You are on page 1of 5

"Berhenti makan beras, tepung atau sumber karbohidrat umum lainnya!

Kalau Tuhan mau


kita makan beras, kita sudah dikasih tembolok dari lahir!"
Tan Shot Yen

Anny Wahyuningsih
31 Oktober pukul 13.58

Entah kharisma apa yang dimilikinya? Tapi pasiennya rata-rata gak ada yang ngeyel atau
mengelak saat ditembak oleh Dr. Tan dengan pertanyaan yang tanarnya lebih mirip tuduhan!
Habis mau ngeles gimana? Namanya kepengen sembuh, mending jujur kali ya? Tampaknya
itu yang terbersit di pikiran mereka.
Macam-macam 'tuduhan' beliau, mulai dari tidak patuh terhadap menu makan yang
disepakati, kemalasan mereka menggerakkan tubuh seperti perintah, atau nekat
mengkonsumsi bahan makanan yang dipantangkan bagi mereka.
Yang lebih kacau lagi, saat ia 'mengomeli' seorang pasiennya yang nampaknya terserang
stroke dan telah berangsur sembuh namun masih enggan melepaskan diri dari tongkatnya.
"Kalau tidak mau lepas dari tongkat ini, secara fisik dan mental kamu merusak tubuh kamu
sendiri, coba lepas tongkat itu, lepas!" Saat dilihatnya sang pasien nampak ragu berdiri tanpa
ditopang tongkat tersebut.
Kemudian Dr. Tan berbicara macam-macam ke pasiennya untuk menggambarkan kondisi
buruk yang mungkin terjadi apabila ia bergantung pada tongkat tersebut, mulai dari
penurunan fungsi otot, organ yang terganggu sampai ke masalah psikis di mana ia suatu saat
akan menyalahkan lingkungan, mulai dari orang sekitarnya hingga ke anak-anak yang
dianggap tidak memperhatikan dirinya.
Entah semburan kalimat itu begitu bombastis atau mengandung mantra, hehe, mendadak sang
pasien mampu berdiri tanpa masalah walau tongkat itu telah dilepas.
"Lihat kan! Apa rasanya berdiri tanpa tongkat? Tidak jatuh kan?" tukas dr. Tan puas.
INTEROGASI
Di ruang praktek beliau dengan belasan pasien. Walau bersesak-sesakan di ruang yang kecil,
namun tidak ada satupun pasien mengeluh atau protes.
Di sini Dr. Tan, langsung berbicara "Silahkan mengenalkan diri masing-masing dan
keluhannya, tapi ingat! Ini bukan ajang curahan hati, cukup kenalkan, sisanya biarkan saya
yang berbicara!". Wuih, teknik yang unik.
Perlahan-lahan satu persatu pasien berbicara. Memperkenalkan diri dan kondisi masing-
masing. Dr. Tan mendengarkan dengan seksama, lalu ia memberondong pasien tersebut
dengan pertanyaan yang sifatnya personal terkait kondisi kesehatan mereka.
Dr. Tan : "Kenapa Anda kesini?"
Pasien : "Saya merasa obesitas, dok.."
Dr. Tan : "Kenapa obesitas?"
Pasien : "Karena keturunan di keluarga saya.."
Dr. Tan : "Nonsens! Kenapa?!" mulai meninggi nadanya
Pasien : "Ngg.. Anu, mm.. makan saya banyak" mulai terintimidasi
Dr. Tan : "Kalau makan bener, banyak juga gak pa-pa! Kenapa?!"
Pasien : "Saya suka makan yang manis-manis, dok"
Dr. Tan : "Nah, itu dia.. Persis!" manggut-manggut puas
"Jangan pernah ada yang bilang, kalau kalian itu sakit karena keturunan, itu mayoritas
bohong! Sedikit sekali penyakit yang menurun karena genetika, sedikit!"
Setelah itu Dr. Tan, dengan gaya yang sangat ekspresif memukul meja di depan dan
kemudian mencolokkan jari-jari tangannya ke mulut. "Ini yang membuat penyakit seakan-
akan muncul di keluarga sebagai penyakit turunan..." katanya setengah membeliakkan
matanya "Keluarga, meja makan dan apa yang kalian makan di sana!".
Atau ini..
Dr. Tan : "Kenapa pak?"
Pasien : "Saya darah tinggi, dok.."
Dr. Tan : "Berapa?"
Pasien : "Sekarang sih lagi minum obat jadi 120-80"
Dr. Tan : "Saya tanya nilai kamu, bukan nilai bikinan guru les!"
Pasien : "He?" bingung
Dr. Tan : "Itu kan bikinan dokter kamu? Bukan darah tinggimu.."
Pasien : "Hehe, iya dok.."
Dr. Tan : "Jadi kalau guru lesmu matek, nilai kamu merah lagi?"
Pasien : Tambah bingung
Dr. Tan : "Udah berapa taun minum obat itu"
Pasien : "Lima tahun, dok"
Dr. Tan : "LIMA TAHUN?! Dan gak ada kemajuan, begitu-begitu saja?"
Pasien : "Iya dok, tapi memang gak pernah melonjak lagi.."
Dr. Tan : "Guob* sisan!!!" *membentak sembari memukul meja
Kemudian sambil marah-marah pada dirinya sendiri ia mengungkapkan keheranannya pada
pasien yang mau saja berobat bertahun-tahun pada seorang dokter tapi tidak menunjukkan
gejala perbaikan, hanya berada pada posisi stagnan. Dan pasien itu sudah cukup puas.
"Itu sebabnya pasien yang kena darah tinggi, 'matek'-nya rata-rata bukan karena darah
tingginya, tapi karena liver atau ginjalnya ngambek! Lha wong bertahun-tahun harus menelan
racun. Yang konyol ya, pasiennya.. Kok mau? Dan dokternya juga.. Kok tega?"
Ia menuding lagi ke bapak pasien darah tinggi tadi. "5 tahun ke dokter itu, pernah ndak,
bapak dikasih tau, kenapa sakit darah tinggi bisa terjadi? Dan apa langkah pencegahannya
agar tidak sampai sakit, selain minum obat?" Ketika sang bapak menggeleng, Dr. Tan
menghembuskan nafas kesal dan membanting tubuhnya ke senderan kursi.
"Persis! Guo* tenan!"
BUKAN SPESIALIS
Tapi bukan berarti dokter satu ini lebih banyak mengomel dan memaki. Ia sangat taktis dalam
memberikan penjelasan beragam penyakit yang diderita pasiennya. Begitu taktisnya sampai
orang paling awam pun rasanya bisa mengerti dengan cukup mudah apa yang dimaksud oleh
beliau.
Bandingkan dengan mayoritas oknum dokter yang cuma mendengar keluhan pasien, tanpa
melihat mata pasien, kemudian menuliskan resep, tanpa melihat mata, lalu mempersilahkan
pasien keluar ruangan, masih dengan tanpa melihat mata.
Dr. Tan lain, ia bahkan memberikan bahasa tubuh yang sangat teatrikal untuk
menggambarkan kondisi tubuh yang mengalami masalah, ia juga tidak ragu-ragu berteriak
kecewa, gembira atas reaksi juga jawaban pasien yang sesuai atau tidak dengan harapannya.
Sebenarnya mengasyikan sekali melihat dokter satu ini saat berpraktek.
"Bawa saja, bagian tubuh Anda yang sakit itu ke bengkel Astra, minta dibetulin di sana, kalau
sudah balikin dan pasang lagi" Tiba-tiba salah satu kalimat pedas Dr. Tan memutus lamunan
saya. Ada apa nih?
"Salah satu puncak kegob***an dunia kedokteran adalah maraknya spesialisasi ini dan itu di
sana-sini. Lalu pasien yang dateng ke mereka diperlakukan layaknya onderdil mobil,
dikerjakan satu persatu apabila rusak, bukannya dilihat sebagai satu kesatuan sistem, kapan
mau sembuh beneran?" Omelnya dengan nada sangat keras.
Kemudian ia menjelaskan secara sistematis, mengapa tubuh manusia tidak sepatutnya dilihat
dari organ per organ.
Penyumbatan koroner jantung misalnya, tidak bisa tidak, penyebabnya hampir 100 persen
berasal dari makanan, tapi setiap kali pasien penderita jantung koroner pergi menjalani
operasi bedah jantung, entah di pasang ring atau treatment lainnya, jarang sekali dokter
jantung yang memberikan tuntunan panduan makan secara cermat kepada pasien.
Paling-paling pekerjaan ini dilempar ke dokter ahli gizi, yang kita semua tahu mayoritas
cuma bisa memberikan resep langsing bukannya resep untuk hidup sehat.
(Kalau yang satu ini saya punya pengalaman pribadi, waktu diajak bekerja sama oleh salah
satu dokter gizi kondang di Jakarta. Waktu saya sodorkan pola makan anti stres dengan
manipulasi bahan makanan terkait dengan produksi zatneurotransmitter.
Dokter itu terbengong-bengong, "Wah, saya mah taunya cuma bikin orang langsing doang.
Gak tau nih begini-beginian?" Yak ampun? Saya ini bukan ahli gizi, mosok lebih tau konsep
food therapy ketimbang dia?)
Jadi kembali ke kasus Dr. Tan tadi. Bagaimana seorang pasien bisa sembuh secara paripurna,
kalau dokternya aja saling lempar-lemparan kasus? Ia sekali lagi memaki konsep
spesialisisasi secara sembarang di dunia kedokteran.
"Makanya kalau ada orang tanya saya ini spesialisasi apa? Saya jawab, saya bukan mekanik
bengkel, saya dokter!" Ini adalah salah satu kalimat pedas dari beliau yang diucapkan saat
dulu pertama bertemu saya.
MAKAN SEHAT & BERGERAK
Akhirnya Dr. Tan memberikan resep sehat bagi setiap pasiennya. Bukan, beliau bukan
mencatat kalimat-kalimat berbahasa latin untuk diteruskan ke apoteker dan diubah menjadi
tablet, pil, salep atau obat cair, tidak! Resep yang ditulis oleh Dr. Tan, jangankan seorang
apoteker, seorang tukang sayur yang biasa mampir ke rumah Anda pagi-pagi pun bisa
mengerti.
"Jangan ada yang protes, makanan yang saya rujuk ini bisa membuat Anda menikmati hidup
atau tidak! Kalau mau sembuh, ya? Anda-Anda ini terlihat sekali adalah orang yang sudah
hampir seumur hidup menikmati hidup dengan memanjakan lidah ke makanan yang enak,
tapi salah!" Dr. Tan sudah menekankan konsep ini di awal pemberian resep hidup sehatnya.
"Sekarang Anda harus membayar harga nikmat tapi mematikan tersebut dengan berdisiplin
mengikuti apa yang saya berikan" Tukasnya dengan tatapan tajam.
Apa yang diminta oleh Dr. Tan sangatlah sederhana untuk dimengerti dan dilakukan, tapi
bagi para so called 'penikmat hidup', pastilah sangat berat untuk dituruti.
Saran beliau :
1. "tidak ada gula!"
Orang sering dengan bodohnya mengira bahwa penumpukan lemak itu lahir akibat konsumsi
lemak yang berlebihan. Padahal Dr. Tan mengatakan, "Manusia itu punya threshold untuk
lemak, yaitu rasa mual dan muak. Jarang ada manusia yang mengkonsumsi lemak lebih
banyak dari kemampuan tubuhnya menerima".
Penumpukan lemak dalam tubuh kita, mayoritas lebih kepada konsumsi gula yang berlebihan
dalam segala bentuk.
Kandungan gula yang terlalu tinggi membuat tubuh mengeluarkan insulin berlebihan untuk
menormalkan lonjakan gula darah dan mengakibatkan kelenjar pankreas lelah.
Kerusakan pankreas membuat penyakit degeneratif yang sangat populer, Diabetes.
2. "buah dan sayur sebagai sumber karbohidrat"
"Berhenti makan beras, tepung atau sumber karbohidrat umum lainnya! Kalau Tuhan mau
kita makan beras, kita sudah dikasih tembolok dari lahir!"
Masih terkait dengan apa yang diutarakan sebagai konsumsi gula berlebihan, Dr. Tan
menekankan pada karbohidrat akan berubah menjadi gula, dimana cadangan gula yang
berlebihan akan segera ditransformasikan oleh tubuh dalam bentuk glikogen (disimpan dalam
hati - otot) serta trigliserida (lemak).
Angka trigliserida tinggi adalah sumber obesitas yang sekarang semakin marak menyerang
kehidupan manusia.
"Jangan panik, dengan bilang, kalau gak makan nasi badan saya lemas" Tukasnya sebelum
ada pasien yang protes. "Tubuh Anda membangun kebiasaan, bukan memenuhi kebutuhan.
Pernah liat orang yang habis makan, makanan Padang? Setelah dua jam, bukannya semakin
kuat, mereka malah menjadi mengantuk! So, Anda bilang Anda lemas, kalau tidak makan
nasi?"
Dr. Tan memberikan daftar penggantinya segera. Buah dan sayur sebagai sumber
karbohidrat. Ia menyajikan urutan buah-buah yang memiliki kandungan fructose -gula alami
buah- aman. Ia juga menekankan cara menyajikan sayuran yang baik.
"Jangan bilang Anda sudah makan sayur kalau yang dimakan sayur bening atau sayur cap
cay, itu bukan sayur, itu sampah dalam bentuk sayur!" Ucapnya dalam nada tinggi.
"Sayur dimasak sudah pasti enzyme-nya mati, gak ada gunanya buat tubuh, paling cuma
serat-seratnya aja. Makan sayuran mentah yang dicuci bersih, kalau takut sama pestisida, ya
beli yang organic atau tanam sendiri di depan rumah!"
3. tidak ada susu binatang
"Sapi itu begitu anaknya sudah bisa berjalan, ia akan segera berenti menyusui dan
membiarkan anaknya mencari makan sendiri, manusia itu satu-satunya species yang cukup
gob*** untuk mati-matian mencari susu spesies lain dan merasa membutuhkannya".
Ia kemudian menyambung lagi, "Anak kecil di atas usia 2 tahun dipaksa minum susu, orang
tuanya tidak sadar bahwa anak itu akan mengalami kesulitan pencernaan, karena cadangan
enzyme-nya akan terkuras untuk mencerna bahan makanan yang semestinya tidak ia
konsumsi lagi".
Pendapat yang sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Hiromi Shinya tentang Enzyme
pangkal atau miskonsepsi dimana intoleransi laktosa kadang dianggap tidak ada saat sang
anak tidak mencret waktu minum susu. Padahal sang anak menunjukan gejala alergi lain,
infeksi kulit, eksim, gatal-gatal, sembelit, obesitas, mudah terserang penyakit hingga asma.
Saya sih sudah tahu persis fakta bahaya susu sapi. Dari sisilactose intolerant, casein, non
absorb calcium juga gak ada guna-gunanya sedikitpun bagi tubuh. Tapi orang lain?
Fakta satu ini membuat mereka terkaget-kaget. Maklum jor-joran uang yang digelontorkan
pabrikan susu memang membuat kampanye kebutuhan manusia terhadap cairan produksi
binatang ini terasa begitu membahana dan menguasai kehidupan kita.
"Kurang apa kalau kita gak minum susu? Kalsium? Bohong pabrikan itu, kalau gak minum
susu kita kekurangan kalsium. Kalsium di susu sapi gak bisa diserap tubuh manusia, titik!" Ia
kemudian menunjukan fakta kelicikan produsen susu untuk berkelit dari upaya penipuan saat
orang yang minum susu tetap terserang osteoporosis.
"Pasti ada tulisan kecil, sangat kecil, di salah satu sudut kotak atau kaleng susu, yang
menuliskan kalimat semacam 'Harus disertai dengan aktivitas fisik yang rutin', jadi mereka
bisa mengelak dari pasal penipuan ke masyarakat". Ia juga menertawakan satu produsen susu
sapi yang begitu gencar memasarkan produk susu kalsium tapi diembel-embeli dengan
kalimat 'berjalan 10.000 langkah perhari'.
"Anda mau nyuruh kakek-nenek yang renta berjalan 10 kilometer sehari? Gak keropos bener,
tapi yang ada mereka matek, kecape'an" ujarnya dengan logat Jawa sangat kental.
4. "banyak bergerak"
Sistem limfatik tubuh cuma bisa berfungsi kalau kita bergerak dengan baik.
Usaha mati-matian di satu sisi tapi melewatkan sisi yang lain, adalah upaya yang kadang
tidak membuahkan hasil maksimal. Menjaga makanan tanpa pernah aktif menggerakan tubuh
secara benar akan membuat fitalitas kita terganggu. Demikian pula hal sebaliknya.
KESEMBUHAN HAKIKI
Dr. Tan ini Berhadapan dengan segerombolan pasien yang telah menyia-nyiakan kesehatan
mereka dengan berbagai cara, ia harus berlaku keras dan kejam, untuk membuat pasiennya
sadar dan mengubah gaya hidup mereka sesuai dengan kebutuhan. "Kita boleh dibilang galak
dan saklek. Tapi kalau mau merubah kebiasaan buruk orang, kita gak boleh kompromi.
Terserah mereka mau melakukan atau tidak, it's a matter of choice kok" Benar! If you don't
like what we do, don't come to us, but if you think what we do can help you, so come!.
Sederhana kan?
Kesehatan itu harus bersifat hakiki. Kalau kita sakit, harus dicari penyebabnya, bukan cuma
gejalanya yang diatasi, itu bukan penyembuhan, tapi mengulur-ngulur permasalahan"
Ia mengarahkan padangannya kepada bapak yang terkena darah tinggi tadi.
Dr. Tan Shot Yen
Adalah salah satu ikon dunia kesehatan kelas utama di Indonesia, terutama saat pengobatan
naturopati mulai mewabah akibat menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan
konvensional.
Metodenya yang unik namun ampuh membuat pasien beliau berkembang layaknya bilangan
yang dipangkatkan dari waktu ke waktu. Belum lagi tulisan-tulisannya yang trengginas serta
mengena bagi banyak pihak, membuat gaung nama beliau makin menggema di seantero
jagad negeri ini. To make things even bolder, buku yang ditulisnya menjadi salah satu mega
seller di negeri ini.
Mega seller?
Ya, kalau dihitung sebagai buku kesehatan, sebuah subjek non populer di negara ini. Sebuah
bukti bahwa ilmu yang disandangnya dipandang sangat berguna oleh beragam pihak.
Alamat praktek:
Komplek Perkantoran CBD - BSD City Sektor 3.3 Blok G No. 22
(Ruko Sebelah Teraskota) - Serpong
Telp. (021) 531 64347 atau hp. 0856 271 2067
Mohon maaf panjang banget, tapi sangat bermanfaat.
Sebuah note dari Dewi Susi Ana
#tokoherbalkusuma #cantikramping

You might also like