: UI
Press
LAMPIRAN
Lampiran Perhitungan Penentuan asam lemak bebas
Blanko
(𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖)𝑥 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑃𝑎𝑙𝑚𝑖𝑡𝑎𝑡
%FFA = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)𝑥1000
0,7 𝑥 0,05 𝑥 256,4
= 𝑥 100%
4,974
= 0,1804%
Suhu 30℃
(𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖)𝑥 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑃𝑎𝑙𝑚𝑖𝑡𝑎𝑡
1. %FFA = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)𝑥1000
= 0,0258%
= 0,1804% −0,0258%= 0,1546%
(𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖)𝑥 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑃𝑎𝑙𝑚𝑖𝑡𝑎𝑡
2. %FFA = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)𝑥1000
= 0,129 %
= 0,1804% −0,129 %= 0,0514%
(𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖)𝑥 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑃𝑎𝑙𝑚𝑖𝑡𝑎𝑡
3. %FFA = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)𝑥1000
= 0,129 %
= 0,1804% −0,129 %= 0,0514%
Suhu 50℃
(𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖)𝑥 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑃𝑎𝑙𝑚𝑖𝑡𝑎𝑡
1. %FFA = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)𝑥1000
= 0,103%
= 0,1804% −0,103%= 0,0774%
(𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖)𝑥 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑃𝑎𝑙𝑚𝑖𝑡𝑎𝑡
2. %FFA = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)𝑥1000
= 0,103%
= 0,1804% −0,103%= 0,0774%
(𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖)𝑥 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑃𝑎𝑙𝑚𝑖𝑡𝑎𝑡
3. %FFA = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)𝑥1000
= 0,103%
= 0,1804% −0,103%= 0,0774%
Suhu 70℃
(𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖)𝑥 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑃𝑎𝑙𝑚𝑖𝑡𝑎𝑡
1. %FFA = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)𝑥1000
= 0,103%
= 0,1804% −0,103%= 0,0774%
(𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖)𝑥 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑃𝑎𝑙𝑚𝑖𝑡𝑎𝑡
2. %FFA = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)𝑥1000
= 0,077%
= 0,1804% −0,077%= 0,1034%
(𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖)𝑥 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑃𝑎𝑙𝑚𝑖𝑡𝑎𝑡
3. %FFA = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)𝑥1000