You are on page 1of 34

GANGGUAN PADA KELENJAR ADRENAL

MARIA STEFANI ASUAT 16C11689/50

I GEDE SUARDANA 16C11705/66

NI KADEK WIWIN SCORPIANI 16C11716/77

NI MADE CINTYA ADIARI 16C11659/20

NI MADE WAHYU ARIANI 16C11715/76

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BALI


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa, oleh karena
rahmat dan berkatNyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Dalam kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimaksih kepada semua pihak yang
sudah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Tak lupa penulis
mengucapkan terimakasih kepada semua dosen-dosen serta kawan-kawan yang telah
banyak memberikan dukungan berupa dukungan moril.
Penulis menyadari begitu banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, oleh
karenanya penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun
agar makalah ini dapat di revisi kembali dan menjadi lebih sempurna.
Akhir kata, penulis mengucakan semoga makalah ini berguna bagi kita semua. Termakasih

Denpasar, 10 Maret 2018


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i


DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG ...................................................................................................... 1


1.2. RUMUSAN MASALAH .................................................................................................. 1
1.3. TUJUAN .......................................................................................................................... 1
1.4. MANFAAT PENULISAN................................................................................................ 1

BAB II KONSEP TEORI

2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR ADRENAL ................................................ 3


2.3. GANGGUAN PADA KORTEKS ADRENAL ................................................................ 6
2.4. GANGGUAN PADA MEDULA ADRENAL.................................................................. 10

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. KONSEP DASAR ............................................................................................................ 11


3.2. ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT ADDISON ................................................... 18

BAB IV KESIMPULAN

4.1. KESIMPULAN ................................................................................................................. 30


4.2. SARAN ............................................................................................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 31

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kelenjar adrenal adalah sepasang organ endokrin yang terdiri atas dua bagian yang
berbeda, yakni medulla adrenal dan korteks adrenal. Medulla adrenal seara fungsional
berkaitan dengan sekresi hormon – hormon epinefrin dan norepinefrin. Sedangkan korteks
adrenal menyekresikan hormone kortikosteroid. Kortikosteroid memiliki dua hormon utama
yaitu mineralokortikoid dan glukokortikoid. Hormon androgen adalah hormon yang juga
disekresikan namun dalam jumlah yang sedikit. (Guyton and Hall, 2016). Namun, jika
hormon – hormon ini diproduksi dalam jumlah yang kurang maupun lebih akan menimbulkan
gangguan – gangguan sehingga mempengaruhi sistem kerja tubuh.
Kelainan fungsi kelenjar adrenokortikal bisa berupa hipofungsi maupun hiperfungsi
dari hormon-hormon yang dihasilkan seperti glukokortikoid (kortisol dan kortikosteron),
adrenal gonad dan mineralokortikoid yang disebabkan berbagai kelainan fungsi akibat
penyakit autoimmun, infeksi, kelainan metabolisme maupun neoplasma (Anwar, 2005).

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1 Apa dan bagaimana anatomi fisiologi secara umum pada kelenjar adrenal?
1.2.2 Apa saja gangguan pada korteks adrenal?
1.2.3 Apa saja gangguan pada medulla adrenal?
1.2.4 Bagaimana asuhan keperawatan pada penyakit Sindroma cushing?
1.3. Tujuan penulisan
1.3.1. Untuk mengetahu apa saja anatomi dari kelenjar adrenal dan bagaimana proses
kerja organ seara fisiologis
1.3.2. Untuk mengetahui gangguan pada korteks adrenal
1.3.3. Untuk mengetahui gangguan pada medulla adrenal
1.3.4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit Sindroma cushing
1.4. Manfaat penulisan
1.4.1. Bagi pembaca
Untuk mengetahui apa saja gangguan-gangguan pada kelenjar adrenal meliputi
gangguan pada korteks adrenal maupun medulla adrenal
1.4.2. Bagi penulis
Untuk menambah wawasan bagi penulis dalam menulis pemakalahan mengenai
gangguan pada korteks adrenal

1
BAB II

ISI

1.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR ADRENAL


1. Pengertian kelenjar adrenal
Kelenjar ini merupakan struktur majemuk yang terdiri atas suatu korteks pada bagian luar
dan medula pada bagian dalam. Kelenjar adrenal manusia merupakan benda pipih yang
terletak di dalam jaringan retropenial sepanjang ujung kranial ginjal, yang juga disebut
sebagai kelenjar suprarenalis. Masing-masing mempunyai berat kirakira 4 gram, tinggi
15 cm, lebar 2,5 cm pada bagian dasarnya dan tebal 1 cm. Sisi kiri lebih pipih dari pada
sisi kanan dan lebih berbentuk bulan sabit.

2. Hormon Yang Dihasilkan Kelenjar Adrenal


Masing-masing bagian dari kelenjar adrenal menghasilkan hormon yang berbeda-beda.
Secara garis besar hormon yang dihasilkan dapat dibagi menjadi dua bagian berdasarkan
lokasinya, yaitu:
Korteks Adrenal Korteks adrenal memiliki 3 lapisan yaitu:
a. Lapisan permukaan yang paling luar dan paling tipis, disebut dengan zona
glomerulosa yang mensekresi aldosteron.
b. Lapisan tengah disebut zona fasikulata yang mensekresi kortisol dan
glukokortikoid.
c. Lapisan terdalam disebut zona retikularis yang mensekresi androgen adrenal.

2
Dari beberapa lapisan korteks adrenal tersebut, dihasilkan beberapa hormon yang secara
ringkas dapat diterangkan sebagai berikut:

1. Mineralokortikoid
Mineralokortikoid dalam hal ini terutama aldosteron dan senyawa yang serupa lainnya
memiliki peran yang sangat penting dalam mengubah permeabilitas membran sel
terhadap elektrolit terutama ion-ion natrium dan ion-ion kalium. Peran terpenting dari
aldosteron adalah pada tubulus ginjal. Peningkatan sekresi aldosteron akan
meningkatkan reabsorbsi natrium kembali ke dalam darah dari urin dan kemudian
menyimpan natriumi di dalam tubuh. Secara simultan, hal ini akan meningkatkan
ekskresi kalium dari aliran darah ke dalam urin dan dengan demikian keseimbangan
elektrolit dapat dipertahankan. Walaupun tidak terlalu penting, efek aldosteron juga
terjadi dalam sdekresi keringat dan saluran cerna. Kekurangan aldosteron akan
menyebabkan kehilangan natrium dan air dan berakibat pada penurunan volume darah,
kolaps sirkulasi dengan tekanan darah rendah, yang pada akhirnya akan menyebabkan
kematian.
2. Glukokortikoid
Disebut glukokortikoid karena efek utamanya adalah pada metabolisme karbohidrat,
dimana hormon ini berfungsi untuk mengubah lemak dan protein ke metabolit-
metabolit intermebdiet yang pada akhirnya akan diubah menjadi glukosa.
Glukokortikoid memiliki beberapa efek, antara lain:
a. Efek metabolisme karbohidrat Glukokortikoid meningkatkan sintesis glukosa
dari sumbersumber non karbohidrat melalui proses neoglukogenesis.
Glukokortikoid juga menurunkan penggunaan glukosa oleh jaringan tubuh
dan meningkatkan penyimpanan glukosa di dalam hati dalam bentuk glikogen.
Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kadar glukosa dalam darah.
b. Efek metabolisme protein Glukokortikoid menurunkan sintesis protein di
seluruh tubuh, karena asam-asam amino diubah melalui glukoneogenesis
menjadi glukosa. Namun demikian, di dalam hepar, sintesis protein
meningkat. Hal ini menyebabkan kehilangan protein jaringandan
meningkatkan pengeluaran nitrogen sebagai urea di dalam urin.
c. Efek metabolisme lemak Glukokortikoid memobilisasi asam-asam lemak dari
simpanan lemak dalam jaringan adipose, yang mengakibatkan peningkatan
asam lemak dalam darah yang dapat sebagai sumber energi oleh jaringan.
d. Efek pada darah Glukokortoid meningkatkan pembentukan sel-sel darah
merah oleh tubuh dan menurunkan pembentukan eosinofil.

3
e. Efek-efek lainnya Efek lain dari glukokortikoid adalah:
1) Menstabilkan lisozim di dalam sel
2) Mempunyai kerja mineralokortikoid yang lemah, yakni menahan
natrium
3) Mempertahankan tekanan darah, dengan bekerja pada pembuluh
darah dan jantung
4) Mempertahankan aktivitas normal otot-otot volunter yang menjadi
lemah saat tidak terdapat glukokortikoid.

Dalam jumlah besar, glukokortikoid memiliki efek anti inflamasi dan anti
alergi, mengurangi perluasan edema, dilatasi pembuluh darah, invasi sel-
sel darah putih dan efek-efek lain yang terjadi dalam reaksi inflamasi
terhadap cedera. Pengeluaran hormon ini meningkat sekitar enam kali
dalam berespon terhadap stres, seperti ansietas dan cedera. Hormon-
hormon yang termasuk dalam kategori glukokortikoid adalah:

a. Kortisol
b. Kortikosteron
c. Kortison
d. Prednison
e. Metilprednisolon
f. Deksametason
3. Androgen
Androgen adalah hormon seks yang biasanya diproduksi hanya oleh testis pria, namun
dalam jumlah kecil, androgen juga diproduksi oleh rahim wanita dan kelenjar adrenal
yang terdapat pada pria dan wanita. Androgen membantu memulai perkembangan
testis dan oenis pada janin laki-laki. Hormon ini diproduksi pada pria, dan bertanggung
jawab terhadap perkembangan ciri seksual sekunder pria, misalnya pertumbuhan
rambut wajah, pertumbuhan otot, suara menjadi lebih besar, dan lain-lain. Akan tetapi
kerja hormon ini jauh lebih lemah dari pada testosteron.
Ada beberapa jenis hormon androgen, yaitu:
1. Dehidroepiandrosteron (DHEA) dan metabolit-metabolitnya yaitu
hidroepiandrosteron sulfat dan androstenediol, umumnya merupakan dianggap
sebagai androgen yang lemah. Jenis androgen ini terutama berasal dari kelenjar
adrenal, meskipun ovarium ikut membantu membentuk androstenediol.

4
2. Androstenedion, merupakan produk androgen yang lebih kuat dari pada
dehidroepiandrosteron, tetapi lebih lemah dari testosteron, yang merupakan
preskursornya. Androgen jenis ini juga dihasilkan oleh korteks adrenal dan
ovarium.
3. Tertosteron, merupakan senyawa androgen yang paling poten dibandingkan
androgen lainnya. Androgen ini dapat dibentuk pada kelenjar adrenal, ovarium,
testis dan jaringan perifer.

Sedangkan ciri-ciri seksual sekunder pada pria secara rinci dapat dijelaskan sebagai
berikut:

1. Rambut kemaluan, timbul sekitar setahun setelah testis dan penis mulai
membesar. Rambut ketiak dan rambut di wajah timbul apabila pertumbuhan
rambut kemaluan hampir selesai, demikian pula rambut tubuh. Pada mulanya
rambut yang tumbuh hanya sedikit, halus dan warnanya terang, kemudian
menjadi gelap, lebih kasar, lebih subur dan agak keriting.
2. Kulit menjadi lebih kasar, tidak jernih, warnanya pucat dan pori-pori meluas.
3. Kelenjar lemak atau yang memproduksi minyak dalam kulit semakim besar dan
menjadi lebih aktif, sehingga dapat menimbulkan jerawat. Kelenjar keringat di
ketiak mulai berfungsi dan keringat bertambah banyak dengan berjalannya
masa puber.
4. Otot-otot bertambah besar dan kuat, sehingga memberi bentuk pada lengan,
tungkai, kaki dan bahu.
5. Suara berubah setelah rambut kemaluan timbul. Mula-mula suara menjadi
serak, kemudian volume suara menurun, dan selanjutnya volume suara menjadi
meningkat.
6. Benjolan pada dada, berupa benolan-benjolan kecil di sekitar kelenjar susu pria
yang timbul pada usia sekitar 12-14 tahun dan berlangsung selama beberapa
minggu dan kemudian menurun baik dalam jumlah maupun besarnya.

2.2. KORTEKS ADRENAL


1. HIPERADRENALISME –
SINDROM CCUSHING

Hipersekresi korteks adrenal


akan menyebabkan timbulnya
efek hormonal kompleks yang

5
beruntun, disebut sebagai sindroma cushing. Kelainan ini berasal dari jumlah
kortisol yang berlebihan atau abnormal, namun sekresi androgen yang berlebihan
jugaa menimbulkan efek yang cukup bermakna.

Hiperkortisolisme yang secara khas akan bermanisfestasi sebagai sindrom cushing,


disebabkan setiap keadaan yang menyebabkan peningkatan kadar glukokortikoid
eksogen (iatrogenic). Penyebabnya adalah:

a. Penyakit hipotalamik – hipofisis primer yang berhubungan dengan hipersekresi


ACTH
b. Sekresi ektopik ACTH oleh neoplasma non – hipofisis
c. Neoplasma korteks adrenal primer /adeno atau karsinoma/ dan kadang – kadang
hiperplasi korteks primer.
d. Adenoma hipofisi anterior yang menyekresi sejumlah besar ACTH
Sekresi ACTH yang berlebihan merupakan penyebab sindroma cushing yang
paling sering ditandai dengan kadar ACTH plasma dan kortisol yang tinggi. Gejala
khusus penyakit cushing adalah adanya mobilisasi lemak dari bagian bawah tubuh,
disertai dengan banyaknya penimbunan lemak tambahan di daerah toraks dan regio
abdomen atas, sehingga tubuh tampak seperti tubuh kerbau. Sekresi steroid yang
berlebihan menyebabkan wajah penderita bengkak, dan adanya potensi androgenic
pada beebrapa hormone akan menimbulkan jerawat dan hirsustisme (pertumbuhan
rambut wajah yang berlebihan) atau pada keadaan ini disebut dengan moon face.

2. Hiperaldosteronisme
Hiperaldosteronisme merupakan istilah umum untuk sekelompok keadaan yangt
berkaitan erat, ditandai oleh sekresi aldosteron berlebihan yang menahun.
Hiperaldosteronisme bisa primer, ataupun sekunder terhadap suatu penyebab
ekstraardenal. Pada hiperaldostroisme sekunder, pelepasan aldosteron terjadi
sebagai respons terhadap aktivitas sistem reninagiotensin. Keadaan ini di tandai
dengan meningkatnya kadar rennin plasma dan ditemukan dalam hubungannya
dengan:
1. Penurunan perfusi ginjal (nefrosklerosis arteriolar, stenosis arteri ginjal)
2. Hipovolemia dan edema arterial (gagal jangtung congestif, sirosis, sindrom
nefrotik)
3. Kehamilan (disebabkan oleh peningkatan substrat rennin plasma yang diinduksi
oleh estrogen)

6
Sebaliknya, hiperaldosterinisme primer, menunjukkan produksi aldosteron
yang berlebih secara autonom, dengan akibat penekanan sistem rennin-angiotensin
dan penurunan aktivitas rennin plasma. Penyebab potensial dari
hiperaldosterinisme primer adalah:

1. Hiperaldosterinisme idiopatik bilateral, ditandai dengan hyperplasia


nodular kelenjar adrenal bilateral. Mekanisme ini merupakan penyebab
tersering yang mendasari terjadinya hiperaldosterinisme primer,
mencakup sekitar 60% kasus. Patogenesisnya belum jelas
2. Neoplasma korteks adrenal, baik adenamo yang menghasilkan aldosteron
(penyebab tersering) atau, kadang-kadang, suatu karsinoma korteks
adrenal. Pada sekitar 35% kasus, hiperaldosterinisme primer disebabkan
oleh adenoma tunggal yang mengsekresi aldosteron, suatu keadaan yang
disebut sebagai sindrom Conn.
3. Kadang-kadang, hiperaldosterinisme familia diakibatkan oleh defek
genetik yang menyebabkan overaktivitas gen sintase aldosterone,
CYP11B2.

Ciri utama hiperaldosterinisme adalah hipertensi. Dengan angka


prevalansi 5% hingga 10% diantara pasien hipertensi secara acak,
hiperaldosterinisme primer dapat merupakan penyebab tersering dari hipertensi
sekunder (contoh: hipertensi sekunder terhadap suatu penyebab yang dapat
diidentifikasi). Efek jangka panjang hipertensi yang diinduksikan oleh
hiperaldosterinisme adalah kelainan kardiovaskuler (contoh, hipertofi ventrikel
kiri dan volume diastolik yang menurun) dan peningkatan prevelensi efek samping
seperti stroke dan infark miokardium. Hiperaldosterinisme disebabkan oleh
pembuangan kalium ginjal dan apabila dapat menyebabkan sejumlah manifestasi
neuromuscular, seperti rasa lemas, parestesia, gangguan mata, dan kadang-kadang
tetani yang nyata.

3. INSUFISIENSI ADRENAL
Insufiensi atau hipofungsi korteks adrenal dapat disebabkan oleh penyakit
adrenal primer (hipoadrenalisme primer) atau penurunan stimulasi adrenal yang
disebabkan oleh penurunan stimulasi adrenal yang disebabkan penurunan
stimulasi adrenal yang disebabkankan oleh defisiensi ACTH /hipoadrenalisme
sekunder. Pola insufiensi korteks adrenal dapat dibagi atas tiga kategori umum;

7
insufisiensi korteks adrenal mendadak primer (krisis adrenal), insufiensi korteks
adrenal menahun primer (penyakit Addison) dan insufiensi korteks adrenal
sekunder.
a. Insufiensi korteks adrenal mendadak primer paling sering terjadi pada keadaan –
keadaan seperti pemberhentian mendadak terapi kortikosteroid jangka Panjang,
adrenalistis autoimun, tuberculosis, sindrom imunodefisiensi didapat, penyakit
mestatasik, amiloidasis sistemik, infeksi jamur, hemokromatosis, dan
sarkaidosis. Pada pasien dengan adrenal primer mengalami hiperpigmentasi kulit
dan permukaan mukosa yang berlokasi di wajah, ketiak, putting, areola, dan
perineum.
b. Insufiensi korteks adrenal kornik atau penyakit Addison merupakan
kelainan yang jarang ditemukan, disebabkan oleh destruksi korteks adrenal
yang progresif. Lebih dari 90% disebabkan oleh adrenalitis autoimun,
tuberculosis, sindrom defisiensi imun didapat/AIDS atau kanker yang
bermetastasis. Manifestasi klinis ditandai dengan kelemahan otot,
anoreksia, gejala gastrointestinal, keluhan mudah Lelah, emasiasi/tubuh
kurus kering/, pigmentasi pada kulit. Jika tidak ditangani akan
menyebabkan hipotensi akut sebagai akibat dari hipokortikoisme.
c. Insufiensi korteks adrenal sekunder, adrenal mengecil menjadi struktur
yang lebih gepeng, kecil yang biasanya masih tetap berwarna kuning oleh
karena terdapat sejumlah kecil sisa lemak. Dapat disebabkan oleh kanker
yang bermestatasis, infeksi, infark, atau radiasi yang mengurasi
pengeluaran ACTH. Insufiensi korteks adrenal sekunder memiliki
kemiripan dengan penyakit Addison namun tidak ditemukan
hiperpigmentasi.

4. NEOPLASMA KORTEKS ADRENAL


Neoplasma adrenal fungsional dapat menjadi penyebab berbagai
bentuk hiperadrenalisme. Adenoma fungsional paling sering berhubungan
dengan hiperaldoteronisme dan sindrom Ccushing. Karsinoma pada korteks
adrenal kebanyakan merupakan hasil metastasis dari kanker pada penernaan
maupun kanker dari sistem pernapasan. Kanker adrenal kemungkinan besar
akan menginvasi vena adrenal, vena ava, dan pembuluh limfe.

8
2.3. MEDULA ADRENAL
1. TUMOR MEDULA ADRENAL
Feokromositoma adalah neoplasma yang terdiri atas sel kromatin
yang menghasilkan dan mengeluarkan katekolamin dan kadang – kadang
hormone peptida lain seperti halnya kromatin normal. Tumor ini dapat
menyebabkan hipertensi yang harus ditangani dengan pembedahan
(adrenalektomi). Maniferstasi klinisnya berupa hipertensi yang timbul
mendadak, takikardi, sakit kepala, berkeringat, nyeri pada bagian abdomen
dan dada, mual dan muntah. Untuk trias gejalanya yang khas adalah sakit
kepala, diaphoresis dan palpitasi. Jika tidak ditangani dapat terjadi
peningkatan resiko iskemia miokard, gagal jantung, jejas ginjal dan stroke.

2. SINDROM ADRENOGENITAL
Androgen yang berlebihan dapat disebabkan oleh sejumlah
penyakit, seperti kelainan gonad primer dan beberapa kelainan adrenal
primer. Korteks adrenal mensekresi dua senyawa-dehidroepiandrosteron
dan androstenedion-yang perlu dikonvensi menjadi testoteron pada
jaringan perifir untuk efek androgeniknya. Tidak seperti androgen gonad,
pembentuk androgen adrenal diatur oleh ACTH, sehingga sekresi
berlebihan dapat muncul sebagai suatu sindrom tersendiri atau dengan
gambaran penyakit Ccushing.
Penyebab adrenal dari androgen berlebihan meliputi neoplasma
korteks adrenal dan suatu kelompok penyakit jarang, yang cara bersama-
sama disebut sebagai hyperplasia adrenal congenital (HAK). Neoplasma
korteks adrenal yang berhubungan dengan gejala kelebihan androgen
(virilisasi) lebih cenderung dari karsinima dari pada adenoma. Secara
morfologik, neoplasma ini identik dengan neoplasma korteks fungsional
atau non fungsional lainnya.
Ada suatu tumor adrenokortikoid yang jarang timbul, namun
tumor ini menyekresi banyak sekali androgen sehingga menimbulkan
gejala maskulinisasi yang kuat di seluruh tubuh. Bila ini terjadi pada
perempuan itu mempunyai sifat jantan, termasuk tumbuhnya janggut,
suara menjadi berat, klitoris tumbuh seperti penis dan penimbunan protein
pada otot- otot sehingga perempuan yang mengalami sindrom
adrenogenital akan tampak seperti laki – laki. Pada laki – laki prepubertas,

9
tumor adrenal yang bersifat virilisasi ini juga akan menimbulkan gejala
sama seperti gejala – gejala yang timbul pada perempuan. Gejala disertai
seperti pertumbuhan seks organ yang sangat cepat.

Gambar kelainan hormone adrenogenital

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. KONSEP DASAR

1. Pengertian Penyakit Addison


Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormon yang
terjadi pada semua kelompok umur dan menimpa pria dan wanita sama rata.
Penyakit ini di karakteristikan oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot,
kelelahan, tekanan darah rendah dan adakalanya penggelapan kulit pada kedua
bagian-bagian tubuh yang terbuka dan tidak terbuka. Penyakit Addison adalah
penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan pasien akan hormon – hormon korteks adrenal (Soediman, 1996).
Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau
atrofik, biasanya auto imun atau tuberkulosa. (Baroon, 1994). Penyakit Addison
terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan
pasien akan kebutuhan hormon – hormon korteks adrenal. (Bruner, dan Suddart
Edisi 8 hal 1325). Penyakit Addison ialah kondisi yang terjadi sebagai hasil dari
kerusakan pada kelenjar adrenal (Black, 1997). Penyakit Addison (juga dikenal
sebagai kekurangan adrenalin kronik, hipokortisolisme atau hipokortisisme)
adalah penyakit endokrin langka dimana kelenjar adrenalin memproduksi
hormon steroid yang tidak cukup.

2. Anatomi Fisiologi Kelenjar


Adrenal

Kelenjar adrenal adalah sepasang


organ yang terletak dekat kutub
atas ginjal, terbenam dalam
jaringan lemak. Kelenjar ini ada
2 buah, berwarna kekuningan serta berada di luar (ekstra) peritoneal. Bagian
yang sebelah kanan berbentuk pyramid dan membentuk topi (melekat) pada
kutub atas ginjal kanan. Sedangkan yang sebelah kiri berbentuk seperti bulan
sabit, menempel pada bagian tengah ginjal mulai dari kutub atas sampai daerah

11
hilus ginjal kiri. Kelenjar adrenal pada manusia panjangnya 4-6 cm, lebar 1-2
cm, dan tebal 4-6 mm. Kelenjar adrenal mempunyai berat lebih kurang 8 gr,
tetapi berat dan ukurannya bervariasi bergantung umur dan keadaan fisiologi
perorangan. Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat padat kolagen yang
mengandung jaringan lemak. Selain itu masing-masing kelenjar ini dibungkus
oleh kapsul jaringan ikat yang cukup tebal dan membentuk sekat/septa ke
dalam kelenjar.

Kelenjar adrenal disuplai oleh sejumlah arteri yang masuk pada beberapa
tempat di sekitar bagian tepinya. Ketiga kelompok utama arteri adalah arteri
suprarenalis superior, berasal dari arteri frenika inferior; arteri suprarenalis
media, berasal dari aorta; dan arteri suprarenalis inferior, berasal dari arteri
renalis. Berbagai cabang arteri membentuk pleksus subkapsularis yang
mencabangkan tiga kelompok pembuluh: arteri dari simpai; arteri dari kortex,
yang banyak bercabang membentuk jalinan kapiler diantara sel-sel parenkim
(kapiler ini mengalir ke dalam kapiler medulla); dan arteri dari medulla, yang
melintasi kortex sebelum pecah membentuk bagian dari jalinan kapiler luas
dari medulla. Suplai vaskuler ganda ini memberikan medulla dengan darah
arteri (melalui arteri medularis) dan darah vena (melalui arteri kortikalis).
Endotel kapiler ini sangat tipis dan diselingi lubang-lubang kecil yang ditutupi
diafragma tipis. Di bawah endotel terdapat lamina basal utuh. Kapiler dari
medulla bersama dengan kapiler yang mensuplai kortex membentuk vena
medularis, yang bergabung membentuk vena adrenal atau suprarenalis.

Fungsi kelenjar suprarenalis terdiri dari:

1. Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam


2. Mengatur atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan protein
3. Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid

Kelenjar suprarenalis ini terbagi atas 2 bagian, yaitu:

1. Medula Adrenal

Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom. Stimulasi
serabut saraf simpatik pra ganglion yang berjalan langsung ke dalam sel-sel pada

12
medulla adrenal akan menyebabkan pelepasan hormon katekolamin yaitu
epinephrine dan norepinephrine. Katekolamin mengatur lintasan metabolic untuk
meningkatkan katabolisme bahan bakar yang tersimpan sehingga kebutuhan kalori
dari sumber-sumber endogen terpenuhi. Efek utama pelepasan epinephrine terlihat
ketika seseorang dalam persiapan untuk memenuhi suatu tantangan (respon Fight
or Fligh). Katekolamin juga menyebabkan pelepasan asam-asam lemak bebas,
meningkatkan kecepatan metabolic basal (BMR) dan menaikkan kadar glukosa
darah.

2. Korteks Adrenal

Korteks adrenal tersusun dari zona yaitu zona glomerulosa, zona fasikulata dan
zona retikularis. Korteks adrenal menghasilkan hormon steroid yang terdiri dari 3
kelompok hormon:

a. Glukokortikoid

Hormon ini memiliki pengaruh yang penting terhadap metabolisme glukosa;


peningkatan hidrokortison akan meningkatan kadar glukosa darah. Glukokortikoid
disekresikan dari korteks adrenal sebagai reaksi terhadap pelepasan ACTH dari
lobus anterior hipofisis. Penurunan sekresi ACTH akan mengurangi pelepasan
glukokortikoid dari korteks adrenal. Glukokortikoid sering digunakan untuk
menghambat respon inflamasi pada cedera jaringan dan menekan manifestasi
alergi. Efek samping glukokortikoid mencakup kemungkinan timbulnya diabetes
militus, osteoporosis, ulkus peptikum, peningkatan pemecahan protein yang
mengakibatkan atrofi otot serta kesembuhan luka yang buruk dan redistribusi lemak
tubuh. Dalam keadaan berlebih glukokortikoid merupakan katabolisme protein,
memecah protein menjadi karbohidrat dan menyebabkan keseimbangan nitrogen
negatif.

b. Mineralokortikoid

Mineralokortikoid pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan epitelgastro


intestinal untuk meningkatkan absorpsi ion natrium dalam proses pertukaran untuk
mengeksresikan ion kalium atau hydrogen. Sekresi aldesteron hanya sedikit
dipengaruhi ACTH. Hormon ini terutama disekresikan sebagai respon terhadap

13
adanya angiotensin II dalam aliran darah. Kenaikan kadar aldesteron menyebabkan
peningkatan reabsorpsi natrium oleh ginjal dan traktus gastro intestinal yang
cenderung memulihkan tekanan darah untuk kembali normal. Pelepasan aldesteron
juga ditingkatkan oleh hiperglikemia. Aldesteron merupakan hormon primer untuk
mengatur keseimbangan natrium jangka panjang.

c. Hormon-hormon seks Adrenal (Androgen)

Androgen dihasilkan oleh korteks adrenal, serta sekresinya didalam glandula


adrenalis dirangsang ACTH, mungkin dengan sinergisme gonadotropin. Kelompok
hormon androgen ini memberikan efek yang serupa dengan efek hormon seks pria.
Kelenjar adrenal dapat pula mensekresikan sejumlah kecil estrogen atau hormon
seks wanita. Sekresi androgen adrenal dikendalikan oleh ACTH. Apabila
disekresikan secara berlebihan, maskulinisasi dapat terjadi seperti terlihat pada
kelainan bawaan defisiensi enzim tertentu. Keadaan ini disebut Sindrom Adreno
Genital.

2.1.Etiologi
1. Tuberculosis
2. Histoplasmosis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur histoplasma
capsulatum, yang terutama menyerang paru-paru)
3. Koksidiodomikosis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur
Coccidioides immitis, yang biasanya menyerang paru-paru
4. Kriptokokissie
5. Pengangkatan kedua kelenjar adrenal
6. Kanker metastatik (Ca. Paru, Lambung, Payudara, Melanoma, Limfoma)
7. Adrenalitis auto imun

3. Patofisiologi

Penyebab terjadinya Hipofungsi Adrenokortikal mencakup operasi pengangkatan


kedua kelenjar adrenal atau infeksi pada kedua kelenjar tersebut. Tuberkulosis (TB)
dan histoplasmosis merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan
menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan adrenal

14
akibat proses autoimun telah menggantikan tuberculosis sebagai penyebab penyakit
Addison, namun peningkatan insidens tuberculosis yang terjadi akhirakhir ini harus
mempertimbangkan pencantuman pemyakit infeksi ini kedalam daftar diagnosis.
Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga akan menimbulkan
insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.

Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak


terapi hormon adrenokortikal yang akan menekan respon normal tubuh terhadap
keadaan stres dan mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan
pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2-4 minggu dapat menekan fungsi
korteks adrenal. Oleh sebab itu kemungkinan Addison harus di anitsipasi pada
pasien yang mendapat pengobatan kortikosteroid.

4. Tanda dan Gejala


1. Gejala awal: kelemahan, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB
menurun, hipotensi, dan hipoglikemi.
2. Astenia (gejala cardinal): pasien kelemahan yang
3. Hiperpiqmentasi: menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena
sinar matahari, biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku
4. Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan
5. Hipotensi arterial (TD: 80/50 mmHg/kurang)
6. Abnormalitas fungsi gastrointestinal

5. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah
a. Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium (hipoglikemia dan
hiponatrium)
b. Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia)
c. Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
d. Penurunan kadar kortisol serum
e. Kadar kortisol plasma rendah
f. ADH meningkat
g. Analisa gas darah: asidosis metabolic

15
h. Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat
(karena hemokonsentrasi) jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil
meningkat.
2. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi di
adrenal.
3. CT Scan
4. Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik
abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik
5. Tes stimulating ACTH
Cortisol darah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk sintetik
dari ACTH diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang disebut
pendekcepat. Penyukuran cortisol dalam darah di ulang 30 sampai 60
menit setelah suatu suntikan ACTH adalah suatu kenaikan tingkatan –
tingkatan cortisol dalam darah dan urin.
6. Tes Stimulating CRH
Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes
stimulasi CRH “Panjang” diperlukan untuk menentukan penyebab dari
ketidak cukupan adrenal. Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan secara
intravena dan cortisol darah diukur sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120
menit setelah suntikan. Pasien – pasien dengan ketidak cukupan adrenal
seunder memp. Respon kekurangan cortisol namun tidak hadir /
penundaan respon – respon ACTH. Ketidakhadiran respon – respon
ACTH menunjuk pada pituitary sebagai penyebab; suatu penundaan
respon ACTH menunjukan pada hypothalamus sebagai penyebab.

6. Penatalaksanaan Medik
1. Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4
minggu dosis 12,5 – 50 mg/hr
2. Hidrokortison (solu – cortef) disuntikan secara IV

16
3. Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi
pengganti kortisol
4. Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline
5. Fludrukortison: 0,05 – 0,1 mg/hr diberikan per oral

7. Komplikasi
1. Syok, (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
2. Kolaps sirkulasi
3. Dehidrasi
4. Hiperkalemiae
5. Sepsis
6. Ca. Paru
7. Diabetes melitus

17
3.2.ASKEP PENYAKIT ADDISON
1. Pengkajian
a. Identitas
Penyakit Addison bisa terjadi pada laki – laki maupun perempuan yang
mengalami krisis adrenal
b. Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh kelemahan, fatique, nausea dan muntah.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis, hipoglikemia
maupun Ca paru, payudara dan limpoma
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah pada
gejala awal: kelemahan, fatiquw, anoreksia, nausea, muntah, BB turun,
hipotensi dan hipoglikemi, astenia (gejala cardinal). Pasien lemah yang
berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila berkurang pada
perempuan, hipotensi arterial (TD: 80/50 mm/Hg)
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit
yang sama / penyakit autoimun yang lain.

2. Pemeriksaan Fisik (Body of System)


a. Sistem Pernapasan

Inspeksi : Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi


otot bantu pernapasan (dispneu), terdapat pergerakan cuping
hidung

Perkusi : Terdapat pergesekan dada tinggi

Palpasi : Resonan

Auskultasi : Terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi

18
b. Sistem Cardiovaskuler

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra

Perkusi : Redup

Auskultasi : Suara jantung melemah

c. Sistem Pencernaan
1) Mulut dan tenggorokan: nafsu makan menurun, bibir kering
2) Abdomen:

Inspeksi : Bentuk simetris

Auskultasi : Bising usus meningkat

Palpasi : Nyeri tekan karena ada kram abdomen

Perkusi : Timpani

d. Sistem muskuluskeletal dan integumen


1. Ekstremitas atas: terdapat nyeri
2. Ekstremitas bawah: terdapat nyeri
3. Penurunan tonus otot

e. Sistem Endokrin
Destruksi kortek adrenal dapat dilihat dari foto abdomen, Lab. Diagnostik
ACTH meningkat, integumen Turgor kulit jelek, membran mukosa kering,
ekstremitas dingin, cyanosis, pucat, terjadi hiperpigmentasi di bagian distal
ekstremitas dan buku – buku pad ajari, siku dan mebran mukosa.

f. Sistem Eliminasi Urin


Diuresis yang diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan karakteristik urin.

19
g. Sistem Neurosensori
Pusing, sinkope, gemetar, kelemahan otot, kesemutan terjadi disorientasi
waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan
mental, peka rangsangan, cemas, koma (dalam keadaan krisis)

h. Nyeri / kenyamanan
Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, nyeri tulang belakang, abdomen,
ekstremitas

i. Keamanan
Tidak toleran terhadap panas, cuaca, udara panas, penngkatan suhu, demam
yang diikuti hipotermi (keadaan krisis)

j. Aktivitas / Istirahat
Lelah, nyeri / kelemahan pada otot terjadi perburukan setiap hari, tidak
mampu beraktivitas / bekerja. Peningkatan denyut jantung / denyut nadi
pada aktivitas yang minimal, penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi.

k. Seksualitas
Adanya riwayat menopouse dini, aminore, hilangnya tanda – tanda seks
sekunder (berkurang rambut – rambut pada tubuh terutama pada wanita)
hilangnya libido

l. Integritas Ego
Adanya riwayat – riwayat fasctros stress yang baru dialami, termasuk sakit
fisik atau pembedahan, ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan cairan
melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran GIT (karena kekurangan
aldosteron)

20
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual,
muntah, anoreksia) defisiensi glukontikord
c. Intoleransi aktivitas b/d penurunan produksi metabolisme,
ketidakseimbangan cairan elektrolit dan glukosa
d. Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan
karakteristik tubuh
e. Nyeri akut b/d diskontinuitas sistem konduksi spasme otot abdomen
f. Ganguan eliminasi uri b/d gangguan reabsorbsi pada tubulus

4. Rencana Keperawatan
A. Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output

Kriteria hasil:

1) Pengeluaran urin adekuat (1 cc/kg BB/jam)


2) TTV dbn N: 80 – 100 x/menit S: 36 – 37oC TD: 120/80 mmHg
3) Tekanan nadi perifer jelas kurang dari 3 detik
4) Turgor kulit elastis
5) Pengisian kapiler naik kurang dari 3 detik
6) Membran mukosa lembab
7) Warna kulit tidak pucat
8) Rasa haus tidak ada
9) BB ideal (TB 100) – 10% (TB – 100) – H

Hasil lab

1) Ht: W = 37 – 47 %
2) L = 42 – 52 %
3) Ureum = 15 – 40 mg/dl
4) Natrium = 135 – 145 mEq/L
5) Calium = 3,3 – 5,0 mEq/L
6) Kretanium = 0,6 – 1,2 mg/dl

21
Intervensi

1. Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi,


kekuatan dari nadi perifer
Rasional: Hipotensi postural merupakan bagian dari hiporolemia
akibat kekurangan hormon aldosteron dan penurunan curah jantung
sebagai akibat dari penurunan kolesterol
2. Ukur dan timbang BB klien
Rasional: Memberikan pikiran kebutuhan akan pengganti volume
cairan dan keefektifan pengobatan, peningkatan BB yang cepat
disebabkan oleh adanya retensi cairan dan natrium yang
berhubungan dengan pengobatan strois
3. Kaji pasien mengenai rasa haus, kelelahan, nadi cepat, pengisian
kapiler memanjang, turgor kulit jelek, membran mukosa kering,
catat warna kulit dan temperaturnya
Rasional: Mengidentifikasi adanya hipotermia dan mempengaruhi
kebutuhan volume pengganti
4. Periksa adanya status mental dan sensori
Rasional: Dehidrasi berat menurunkan curah jantung, berat dan
perfusi jaringan terutama jaringan otak
5. Auskultasi bising usus (peristaltik usus) catat dan laporkan adanya
mual muntah dan diare
Rasional: Kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan
kehilangan cairan dan elektrolit dan mempengaruhi cara untuk
pemberian cairan dan nutrisi
6. Berikan perawatan mulut secara teratur
Rasional: Membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibat dari
dehidrasi dan mempertahankan kerusakan membrane mukosa
7. Berikan cairan oral 1500 cc – 2000 cc / hr sesegera mungkin, sesuai
dengan kemampuan klien
Rasional: Adanya perbaikan pada saluran cerna dan kembalinya
fungsi cairan cerna tersebut memungkinkan cairan dana elektrolit
melalui oral

22
Kolaborasi

8. Berikan cairan, antara lain:


a. Cairan Na Cl 0,9 %
Rasional: Kebutuhan cairan pengganti 4 – 6 liter, dengan pemberian
cairan Na Cl 0,9 % melalui IV 500 – 1000 ml/jam, dapat mengatasi
kekurangan natrium yang sudah terjadi
b. Larutan glukosa
Rasional: Dapat menghilangkan hipovolemia
9. Berikan obat sesuai dosis
a. Kartison (ortone) / hidrokartison (cortef) 100 mg intravena
setiap 6 jam untuk 24 jam
Rasional: Dapat mengganti kekurangan kartison dalam tubuh
dan meningkatkan reabsorbsi natrium sehingga dapat
menurunkan kehilangan cairan dan mempertahankan curah
jantung
b. Mineral kortikoid, flu dokortisan, deoksikortis 25 – 30 mg/hr
per oral
Rasional: Dimulai setelah pemberian dosis hidrokortisol yang
tinggi yang telah mengakbatkan retensi garam berlebihan yang
mengakibatkan gangguan tekanan darah dan gangguan
elektrolit
10. Pasang / pertahankan kateter urin dan selang NGT sesuai indikasi
Rasional: Dapat menfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat
baik urin maupun lambung, berikan dekompresi lambung dan
membatasi muntah
Pantau hasil laboratorium
a. Hematokrit (Ht)
Rasional: Peningkatan kadar Ht darah merupakan indikasi
terjadinya hemokonsentrasi yang akan kembali normal
sesuai dengan terjadinya dehidrasi pada tubuh
b. Ureum / kreatinin

23
Rasional: Peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah
merupakan indikasi terjadinya kerusakan tingkat sel karena
dehidrasi / tanda serangan gagal jantung
c. Natrium
Rasional: Hiponatremia merupakan indikasi kehilangan
melalui urin yang berlebihan katena gangguan reabsorbsi
pada tubulus ginjal
d. Kalium
Rasional: Penurunan kadar aldusteron mengakibatkan
penurunan natrium dan air sementara itu kalium tertahan
sehingga dapat menyebabkan hiperkalemia.

B. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat


(mual, muntah, anoreksia) defisiensi glukortikoid

Kriteria hasil:

1. Tidak ada mual mutah


2. BB ideal (TB-100)-10%(TB-100)
3. Hb: W: 12 – 14 gRasional: dl
4. L: 13 – 16 gRasional: dl
5. Ht: W: 37 – 47 %
6. L: 42 – 52 %
7. Albumin: 3,5 – 4,7 g/dl
8. Glebulin: 2,4 – 3,7 g/dl
9. Bising Usus: 5 – 12 x/menit
10. Nyeri kepala
11. Kesadaran kompos mentis
12. TTV dalam batas normal
(S: 36 – 372 oC)
(RR: 16 – 20 x/menit)

Intervensi

1. Auskultasi bising usus dan kaji apakah ada nyeri perut, mual muntah

24
Rasional: Kekurangan kartisol dapat menyebabkan fejala intestinal
berat yang mempengaruhi pencernaan dan absorpsi makanan
2. Catat adanya kulit yang dingin / basah, perubahan tingkat kesadaran,
nyeri kepala, sempoyongan
3. Rasional: Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda tersebut
mungkin perlu pemberian glukosa dan mengindikasikan pemberian
tambahan glukokortikad
4. Pantau pemasukan makanan dan timbang BB tiap hari
5. Rasional: Anoreksi, kelemahan, dan kehilangan pengaturan
metbolisme oleh kartisol terhadap makanan dapat mengakibatkan
penurunan berat badan dan terjadinya mal nutrisi
6. Berikan atau bantu perawatan mulut
Rasional: mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan
7. Berikan lingkungan yang nyaman untuk makan contoh bebas dari
bau yang tidak sedap, tidak terlalu ramai
Rasional: Dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki
pemasukan makanan
8. Pertahankan status puasa sesuai indikasi
9. Rasional: mengistirahatkan gastro interstinal, mengurangi rasa tidak
enak
10. Berikan Glukosa intravena dan obat – obatan sesuai indikasi seperti
glukokortikoid
Rasional: memperbaiki hipoglikemi, memberi sumber energi
pemberian glukokertikoid akan merangsang glukoogenesis,
menurunkan penggunaan mukosa dan membantu penyimpanan
glukosa sebagai glikogen
11. Pantau hasil lab seperti Hb, Hi
Rasional: anemia dapat terjadi akibat defisit nutrisi / pengenceran
yang terjadi akibat reterisi cairan sehubungan dengan
glukokortikoid.
C. Intoleransi aktivitas b/d penurunan O2 ke jaringan otot kedalam
metabolisme, ketidak seimbangan cairan elektrolit dan glukosa

25
Kriteria hasil:
1. menunjukan peningkatan klien dan partisipasi dalam aktivitas
setelah dilakukan tindakan
2. TTV N: 80 – 100 x/menit RR: 16 – 20 x/menit TD: 120/80 mmHg

Intervensi

1. Kaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktivitas yang dapat


dilakukan oleh klien
Rasional: pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga
kelemahan otot, menjadi terus memburuk setiap hari karena proses
penyakit dan munculnya ketidakseimbangan natrium kalium
2. Pantau TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
3. Rasional: kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai dari stress,
aktivitas jika curah jantung berkurang

D. Nyeri akut b/d diskontinuitas sistem konduksi spasme otot abdomen

Kriteria hasil:

1. Klien mengatakan nyeri berkurang


2. Klien tidak menyeringai kesakitan
3. TTV dalam batas normal
1. S: 36 – 372 ˚C
2. N: 80 – 100 x/menit
3. RR: 16 – 20 x/menit

Intervensi

1. Beri penjelasan pada klien tentang penyebab nyeri dan proses


penyakit
Rasional: Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga, serta agar
klien lebih kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan
2. Kaji tanda – tanda adanya nyeri baik verbal maupun non-verbal,
catat lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan lamanya

26
Rasional: Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan
pilihan intervensi, menentukan efektifitas terapi
3. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti
imajinasi, misal musik yang lembut, relaksasi
Rasional: Membantu untuk menfokuskan kembali perhatian dan
membantu pasien untuk mengatasi nyeri / rasa tidak nyaman secara
lebih efektif

Kolaborasi

1. Berikan obat analgetik dan atau analgetik sprei tenggorok sesuai


dengan kebutuhannya.
Rasional: Menurunkan nyeri dan rasa tidak nyaman, meningkatkan
istirahat.

E. Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi,


perubahan karakteristik tubuh

Kriteria hasil:

1. Menunjukan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi


pada tubuhnya
2. Dapat beradaptasi dengan orang lain
3. Dapat mengungkapkan perasaannya tentang dirinya.

Intervensi

1. Dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang keadaannya


misal: perubahan penampilan dan peran
Rasional: Membantu mengevaluasi berapa banyak masalah yang dapat
diubah oleh pasien
2. Sarankan pasien untuk melakukan manajemen stress misal:
a) Teknik relaksasi
b) Visualisasi
c) Imaginasi

27
Rasional: Meminimalkan perasaan stress, frustasi, meningkatkan
kemampuan koping.
4. Dorongan pasien untuk membuat pilihan guna berpartisipasi dalam
penampilan diri sendiri
Rasional: Dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri,
memperbaiki harga diri
5. Fokuspada perbaikan yang sedang terjadi dan pengobatan misal
menurunkan pigmentasi kulit
Rasional: ungkapkan seperti ini dapat mengangkat semangat pasien
dan meningkatkan Harga diri pasien
6. Sarankan pasien untuk mengunjungi seseorang yang penyakitnya
telah terkontrol dan gejalanya telah berkurang
Rasional: dapat menolong pasien untuk melihat hasil dari
pengobatan yang telah dilakukan

Kolaborasi

1. Rujuk kepelayanan sosial konseling, dan kelompok pendukung


sesuai pendukung
Rasional: pendekatan secara koprehensif dapat membantu memnuhi
kebutuhan pasien untuk memelihara tingkah laku pasien.

F. Gangguan eliminasi uri b/d Gx reabsorbsi

Kriteria hasil:

1. Klien tidak lagi mengeluh BAK sedikit / kencing tidak lancar

Intervensi

1. Anjurkan pada Klien agar diet tinggi garam


Rasional: menambah retensi Na+
2. Anjurkan pada klien untuk minum banyak
Rasional: Melancarkan aliran kencing lancar
3. Pemasangan kateter
Rasional: Agar klien dapat BAK dengan lancar

28
4. Obs. Input dan output
Rasional: Mengetahui keseimbangan cairan
5. Kolaborasi pemberian diuretic
Rasional: meningkatkan kerja ginjal untuk melancarkan BAK

BAB IV

29
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kelenjar adrenal adalah sepasang organ endokrin yang terdiri atas dua
bagian yang berbeda, yakni medulla adrenal dan korteks adrenal. Medulla
adrenal seara fungsional berkaitan dengan sekresi hormon – hormon
epinefrin dan norepinefrin. Sedangkan korteks adrenal menyekresikan
hormone kortikosteroid. Gangguan pada kelnjar adrenal dapat menyerang
korteks adrenal dan medulla adrenal.

3.2. Saran
Sebaiknya penulis memberikan gambar disetiap penyakit yang menyerang
adrena sehingga pembaca lebih memahami

30
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 9. Singapura:
Elsevier Saunders.

Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2. Jakarta
EGC

Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. EGC: Jakarta

Guyton AC, Hall JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah: Irawati,
Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

31

You might also like