Professional Documents
Culture Documents
2. Pengkajian
3. Identitas
Sering ditemukan pada anak diatas satu tahun. Pada laki-laki dan perempuan (Susilaningrum
dkk, 2013, p. 153)
Pasien mengeluh lemas, tidak nafsu makan, juga tidak brgairah untuk beraktivitas, dan pasien
juga mengeluh demam tinggi pada malam hari sedangkan pada siang harinya demam turun
kurang lebih 3 minggu (Marni, 2016, hal. 19).
Pasien mengatakan lemas, tidak nafsu makan, juga tidak brgairah untuk beraktivitas, dan pasien
juga mengeluh demam tinggi pada malam hari sedangkan pada siang harinya demam
turun (Marni, 2016, hal. 19).
Pasien mulai demam kurang lebih 3 minggu, tidak berselera makan, mual, muntah, lemas, pasien
tidak mengalami pembesaran hati dan limpa, terdapat gangguan kesadaran, tidak terdapat
komplikasi misalnya perdarahan, perforasi, peritonitis (Marni, 2016, hal. 19).
Pasien mengatakan sbelumnya tidak pernah menglami penyakit yang sama, pasien juga
mengatakan sebelumnya tidak pernah masuk rumah sakit dan sampai di rawat (Susilaningrum
dkk, 2013, hal. 153).
Pasien mengatakan anggotanya keluarganya tidak ada yang pernah atau mengalami sakit yang
sama (Susilaningrum dkk, 2013, hal. 153).
1. Pemeriksaan fisik
2. Keadaan umum
3. Kesadaran
Pada fase awal penyakit biasanya tidak didapatkan adanya perubhan. Pada fase lanjut, secara
umum pasien terlihat sakit berat dan sering didapatkan penurunan tingkat kesadaran
(apatis,delirium) (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).
Pada fase 7-14 harididapatkan suhu tubuh meningkat 39-41ºC pada malam hari dan biasanya
turun pada pagi hari. Pada pemeriksaan nadi didapat penurunan frekuensi nadi (bradikardi
relatif) (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).
2. Body system
3. Sistem pernapasan
Sistem pernapasan biasanya tidak didapatkan adanya kelainan, tetapi akan mengalami perubahan
apabila terjadi respons akut dangan gejala bentuk kering. Pada beberapa kasus berat bisa
didapatkan adanya komplikasi tanda dan gejala pneumonia (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).
1. Sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler biasanya tidak didapatkan adanya kelainan. Akan tetapi, pada beberapa
kasus yang berat bisa didapatkan tanda dan gejala miokarditis dan tromboflebitis. (Sudoyo dkk,
2010, hal. 2802)
1. Sistem persyarafan
Pada pasien dehidrasi berat akan menyebabkan penurunan perfusi serebral dengan manisfestasi
sakit kepala, penurunan tingkat kesadaran (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).
1. Sistem perkemihan :
Pada kondisi berat didapatkan penurunan urine output respons dari penurunan curah jantung
(Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).
1. Sistem pencernaan
Didapatkan perut kembung (meteorismus), bisa terjadi konstipasi dapat juga diare atau normal,
hati dan limpa membesar disetai nyeri pada perabaan (Nursalam, 2013, hal. 153).
1. Sistem integumen
Didapatkan kulit kering, turgor kulit menurun, pucat, roseola (bintik merah pada leher, punggung
dan paha) (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 492).
1. Sistem muskuluskeletal
Respon sistemik akan menyebabkan malaise, kelemahan fisik, dan di dapatkan nyeri otot
ekstremitas (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 492).
1. Sistem endokrin
Pada pasien dengan typoid biasanya mengalami demam atau hipertermi karena kuman masuk
kealiran darah, mengeluarkan endotoksin sehingga terjadi kerusakan sel yang akhirnya
merangsang pelepasan zat efirogen dan mempengaruhi pusat termugulator di hipitamus (Nurarif
& Kusuma, 2015, hal. 181)
1. Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi dengan pasien typoid terjadi penurunan gairah seksual. Karena hal ini
disebabkan pasien typoid tubuhnya lemas, tidak brgairah untuk beraktivitas, dan pasien juga
demam tinggi (Marni, 2016, hal. 19).
1. Sistem pengindraan
Didatkannya ikterus pada sklera pada kondisi berat (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).
1. Sistem imunitas
Pada pasien typoid biasanya didapatkanya splenomegali karena kuman masuk melalui pembuluh
limfe dan menginvansi jaringan limpoid (Marni, 2016, hal. 15).
3. Pemeriksaan penunjang
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 179) pemerikasaan penujang demam typoid sebagai
berikut:
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukosit dapat
terjadi walaupun tanda disertai infeksi skunder.
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri salmonella typhii. Uji
Widal dimaksudkan untuk menetukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid.
Akibat adanya infeksi oleh salmonella typhi maka penderita membuat antiodi (aglutinin).
1. Kultur
Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendekteksi secara dini infeksi akut salmonella typhi, karean
antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan 4 terjadinya demam.
4. Penatalaksanaan
Tirah baring dan perawatan prfesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring
dengan perawatan sepenuhnya ditempat seperti makan, minum mandi, buang air kecil, buang air
besar akan membantu dan mempercapat masa penyembuhan. (Sudoyo dkk, 2010, hal. 2800).
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam typoid,
kerena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin
turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Dimasa lampau demam typoid diberikan diet
bubur saring. Bubur saring tersebut ditunjukkan untuk menghindari komplikasi perdarahan
saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus
diistirahatkan. Dan ada beberapa penelitian lagi menunjukkan bahwa penderita demam typoid
diberikan diet makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari
sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam
typoid (Sudoyo dkk, 2010, hal. 2800).
1. Pemberian antimikroba
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam typoid adalah sebagai
berikut:
1. Kloramfenikol
2. Tiamfenikol
Norfloksasin
Siprofloksasin
Ofloksasin
Perfloksasin
Fleroksasim
2. Diagnosa keperawatan
Penyebab
1. Dehidrasi
7. Aktivitas berlebih
8. Penggunaan inkubator
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
1. Kulit merah
2. Kejang
3. Takikardi
4. Takipnea
1. Proses infeksi
2. Hipertiroid
3. Stroke
4. Dehidrasi
5. Trauma
6. Prematuritas
Penyebab
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
Subjektif
2. Kram/nyeri abdomen
Objektif
5. Sariawan
8. Diare
1. Stroke
2. Parkinson
3. Mobius syndrome
4. Cerebral palsy
5. Cleft lip
6. Celft palate
8. Luka bakar
9. Kanker
10. Infeksi
11. AIDS
Penyebab
5. Evaporasi
Tidak tersedia
Objektif
8. Hematokrit meningkat
Subjektif
1. Merasa lemah
2. Mengeluh haus
Objektif
1. Penyakit Addison
2. Trauma/perdarahan
3. Luka bakar
4. AIDS
5. Penyakit crohn
6. Muntah
7. Diare
8. Kolitis ulseratif
9. Hipoalbuminemia
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual
atau fungsional, dan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan
Penyebab
3. Agen pencedera fisisk (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur operasi, latihan fisik berlebihan)
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
1. Tampak meringis
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
5. Menarik diri
7. Diaforesis
1. Kondisi pembedahan
2. Cidera traumatis
3. Infeksi
5. Glaukoma
Definisi : penurunan defekasi yang disertai pengeluaran feses sulit dan tidak tuntas serta feses
kering dan banyak
Penyebab
Fisiologis
1. Penurunan mortilitas gastrointestinal
3. Ketidakcukupan diet
Psiologis
1. Konfusi
2. Depresi
3. Gangguan emosional
Situasional
4. Penyalahgunaan laktasif
8. Perubahan lingkungan
Subjektif
Objektif
1. Feses keras
Subjektif
Objektif
1. Distensi abdomen
2. Kelemahan umum
2. Spina bifida
3. Stroke
4. Sklerosis multipel
5. Penyakit parkinson
6. Demensia
7. Hiperparatiroidisme
8. Hipoparatiroidisme
9. Ketidakseimbangan elektrolit
10. Hemoroid
11. Obesitas
13. Kehamilan
20. Rektokel
21. Tumor
3. Intervensi
4. Hipertermi
6. Kriteria Hasil :
9. Tanda – tanda vital : nilai suhu denyut nadi, frekuensi pernapasan, dan tekenan darah
dalam normal.
Aktivitas keperawatan
4. Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu lingkungan.
2. Regulasi suhu (NIC) : ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan tindakan kedaruratan
yang diperlukan.
Aktivitas kolaboratif
3. Gunakan matras dingin dan mandi air hangan untuk mengatasi suhu tubuh (Wilkinson &
Ahern, 2013, hal. 390-393)
1. Ketidakseimbangan Nutrisi
2. Tujuan : dalam 3×24 jam pasien akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat
3. Kriteria hasil:
4. Membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi individu
5. Menunjukkan peningkatan BB
3. Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
2. Ajarkan pesien atau keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal.
3. Menejeman nutri (NIC) : beriakn informasi yang tepat tentang keseimbangan nutrisi dan
bagaimana memenuhinya.
Aktivitas kolaboratif
1. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein pasien yang menglami
ketidakadekuatan asupan protein atau kehilangan protein (misal, pasien anoreksia nervosa
atau pasien penyakit glomerular/dialisis peritoneal)
4. Rujuk ke program gizi di komunitas yang tepat, jika pasie tidak dapat membeli atau
menyiapkan mkanan yang adekuat.
5. Manajemen nutrisi (NIC): tentukan dengan melakukan kolaborasi bersama ahli gizi, jika
diperlukan, jumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkan unntuk memenuhi kebutuhan
nutrisi (khususnya untuk pasien dengan kebutuhan energi tinggi, seperti pasien pasca
bedah dan luka bakar trauma demam, dan luka) (Wilkinson & Ahern, 2013, hal. 503-508)
2. Tujuan: kekurangan volume ciran akan teratasi, dibuktikan oleh keseimbangan ciran,
keseimbangan elektrolit dan asam-basa, hidrasi yang adekuat, dan status nutrisi: asupan
makanan dan cairan adekuat
3. Kriteria hasil:
Pasien akan:
1. Memiliki konsentrasi urine yang normal. Senutkan nilai dasar dan berat jenis urine
5. Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam waktu 24 jam
8. Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan
2. Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit (misalnya, diare,
drainase luka, pengisapan nasogastric, diaphoresis, dan drainase ileostomi)
3. Pantau perdarahan (misalnya, periksa semua secret dari adanya darah nyata atau darah
samar)
5. Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan (misalnya, kadar
hematocrit, BUN, albumin, protein total, osmolalitas serum, dan berat jenis urine)
8. Cek arahan lanjut klien untuk menentukan apakah penggantian cairan pada pasien sakit
terminal tepat dilakukan
Pantau status hidrasi (misalnya, kelembapan, membrane mukosa, keadadekuatan nadi, dan
tekanan darah ortostatik)
Berikan terapi IV, sesuai program (Wilkinson & Ahern, 2013, hal. 309-314)
1. Nyeri akut
3. Kriteria Hasil :
9. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (respiratory rate, apical heart rate, radial heart
rate, tekanan darah).
10. Menunjukkan perubahan dampak dari nyeri (disruptive effects), antara lain penurunan
konsentrasi, penurunan motivasi, gangguan tidur, kerusakan mobilitas fisik, gangguan
pemenuhan ADL, dan kerusakan eliminasi urine dan alvi.
1. Kaji nyeri (lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan faktor
presipitasi dari nyeri).
3. Kaji dampak dari nyeri (gangguan tidur, penurunan nafsu makan, gangguan aktifitas,
penurunan konsentrasi).
8. Anjurkan klien untuk istirahat yang cukup untuk mengurangi intensitas nyeri.
Penyuluhan pasien/keluarga
1. Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obatt khusus yang harus di minum,
frequensi pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan interaksi obat,
kewaspadaan khusus saat mengonsumsi obat tersebut (misalnya pembatasan aktivitas
fisik, pembatasan diet) dan nama orang yang harus dihubungi bila mengalami nyeri
membandel.
2. Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri tidak
dapat dicapai.
3. Informasikan kepada asien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dn tawarkan
strategi koping yang disarankan.
4. Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesic narkotik atau opioid (misalnya, risiko
ketergantungan atau overdosis)
5. Managemen Nyeri (NIC) : berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri,
berapa lama akan berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur.
Aktifitas kolaboratif
1. Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat laporkan kepada
dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini merupakan perubahan yang
bermakna dari pengalaman nyeri pasien di masa lalu (Wilkinson & Ahern, 2013, hal.
530-535)
1. Konstipasi
Kriteria hasil: mampu mengeluarkan feses tanpa bantuan, feses lunak dan berbentuk.
Aktivitas keperawatan
Keluarnya flatus
Adanya impaksi
Ada atau tidak ada bising usus dan distensi abdomen keempat kuadran abdomen
identifikasi faktor(misalnya, pengobatan, tirah baring, dan diet) yang dapat menyebabkan
atau berkontribusi terhadap konstipasi
3. Ajrkan kepada pasien tentang efek diet (misalnnya, cairan dan sera) pada eliminasi
Aktivitas kolaboratif
1. Konsultasi dengan ahli gizi untuk meningkakatkan seratdan cairan dalam diet.
2. Minta program dari dokter untuk memberikan bantuan eliminasi, seperti diet tinggi
serat,pelunak feses, enema, dan laktasif.
Konsultasi dengan dokter tentang penurunan atau peningkatan frekuensi bising usus
Sarankan pasien untuk berkonsultasi dengan dokter jika konstipasi atau impaksi terjadi
(Wilkinson & Ahern, 2013, hal. 152-157)