You are on page 1of 8

X.

BIOREMEDIASI TANAH

Kompetensi: Menjelaskan rekayasa bioproses yang digunakan untuk bioremediasi tanah

A. Composting
Bahan-bahan yang tercemar dicampur dengan bahan organik padat yang
relatif mudah terombak, dan diletakkan membentuk suatu tumpukan. Bahan organik yang
dicampurkan dapat berupa limbah pertanian, sampah organik, atau limbah gergajian.
Untuk mempercepat perombakan kadang-kadang diberi pupuk N, P, atau nutrien
anorganik lain. Bahan yang telah dicampur sering ditumpuk membentuk barisan yang
memanjang, yang disebut “windrow”. Selain itu dapat juga ditempatkan dalam wadah
yang besar/luas dan diberi aerasi, khusus untuk bahan yang tercemari bahan kimia
berbahaya. Aerasi diberikan melalui pengadukan secara mekanis atau menggunakan alat
khusus untuk memberikan aerasi. Kelembaban bahan campuran tetap dijaga. Setelah
diinkubasikan terjadi pertumbuhan mikroba, dan suhu tumpukan meningkat mencapai 50-
60oC. Meningkatnya suhu dapat meningkatkan perombakan bahan oleh mikroba.
Metode composting telah digunakan misalnya untuk mengatasi tanah yang
terkontaminasi klorofenol. Pada skala lapangan menunjukkan bahwa dengan metode ini
dapat menurunkan konsentrasi bahan peledak TNT, RDX, dan HMX dalam sedimen
yang tercemar oleh bahan-bahan tersebut.

B. Biopile
Teknik biopile merupakan pengembangan dari teknik pengomposan. Biopile
merupakan salah satu teknik bioremediasi ex-situ yang dilakukan di permukaan tanah.
Teknik ini juga disebut sebagai aerated compost pile. Oleh karena aerasi pada
pengomposan terjadi secara alami, sedangkan pada biopile menggunakan pompa untuk
menginjeksikan oksigen ke dalam tumpukan tanah tercemar yang diolah. Proses
biodegradasi dipercepat dengan optimasi pasokan oksigen, pemberian nutrien dan
mikroba serta pengaturan kelembaban.
Biopile merupakan teknik penanggulangan lahan tercemar yang mirip dengan
landfarning. Pada teknik landfarming, aerasi diberikan dengan cara membolak-balik
tanah dengan cara dibajak, sedangkan pada biopile aerasi diberikan menggunakan
peralatan. Pada biopile ada dua cara pemberian aerasi. Pertama dengan pompa penghisap
untuk memasukkan oksigen dari udara ke lapisan tanah, dan yang ke-dua menggunakan
blower untuk menginjeksikan udara ke dalam tanah.

TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI


Pengolahan limbah sludge minyak bumi menggunakan teknik bioremediasi
eks-situ. Pada teknik ini, lapisan dasar lahan harus disiapkan agar mencegah terjadinya
infiltrasi. Penyiapan lapisan dasar harus menggunakan lapisan tanah liat dan geomembran
serta dilengkapi sistem drainase. Lindi yang keluar dari tempat bioremediasi harus
ditampung untuk kemudian diolah sebagai limbah cair.
Tahapan bioremediasi adalah sebagai berikut:
Penyiapan lokasi.
Lapisan tanah dipadatkan dengan ketebalan minimal 60 cm dan permeabilitas
K< 10-7m/detik atau jenis lapisan sintetis lain yang mempunyai karakteristik sama.
Selanjutnya dilapisi dengan geomembran dengan ketebalan 1,5-2,0 mm, lapisan gravel 30
cm, dan penutup sementara.
Tahapan bioremediasi
Limbah sludge minyak bumi yang diolah, maksimal mengandung minyak
20% berat, dicampur dengan tanah bulking agent sampai rata. Perbandingan antara materi
pencampur (tanah dan bulking agent lain) dengan limbah sludge maksimal 3:1. Agar
terjaga kelembabannya maka dicampur dengan air yang sudah diperkaya nutrien untuk
pertumbuhan bakteri.
Mikroba atau bakteri perombak minyak bumi dapat ditambahkan ke dalam air
pencampur untuk mempercepat proses dan untuk menjamin terjadinya penurunan TPH
(Total Petroleum Hydrocarbon).
Penggunaan bakteri perombak minyak bumi sebaiknya menggunakan bakteri
lokal yang diisolasi dari lokasi atau tempat lain di Indonesia. Penggunaan bakteri impor
hanya diizinkan apabila bakteri tersebut termasuk GMO (genetically modified
microorganism) dan harus mendapat persetujuan dari Departemen Pertanian.
Melakukan pengamatan terhadap penurunan kandungan minyak atau dalam
bentuk TPH
Untuk meyakinkan terjadinya proses biodegradasi dapat dilakukan dengan
pengukuran terhadap pertumbuhan jumlah bakteri dalam tanah dan transformasi nitrogen.
Proses bioremediasi limbah sludge lebih baik dilakukan pada kondisi aerob,
sehingga perlu suplai oksigen.
Kelembaban perlu dijaga agar tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering.
Pengolahan secara bioremediasi dinyatakan layak apabila berhasil
menurunkan kadar minyak sebesar 70% dari total kandungan minyak sebelum proses
dalam waktu 4 bulan, dan menurunkan kandungan petroleum hidrokarbon dengan C< 9
sebesar 80% dari total kandungan C< 9 sebelum proses dalam waktu 4 bulan.

Limbah padat sisa bioremediasi


Limbah padat sisa bioremediasi dapat ditimbun ke dalam landfill dan atau
dimanfaatkan. Landfilling harus sesuai tata cara landfill yang diatur pemerintah.
KRITERIA DESAIN BIOREMEDIASI
Biopile

Secara umum dilakukan pencampuran bahan terlebih dahulu, kemudian


diproses biopile dan hasil proses biopile dilakukan revegetasi.
Urutan proses biopile adalah sebagai berikut:

• Diberi aerasi menggunakan pipa-pipa

• Diberi mikroba pendegradasi bahan pencemar

• pH diatur dengan pemberian kapur

• Diberi tambahan nutrien NPK

• Diberi bulking agent untuk menggemburkan tanah

• Diberi tanah pencampur untuk menurunkan kandungan bahan pencemar

• Dari hasil uji dapat menurunkan TPH sampai dibawah 1% dalam waktu 1 bulan

C. Landfarming
Salah satu teknik penerapan bioremediasi adalah menggunakan teknik
landfarming. Landfarming sering juga disebut dengan landtreatment atau
landapplication. Cara ini merupakan salah satu teknik bioremediasi yang dilakukan di
permukaan tanah. Prosesnya memerlukan kondisi aerob, dapat dilakukan secara in-situ
maupun ex-situ. Landfarming merupakan teknik bioremediasi yang telah lama
digunakan, dan banyak digunakan karena tekniknya sederhana. Beberapa faktor yang
perlu diperhatikan dalam melakukan teknik ini, yaitu kondisi lingkungan, sarana,
pelaksanaan, sasaran dan biaya.
Kondisi lingkungan, kondisi tanah yang tercemar, pencemar, dan
kemungkinan pelaksanaan teknik landfarming.
Tanah tercemar; untuk lokasi penerapan, tanah hendaknya memiliki konduktivitas
hidrolik sedang seperti lanau (loam) atau lanau kelempungan (loamy clay). Apabila
diterapkan pada tanah lempung dengan kandungan clay lebih dari 70% akan sulit
dilaksanakan. Hal ini disebabkan sifat lempung yang mudah mengeras apabila terkena
air. Kegiatan landfarming dapat dilakukan secara ex-situ maupun in-situ. Namun bila
letak tanah tercemar jauh diatas muka air (water table) maka landfarming dapat dilakukan
secara in-situ.
Pencemar; pencemar yang tersusun atas bahan yang mempunyai penguapan rendah
masih sesuai untuk ditangani secara labdfarming. Bahan pencemar yang mudah menguap
tidak cocok menggunakan teknik ini karena dilakukan secara terbuka. Sebaiknya
kandungan TPH dibawah 10%.

Kemungkinan pelaksanaan; kemudahan kerja diantaranya apabila tersedia lahan, alat


berat untuk menggali dan meratakan tanah, serta kondisi lingkungan yang mendukung.
Apabila ini dipenuhi, maka memungkinkan untuk diterapkan teknik landfarming secara
ex-situ.

Kondisi lingkungan; iklim di lingkungan tempat kegiatan landfarming sangat


mempengaruhi proses. Panas yang terik dapat mengakibatkan tanah cepat mengering,
maka kelembaban harus selalu dijaga dengan penyiraman. Sebaliknya pada musim hujan,
tanah menjadi terlalu jenuh air, sehingga menghambat biodegradasi pencemar karena
aerasi terhambat.

Skema perlakuan landfarming pada prepared bed reactor


Sarana; sarana yang harus disediakan adalah lahan pengolah, pengendali limpahan air,
pengendali resapan, dan sarana pemantau. Lahan pengolah untuk menampung tanah
tercemar dan tempat pengolahan landfarming dilaksanakan. Pengendali limpahan air,
terutama berfungsi saat musim hujan, untuk menjaga kemungkinan terjadinya
pencemaran baru akibat limpahan air tercampur polutan. Pengendali resapan terletak di
dasar lahan pengolah, biasanya berupa lapisan clay yang dipadatkan sampai bersifat
kedap air (liner). Pengendali yang lebih baik adalah lapisan plastik geomembran HDPE
(High Density Polyethylene). Sarana pemantau berupa alat pemantau gas, udara, cuaca,
air tanah dan sebagainya.

Teknis pelaksanaan landfarming


Apabila dilaksanakan secara ex-situ, tanah tercemar yang diambil dari lokasi
yang tercemar dibersihkan terlebih dahulu dari batu-batu dan bahan lain. Selanjutnya
tanah dicampur dengan nutrien dan pHnya diatur. Penambahan nutrient juga disebut
biostimulation. Pada jenis tanah tertentu, perlu ditambahkan bahan penyangga berupa
serbuk gergaji, kompos, atau bahan organik lain untuk meningkatkan porositas dan
konduktivitas hidrolik. Setelah tercampur, tanah ditebarkan di lahan pengolah. Hamparan
tanah selalu dijaga kelembabannya agar kandungan air kurang lebih 15%. Secara
periodik, lapisan tanah dibajak agar tanah mendapat aerasi yang cukup. Penambahan O2
juga disebut bioventing. Apabila diperlukan pada periode tertentu, juga diberi nutrisi agar
proses biodegradasi cepat berlangsung. Selain penambahan nutrien dan O2, juga dapat
ditambah inokulum mikroba. Nutrien umumnya adalah pupuk NPK/urea dan sumber
karbon yang mudah didegradasi. Dari hasil uji dapat menurunkan TPH sampai 49%
Selama kegiatan landfarming, secara periodik dilakukan monitoring untuk
mengamati kandungan pencemar, aktivitas mikroba, dan pengaruhnya terhadap
lingkungan. Dari data hasil monitoring dapat diketahui waktu penyelesaian proses
landfarming.

You might also like