You are on page 1of 21

1.

ONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2. Pengkajian

3. Identitas

Sering ditemukan pada anak diatas satu tahun. Pada laki-laki dan perempuan (Susilaningrum
dkk, 2013, p. 153)

1. Status kesehatan saat ini

2. Keluhan utama pasien

Pasien mengeluh lemas, tidak nafsu makan, juga tidak brgairah untuk beraktivitas, dan pasien
juga mengeluh demam tinggi pada malam hari sedangkan pada siang harinya demam turun
kurang lebih 3 minggu (Marni, 2016, hal. 19).

2. Alasan masuk rumah saikit

Pasien mengatakan lemas, tidak nafsu makan, juga tidak brgairah untuk beraktivitas, dan pasien
juga mengeluh demam tinggi pada malam hari sedangkan pada siang harinya demam
turun (Marni, 2016, hal. 19).

3. Riwayat penyakit sekarang

Pasien mulai demam kurang lebih 3 minggu, tidak berselera makan, mual, muntah, lemas, pasien
tidak mengalami pembesaran hati dan limpa, terdapat gangguan kesadaran, tidak terdapat
komplikasi misalnya perdarahan, perforasi, peritonitis (Marni, 2016, hal. 19).

1. Riwayat kesehatan terdahulu

2. Riwayat penyakit sebelumnya

Pasien mengatakan sbelumnya tidak pernah menglami penyakit yang sama, pasien juga
mengatakan sebelumnya tidak pernah masuk rumah sakit dan sampai di rawat (Susilaningrum
dkk, 2013, hal. 153).

2. Riwayat penyakit keluarga

Pasien mengatakan anggotanya keluarganya tidak ada yang pernah atau mengalami sakit yang
sama (Susilaningrum dkk, 2013, hal. 153).

1. Pemeriksaan fisik

2. Keadaan umum

3. Kesadaran
Pada fase awal penyakit biasanya tidak didapatkan adanya perubhan. Pada fase lanjut, secara
umum pasien terlihat sakit berat dan sering didapatkan penurunan tingkat kesadaran
(apatis,delirium) (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).

1. Tanda – tanda vital :

Pada fase 7-14 harididapatkan suhu tubuh meningkat 39-41ºC pada malam hari dan biasanya
turun pada pagi hari. Pada pemeriksaan nadi didapat penurunan frekuensi nadi (bradikardi
relatif) (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).

2. Body system

3. Sistem pernapasan

Sistem pernapasan biasanya tidak didapatkan adanya kelainan, tetapi akan mengalami perubahan
apabila terjadi respons akut dangan gejala bentuk kering. Pada beberapa kasus berat bisa
didapatkan adanya komplikasi tanda dan gejala pneumonia (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).

1. Sistem kardiovaskuler

Sistem kardiovaskuler biasanya tidak didapatkan adanya kelainan. Akan tetapi, pada beberapa
kasus yang berat bisa didapatkan tanda dan gejala miokarditis dan tromboflebitis. (Sudoyo dkk,
2010, hal. 2802)

1. Sistem persyarafan

Pada pasien dehidrasi berat akan menyebabkan penurunan perfusi serebral dengan manisfestasi
sakit kepala, penurunan tingkat kesadaran (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).

1. Sistem perkemihan :

Pada kondisi berat didapatkan penurunan urine output respons dari penurunan curah jantung
(Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).

1. Sistem pencernaan

Didapatkan perut kembung (meteorismus), bisa terjadi konstipasi dapat juga diare atau normal,
hati dan limpa membesar disetai nyeri pada perabaan (Nursalam, 2013, hal. 153).

1. Sistem integumen

Didapatkan kulit kering, turgor kulit menurun, pucat, roseola (bintik merah pada leher, punggung
dan paha) (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 492).
1. Sistem muskuluskeletal

Respon sistemik akan menyebabkan malaise, kelemahan fisik, dan di dapatkan nyeri otot
ekstremitas (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 492).

1. Sistem endokrin

Pada pasien dengan typoid biasanya mengalami demam atau hipertermi karena kuman masuk
kealiran darah, mengeluarkan endotoksin sehingga terjadi kerusakan sel yang akhirnya
merangsang pelepasan zat efirogen dan mempengaruhi pusat termugulator di hipitamus (Nurarif
& Kusuma, 2015, hal. 181)

1. Sistem Reproduksi

Pada sistem reproduksi dengan pasien typoid terjadi penurunan gairah seksual. Karena hal ini
disebabkan pasien typoid tubuhnya lemas, tidak brgairah untuk beraktivitas, dan pasien juga
demam tinggi (Marni, 2016, hal. 19).

1. Sistem pengindraan

Didatkannya ikterus pada sklera pada kondisi berat (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).

1. Sistem imunitas

Pada pasien typoid biasanya didapatkanya splenomegali karena kuman masuk melalui pembuluh
limfe dan menginvansi jaringan limpoid (Marni, 2016, hal. 15).

3. Pemeriksaan penunjang

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 179) pemerikasaan penujang demam typoid sebagai
berikut:

1. Pemeriksaan darah perifer lengkap

Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukosit dapat
terjadi walaupun tanda disertai infeksi skunder.

1. Pemeriksan SGOT dan SGPT.


SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan
SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus.

1. Pemeriksaan Uji Widal.

Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri salmonella typhii. Uji
Widal dimaksudkan untuk menetukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid.
Akibat adanya infeksi oleh salmonella typhi maka penderita membuat antiodi (aglutinin).

1. Kultur

Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama

Kultur urine : bisa psitif pada mingu kedua

Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga.

1. Anti Salmonella typhi IgM

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendekteksi secara dini infeksi akut salmonella typhi, karean
antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan 4 terjadinya demam.

4. Penatalaksanaan

5. Istirahat dan perawatan.

Tirah baring dan perawatan prfesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring
dengan perawatan sepenuhnya ditempat seperti makan, minum mandi, buang air kecil, buang air
besar akan membantu dan mempercapat masa penyembuhan. (Sudoyo dkk, 2010, hal. 2800).

1. Diet dan terapi penunjang

Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam typoid,
kerena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin
turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Dimasa lampau demam typoid diberikan diet
bubur saring. Bubur saring tersebut ditunjukkan untuk menghindari komplikasi perdarahan
saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus
diistirahatkan. Dan ada beberapa penelitian lagi menunjukkan bahwa penderita demam typoid
diberikan diet makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari
sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam
typoid (Sudoyo dkk, 2010, hal. 2800).

1. Pemberian antimikroba

Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam typoid adalah sebagai
berikut:
1. Kloramfenikol

2. Tiamfenikol

3. Efektifitas obat ini hampir sama dengan kloramfenikol.

4. Ampisilin dan amoksilin

5. Sepalosporin generasi ketiga.

6. Golongan fluorokuinolon seperti:

 Norfloksasin

 Siprofloksasin

 Ofloksasin

 Perfloksasin

 Fleroksasim

1. Azitromizin(Sudoyo dkk, 2010, hal. 2081).

2. Diagnosa keperawatan

3. Hipertermi (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, p. 284).

Definisi : suhu tubuh meningkat diatas rentan normal tubuh.

Penyebab

1. Dehidrasi

2. Terpapar lingkungan panas

3. Proses penyakit(mis. Infeksi, kanker)

4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan

5. Peningkatan laju metabolisme


6. Respon trauma

7. Aktivitas berlebih

8. Penggunaan inkubator

Gejala tanda mayor

Subjektif
Tidak tersedia

Objektif

1. Suhu tubuh diatas nilai normal

Gejala tanda minor

Subjektif
Tidak tersedia

Objektif

1. Kulit merah

2. Kejang

3. Takikardi

4. Takipnea

5. Kulit terasa hangat

Kondisi klinis yang terkait

1. Proses infeksi

2. Hipertiroid

3. Stroke

4. Dehidrasi

5. Trauma

6. Prematuritas

2. Defisit nutrisi (PPNI, 2017, hal. 56).


Definisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

Penyebab

1. Ketidakmampuan menelan makanan

2. Ketidakmampuan mencerna makanan

3. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien

4. Peningkatan kebutuhan metabolisme

5. Faktor ekonomi (mis. Finansial tidak mencukupi)

6. Faktor psikologis (mis. Stres, keengganan untuk makan)

Gejala dan faktor mayor

Subjektif

Tidak tersedia

Objektif

1. Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal

Gejala dan tanda minor

Subjektif

1. Cepat kenyang setelah makan

2. Kram/nyeri abdomen

3. Nafsu makan menurun

Objektif

1. Bising usus hiperaktif

2. Otot pengunyah lemah

3. Otot menelan lemah

4. Membran mukosa pucat

5. Sariawan

6. Serum albumin turun


7. Rambut rontok berlebihan

8. Diare

Kondisi klinis terkait

1. Stroke

2. Parkinson

3. Mobius syndrome

4. Cerebral palsy

5. Cleft lip

6. Celft palate

7. Amvotropic lateral sclerosis

8. Luka bakar

9. Kanker

10. Infeksi

11. AIDS

12. Penyakit Crohn’s

3. Hipovolemia (PPNI, 2017, hal. 64).

Definisi: penurunan volume cairan intravaskular, interstisial, dan atau intraselular.

Penyebab

1. Kehilangan cairan aktif

2. Kegagalan mekanisme regulasi

3. Peningkatan permeabilitas kapiler

4. Kekurangan intake cairan

5. Evaporasi

Gejala dan tanda mayor


Subjektif

Tidak tersedia

Objektif

1. Frekuensi nadi meningkat

2. Nadi teraba lemah

3. Tekanan darah menurun

4. Tekanan nadi menyempit

5. Turgor kulit menurun

6. Membran mukosa kering

7. Volume urin menurun

8. Hematokrit meningkat

Gejala dan tanda minor

Subjektif

1. Merasa lemah

2. Mengeluh haus

Objektif

1. Pengisian vena menurun

2. Status mental berubah

3. Suhu tubuh meningkat

4. Konsentrasi urin meningkat

5. Berat badan turun tiba-tiba

Kondisi klinis terkait

1. Penyakit Addison
2. Trauma/perdarahan

3. Luka bakar

4. AIDS

5. Penyakit crohn

6. Muntah

7. Diare

8. Kolitis ulseratif

9. Hipoalbuminemia

4. Nyeri akut (PPNI, 2017, hal. 172).

Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual
atau fungsional, dan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan

Penyebab

1. Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)

2. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)

3. Agen pencedera fisisk (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur operasi, latihan fisik berlebihan)

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

Tidak tersedia

Objektif

1. Tampak meringis

2. Bersikap protektif (mis. Waspada posisimenghindari nyeri)

3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat

5. Sulit tidur

Gejal dan Tnada Minor

Subjektif

Tidak tersedia

Objektif

1. Teraknan darah meningkat

2. Pola nafas berubah

3. Nafsu makan berubah

4. Proses berfikir terganggu

5. Menarik diri

6. Berfokus pada diri sendiri

7. Diaforesis

Kondisi Klinis Terkait

1. Kondisi pembedahan

2. Cidera traumatis

3. Infeksi

4. Sindrom koroner akut

5. Glaukoma

5. Konstipasi (PPNI, 2017, hal. 113).

Definisi : penurunan defekasi yang disertai pengeluaran feses sulit dan tidak tuntas serta feses
kering dan banyak

Penyebab

Fisiologis
1. Penurunan mortilitas gastrointestinal

2. Ketidakadekuatan pertumbuhan gigi

3. Ketidakcukupan diet

4. Kitakcukupan asupan serat

5. Ketidakcukup asupan cairan

6. Aganglionik (mis. Penyakit Hircsprung)

7. Kelemahan otot abdomen

Psiologis

1. Konfusi

2. Depresi

3. Gangguan emosional

Situasional

1. Perubahan kebiasaan makan (mis. Jenis makanan, jadwal makan)

2. Ketidak adekuatan toileting

3. Aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan

4. Penyalahgunaan laktasif

5. Efek agen farmakologis

6. Ketidakteraturan kebiasaan defekasi

7. Kebiasaan menahan dorongan defekasi

8. Perubahan lingkungan

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

1. Defekasi kurang dari 2 kali seminggu

2. Pengeluaran feses lama dan sulit

Objektif
1. Feses keras

2. Peristaltik usus menurun

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

1. Mengejan saat defekasi

Objektif

1. Distensi abdomen

2. Kelemahan umum

3. Teraba massa pada rektal

Kondisi Klinis Terkait

1. Lesi/cidera pada medula spinalis

2. Spina bifida

3. Stroke

4. Sklerosis multipel

5. Penyakit parkinson

6. Demensia

7. Hiperparatiroidisme

8. Hipoparatiroidisme

9. Ketidakseimbangan elektrolit

10. Hemoroid

11. Obesitas

12. Pasca operasi obstruksi bowel

13. Kehamilan

14. Pembesaran prostat

15. Abses rektal


16. Fisura anorektal

17. Striktura anorektal

18. Prolaps rektal

19. Ulkus rektal

20. Rektokel

21. Tumor

22. Penyakit hircsprung

23. Impaksi feses

3. Intervensi

4. Hipertermi

5. Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam terjadi penurunan suhu tubuh.

6. Kriteria Hasil :

7. Termogulasi : keseimbangan antara produksi panas, penigkatan panas, dan kehilangan


panas.

8. Termogulasi: Neonatus: keseimbangan antara produksi panas, penigkatan panas, dan


kehilangan panas selama 28 hari pertama kehidupan.

9. Tanda – tanda vital : nilai suhu denyut nadi, frekuensi pernapasan, dan tekenan darah
dalam normal.

10. Intervensi (NIC)

Aktivitas keperawatan

1. Pantau aktivitas kejang

2. Pantau dehidrasi (misalnya, turgor kulit, kelembapan membran mukosa)

3. Pantau tekanan darah, denyut nadi dan frekuensi pernafasan

4. Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu lingkungan.

Penyuluhan untuk pasien/keluarga


1. Ajarkan psien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini
hipertermia (misalnya, sengatan panas, dan keletihan akibat panas

2. Regulasi suhu (NIC) : ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan tindakan kedaruratan
yang diperlukan.

Regulasi suhu (NIC)

1. Pantau dan laporkan tanda atau gejala hipotermia serta hipertermia

Aktivitas kolaboratif

1. Regulasi suhu (NIC)

2. Berikan obat antipiretik , jika perlu

3. Gunakan matras dingin dan mandi air hangan untuk mengatasi suhu tubuh (Wilkinson &
Ahern, 2013, hal. 390-393)

1. Ketidakseimbangan Nutrisi

2. Tujuan : dalam 3×24 jam pasien akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat

3. Kriteria hasil:

4. Membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi individu

5. Menunjukkan peningkatan BB

3. Intervensi (NIC)

Aktivitas keperawatan

1. Teneukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan.

2. Pantau nilai laboratorium, khusunya transferin, albumin, dan elektrolit.

3. Menejemen nutrisi (NIC) :

 Ketahui makanan kesukaan pasien

 Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.

 Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.


 Timbang pasien pada interval yang tepat.

Penyuluhan untuk pasien/keluarga

1. Ajrakan metode untuk perencanaan makan.

2. Ajarkan pesien atau keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal.

3. Menejeman nutri (NIC) : beriakn informasi yang tepat tentang keseimbangan nutrisi dan
bagaimana memenuhinya.

Aktivitas kolaboratif

1. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein pasien yang menglami
ketidakadekuatan asupan protein atau kehilangan protein (misal, pasien anoreksia nervosa
atau pasien penyakit glomerular/dialisis peritoneal)

2. Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan pelengkap,


pemberian makanan melaui selang, atau nutrisi perenteral total agar asupan kalori yang
adekuat dapat dipertahankan.

3. Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi.

4. Rujuk ke program gizi di komunitas yang tepat, jika pasie tidak dapat membeli atau
menyiapkan mkanan yang adekuat.

5. Manajemen nutrisi (NIC): tentukan dengan melakukan kolaborasi bersama ahli gizi, jika
diperlukan, jumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkan unntuk memenuhi kebutuhan
nutrisi (khususnya untuk pasien dengan kebutuhan energi tinggi, seperti pasien pasca
bedah dan luka bakar trauma demam, dan luka) (Wilkinson & Ahern, 2013, hal. 503-508)

1. Risiko kekurangan volume cairan

2. Tujuan: kekurangan volume ciran akan teratasi, dibuktikan oleh keseimbangan ciran,
keseimbangan elektrolit dan asam-basa, hidrasi yang adekuat, dan status nutrisi: asupan
makanan dan cairan adekuat

3. Kriteria hasil:

Pasien akan:

1. Memiliki konsentrasi urine yang normal. Senutkan nilai dasar dan berat jenis urine

2. Memiliki hemoglonin dan hematocrit dalam batas normal untuk pasien


3. Memiliki tekanan vena sentral dan pulmonal dalam rentang yang diharapkan

4. Tidak mengalami haus yang tidak normal

5. Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam waktu 24 jam

6. Menampilkan hidrasi yang baik (membrane mukosa lembap, mampu berkeringat)

7. Memiliki asupan cairan oral dan atau intravena yang adekuat

8. Intervensi NIC

Aktivitas keperawatan

1. Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan

2. Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit (misalnya, diare,
drainase luka, pengisapan nasogastric, diaphoresis, dan drainase ileostomi)

3. Pantau perdarahan (misalnya, periksa semua secret dari adanya darah nyata atau darah
samar)

4. Idektifikasi faktor pengaruh terhadap bertambah buruknya dehidrasi (misalnya, obat-


obatan, demam, stress, dan program pengobatan)

5. Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan (misalnya, kadar
hematocrit, BUN, albumin, protein total, osmolalitas serum, dan berat jenis urine)

6. Kaji adanya vertigo atau hippotensi postural

7. Kaji orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu

8. Cek arahan lanjut klien untuk menentukan apakah penggantian cairan pada pasien sakit
terminal tepat dilakukan

9. Manajemen cairan NIC

Pantau status hidrasi (misalnya, kelembapan, membrane mukosa, keadadekuatan nadi, dan
tekanan darah ortostatik)

Timbang berat badan setiap hari dan pantau kecenderunagnnya

Pertahankan kekauratan catatan asupan dan haluaran

Penyuluhan untuk pasien/keluarga

1. Anjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila haus


aktivitas kolaboratif

1. Laporkan dan catat haluaran kurang dari…..ml

2. Laporkan haluaran lebih dari…..ml

3. Laporkan abnormalitas elektrolit

4. Manajemen cairan NIC:

Atur ketersediaan produk darah untuk transfuse, bila perlu

Berikan ketentuan penggantian nasogastric berdasarkan haluaran, sesuai dengan kebutuhan

Berikan terapi IV, sesuai program (Wilkinson & Ahern, 2013, hal. 309-314)

1. Nyeri akut

2. Tujuan : memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan oleh indicator sebagai


berikut (sebutkan 1-5 : tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu):
Mengenali awitan nyeri, menggunakan tindakan pencegahan,m elaporkan nyeri yang
dapat dikendalikan.

3. Kriteria Hasil :

4. Mampu mengenali serangan nyeri.

5. Mampu mendeskripsikan penyebab nyeri.

6. Menggunakan teknik pencegahan nyeri, khususnya teknik non farmakologis.

7. Melaporkan perubahan gejala nyeri secara periodic kepada tenaga kesehatan.

8. Menunjukkan gejala terhadap nyeri (keluhan, menangis, gerakan lokalisir,ekspresi wajah,


gangguan istirahat tidur, agitasi, iritabilitas meningkat, diaphoresis, penurunan
konsentrasi, kehilangan nafsu makan, dan nausea).

9. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (respiratory rate, apical heart rate, radial heart
rate, tekanan darah).

10. Menunjukkan perubahan dampak dari nyeri (disruptive effects), antara lain penurunan
konsentrasi, penurunan motivasi, gangguan tidur, kerusakan mobilitas fisik, gangguan
pemenuhan ADL, dan kerusakan eliminasi urine dan alvi.

11. Nursing Interventions Classification (NIC) :


Aktifitas Keperawatan

1. Kaji nyeri (lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan faktor
presipitasi dari nyeri).

2. Kaji pengetahuan klien tentang nyeri serta pengalaman sebelumnya.

3. Kaji dampak dari nyeri (gangguan tidur, penurunan nafsu makan, gangguan aktifitas,
penurunan konsentrasi).

4. Beri lingkungan yang nyaman kepada klien.

5. Ajari klien pola manajemen nyeri.

6. Ajari klien penggunaan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri.

7. Lakukan teknik PCA (Patient Controlled Analgesia) sesuai kebutuhan.

8. Anjurkan klien untuk istirahat yang cukup untuk mengurangi intensitas nyeri.

9. Monitoring kepuasan pasien atas pelaksanaan manajemen nyeri.

Penyuluhan pasien/keluarga

1. Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obatt khusus yang harus di minum,
frequensi pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan interaksi obat,
kewaspadaan khusus saat mengonsumsi obat tersebut (misalnya pembatasan aktivitas
fisik, pembatasan diet) dan nama orang yang harus dihubungi bila mengalami nyeri
membandel.

2. Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri tidak
dapat dicapai.

3. Informasikan kepada asien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dn tawarkan
strategi koping yang disarankan.

4. Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesic narkotik atau opioid (misalnya, risiko
ketergantungan atau overdosis)

5. Managemen Nyeri (NIC) : berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri,
berapa lama akan berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur.

6. Managemen Nyeri (NIC) : ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis (misalnya,


umpan-balik biologis, transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS), hypnosis,
relaksasi, imajinasi terbimbing, terapi musik, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas,
akupresur, kompres hangat atau dingin, dan masase) sebelum, setelah, dan jika
memungkinkan, selama aktivitas yang menimbulkan nyeri, sebelum nyeri terjadi atau
meningkat dan bersama penggunaan tindakan peredaran nyeri yang lain.

Aktifitas kolaboratif

1. Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat laporkan kepada
dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini merupakan perubahan yang
bermakna dari pengalaman nyeri pasien di masa lalu (Wilkinson & Ahern, 2013, hal.
530-535)

1. Konstipasi

Tujuan: konstipasi menurun

Kriteria hasil: mampu mengeluarkan feses tanpa bantuan, feses lunak dan berbentuk.

Aktivitas keperawatan

1. Dapatkan data dasar mengenai progran defekasi,aktivitas, pengobatan, dan pola


kebiasaan pasien.

2. Kaji dan dokumentasikan:

 Warna dan konsistensi feses peratma pascaoprasi

 Frekuensi, warna dan konsistensi feses

 Keluarnya flatus

 Adanya impaksi

 Ada atau tidak ada bising usus dan distensi abdomen keempat kuadran abdomen

1. Manajemen konstipasi (NIC):

 pantau tandan dan gejala ruptur usus atau peritonitis

 identifikasi faktor(misalnya, pengobatan, tirah baring, dan diet) yang dapat menyebabkan
atau berkontribusi terhadap konstipasi

Penyuluhan untuk pasien/keluarga

1. informasikan kepada pasien pasien kemungkinan konstipasi akibat obat


2. instrusikan pasien mengenai bantuan eleminasi defekasi yang dapat meningkatkan pola
defekasi yang optimal di rumah.

3. Ajrkan kepada pasien tentang efek diet (misalnnya, cairan dan sera) pada eliminasi

4. Instrusikan pasien tentang konstipasi penggunaan laktasif jangka panjang

5. Tekankan pentingnya menghindari mengejan selama defekasi untuk mencegah perubahan


pada tanda vital, lambung atau perdarahan

6. Manajemen konstipasi/impaksi (NIC) :jelaskan etiologi masalah dan rasional tindakan


kepada klien

Aktivitas kolaboratif

1. Konsultasi dengan ahli gizi untuk meningkakatkan seratdan cairan dalam diet.

2. Minta program dari dokter untuk memberikan bantuan eliminasi, seperti diet tinggi
serat,pelunak feses, enema, dan laktasif.

3. Pelaksanaan konstipasi/impaksi (NIC) :

 Konsultasi dengan dokter tentang penurunan atau peningkatan frekuensi bising usus

 Sarankan pasien untuk berkonsultasi dengan dokter jika konstipasi atau impaksi terjadi
(Wilkinson & Ahern, 2013, hal. 152-157)

You might also like