Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi
kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya yang tinggi, daging mengandung asam
amino esensial yang lengkap dan seimbang serta beberapa jenis mineral dan
vitamin. Daging merupakan protein hewani yang lebih mudah dicerna
dibanding dengan protein nabati. Bagian yang terpenting yang menjadi acuan
konsumen dalam pemilihan daging adalah sifat fisik. Sifat fisik dalam hal ini
antara lain warna, keempukan, tekstur, kekenyalan dan kebasahan
(Komariah.,dkk. 2009).
Daging sapi potong juga telah menjadi salah satu bahan pangan yang
dibutuhkan masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya konsumsi
daging nasional yang harus dipenuhi. Kebijakan import dilakukan dalam
rangka mendukung kekurangan produksi dalam negeri. Sampai saat ini,
Indonesia masih kekurangan pasokan daging sapi hingga 35% atau 135,1ribu
ton dari kebutuhan 385ribu ton. Kebutuhan akan protein hewani asal ternak
sesuai dengan standart kebutuhan gizi nasional setara dengan
6,0gram/kapita/hari. Begitu halnya dengan peningkatan tingkat pendapatan
perkapita penduduk maka permintaan akan kebutuhan daging juga akan
semakin meningkat. Disisi lain, meningkatnya pengetahuan masyarakat akan
menuntut suatu produk memiliki kualitas dan mutu yang baik (Setiawan.,dkk.
2017).
Peran Dokter Hewan dalam hal ini adalah penjaminan keamanan
produk asal hewan mulai dari proses pemeliharan hewan sampai proses
pengolahan dan pengkonsumsian. Sesuai dengan UU RI Nomor 41 tahun 2014
tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan Indonesia,
dokter hewan memiliki peranan penting dalam kegiatan pengawasan
keamanan pangan asal hewan untuk menerapkan kesejahteraan masyarakat.
2
Sesuai dengan undang-undang tersebut daging hewan yang baik harus ASUH,
yaitu aman, sehat, utuh dan halal. Oleh karena itu dalam kegiatan PPDH ini
dilakukan pemeriksaan daging sapi sebagai salah satu upaya menjaga
keamanan produk pangan asal hewan.
1.2.Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam uji terhadap hasil olahan
bahan pangan asal hewan daging sapi adalah apakah daging sapi yang diuji
memiliki mutu dan kualitas yang baik sehingga dinyatakan aman, sehat, utuh
dan halal untuk dikonsumsi masyarakat sesuai dengan SNI 3932:2008 tentang
mutu karkas dan daging sapi ?
1.3.Tujuan
Tujuan dilakukannya uji terhadap hasil olahan bahan pangan asal
hewan daging sapi adalah untuk mengetahui daging sapi yang diuji memiliki
mutu dan kualitas yang baik sehingga dinyatakan aman, sehat, utuh dan halal
untuk dikonsumsi masyarakat sesuai dengan SNI 3932-2008 tentang mutu
karkas dan daging sapi.
1.4.Manfaat
Manfaat dilakukannya uji terhadap hasil olahan bahan pangan asal
hewan daging sapi adalah:
1. Mahasiswa PPDH Mengetahui dan memahami prosedur pengujian produk
pangan asal hewan khususnya daging sapi.
2. Mampu menguji dan memutuskan mutu dan kualitas daging sapi, serta
menjamin keamanan daging sapi sehingga daging sapi dinyatakan aman,
sehat, utuh dan halal serta layak untuk dikonsumsi masyarakat sesuai dengan
SNI 3932-2008 tentang mutu karkas dan daging sapi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2 Warna lemak Putih Putih kekuningan Kuning
Skor 1-3 Skor 4-5 Skor 7 -9
3 Marbling Skor 9-12 Skor 5-8 Skor 1-4
4 Tekstur Halus Sedang Kasar
5
oleh keempukan serat-serat miofibril. Sebagian besar serabut otot mengandung
55 % protein miofibril. Faktor kekuatan tarik antara lain pH dan pemasakan.
6
2.4. Mikroba pada Daging Sapi
7
BAB III
MATERI DAN METODE
8
Interpretasi:
Daging sapi normal berwarna merah, tekstur halus, kenyal dan memiliki
aroma dan rasa yang khas.
B. Pemeriksaan pH
Prinsip:
Pengukuran nilai pH daging sapi menggunakan pH meter didapatkan
berdasarkan pencatatan tegangan/potensial listrik yang timbul dalam gelas
elektroda. Besarnya potensial listrik ditentukan oleh konsentrasi ion
hidrogen pada daging sapi.
Alat dan bahan:
Akuades, pH meter, sampel daging, gelas elektroda, larutan pH standar.
Cara kerja:
a. Masukkan elektroda pH ke dalam sampel daging, pH akan terbaca
secara otomatis.
b. Lakukan pengukuran pH dua kali pada tepat yang berbeda. Nilai pH
diperoleh dari rata-rata kedua hasil pengukuran.
c. Standar pH daging sapi yaitu 5,4-5,85.
Interpretasi:
Normal: 5,4 – 5,85
C. Pemeriksaan Cooking Loss
Prinsip:
Selama pemanasan, protein daging akan terdenaturasi sehingga susunan
selulernya akan rusak. Hal tersebut akan mempengaruhi daya ikat air dalam
daging. Air dari daging akan keluar selama pemanasan.
Alat dan bahan:
Kantong plastik, termometer, kertas tisu, timbangan, penangas air, dan
sampel daging sapi.
Cara kerja:
a. Sampel daging ditimbang (a) lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik
bersama dengan termometer yang ditusukkan ke dalam daging. Hilangkan
udara dalam plastik lalu ikat dengan tali.
9
b. Panaskan air 75oC kemudian kantong plastik tersebut dimasukkan ke
dalam air panas dan didiamkan selama 50 menit. Selanjutnya alirkan air
dari kran di atas kantong plastik selama 40 menit.
c. Sampel daging dikeluarkan dan air dipermukaan daging dikeringkan
dengan kertas tisu tanpa dilakukan penekanan. Selanjutnya daging
ditimbang kembali (b) dan dihitung cooking loss nya menggunakan
rumus:
Interpretasi:
Normal: 39,56 – 40,77 %
D. Pemeriksaan Drip Loss
Prinsip
Prinsip drip loss adalah air bebas akan dilepaskan dari protein otot sejalan
dengan penurunan ph otot. Nilai drip loss berbanding terbalik dengan daya
ikat air. Makin tinggi nilai drip loss maka makin kecil daya ikat air pada
daging.
Alat dan Bahan
Toples dan tutupnya, kawat, benang, timbangan dan sampel daging.
Prosedur Kerja
Prosedur kerja dari driploss adalah sepotong sampel daging ditimbang (a
gram) kemudian sampel daging digantung pada kawat yang terdapat di
dalam toples dengan menggunakan benang lalu ditutup dengan rapat.
Sampel daging tidak boleh bersentuhan dengan bagian dalam toples.
Kemudian masukkan toples dalam lemari es (70C) selama 48 jam, sampel
daging dikeluarkan dari plastik dan permukaan sampel dikeringkan secara
perlahan dengan tissue. Setelah itu daging ditimbang (b gram).
Interprestasi
Drip loss dihitung untuk mengetahui jumlah air yang dilepaskan dari
protein. Driploss dihitung menggunakan rumus
10
Drip Loss (%) = (a-b )/a x 100 %
11
a. 5 ml H2SO4 dimasukkan kedalam tabung reaksi.
b. Ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 secara perlahan.
c. Kemudian ditambahkan 5 ml larutan ekstrak sampel yang akan
diperiksa melalui dinding tabung.
Interpretasi:
Hasil positif menunjukkan adanya warna ungu-merah lembayung pada batas
antara kedua larutan.
12
3.3.5 Pemeriksaan Mikrobiologi Daging
A. Perhitungan Jumlah Total Bakteri dengan Metode Hitungan Cawan
Prinsip:
TPC dimaksudkan untuk menunjukkan jumlah mikroba yang terdapat dalam
suatu produk dengan cara menghitung koloni bakteri yang ditumbuhkan
pada media agar.
Alat dan bahan:
Cawan petri, tabung reaksi, pipet 1 ml dan 10 ml, botol media, colony
counter, gunting, pinset, jarum inokulasi, stomacher, bunsen, pH meter,
timbangan, magnetic stirrer, tabung pengocok, inkubator, PCA, Buffer
Pepton Water (BPW) 0,1%, sampel daging sapi.
Cara kerja:
a. Nyalakan pembakar bunsen dan bersihkan tangan dengan alkohol.
b. Sampel daging sebanyak 10 gram dihaluskan dan dihomogenkan dengan
90 ml larutan BPW 0,1 % (menjadi pengenceran 1:10),
c. Sebanyak 1 ml larutan dari pengenceran 10-1dipindahkan kedalam 9 ml
larutan BPW 0,1 % larutan untuk pengenceran selanjutnya sampai
dengan pengenceran 10-7dengan cara sama,
d. Masukkan 1 ml larutan dari pengenceran 10-5 sampai 10-7 kedalam
cawan petri secara duplo,
e. Tambahkan 15 ml PCA pada masing-masing cawan petri, ratakan
dengan spreader steril dan diamkan sampai memadat,
f. Inkubasi dengan posisi terbalik ke dalam inkubator selama 24-36 jam
pada suhu 37oC. Hitung jumlah koloni dengan menggunakan colony
counter.
B. Perhitungan Jumlah Koliform dengan Metode Hitungan Cawan
Alat dan bahan:
Cawan petri, pipet steril, bunsen, autoclave, inkubator, media VRB.
13
Cara kerja:
a. Buatlah media VRB dengan cara melarutkan media VRB ke dalam
akuades (38,5 g/1 L). Panaskan larutan tersebut hingga mendidih.
Masukkan ke dalam waterbath suhu 50oC agar media tidak memadat.
b. Sama dengan metode TPC, namun pemupukan yang dilakukan berasal
dari tabung BPW 0,1 % pengenceran ke -10-1 sampai 10-3 Lakukan
pemupukan secara duplo.
c. Buka tutup cawan petri sedikit kemudian tuang media VRB cair steril
yang telah didinginkan sampai suhu 45 – 50oC sebanyak 15 – 20 ml dan
cawan ditutup. Selanjutnya cawan digerak-gerakkan membentuk angka
delapan agar media merata. Biarkan media VRB hingga padat.
d. Cawan petri diinkubasi dengan posisi tutup dibalik ke dalam inkubator.
Inkubasi pada suhu 37oC selama 24 – 36 jam.
e. Hitung jumlah koloni dengan menggunakan colony counter.
C. Uji Cemaran E. Coli
Prinsip:
Mengetahui pertumbuhan koloni bakteri E. Coli pada media EMBA yang
dapat dilihat langsung. Koloni bakteri E. Coli yang tumbuh merupakan
gambaran jumlah mikroorganisme yang terdapat pada sampel.
Alat dan bahan:
Cawan petri, pipet steril, bunsen, media Eosin Methylene Blue Agar
(EMBA), autoclave, waterbath, inkubator, colony counter.
Cara kerja:
a. Buat media EMBA dengan melarutkan dalam akuades (37,5 g/L).
Panaskan hingga mendidih. Lakukan sterilisasi kemudian masukkan
media EMBA cair ke dalam waterbath suhu 50oC agar media tidak
memadat.
b. Streak sampel menggunakan ose pada cawan petri yang telah berisi
media EMBA.
c. Inkubasi pada temperatur 35ºC selama 24 jam.
14
d. Intepretasi koloni yang diduga E. coli memiliki diameter 2-3 mm,
berwarna hitam atau gelap pada bagian pusat koloni, dengan atau tanpa
metalik kehijauan yang mengkilat pada media EMBA
D. Uji Cemaran Salmonella
Prinsip:
Jika sel mikroba yang masih hidup pada sampel ditumbuhkan pada media
agar, maka mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni
yang dapat dilihat langsung dengan mata telanjang.
Alat dan Bahan:
Cawan petri, pipet tabung reaksi, pembakar bunsen, inkubator, autoclave,
ose, SSA, alkohol 70%, BPW 0,1% dan sampel daging sapi.
Cara Kerja:
a. Pembakar Bunsen dinyalakan dan dibersihkan tangan dengan alkohol.
b. Dimasukkan ekstrak daging yang telah dihomogenkan sebanyak 1 mL
ke dalam larutan BPW 0,1% steril 9 mL pada pengenceran 1:10 (10-1)
lalu dihomogenkan.
c. Diambil 1-2 ose inokulum bakteri pada tabung reaksi pengenceran 10-1
lalu ditanam pada media SSA.
d. Diinkubasi pada suhu 37˚C selama 18-24 jam. Diamati spesifikasi
pertumbuhan Salmonella pada media SSA.
e. Interpretasi koloni yang diduga Salmonella memiliki warna hitam atau
dengan inti hitam, datar, dengan tepi transparan.
15
Alat dan bahan:
Sampel daging segar, media Mueller Hinton Agar (MHA) dan bakteri
standar Bacillus subtilis yang dibiakkan pada media Nutrien Agar (NA),
ose, paper disc, cawan petri, inkubator.
Cara kerja:
a. Dibiakkan bakteri Bacillus subtilis pada media NA dan diinkubasi 36oC
selama 24 jam.
b. Bakteri Bacillus subtilis dibiakkan 1 streak ose dan diencerakan dengan
5 ml NaCl fisiologis.
c. Bakteri yang sudah diecerkan ditanam pada media MHA secara
spreader.
d. Paper disc ditempelkan pada sampel daging kelinci selanjutnya
diletakkan di atas media MHA yang bercampur dengan bakteri Bacillus
subtilis.
e. Pada media MHA juga ditempelkan paper disc blank dan paper disc
tetracycline.
f. Diinkubasi suhu 3oC selama 24 jam.
g. Sampel dinyatakan positif mengandung residu antibiotika apabila
terbentuk daerah hambatan minimal 2 mm lebih besar dari diameter
paper disc (adanya zona bening).
16
BAB IV
PEMBAHASAN
17
Hasil
No. Pengujian Standar Hasil Uji
Standar
2009
Keutuhan SNI 3924: Mutu I-III Utuh (Mutu I)
2009
Perubahan warna SNI 3924: Mutu I-III Bebas dari memar
2009 atau freeze burn
(Mutu I)
Kebersihan SNI 3924: Mutu I-III Bebas dari bulu
2009 tunas (pin feather)
(Mutu I)
PH - - 6,5
Drip Loss - - 1,25%
Cooking Loss - - 40%
2. Pemeriksaan - - Negatif (terbentuk
Kesempurnaan warna biru)
Pengeluaran Darah
3. Awal Pembusukan
Eber SNI 3924: Negatif Positif, terbentuk
2009 awan
H2S SNI 3924: Negatif Negatif
2009
6. Mikrobiologi
TPC SNI 3924: maksimum 1 6,6 x 107
2009 x 106
Coliform SNI 3924: maksimum 1 3 x 102
2009 x 102
Salmonella SNI 3924: per 25 g
2009 negatif
7. Residu Antibiotik SNI 3924: negatif
2009
18
.
4.3. Hasil Uji Pemeriksaan Kesegaran Daging
19
Daging yang mengalami glikolisis akan menurunkan pH daging sapi
(Lukman dkk., 2009).
Pemeriksaan driploss menunjukkan hasil 1,25% sedangkan
pemeriksaan cookingloss menunjukkan hasil 40%. Hasil yang didapat ini
telah sesuai dengan standart nasional Indonesia yaitu minimal 40%. Daya
ikat air (driploss) salah satunya dipengaruhi oleh pH daging, hal ini
disebabkan karena glikolisis postmortem dalam daging secara normal akan
terus berjalan sampai pH akhir sekitar 5,5 dan ini merupakan titik iso-elektrik
dari protein-protein prinsipil dalam urat daging, maka kehilangan kapasitas
memegang air sedikit sehingga mempunyai daya ikat air daging lebih tinggi
(Dewi, 2012). Daya ikat air akan meningkat seiring dengan meningkatnya pH
akhir (pH daging yang dapat dicapai setelah proses glikolisis berakhir) yaitu
pada pH 5,40- 6,0. Penurunan nilai daya ikat air juga disebabkan oleh pH
daging yang semakin menurun. Dalam kondisi daging yang lebih asam
menyebabkan protein mudah rusak. Sedangkan, Daging dengan susut masak
(cooking loss) yang lebih rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik
daripada daging dengan susut masak yang lebih tinggi, karena kehilangan
nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit (Dewi, 2012). Menurut Soeparno
(2005) cooking loss dipengaruhi oleh waktu post mati. Jangka waktu mati
mempengaruhi cooking loss daging. Perubahan cooking loss disebabkan
terjadinya penurunan pH daging post mortem yang mengakibatkan banyak
protein miofibriller yang rusak, sehinggga diikuti dengan kehilangan
kemampuan protein untuk mengikat air yang pada akhirnya semakin
besarnya.
20
mempengaruhi kesempurnaan pengeluaran darah adalah afalah teknik
penyembelihan dan pengeluaran darah dilakukan dengan baik.
21
penampang permukaan daging, sehingga kemungkinan terjadinya kontak
dengan mikroorganisme akan lebih besar. Beberapa usaha yang dilakukan
untuk memperlambat kerusakan oleh mikroba pada daging diantaranya
adalah dengan penyimpanan refrigerasi pada suhu 5°C, pembekuan, serta
memanfaatkan teknologi iradiasi.
22
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan pada sampel daging sapi,
menunjukkan bahwa daging sapi tersebut tidak ASUH untuk dikonsumsi
karena terdapat cemaran mikroba diatas dari SNI Nomor 3926 : 2008.
5.2. Saran
Edukasi terhadap penjual daging sapi yang berada di pasar tradisional
sebaiknya dilakukan untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi bakteri
lingkungan. Hal ini disebabkan masih banyaknya penjual daging yang
membuka lapak yang berada di area luar pasar sehingga tingkat paparan
bakteri lingkungan lebih besar dan mampu mempengaruhi kualitas daging.
23
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, Haryanto, B., Kuswandi, dan Murdiati, T. 2001. Karakteristik Karkas
dan Kualitas Daging Sapi PO Yang Mendapat Pakan Mengandung
Probiotik. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
Arifin,M., B. Dwiloka dan D.E. Patriani. 2008. Penurunan Kualitas Daging Sapi
yang terjadi selama Proses Pemotongan dan Distribusi di Kota Semarang.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor,
11-12 Nopember 2008, p: 99-104
Dewan Standarisasi Nasonal. Mutu Karkas dan Daging Sapi. SNI 3932:2008
Dewi, S. 2012. Populasi Mikroba dan Sifat Fisik Daging Sapi Beku Selama
Penyimpanan. Jurnal AgriSains Vol.3 (4) : 1-10
Djafaar T.F. dan Rahayu S. 2007. Cemaran mikroba pada produk pertanian,
penyakit yang ditimbulkan, dan pencegahannya. J Litbang Pertanian
26(2): 67-73.
Komariah., Rahayu, Sri. 2009. Sifat Fisik Daging Sapi, Kerbau dan Domba pada
Lama PostMortem yang Berbeda. Buletin Peternakan .Vol. 33(3): 183-
189
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan Keempat. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
24
Soeparno. 2011. Ilmu Nutrisi dan Gizi Daging. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
25
LAMPIRAN
1. Perhitungan Driploss
W0 = 6,4 gr
W1 = 5,6 gr
Driploss = (6,4 – 5,6) / 6,4 x 100%
= 12,5 %
3. Perhitungan TPC
Jumlah Koloni
Pengenceran
I II
105 141 228
106 58 171
107 72 3
2. Perhitungan Coliform
Jumlah Koloni
Pengenceran
I II
1
10 39 24
2
10 2 3
3
10 0 1
26
27