Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 4:
Aminatul maulidya(20151660070)
S1 KEPERAWATAN B
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2018
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME karena berkat
rahmat dan karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang
disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Kritis II sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan.
Terimakasih
Penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
3
kardiovaskular yaitu impuls pada jantung yang megakibatkan
perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat
tinggi), dan perubahan status klinis.
B. Rumusan Masalah
4
g. Bagaimana penatalaksanaan gagal ginjal akut (GGA)?
h. Bagaimana asuhan keperawatan gagal ginjal akut (GGA)?
i. Bagaimana temuan terkini terkait penanganan pasien gagal ginjal akut
(GGA)?
1.1 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat menjelaskan dan melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan gagal ginjal akut (GGA)
b. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi gagal ginjal akut (GGA)
b. Mengetahui epidemiologi gagal ginjal akut (GGA)
c. Mengetahui etiologi gagal ginjal akut (GGA)
d. Mengetahui patofisiologi dari gagal ginjal akut (GGA).
e. Menyebutkan manifestasi klinis gagal ginjal akut (GGA)
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal akut (GGA)
g. Mengetahui penatalaksanaan klien dengan gagal ginjal akut (GGA)
h. Mengetahui asuhan keperawatan gagal ginjal akut (GGA)
i. Mengetahui temuan terkini terkait penanganan pasien gagal ginjal
akut (GGA)
1.2 Manfaat
a. Mendapatkan pengetahuan tentang gagal ginjal akut (GGA)
b. Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan tentang gagal
ginjal akut (GGA)
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
2.2 Etiology
Menurut Mansjoer Arif (2005), sampai saat ini para praktisi klinik
masih membagi etiologi gagal ginjal akut dengan tiga kategori meliputi :
1. Prarenal
Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperpusi ginjal dan
turunnya laju filtrasi glomeruls.Gagal ginjal akut Prerenal merupakan kelainan
fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau morfologik pada nefron. Namun
bila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan menimbulkan terjadinya
nekrosis tubulat akut (NTA). Kondisi ini meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Hipovolemik (perdarahan postpartum, luka bakar, kehilangan cairan dari
gastrointestinal pankreatitis, pemakaian diuretik yang berlebih)
b. Fasodilatasi (sepsis atau anafilaksis)
c. Penurunan curah jantung (disaritmia, infark miokard, gagal jantung, syok
kardioenik dn emboli paru)
d. Obstruksi pembuluh darah ginjal bilateral (emboli, trombosis)
2. Renal
Pada tipe ini Gagal Ginjal Akut timbul akibat kerusakan jaringan
ginjal.Kerusakan dapat terjadi pada glomeruli atau tubuli sehingga faal ginjal
6
langsung terganggu.Dapat pula terjadi karena hipoperfusi prarenal yang tak
teratasi sehingga mengakibatkan iskemia, serta nekrosis jaringan ginjal Prosesnya
dapat berlangsung cepat dan mendadak, atau dapat juga berlangsung perlahan–
lahan dan akhirnya mencapai stadium uremia.Kelainan di ginjal ini dapat
merupakan kelanjutan dari hipoperfusi prarenal dan iskemia kemudian
menyebabkan nekrosis jaringan ginjal. Beberapa penyebab kelainan ini adalah :
a. Koagulasi intravaskuler, seperti pada sindrom hemolitik uremik, renjatan sepsis
dan renjatan hemoragik.
b. Glomerulopati (akut) seperti glomerulonefritis akut pasca sreptococcus, lupus
nefritis, penolakan akut atau krisis donor ginjal.
c. Penyakit neoplastik akut seperti leukemia, limfoma, dan tumor lain yang
langsung menginfiltrasi ginjal dan menimbulkan kerusakan.
d. Nekrosis ginjal akut misal nekrosis tubulus akut akibat renjatan dan iskemia
lama, nefrotoksin (kloroform, sublimat, insektisida organik), hemoglobinuria dan
mioglobinuria.
e. Pielonefritis akut (jarang menyebabkan gagal ginjal akut) tapi umumnya
pielonefritis kronik berulang baik sebagai penyakit primer maupun sebagai
komplikasi kelainan struktural menyebabkan kehilangan faal ginjal secara
progresif.
f. Glomerulonefritis kronik dengan kehilangan fungsi progresif.
3. Pascarenal / Postrenal
Pascarenal yang biasanya menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat
dari obstruksi di bagian distal ginjal.adanya sumbatan pada aliran urine dari
duktus penampung di ginjal hingga ke orifisium uretra eksterna dapat
menyebabkan menyebabkan gagal ginjak akut postrenal. Sumbatan postrenal
dapat terjadi akibat blockade ureter, blockade uretra atau akibat akibat sumber
ekstrinsik.
Beberapa penyababnya antara lain:
a. obstruksi ureter
b. instrinsik ( batu, karsinoma sel transisional ureter, bekuan darah, striktur )
7
c. ekstrinsik ( kanker ovarium ; limfoma ; metastasis kanker prostat, serviks atau
kolon ; fibrosis retroperitoneal )
d. kandung kemih neurogenik ( cedera medulla spinalis , diabetes mellitus, iskemia,
obat-obatan )
2. 3 Patofisiologi
GAGAL GINJAL AKUT PRARENAL
Patofisiologi gagal ginjal akut prarenal berpusat pada respons ginjal terhadap
perfusi yang tidak adekuat. Penurunan perfusi ginjal menyebabkan pelepasan
enzim renin dari sel jukataglomerulus di dinding arteriol aferen. Peristiwa ini
mengaktifkan rengakaian renin- angltensinaldosteron, hasil akhirnya adalah
produksi angiotensin II dan pelepasan aldosterone dari korteks adrenal.
Angiotensin II menyebabkan vasokontriksi sistemik hebat dan aldosterone
mengakibatkan retensi natrium dan air. Efek ini membantu aliran darah yang
adekuat ke organ penting seperti jantung dan otak. Di ginjal, angiotensin II juga
membantu memelihara laju filtrasi glomerulus (GFR) dengan meningkatkan
resitensi arteriolar eferen dan merangsang prostaglandin vasodilator intrarenal
(yang melebarkan arteriol eferen), yang meningkatkan tekanan hidrostaltik di
glomerulus dengan cara ini, ginjal sangat terganggu, kemampuan autoregulasi
sangat terbebani dan laju filtrasi glomerulus (GFR) turun.
8
cairan berjalan melewati tubulus dengan lebih lambat, keadaan ini menyebabkan
peningkatan direabssorpsidari cairan tubulus dibuang dengan lebih lambat dari
pada normal dari interstisium medula ginjal, ini menyebabkan peningkatan
rearbsopsi air dari cairan di tubulus distal. Sebagai hasil peristiwa ini, volume
urine berkurang hingga kurang dari 400 ml/ hari (17ml/jam), berat jenis urine
meningkat dan konsentrasi natirum urine rendah (biasnya <5 mEq/l). karena
perubahan karakteristik ini terkait dengan perfusi ginjal yang tidak adekuat,
pengukuran volume urine, natrium urine, dan berat jenis adalah metode sederhana
menentukan efek penatalksanaan pada perfusi ginjal.
Pada gilirannya, jika keadaan hipoperfusi secara lebih tepat dan secara
spesifik ditangani dengan mengganti volume, perbaikan curah ajantung, koreksi
distitmia atau kombinasi pendekatan ini, perbaiakan perfusi ginjal alan ditandai
dengan peningkatan volume urine, dan dengan penurunan berat jenis urine,
kemampuan untuk mengembalikan keadaan gagal ginjal akibat prarenal ini adalah
kunci untuk menegakkan diagnosisnya.
Banyaknya penyebab gagal ginjal akut renal terdapat juga banyak alur
patofisiologis yang menyebabkan nya. Karena ATN adalah bentuk gagal ginjal
akut irenal yang didapat di rumah sakit yang paling sering terjadi, bahasan di
bagian ini berfokus pada patofisiologi ATN sifatnya rumit, tetapi karena adanya
penelitian yang intens dan berkelanjutan, terdapat peningkatan pemahaman
mengenai faktor yang berperan terhadap keadaan ini. Iskemia dan nefrotiksitas
adalah dua penyebab utama yang mendasari ATN.
9
ATN iskemik disebabkan oleh hipoferfusi berkepanjangan. Oleh karena
itu, gagal ginjal akut prarenal dan ATN iskemik sebenarnya adalah suatu rentang,
sebuah bukti yang menekankan makna pengenalan cepat dan penanganan keadaan
prarenal. Ketika hipoperfusi renal menetap selama suatu waktu yang cukup
(durasi pastinya tidak dapat diperkirakan dan berbeda-beda pada keadaan klinis),
epitel tubulus ginjal mengalami hipoksik dan keruskana menetap hingga ketitik
dimana pemulihan pefusi ginajl tidak lagi berpengaruh terhadap perbaiakan filtrasi
glomerulus. Iskemia menyebabkan penurunan produksi adenosine trifosfat (ATP)
di mitokondria sel ginjal, yang mencuri pasokan energy yang dibutuhkan dari sel
tersebut. Sebagian energy ini digaunkan untuk mempertahankan konsentrasi tepat
elektrolit di sel melalui saluran pertukaran elektrolit. Beberapa gangguan elektrolit
selular akibat iskemia adalah penurunan kalium, magnesium, dan posfat
intraseluler, dan peningkatan natrium, klorida, dan kalsium intraseluler,
peningkatan kalsium intraseluler khusunya menunjukkan penyebab cedera dan
disfungsi sel.
10
Patofisiologi ATN toksik dimulai dengan konsentrasi nefrotoksin di sel tubulus
ginjal, yang menyebabkan nekrosis. Sel yang nekrotik ini kemudia meluruh ke
dalam lumen tubulus, yang menyebabkan sumbatan dan keruskan filtrasi
glomerulus dengan cara yang sama yang terjadi pada ATN iskemik adalah bukti
bahwa pada ATN toksik, membrane basalis sel ginjal biasanya tetap utuh dan area
yang mengalami nekrotik dan cedera lebih terlokalisasi. Selain itu, nonoliguria
terjadi lebih sering pada ATN toksik dan proses penyembuhan sering kali terjadi
lebih cepat.
11
myeloma multiple, dan mereka yang mendapatkan muatan kontras dalam jumlah
besar.
Salah satu cara penting untuk mengurangi risiko tipe gagal ginjal akut ini
adalah dengan pemberian hidrasi agresif dengan salin IV sebelum dan setelah
pemberian kontras. Pendekatan yang abru dan kurang bukti ini adalah dengan
pemberian pewarna kontras. Pendekatan yang baru dan kurang bukti untuk
mencegah nefropati terkait radiokontras pada pasien yang telah menderita
kerusakan ginjal adalah pemberiana asetilsistein (Mucomyst, 600 mg dua kali
sehari) sejalan dengan hidrasi. Pendekatan ini terutama di dasarkan pada sebuah
studi placebo terkontrol, acak dan prospektif pada pasien yang mnegalami
insufisiensi ginjal sedang (rerata kreatinin serum 2,4 mg/ dl ± 1,3 deviasi baku)
yang diberikan agens radio kontras nanionik dengan osmolalitas rendah.
Asetilsistein dapat memberikan perlindungan dengan pasien ini dengan sifat
antioksidannya (nefropati akibat radiokontras mungkin sebagian dimediasi dengan
dihasilkannya spesies oksigen reaktif yang menyebabkan kerusakan langsung
akibat toksik di sel ginjal dan iskemia). Meskipun hasil ini menjanjikan, studi
yang lebih seksama perlu dilakukan sebelum pemakaian asetilsistein dapat
dipertimbangkan sebagai standar asuhan. Ketika nefropati akibat kontras terjadi,
biasanya bersifat ringan, monoliguria, dan reversible. Namun terdapat kasus yang
memerlukan dialysis guna menjembatani kesenjangan sebelum fungsi ginjal pulih.
Sumbatan dapat terjadi di setiap titik saluran kemih. Ketika urine tidak dapat
melewati sumbatan tersebut, kongesti yang terjadi mengakibatkan tekanan
retrograde di sepanjang sistem penampungan dan nefron. Keadaan ini
memperlambat laju aliran cairan tubulus dan menurunkan GFR. Sebagai
akibatnya, reabsorpsi natrium, air, dan urea meningkat, yang menyebabkan
penurunkan konsentrasi natrium urine dan peningkatan osmolalitas urine dan
BUN, kadar kreatinin serum juga meningkat. Pada tekanan lama akibat sumbatan
di saluran kemih, seluruh sistem penampung mengalami dilatasi, sehingga
menekan dan merusak nefron, hal ini menyebabkan disfungsi mekanisme
peningkatam/ pengenceran dan osmolalitas urine serta konsentrasi natrium urine
12
menjadi sama dengan plasma. Keadaan ini dapat dihindari dengan menyingkirkan
sumbatan dengan cepat.
Karena satu ginjal yang berfungsi dengan baik cukup untuk memelihara
hemeostasis, terjadi gagal ginjal akut akibat sumbatan membutuhkan blockade
kedua ginjal (yaitu sumbatan di uretra atau leher kandung kemih atau sumbatan
bilateral di ureter) atau sumbatan ureter unilateral pada pasien dengan satu ginjal.
Setelah sumbatan sering kali terjadi diuresis hebat yang dapat mencapai 1 L/jam.
jika elektrolit dan air tidak diisi kembali sesuai kebutuhan maka diuresis ini dapat
sangat berbahaya.
2.4 Klasifikasi
Tabel Klasifikasi GGA menurut The
Acute Dialysis Quality Initiations Group (Roesli R, 2007).
13
perbaikan.Gagal ginjal akut azotemia dapat saja terjadi saat keluaran urine lebih
dari 400 ml/24 jam.
1. Fase Awitan
Fase awitan atau (permulaan) dimulai dengn serangan awal dan
berlangsung sampai terjadi cedera pada sel. Selama fase ini, cedera
berkembang dan anggota tim perawatan kesehatan perlu berupaya
mencegah perubahan penyakit. Fase awitan berlangsung dari beberapa jam
hingga beberapa hari, yang bergantung pada penyebab, dan ditandai
dengan munculnyatanda gagal ginjal (mis, penurunan haluaran urine,
peningkatan kreatinin serum). Tujuan utama selama fase ii adalah
menentukan penyebab ATN dan memulai terapi untuk mencegah
kerusakan tubulus yang iresversibel.
3. Fase Diuretik
Fase diuretic berlansung 2 minggu dan ditandai dengan
penigkatan bertahap haluaran urine seiring dengan fungsi ginjal mulai
kembali. Derajat diuresis yang dapat melebihi 4 sampai 5 liter perhari
14
terutama ditentukan oleh keadaan hidrasi pada saat pasien memasuski
tahap ini. Oleh sebab itu pasien yang mendapatkan hemodialisis atau yang
megalami non oligoria cenderung sedikit berkemih. Dieresis disebebkan
oleh tarikan osmotic terhadap zat yang tertahan ( yaitu urea dan natrium ),
yang berfungsi sebagai agen osmotic. Meskipun haluaran urine dapat
normal atau naik , kemampuan memekatkan ginjal masih terganggu.
Keadaan ini menempatkan pasien beresiko mengalami deficit volume
cairan dan masalah elektrolit seeperti hiponatremia dan hypoklemia.
Tujuan utama selama tahapan ini memelihara hidrasi, mencegah deplesi
elektrolit, dan melanjutkan bantuan terhadap fungsi ginjal.
4. Fase pemulihan
Fase pemulihan ATN berlangsung dari beberapa bulan hingga
1 tahun. Ini adalah waktu yang dibutuhkan fungsi ginjal ketingkat normal
atau hampir normal. Jika kerusakan sel ginjal yang bermakna telah terjadi,
khsusnya kerusakan dimembran basalin (yang tidak dapat beregenerasi),
kerusakan ginjal residual dapat terjadi. Dari pasien yang selamat dari ATN
sekitar 45% fungsi ginjalnya kembali normal namun setidaknya 5%
membutuhkan dialysis jangka panjang. Tujuan utama tim perawatan
kesehatan pada fase ini seputar penyuluhan pasien. Untuk meningkatkan
dan memperthanankan kembalinya fungsi ginjal, penting bagi pasien dan
keluarga memahami apa yang memicu serangan gagal ginjal akut, dan
perawatan lanjutan untuk tindakan pencegahan apa yang diperlukan untuk
mencegah kekambuhan di masa yang akan datang.
15
e. Tremor tangan.
f. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.
g. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat
dijumpai adanya pneumonia uremik.
h. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan
kejang).
i. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung
darah, berat jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml)
j. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan
laju endap darah (LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein),
perfusi renal, serta asupan protein, serum kreatinin meningkat pada
kerusakan glomerulus.
k. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA
ditemukan lebih menonjol yaitu gejala kelebihan cairan berupa gagal
jantung kongestif, edema paru, perdarahan gastrointestinal berupa
hematemesis, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma.
16
3. Pelogram Retrograd
Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
4. Ultrasonografi Ginjal
Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas
5. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi
Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor
selektif
6. Arteriogram Ginjal
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Smeltzer & Bare (2004) adalah :
1. Penatalaksanaan secara umum adalah:
a. Kelainan Prerenal. Dilakukan klinis meliputi faktor pencetus keseimbangan
cairan, dan status dehidrasi. Kemudian diperiksa konsentrasi natrium urin, volume
darah dikoreksi, diberikan diuretik, dipertimbngkan pemberian inotropik dan
dopamin.
b. . Kelainan Renal. Dilakukan pengkajian klinis, urinalinasi, mikroskopik
urin, dan pertimbangkan kemungkinan biopsi ginjal, arteriografi, atau tes lainnya
b. Kelainan Postrenal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi apakah kandung
kemih penuh, ada pembesaran prostat, gangguan miksi atau nyeri pinggang.
Dicoba memasang kateter urin, selain untuk mengetahui adanya obstruksi juga
untuk pengawasan akurat dari urin dan mengambil bahan pemeriksaan. Bila perlu
dilakukan USG ginjal.
2. Penatalaksanaan gagal ginjal
a. Mencapai dan mempertahankan keseimbangan natrium dan air. Masukan
natrium dibatasi hingga 60 mmol/hari dan cairan cukup 500 ml/hari di luar
kekurangan hari sebelumnya atau 30 mmol/jam di luar jumlah urin yang
dikeluarkan jam sebelumnya. Namun keseimbangan harus tetap diawasi.
17
b. Memberikan nutrisi yang cukup. Bisa melalui suplemen tinggi kalori atau
hiperalimentaasi intravena. Glukosa dan insulin intravena, penambahan kalium,
pemberian kalsium intravena pada kedaruratan jantung dan dialisis.
c. Pemberian manitol atau furosemid jika dalam keadaan hidrasi yang adekuat
terjadi oliguria.
d. Mencegah dan memperbaiki infeksi, terutama ditujukan terhadap infeksi
saluran napas dan nosokomial. Demam harus segera harus dideteksi dan diterapi.
Kateter harus segera dilepas bila diagnosis obstruksi kandung kemih dapat
disingkirkan.
e. Mencegah dan memperbaiki perdarahan saluran cerna. Feses diperiksa untuk
adanya perdarahan dan dapat dilakukan endoskopi. Dapat pula dideteksi dari
kenaikan rasio ureum/kreatinin, disertai penurunan hemoglobin. Biasanya
antagonis histamin H (misalnya ranitidin) diberikan pada pasien sebagai
profilaksis.
f. Dialisis dini atau hemofiltrasi sebaiknya tidak ditunda sampai ureum tinggi,
hiperkalemia, atau terjadi kelebihan cairan. Ureum tidak boleh melebihi 30-40
mmol/L. Secara umum continous haemofiltration dan dialisis peritoneal paling
baik dipakai di ruang intensif, sedangkan hemodialisis intermitten dengan kateter
subklavia ditujukan untuk pasien lain dan sebagai tambahan untuk pasien
katabolik yang tidak adekuat dengan dialisis peritoneal/hemofiltrasi.
g. Monitoring keseimbangan cairan, pemasukan dan pengeluaran cairan atau
makanan, menimbang berat badan, monitoring nilai elektrolit darah, nilai BUN
dan nilai kreatinin.
h. Penanganan Hiperkalemia. Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan
masalah utama pada gagal ginjal akut; hiperkalemia merupakan kondisi yang
paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan
adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum
(nilai kalium >5.5 mEq/L; SI: 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak
gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Peningkatan
kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (natrium
polistriren sulfonat), secara oral atau melalui retensi enema.
18
2.8 Komplikasi
Menurut Arif Muttaqin (2011) komplikasi pada GGA adalah :
1. Jantung: edema paru, aritmia, efusi pericardium.
2. Gangguan elektrolit: hyperkalemia, hiponatremia, asidosis.
3. Neurologi: iritabilitas neuromuskuler, flap, tremor, koma, gangguan kesadaran,
kejang.
4. Gastrointestinal: nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, perdarahaan
gastrointestinal.
5. Hematologi: anemia, diathesis hemoragik.
6. Infeksi: pneumonia, septikemis, infeksi nosocomial.
19
WOC GAGAL GINJAL AKUT
Penurunan produksi
Uremia urine (oligouria)
Peningktan muatan asam
Retensi cairan, natrium dan
elektrolit
PH darah turun
Peningkatan cairan dalam
Ketidakseimbangan
tubuh (hipervolemia )
elektrolit
Kompensasi paru
Kelamahan (mengeluarkan co2)
aritmia
20
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL AKUT
1. Pengkajian Anamnesis
Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien dan
identitas penanggung jawab,identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis
kelamin, pekerjaan,serta diagnosa medis. Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat
menyerang pria maupun wanita dari rentang usia manapun,khususnya bagi orang
yang sedang menderita penyakit serius,terluka serta usia dewasa dan pada
umumnya lanjut usia. Pada pengkajian jenis kelamin, pria disebabkan oleh
hipertrofi prostat sedangkan pada wanita disebabkan oleh infeksi saluran kemih
yang berulang, serta pada wanita yang mengalami perdarahan pasca melahirkan.
Untuk pengkajian identitas penanggung jawab data yang didapatkan yakni
meliputi nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan si penderita.
2. Riwayat Kesehatan
2.1. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering adalah terjadi penurunan produksi miksi.
2.2.Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama pada
prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan
penurunan jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah urine output
tersebut ada hubungannya dengan predisposisi penyebab, seperti pasca perdarahan
setelah melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar luas, cedera luka bakar,
setelah mengalami episode serangan infark, adanya riwayat minum obat NSAID
atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan tranfusi darah, serta
adanya riwayat trauma langsung pada ginjal.
2.3.Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji
21
tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
2.4.Riwayat psikososialcultural
Adanya kelemahan fisik, penurunan urine output dan prognosis penyakit yang
berat akan memberikan dampak rasa cemas dan koping yang maladaptif pada
klien.
3. Pemeriksaan Fisik
3.1.Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV sering
didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu
tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan dimana frekuensi
meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. tekanan darah
terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
3.2.Pemeriksaan Pola Fungsi
3.2.1. B1 (Breathing).
Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan
napas yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut uremia. Klien
bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini. Pada
beberapa keadaan respons uremia akan menjadikan asidosis metabolik sehingga
didapatkan pernapasan kussmaul.
3.2.2. B2 (Blood).
Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan menemukan
adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial sekunder dari
sindrom uremik. Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia.
Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat
dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal
uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari
saluran G1. Adanya penurunan curah jantung sekunder dari gangguan fungsi
jantung akan memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering
didapatkan adanya peningkatan.
22
3.2.3. B3 (Brain).
Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran
(azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek
sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur, kram
otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri yang berlanjut
pada sindrom uremia.
3.2.4. B4 (Bladder).
Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan frekuensi dan
penurunan urine output <400 ml/hari, sedangkan pada periode diuresis terjadi
peningkatan yang menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap,
disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaan didapatkan
perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap.
3.2.5. B5 (Bowel).
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
3.2.6. B6 (Bone).
Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dari hipetensi.
23
Pemeriksaan elektrolit. Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi
glomerulus tidak mampu mengeksresikan kalium. Katabolisme protein
mengahasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan
hiperkalemia berat. Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung.
Pemeriksan pH. Pasien oliguri akut tidak dapat mengeliminasi muatan
metabolik seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik
normal. Selain itu, mekanisme bufer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan
dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah
sehingga asidosis metabolik progresif menyertai gagal ginjal.
4. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah
komplikasi, yang meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut
yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki
abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan dan
membantu penyembuhan luka.
2. Koreksi hiperkalemi. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan
pemberian ion pengganti resin (natrium polistriren sulfonat), secara oral atau
melalui retensi enema. Natrium polistriren sulfonat bekerja dengan mengubah ion
kalium menjadi natrium di saluran intenstinal.
3. Terapi cairan
4. Diet rendah protein, tinggi karbohidrat
5. Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialisis
Analisa Data
symptom Etiologi Problem
DS:- Retensi cairan, natrium Kelebihan volume
DO:- penurunan produksi dan elektrolit cairan
urine , edema , hasil dari
pemeriksaan urine tampung Peningkatan cairan
dalam tubuh
24
(hypervolemia)
Edema
Kelebihan volume
cairan
DS:- Asidosis metabolic Ketidak efektifan pola
DO:pernapasan napas
kusmaul,hasil pemeriksaan Kompensasi paru
BGA mengeluarkan c02
Ketidak efektifan
pola napas
DS:- Ketidakseimbangan Penurunan curah
DO:, kelemahan otot, nausea elektrolit jantung
,kadar kalium serum
meningkat pada pemeriksaan Hyperkalemia
darah serum elektrolit
Aritmia
Penurunan curah
jantung
DS:- edema ekstremitas, Intoleransi aktivitas
DO:lemah,ada edema,terlihat
sakit berat. kelemahan fisik
intoleransi aktivitas
25
Diagnose keperawatan :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan cairan dalam
tubuh / gangguan mekanisme regulasi
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan asidosis metabolic
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hiperkalemia
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan edema ekstremitas dan kelelahan
26
Intervensi
Rencana keperawatan yang dilakukan bertujuan menurunkan keluhan klien, menghindari penurunan dari fungsi ginjal, serta
menurunkan risiko komplikasi.
27
Ketidakefektifan pola Status pernafasan : Manajemen asam basa : asidosis
napas berhubungan pola napas metabolic
dengan asidosis · pertahankan kepatenan jalan napas ·memastikan tidak ada sumbatan
metabolic Criteria hasil : · monitor pernapasan jalan napas
· hasil BGA normal ·monitor ketidak seimbangan elektrolit ·untuk mengetahui status pernapasan
· ph darah yang berhubungan dengan asam basa ( pasien
meningkat hyperkalemia) · menentukan intervensi lanjutkan
· cegah komplikasi pemberian HCO3 · agar tidak terjadi komplikasi yang
seperti alkalosis metabolic, merugikan
hipernatremia ) · dialysis membantu mengurangi
·kolaborasi terapi dialysis asidosis metabolik
Penurunan curah jantung Status sirkulasi Manajemen elektrolit : hiperkalemia
berhubungan dengan · monitor menifetasi neurologis dari · untuk melakukan intervensi
hiperkalemia Criteria hasil : hiperkalemia lanjutan
Paresthesia berkurang · monitor hiperkalemia terhadap · efek dari hiperkalemia pada
Nausea berkurang gastrointestinal gastrointestinal akan memperburuk
Kadar kalium normal ·monitor intake/asupan kalium yang kondisi pasien
tidak disengaja ( missal makanan yang · untuk mencegah kalium berlebihan
dimakan pasien) dalam tubuh pasien
28
· arahkan pasien dan keluarga tentang · mengedukasi hal apasaja yang
pengobatan hiperkalemia harus dilakukan pada pasien
· kolaborasi pemberian insulin dan · insulin dan glukosa sebagai terapi
glukosa pada hiperkalemia
29
Bab IV
TELAAH JURNAL
Judul Tujuan Populasi/ Metode Hasil
Sampel
Reduced Versus Tujuan penelitian Sebuah ukuran Penelitian ini Tidak ada perbedaan signifikan yang
Conventional Dose Insulin ini adalah untuk sampel dari 82 merupakan studi ditemukan dalam pengurangan insulin
for Hyperkalemia membandingkan administrasi kohort retrospektif antara kelompok ( dalam pengurangan
Treatment efektivitas dalam . potassium antara kelompok ( 0,096 mmol /
(Garcia et al. Journal of penggunaan insulin kelompok L, 0,096 mmol / L, P nilai ¼. 2210).
Pharmacy Practice 1-5 ª pada hyperkalemia dosis dikurangi Setelah di analisis subkelompok pasien
The Author(s) 2018) antara pengurangan dan 167 pada dengan serum kalium> 6 mmol / L 2210)
dosis dan dosis kelompok mengungkapkan penurunan lebih rendah
konvensional dosis kalium pada kelompok dosis pengurangan
konvensional dibandingkan dengan kelompok dosis
konvensional (perbedaan: 0,238 mmol / L,
P nilai ¼. 018).
Jadi insulin dosis konvensional mungkin
lebih efektif daripada dosis penguranngan
insulin reguler pada tingkat kalium serum
30
dasar> 6 mmol / L dalam pengobatan
hiperkalemia. pemantauan sering kalium
serum dan glukosa setelah pemberian
insulin diperlukan untuk mengkonfirmasi
respon dan menghindari hipoglikemia.
Treatment of Untuk Pada audit 1 Dengan Hasil perawatan yang menggunakan
Hyperkalemia with a low- meningkatkan sampel retrospektif . dan protocol untuk hyperkalemia meningkat
dose insulin protocol is protocol peggunaan sebanyak 125 menggunakan setelah pemberian edukasi tentang
effective and result in insulin melalui pasien ( 86 analisa statistic pemberian protocol. Terkait dengan ini
reduce hypoglikemia computerized laki-laki dan GrapPad Software insiden hypoglikemia yang mendapat
(Mc Nicholas et al. KI physician order 69 perempuan) treatment insulin 5 unit lebih rendah.
Report. 2017) entry (CPOE) pada Jadi peningkatan edukasi terkait protocol
gawat darurat . Pada audit 2 pemberian insulin melalui CPOE pada
sample agawat darutat memberikan efek
sebanyak 98 berkurangnya kejadian hipoglikemia
pasien ( 69 terkait pemberian insulin pada
laki-laki dan hyperkalemia
29 perempuan
31
Optimal Dose and Method Tinjauan sistematis Database dari Menggunakan Dalam tujuh studi, 10 unit insulin reguler
of Administration of ini meninjau data awal februari systematic review diberikan (bolus dalam lima studi, infus
Intravenous Insulin in the dalam literature 2015 untuk dan pedoman meta dalam dua studi), dalam salah satu
Managementof Emergency untuk menentukan artikel yang analisys penelitian 12 unit insulin reguler diresapi
Hyperkalemia:ASystematic dosis optimal dan memenuhi lebih dari 30 menit, dan dalam tiga studi
Review cara pemberian syarat dengan 20 unit insulin reguler diresapi lebih dari
(HarelZ,KamelKS(2016)) insulin dalam hasil utama 60 menit. Mayoritas studi termasuk yang
pengobatan perubahan bias. Tidak ada perbedaan yang signifikan
hiperkelemia dalam serum secara statistik dalam mean penurunan
darurat kalium kalium serum (K +) konsentrasi pada 60
konsentrasi menit antara studi di mana insulin
pada 60 menit diberikan sebagai infus 20 unit lebih dari
pemberian 60 menit dan studi di mana 10 unit insulin
insulin diberikan sebagai bolus atau studi di mana
10 unit insulin diberikan sebagai infus .
Hampir seperlima dari populasi penelitian
mengalami episode hipoglikemia.
32
Kesimpulan :
Dari ketiga artikel yang membahas terkait pemberian insulin pada hyperkalemia
menunjukkan bahwa keektifan insulin dalam mengatasi hyperkalemia. Namun
disamping itu efek dari pemeberian insulin yang berlebihan akan menyebabkan
hypoglikemia pada pasien gagal ginjal akut. Inilah yang masih menjadi dilema
berapa penggunaan dosis insulin yang cocok untuk pasien gagal ginjal akut
dengan hyperkalemia. Artikel pertama menunjukkan hasil bahwa insulin dosis
konvensional mungkin lebih efektif daripada dosis penguranngan insulin. Artikel
kedua menunjukkan hasil bahwa terkait dengan ini insiden hypoglikemia yang
mendapat treatment insulin 5 unit lebih rendah. Dan artikel ketiga menunjukkan
bahwa Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik dalam mean
penurunan kalium serum (K +) konsentrasi pada 60 menit antara studi di mana
insulin diberikan sebagai infus 20 unit lebih dari 60 menit dan studi di mana 10
unit insulin diberikan sebagai bolus atau studi di mana 10 unit insulin diberikan
sebagai infus Hampir seperlima dari populasi penelitian mengalami episode
hipoglikemia.
33
Literature Review
34
pemberian insulin diperlukan untuk mengkonfirmasi respon dan
menghindari hipoglikemia.
35
setelah pemberian insulin , dan memberikan intervensi yang tepat
ketika pasien mengalami tanda-tanda hypoglikemia
36
DAFTAR PUSTAKA
Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik Edisi VI Volume
II. Jakarta: EGC
Ewens & Jevon, 2008. Pemantauan pasien kritis seri keterampilan essensial
untuk perawat edisi II . Jakarta . Erlangga
Boerly & Priece . 2006 . At a Glance Ilmu Bedah edisi III . Jakarta . Erlangga
Morton Patricia dkk. 2008. Keperawtan Kritis Pendekatan Asuhan Holistik Edisi
8 Vol. 1 . Jakarta. EGC
Mansjoer Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III . Jakarta. Media
Aesculapius
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta. Dewan Pengurus Pusat PPNI
37