You are on page 1of 103

xii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai macam


sumber daya mineral dengan jumlah yang besar. Salah satu yang perlu diperhatikan
adalah timah. Beberapa daerah di Indonesia terletak pada jalur timah terkaya di
dunia seperti Bangka, Belitung, Singkep, Kundur, dan daerah lainnya. Namun ada
beberapa daerah yang memiliki cadangan dalam skala kecil, sehingga tidak
memungkinkan untuk ditambang.

Industri pertimahan Indonesia merupakan produsen terbesar kedua di dunia.


Bijih timah termasuk bahan galian yang tidak dapat diperbaharui, sedangkan
permintaan akan bijih timah semakin meningkat baik didalam maupun di luar
negeri. Hal ini karena semakin banyak kebutuhan teknologi yang menggunakan
bijih timah sebagai salah satu bahannya. Oleh karena itu, PT. Timah (Persero), Tbk
berusaha untuk memenuhi permintaan pasar.

PT. Timah (Persero), Tbk melakukan operasi penambangan timah di darat


(onshore) maupun di laut (offshore). Kegiatan penambangan darat dilakukan
perusahaan di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan yang berlokasi
di sebagian besar Pulau Bangka dan Belitung serta Kepulauan Riau. Proses
penambangan timah darat (alluvial) menggunakan metode pompa semprot (gravel
pump) dimana pengoperasiannya sesuai dengan pedoman atau prosedur
penambangan yang baik (Good Mining Practices). Untuk penambangan lepas
pantai, perusahaan mengoperasikan kapal keruk dengan jenis Bucket Line Dredges
dengan ukuran mangkuk mulai dari 7 cuft sampai dengan 24 cuft dan dapat
beroperasi mulai dari 15 sampai 50 meter dibawah permukaan laut dengan
kemampuan gali mencapai lebih dari 3,5 juta meter kubik material setiap bulannya.
Untuk meningkatkan kapasitas produksi di laut, PT. Timah (Persero), Tbk
memproduksi Kapal Isap Produksi (KIP) Timah dengan kemampuan gali mencapai
45 meter di bawah permukaan laut sehingga dapat menjangkau cadangan sisa dari

Universitas Sriwijaya
xii

kapal keruk, dan pengembangan Bucket Wheel Dredges (BWD) yang nantinya akan
menggantikan kapal keruk jenis Bucket Line yang mempunyai kemampuan gali
sekitar 70 meter kubik dibawah permukaan laut.

PT.Timah (Persero) Tbk memproduksi 26.204 ton bijih timah dan menjual
23.718 metrik ton logam timah di tahun 2013. Kinerja produksi turun rata-rata
sebesar 12% dari tahun 2012, sedangkan kinerja penjualan turun sekitar
sepertiganya. Untuk penambangan bawah laut PT.Timah (Persero) Tbk bisa
menggunakan Kapal Isap Produksi dan Kapal Keruk. Sejalan dengan semangat Go
Offshore Go Deeper yang terus digelorakan perusahaan,yakni mengintensifkan
penambangan di laut, sebanyak 75% dari seluruh bijih timah yang diproduksi tahun
2013 berasal dari lepas pantai.

Kegiatan penambangan timah lepas pantai dengan menggunakan kapal


keruk, BWD dan KIP sangat jarang ditemui di seluruh perusahaan penambangan
mineral di Indonesia, sehingga perlu dilakukan pengamatan atau studi lapangan
mengenai aktivitas penambangan di PT. Timah (Persero), Tbk guna menunjang
pembelajaran bagi mahasiswa teknik pertambangan.

1.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Kerja praktek ini dilaksanakan dari tanggal 24 Juli sampai 24 Agustus 2017
Unit Laut Bangka, PT. Timah (Persero), Tbk. Kecamatan Belinyu, Kabupaten
Bangka, Provinsi Bangka Belitung.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan dari kerja praktek ini adalah:

1. Mengetahui aktivitas penambangan bijih timah pada Kapal Isap Produksi


Timah.
2. Mengetahui jenis dan mekanisme kerja alat yang digunakan pada
penambangan timah di Kapal Isap Produksi Timah.

Universitas Sriwijaya
xii

3. Mengetahui proses pengolahan bijih timah pada Kapal Isap Produksi


Timah.

Manfaat dari kerja praktek ini adalah:

1. Melihat secara langsung aktivitas penambangan bijih timah di lapangan.


2. Membandingkan sejauh apa kesesuaian antara ilmu teori yang diajarkan di
bangku kuliah dengan penerapannya di lapangan.
3. Menambah pengalaman dan pengetahuan tentang dunia kerja
pertambangan.

1.4 Pembatasan Masalah

Ruang lingkup kerja praktek ini berfokus pada aktivitas penambangan dan
pengolahan bijih timah pada Kapal Isap Produksi (KIP) 17 Timah di Laut Cupat
Luar. Pembahasan hanya mencakup hasil pengamatan di lapangan pada Kapal Isap
Produksi Timah 17 milik PT. Timah (Persero), Tbk.

1.5 Metode Penulisan

Metode penulisan laporan yang digunakan dalam kerja praktek ini adalah sebagai
berikut:

1. Studi kepustakaan

Mencari dan mempelajari literatur-literatur yang mengenai aktivitas penambangan


bijih timah seperti buku-buku, jurnal, diktat, dan segala bahan bacaan yang
menunjang dalam penyelesaian laporan.

2. Pengamatan lapangan

Mengamati secara langsung aktivitas penambangan bijih timah di Kapal Isap


Produksi Timah 17 di Laut Cupat Luar Provinsi Bangka Belitung.

3. Pengumpulan data
3.1 Data primer

Universitas Sriwijaya
xii

Data primer didapatkan dari pengamatan langsung di lapangan, yaitu Kapal Isap
Produksi Timah 17 dengan beberapa cara sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan,


mengumpulkan data-data yang diperlukan dengan melihat aktivitas produksi
dan mekanisme kerja alat produksi secara langsung.

b. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan menanyakan langsung kepada para pegawai, baik


yang ada di kantor Unit Laut Bangka dan pekerja yang berada di kapal
mengenai aktivitas penambangan bijih timah.

3.2 Data sekunder

Data sekunder didapatkan dari data-data penunjang yang digunakan dalam


perhitungan dan pengolahan data, baik berupa gambar, video, atau pun kutipan-
kutipan yang menunjang data-data primer.

4. Pengolahan data dan analisis data

Melakukan pengolahan terhadap data yang diperoleh yang selanjutnya


dikorelasikan dengan masalah yang ditelititi agar dapat ditarik kesimpulan.

5. Pengambilan kesimpulan dan saran

Mengambil kesimpulan dari analisa data yang didapatkan, menjelaskan korelasi


yang ada dari aspek-aspek permasalahan yang diteliti.

Universitas Sriwijaya
xii

BAB 2

TINJAUAN UMUM

2.1 Sejarah Singkat Penambangan Timah di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada daerah The
Southeast Asia Tin Belt yaitu Jalur Timah Asia Tenggara atau disebut juga Sabuk
Timah Asia Tenggara. Para peneliti timah di Indonesia, Malaysia dan Thailand,
berpendapat bahwa bijih timah alluvial ditemukan oleh penduduk setempat dan
didulang dengan cara yang sederhana. Konon awalnya ditemukan secara tidak
sengaja bahwa pasir hitam yang ditemukan ini berubah warna menjadi logam
keperakan ketika dibakar.

Catatan sejarah kerajaan Sriwijaya menyebutan bahwa salah satu komoditi


dagang pada zaman kerjaan itu adalah timah, yang disebut-sebut berasal dari hulu
Sungai Rokan. Marcopolo yang singgah di Aceh pada tahun 1297 juga mencatat
bahwa salah satu komoditi dagang Kerajaan Peurelak di Aceh adalah timah. Dari
sejumlah publikasi didapatkan bahwa penemuan timah di Bangka yang terjadi pada
tahun 1709, meskipun sebenarnya sebenarnya kesimpulan tersebut tidak didukung
oleh fakta-fakta yang akurat dan otentik. (Sutedjo Sujitno, “Sejarah Timah
Indonesia”, hal. 53 - 61)

Secara geologis cadangan timah di Indonesia terutama terletak dalam


rangkaian kepulauan Karimun-Kundur, Singkep, Bangka dan Belitung. Namun
demikian juga sangat mungkin secara geologis pula timah terdapat di wilayah
Palembang, Jambi, Riau, Kepulauan Riau dan Aceh, walau pun sebagian dari
wilayah tersebut belum mencapai jumlah yang secara ekonomis menguntungkan
untuk ditambang.

Pada tahun 1724, dalam pencarian timah di Bangka telah dikenal alat bor
cina yang dinamakan “Ciam” atau “Tsyam” atau “Cam” . Alat ini dalam publikasi
ilmiahnya bernama “Chinese Stick, atau dalam bahasa Belanda disebut “Stick boor”
yang dalam bahasa Indonesia berarti “bor tusuk”, sesuai dengan cara kerjanya. Arti
harfiah dari “ciam” adalah Ujung Runcing. Pada tahun 1786 untuk pertama kalinya

Universitas Sriwijaya
xii

timah Bangka muncul dalam publikasi ilmiah yang ditulis oleh Baron. F. Van
Wurmb, dengan judul : Over Mijnen (Goud, tin enz) in Ned. Oost-indie en Malaka.

Pada tahun 1853, di Bangka mulai diadakan penelitian geologi yang terbatas
pada aspek-aspek mineralogi dan kimia (Crookewit, Alther). Pada tahun 1858
seorang ahli tambang, Ir. J.E. Akeringa menciptakan peralatan bor baru yang
kemudian dikenal dengan nama Bor Bangka (Bangka Drill). Sejak tahun 1885 Bor
Bangka mulai digunakan. Peralatan ini digunakan untuk pemboran lapisan alluvial
dengan kedalaman kurang dari 40 meter. Hampir seluruh eksplorasi mineral berat
dari lapisan tanah sekunder pada tahap tertentu menggunakan Bor Bangka.

Gambar 2.1 Ir. J.E. Akeringa


Sumber: Osberger, R., (1955 – 1958), “Buku Catatan Tentang Geologi Pulau
Bangka

Memasuki abad 19, mulailah ditemukan lapisan alluvial dalam, di mana Bor
Bangka sudah tidak mampu menembusnya. Maka, diciptakanlah berbagai
modifikasi alat bor yang berbasis pada Bor Bangka.

Salah satu kegiatan yang tidak terpisahkan dari eksplorasi dan penemuan
bijih timah adalah kegiatan pengukuran. Pengukuran dengan menggunakan sistem

Universitas Sriwijaya
xii

optik telah dikenal sejak tahun 1942, sedangkan pengukuran dengan menggunakan
sinyal radio mulai diterapkan pada tahun 1966 dalam kegiatan eksplorasi di laut.
Pengukuran mutakhir dengan mengunakan GPS (Global Positioning System) mulai
digunakan semenjak tahun 1990.

Eksplorasi di laut diawali pada tahun 1952 sejak diciptakan Ponton Bor
Kontiki dan Tahiti. Pada tahun 1966 dibuatlah Kapal Bor Pelatuk dilengkapi
dengan alat bor yang sanggup mengebor hingga kedalaman 78 meter dan dilengkapi
dengan alat Geofisik Laut Sparker. Beberapa jenis ponton bor yang dikenal
kemudian diantaranya adalah Elevate Drilling Rig KB Bintang, Drilling Barge
Belibis, dan Drilling Barge yang dilengkapi dengan Seismic Geomin. Penambangan
timah pada awalnya sangatlah mengandalkan tenaga manusia, barulah pada
pertengahan abad ke-19 dimulainya penambangan modern, dengan mulai
digunakannya mesin uap pada kegiatan penambangan, semenjak saat itu teknologi
dan metode penambangan timah pun berkembang pesat.

2.2 Sejarah Singkat Berdirinya PT. Timah (Persero), Tbk

Perusahaan pertambangan timah nasional berawal dari nasionalisasi 3


perusahaan Belanda di Bangka, Belitung dan Singkep yaitu "Banka Tin Winning
Bedrujf" (BTW). “Gemeenschappelijke Minjbouw Maatsschappij Biliton” (GMB)
dan "nv Singkep Tin Exploitate Maatsschappij” (nv SITEM) Menjadi Perusahaan
negara yang terpisah pada tahun 1953-1958. Pada tahun 1961 dibentuk Badan
Pimpinan Umum Perusahaan Tambang Timah Negara (BPU Timah) untuk
mengkoordinasi ketiga perusahaan negara tersebut, dan pada tahun 1968 digabung
menjadi PN Tambang Timah. Berdasarkan Undang-undang No.19 tahun 1969, PN
Tambang Timah dan Proyek Peleburan Timah Mentok diubah menjadi PT.
Tambang Timah (persero) dengan akta Notaris Imas Fatimah SH, Nomor 1 tanggal
2 Agustus 1976. Krisis industri timah dunia yang mengakibatkan merosotnya harga
timah sejak tahun 1985 dan mencapai titik terendah pada tahun 1989 memicu
perusahaan untuk melakukan Restrukturisasi perusahaan pada tahun 1991-1995,
meliputi program-program reorganisasi, relokasi kantor pusat ke pangkal pinang,
rekontruksi peralatan pokok dan penunjang produksi, serta pelepasan aset yang

Universitas Sriwijaya
xii

tidak berkaitan langsung dengan usaha pokok perusahaan. Restrukturisasi


perusahaan berhasil memulihkan kesehatan dan daya saing perusahaan, sehingga
siap melakukan privatisasi melalui penawaran umum perdana (Initial Publik
Offering)

Ditinjau dari lembaga yang mengurusnya sampai saat ini PT. Timah
(Persero) Tbk secara berturut – turut dikelola oleh :

1. Masa Kolonial
a. Bangka Tin Winning Bedrijft (BTW)
b. Gemeenschaappelijke Mijnbouw Maatschaappij Billiton (GMB)
c. Singkep TIN Exploitatie Maatschappij (SITEM)
2. Era 1953 – 1958
a. Ketiga perusahaan Belanda tersebut dilebur menjadi tiga perusahaan
negara terpisah yaitu:
b. BTW menjadi PN Tambang Timah Bangka
c. GMB menjadi PN Tambang Timah Belitung

SITEM menjadi PN Tambang Timah Singkep

3. Era tahun 1961

Dibentuk Badan Pimpinan Umum Perusahaan Negara Tambang Timah


(BPU PN Tambang Timah) untuk mengkoordinasikan ketiga perusahaan
tersebut

4. Era tahun 1968

Ketiga perusahaan Negara dan BPU tersebut dilebur menjadi Perusahaan


Negara (PN) Tambang Timah.

5. Era tahun 1976

PN Tambang Timah diubah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero)


dengan nama PT Tambang Timah (Persero) yang seluruh sahamnya dimiliki
oleh Negara Republik Indonesia

6. Era tahun 1991 – 1995

Universitas Sriwijaya
xii

PT Tambang Timah (Persero) Tbk merestrukturisasi perusahaan yang


antara lain adalah relokasi kantor pusat dari Jakarta ke Pangkalpinang,
pelepasan asset yang tidak berkaitan dengan usaha pokok perusahaan dan
melakukan ekspor perdana logam timah dengan kadar timbal yang rendah
dengan merek Bangka Low Lead ke Jepang.

7. Era tahun 1995

PT Tambang Timah (Persero) melakukan penawaran saham umum perdana


dan sejak saat itu 35 % saham perusahaan dimiliki oleh publik dan 65 %
sahamnya masih dimiliki oleh Negara Republik Indonesia.

8. Era tahun 1998

PT Tambang Timah (Persero) Tbk merubah anggaran dasar perseroan dan


berubah menjadi PT Timah (Persero) Tbk dan juga melakukan diversifikasi usaha
dengan membentuk sejumlah anak perusahaan yaitu PT Tambang Timah, PT Timah
Industri, PT Timah Investasi Mineral, PT Timah Eksplomin, PT Dok & Perkapalan
Air Kantung (DAK), dan Indometal London Ltd.

9. Era tahun 2003

Kerjasama Operasi (KSO) antara PT Timah & PT Sarana Karya (SAKA)


dalam pengolahan aspal di Pulau Buton.

10. Era tahun 2006


a. Anak perusahaan PT Timah Tbk, PT Timah Industri
mendivestasikan 275.000 sahamnya di Plimsoll Corporation, Pte,
Ltd, Singapore kepada Sky Alliance Global Holding, Ltd.
b. Penghentian pencatatan (listing cancellation) atas Global Depositary
Receipts (GDR) di London Stock Exchange (LSE) dan sejak itu
saham perseroan hanya tercatat di Bursa Efek di Indonesia.
11. Era tahun 2008

PT Timah (Persero) Tbk meresmikan tanur 9 & perluasan pabrik


Electrolytic Refining (ER) yang merupakan proses metamorphosis dr

Universitas Sriwijaya
xii

perkembangan industry dan perkembangan timah dunia yang cukup drastis


dari tahun 2003 – 2004.

12. Era tahun 2009

Peletakan batu pertama pada 17 Januari 2009, pembangunan pabrik Tin


Chemical sebagai salah satu usaha Perseroan dalam mengembangkan
produk hilir.

13. Era tahun 2012

Satu Februari 2012, terbentuknya INATIN dimana PT Timah dan Anak


Perusahaan menjadi anggotanya

Hingga saat ini PT. Timah (Persero), Tbk terus berupaya untuk memberikan
yang terbaik dalam hal produksi timah dari hulu hingga ke hilir guna mendapatan
timah yang berkualitas dan memenuhi permintaan pasar serta untuk menjaga
eksistensi perusahaan. Kantor pusat perusahaan berdomisili di Pangkal Pinang,
Provinsi Bangka Belitung dan memiliki wilayah operasi di Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung, Provinsi Riau, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara serta
Cilegon, Banten.

Saat sekarang ini PT. TIMAH (Persero) Tbk, mempunyai 4 Unit


Penambangan dan 1 Unit Peleburan yaitu :

a. Unit Kundur

PT Timah (Persero) Tbk Unit Kundur ini terletak di Provinsi Kepulauan


Riau. Sistim penambangan yang dilakukan pada unit ini adalah dengan
menggunakan kapal keruk dan kapal isap.

b. Unit Produksi Laut Bangka

PT Timah (Persero) Tbk Unit Produksi Laut Bangka berpusat di kota


Belinyu. Kegiatan penambangannya berlangsung di perairan sekitar daerah Laut
Bangka dengan sistim penambangan menggunakan Kapal Keruk (KK), Kapal Isap
Produksi (KIP) dan Bucket WheelDredge (BWD).

c. Unit Tambang Darat Bangka

Universitas Sriwijaya
xii

PT Timah (Persero) Tbk Unit Produksi Darat terdiri dari Tambang Besar,
Tambang Non Konvensional, Tambang Semprot, dan Tambang Skala Kecil.
Terbagi 4 wilayah produksi (waprod) yaitu Waprod Bangka Selatan, Waprod
Bangka Utara, Waprod Bangka Barat dan Waprod Bangka Tengah.

d. Unit Tambang Belitung

PT Timah (Persero) Tbk Unit Tambang Belitung terdiri dari tambang besar,
tambang non konvensional, tambang semprot, dan tambang semprot konvensional.
Terbagi atas 2 wilayah produksi (waprod) yaitu waprod Belitung, waprod dan
Belitung Timur.

e. Unit Metalurgi Mentok

PT Timah (Persero) Tbk Unit Mentok berpusat di kota Mentok kegiatan


yang berlangsung pada Unit Metalurgi Mentok adalah pemurnian dan peleburan
bijih timah sehingga hasilnya siap untuk dipasarkan.

Untuk penambangan laut PT TIMAH (Persero) Tbk memiliki sepuluh unit


kapal isap produksi yaitu KIP 7, KIP 9, KIP 11, KIP 12, KIP 14, KIP 15, KIP 16,
KIP 17, KIP Penganak dan KIP Permis, dua unit kapal keruk yaitu KK Singkep dan
KK Karimata, dan satu unit BWD yang berada di kawasan Air Kantung, Kecamatan
Sungai Liat, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung

2.3 Lokasi dan Kesampaian Daerah

Secara astronomis Pulau Bangka terletak pada 1o 80’ LS – 3o 70’ LS dan

105o BT – 108o BT. Secara geografis Pulau Bangka sendiri berbatasan dengan:

Utara : Laut Cina Selatan dan Laut Natuna


Timur : Selat Gaspar

Selatan : Laut Jawa

Barat : Selat Bangka

Pulau Bangka merupakan sebuah pulau yang terletak di sebelah Timur


Sumatera, Indonesia dan termasuk ke dalam provinsi Bangka Belitung. Pulau

Universitas Sriwijaya
xii

Bangka mempunyai luas ± 12.700 km2. Bentuk Pulau Bangka memanjang ke arah
Tenggara dari arah Barat sepanjang 180 km.

Wilayah perairan Laut Cupat dan Laut Air Katung termasuk ke dalam salah
satu wilayah izin usaha pertambangan yang dikelola oleh PT. Timah (Persero), Tbk
bagian Unit Laut Bangka (ULB), dimana kantor bagian ULB berlokasi di
kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung.

Lokasi penambangan bijih timah yang dilakukan oleh Kapal Isap Produksi
Timah 17 berada di wilayah Laut Cupat Luar. Berdasarkan wilayah pemerintahan
daerah, Laut Cupat Luar termasuk wilayah Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka
Utara.

Posisi geografis kecamatan Belinyu terletak pada 578532 – 623423 mE dan


9784114 – 9834307 mN. Kecamatan Belinyu terletak di bagian utara Pulau Bangka,
dimana pada sebelah Utara berbatasan dengan Laut Natuna, sebelah Timur
berbatasan dengan Selat Gaspar, dan sebelah barat berbatasan dengan Teluk Klabat.
Peta lokasi kesampaian daerah penelitian pada KIP Timah 17 dapat dilihat pada
(Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Peta lokasi dan kesampaian daerah


Sumber: “Job Descriptions KIP Unit Laut Bangka PT. Timah (Persero), Tbk.”,
Perencanaan dan Pengembangan SDM PT. Timah (Persero), Tbk., Pangkal
Pinang.

Universitas Sriwijaya
xii

Tabel 2.1 Kesampaian Daerah

Lokasi Jarak Waktu Kecepatan Kondisi Jalan


Tempuh Tempuh

Pangkal Pinang – 34 km 45 menit 60 – 80 km/jam Melewati jalan


Sungai Liat aspal, kondisi
jalan baik.

Sungai Liat – 53 km 1 jam 60 – 80 km/jam Melewati jalan


Belinyu aspal, kondisi
jalan baik.
(Kantor Unit Laut
Bangka)

Belinyu – Dermaga 10 km 15 menit 40 – 60 km/jam Melewati jalan


Mantung beraspal dan
jalan
berkerikil.

Dermaga Mantung – 6 km 45 menit 22 knot Menggunakan


Kapal Isap Produksi pompong
Timah 17 melewati
perairan Laut
Cupat Luar

Sumber: “Job Descriptions KIP Unit Laut Bangka PT. Timah (Persero),
Tbk.”,Perencanaan dan Pengembangan SDM PT. Timah (Persero), Tbk., Pangkal
Pinang.

2.4 Iklim dan Curah Hujan

Iklim di Pulau Bangka dipengaruhi oleh iklim musim, yaitu: musim hujan
dan musim kemarau. Periode musim hujan terjadi antara bulan Oktober sampai
bulan Maret dengan variasi suhu udara antara 220 C sampai dengan 26,30 C.

Universitas Sriwijaya
xii

Sedangkan daerah Belinyu memiliki iklim tropis basah (tropical humid climate)
seperti pada daerah lainnya di Indonesia. Curah hujannya berkisar antara 1528 –
2708 mm/tahun, dengan rata-rata 2608 mm/tahun. Sedangkan jumlah hari hujan
setiap tahunnya berkisar antara 80 -251 hari, dengan rata-rata 154 hari/tahun.

Berdasarkan data meteorology dan geofisika yang berada di Unit Laut


Bangka, suhu rata-rata tahunan kecamatan Belinyu berkisar antara 200C – 340C dan
fluktuasi temperature harian berkisar antara 30C – 40C, dengan kelembapan udara
rata-rata 80%, kelembapan pagi hari 90% dan sore hari mencapai 70%.

2.5 Topografi dan Morfologi Daerah

2.5.1 Topografi
Bentang alam Pulau Bangka secara umum merupakan dataran rendah,
kecuali pada daerah-daerah tertentu bergelombang (berbukit) dengan puncak yang
jarang mempunyai ketinggian 500 m. Relief yang terjadi pada umumnya tidak
begitu besar, terdapat sejumlah gunung, yakni bagian utara terdapat Gunung Maras
(700 m), bagian barat terdapat Gunung Menumbing (450m), di bagian tengah
terdapat Gunung Mangkol (380 m), dan di daerah Bangka Utara terdapat Gunung
Pelawan.

Laut sekitarnya yang dangkal dibentuk oleh lembah-lembah dan sungai-


sungai yang tenggelam berisi endapan alluvial yang mengandung bijih timah putih
yang kedalamannya jarang melebihi 50 meter.

Lembah-lembah di daratan diisi oleh alluvium, sebagian merupakan rawa-


rawa dan sebagian lagi terpengaruh oleh pasang surut, lembah sempit yang lebih
tinggi letaknya mempunyai mata air yang tetap.

2.5.2 Morfologi
Pulau Bangka secara umum dapat dikatakan sebagai suatu daerah yang
hampir rata, karena telah mencapai stadium peneplain. Di atas dataran ini muncul
beberapa bukit yang letaknya saling terpisah dan merupakan gunung terpencil atau
“monad rock“. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa daerah Bangka sudah
mencapai tingkatan tua (Old Age Stage), karena itu wilayah Bangka terdiri dari
satuan morfologi rendah dan batuan morfologi perbukitan bergelombang.

Universitas Sriwijaya
xii

Satuan ini terdiri dari endapan alluvial, rawa dan pantai yang menempati
bagian sebelah barat, timur dan utara wilayah Pulau Bangka dengan luas sekitar
46% berketinggian kurang dari 50 meter di atas permukaan laut. Di bagian barat
dataran alluvial ini cukup luas dengan lebar  1 km dari pantai. Terdapat di
sepanjang daerah sungai-sungai sepanjang pantai sebagai akibat pengaruh pasang
atau kenaikan permukaan laut. Sedangkan di bagian timur dan utara tidak begitu
luas lebarnya kurang dari 1 km dari pantai.

2.6 Geologi Daerah

2.6.1 Keadaan Geologi Regional


Berdasarkan peta geologi lembar Bangka Utara, Sumatera maka geologi
daerah Bangka Utara dapat dibagi sebagai berikut :

a. Aluvium berupa endapan permukaan yang terdiri dari bongkah, kerakal,


kerikil, pasir, lempung, dan gambut, masa konozoikum zaman kuarter yang
berumur holosen.

b. Formasi Ranggam berupa perselingan batupasir, batu lempung dan batu


lempung tufaan dengan sisipan tipis batu lanau dan bahan organik, berlapis
baik,dengan struktur sedimen berupa perlapisan sejajar dan perlapisan
silang siur dengan tebal 150 m. Fosil yang dijupai antara lain moluska,
Ammonia, sp , Quinqueloculina sp, dan Triloculina sp. dan menunjukkkan
umur relatif tidak lebih tua dari Miosen Akhir. Lingkungan pengendapan
diduga fluviatil sampai peralihan. Lokasi tipe Ranggam, dapat dikorelasikan
dengan Formasi Kasai di daerah Sumatera. Formasi Ranggam terdapat di
daerah masa kenozoikum, zaman tersier berumur pliosen.

c. Formasi Tanjung genting berupa perselingan batu pasir malih, batu pasir,
batu pasir lempungan dan batu pasir dengan lensa batu gamping, setempat
dijumpai oksida besi. Berlapis baik, terlipat kuat, terkekarkan dan
tersesarkan, dengan tebal lapisannya 250 m - 1.250 m. Di dalam batu
gamping ditemui fosil Montlivaultia molukkana (J. Wenner), Peronidella

Universitas Sriwijaya
xii

G (Willkess), Entrochus sp dan Encrinus sp. Kumpulan fosil ini


menunjukkan umur Trias, dengan lingkungan pengendapan diperkirakan
laut dangkal. Lokasi terdapat di Tanjung Genting dan dapat dikorelasikan
dengan Formasi Bintan. Diterobos oleh Granit Kelabat dan menindih tak
selarah Kompleks Pemali.

d. Granit Klabat berupa batuan, granodiorit, adamalit, diorite dan diorit kuarsa,
serta dijumpai retas aplit dan pegmatite. Terkekarkan dan tersesarkan dan
menerobos diabas Penyabung. Umur dari analisa radiometri menunjukkan
umur 217±5 atau Trias Akhir masa mesozoikum jura.

e. Diabas Penyabung, berupa batuan diabas, terkekarkan dan tersesarkan,


diterobos oleh granit Klabat dan menerobos Kompleks Malihan Pemali.
Umur diperkirakan pada usia perem atau masa trias jurasic mesozoikum.

f. Kompleks pemali berupa filit dan sekis dengan sisipan kuarsit dan lensa batu
gamping terkekarkan, terlipat, tersesarkan dan diterobos oleh granit klabat,
De Roever (1951) menjumpai fosil berumur Perem pada batu gamping di
dekat Air Duren sebelah Selatan-Tenggara Pemali. Umur satuan diduga
Perem masa paleozoikum paleosen, dengan lokasi tipe di daerah Pemali.

2.6.2 Stratigrafi Regional


Susunan formasi batuan secara stratigrafi dari yang berumur tua ke muda
adalah sebagai berikut : Kompleks Pemali, Granat Klabat, Formasi Tanjunggenting,
Formasi Ranggam, dan Alluvium.

2.6.3 Struktur Geologi Regional


Struktur geologi regional berupa sesar naik, sesar geser, sesar normal,
lipatan, kekar dan kelurusan. Lipatan terjadi pada batuan Perm dan Trias dan
terpotong oleh sesar-sesar.

Periukan terjadi dalam tiga tahap.Tahap pertama yang berarah timur laut –
barat daya, terbentuk pada Paleozoikum Akhir, kedua berarah barat laut – tenggara
pada Trias – Jura dan ketiga berarah timur laut – barat daya pada kapur. Pola sesar
yang berarah utara – selatan merupakan fasa (pola) sesar yang paling muda.

Universitas Sriwijaya
xii

2.7 Keadaan Endapan Timah

2.7.1 Ganesa Endapan Timah


Mineral utama yang terkandung pada bijih timah adalah Cassiterite (SnO2).
Batuan pembawa mineral ini adalah batuan granit yang berhubungan dengan
magma asam dan menembus lapisan sedimen (intrusi granit). Pada tahap akhir
kegiatan intrusi, terjadi peningkatan konsentrasi elemen di bagian atas, baik dalam
bentuk gas maupun cairan, yang akan bergerak melalui pori-pori atau retakan.
Karena tekanan dan temperatur berubah, maka terjadilah proses kristalisasi yang
akan membentuk deposit dan batuan samping.

Pembentukan mineral Casiterit (SnO2) dan mineral berat lainnya, erat


hubungannya dengan batuan granitoid. Secara keseluruhan endapan bijih timah
yang membentang dari Myanmar Tengah hingga Paparan Sunda merupakan
kelurusan sejumlah intrusi batholit. Batuan induk yang mengandung bijih timah
adalah granit, adamelit dan granadiorit. Batholit yang mengandung bijih timah pada
daerah Barat ternyata lebih muda (akhir Kretasius) daripada daerah Timur (Trias).

Berdasarkan sejarah geologi pada zaman Yura-Kapur di daerah Paparan


Sunda terjadi intrusi-intrusi batuan granit. Hal ini merupakan pendapat dari teori
Plate Tektonik, dimana terdapat penekukan benua pada subduktion zona di garba.
Sehingga magmatik arc muncul di sebelah utaranya, yaitu : yang menempati Pulau
Bangka, Pulau Belitung, Pulau Singkep, Pulau Karimun, Pulau Kundur dan
sebagian Pulau di Kalimantan Barat.

Di daerah Pulau Bangka tersusun oleh formasi batuan beku, sedimen dan
batuan sedimen. Batuan sedimennya terdiri atas lapisan tanah liat, lempung,
lempung pasiran dan lainnya. Batuan sedimen ini juga merupakan batuan tua yang
mengalami penerobosan oleh intrusi batuan granit pada batuan samping. Sehingga
pada batuan sampingnya mengalami perubahan bentuk ke batuan metasedimen.

Proses pembentukan bijih timah berasal dari magma cair yang mengandung
mineral Cassiterite (SnO2). Pada saat intrusi batuan granit naik ke permukaan bumi,
maka akan terjadi fase pneumatolitik, dimana terbentuk mineral-mineral bijih
diantaranya bijih timah. Mineral ini terakumulasi dan terasosiasi pada batuan granit

Universitas Sriwijaya
xii

maupun di dalam batuan yang diterobosnya, yang akhirnya membentuk vein-vein.


Jadi pada proses pembentukan bijih timah ada terdapat dua sumber, yaitu : pada
batuan granit dan pada batuan samping yang diterobosnya.

Endapan timah merupakan salah satu endapan aluvial, yang terbentuk


karena lapisan atau material hasil pengendapan yang belum terkonsolidasi dengan
kuat. Lapisan ini terdiri dari kerakal, kerikil, pasiran, lempungan atau kombinasi
dari semuanya.

Ada dua jenis endapan timah yang dijumpai didaerah jalur timah Indonesia
ini, yaitu timah primer dan timah sekunder. Endapan timah primer dijumpai
umumnya berupa pengisian vein kuarsa-tourmalin yang tidak ekonomis untuk
dilakukan penambangan. Endapan timah sekunder adalah cadangan timah utama
yang ditambang oleh PT. Timah (Persero) Tbk. Berikut ini adalah jenis endapan
timah, yaitu :

a. Endapan timah primer

Endapan timah primer terbentuk akibat intrusi granit terjadi mineralisasi


yang terbentuk pada jalur kontak antara tubuh granit dengan batuan sedimen atau
metasedimen yang diintrusi. Tidak semua intrusi granit akan menghasilkan endapan
timah, hal ini sangat tergantung pada magma asal. Karena magma ini ada yang
mengandung unsur atau senyawa pembawa timah.

Pada umumnya bentuk endapan timah berupa vein yang terjadi pada saat
intrusi granit berlangsung pada batuan samping yang diintrusi, batuan ini akan
terangkat sedikit terlipat dan membentuk retakan-retakan yang hampir tegak
dengan tubuh granit lalu retakan tersebut diisi oleh larutan magma yang
mengandung timah.

b. Endapan timah sekunder

Pembentukan timah sekunder atau placer deposit didefinisikan sebagai


endapan mineral lerakan yang terbentuk secara konsentrasi mekanis dari sumber-
sumber mineral yang berasal dari batuan induk. Endapan timah sekunder akan
terbentuk melalui beberapa proses, sebagai berikut :

Universitas Sriwijaya
xii

1) Pelapukan

Batuan yang berada di permukaan akan mengalami pelapukan akibat adanya


proses eksogen baik pelapukan fisik maupun kimia.

Faktor-faktor penyebab pelapukan adalah:

a. Perubahan suhu (temperatur)


b. Air (air tanah dan air permukaan)
c. Unsur organis atau kelebatan vegetasi
d. Komposisi mineral pada batuan.
e. Struktur geologi yang terdapat pada batuan atau daerah tersebut,
seperti kemiringan lereng atau permukaan batuan.

Akibat dari pelapukan ini, batuan yang keras dan besar berubah menjadi
batuan kecil, peristiwa ini disebut sebagai pelapukan fisik, sedangkan bila batuan
tersebut dipengaruhi oleh unsur organik atau air sehingga mineral yang terdapat
dalam batuan itu bersenyawa karena proses kimia dan menyebabkan batuan
tersebut berubah menjadi lunak atau menjadi mineral lain, peristiwa ini disebut
dengan pelapukan kimia.

2) Erosi

Erosi merupakan proses pengikisan terhadap batuan atau lapisan tanah di


manapun berada seperti di pegunungan, di dataran, di padang pasir, di pantai
maupun di laut. Media sebagai penyebab terjadinya erosi terdiri dari beberapa
macam, yaitu: air mengalir, ombak, angin. Umumnya erosi ini sangat aktif pada
daerah hulu atau daerah dimana terjadinya intrusi dan memiliki kemiringan
permukaan yang besar.

Dengan kecepatan yang tinggi maka mengakibatkan daya kikis akan


membawa butiran-butiran tanah yang terkikis. Ada beberapa istilah yang dikenal
berkaitan dengan proses erosi sebagai berikut:

a. Erosi adalah kikisan yang terjadi pada lembah-lembah, bukit-bukit ataupun


pegunungan yang disebabkan oleh air yang mengalir di permukaan bumi.
b. Abrasi adalah kikisan yang terjadi di pantai yang disebabkan oleh ombak

Universitas Sriwijaya
xii

c. Eolin adalah kikisan yang terjadi di gurun-gurun yang disebabkan oleh


angin.

Pada endapan sungai alluvial, maka air sangat berperan utama sebagai
media di dalam proses pengikisan terhadap batuan, lalu mengangkut dan
mengendapkannya pada daerah yang jauh dari tempat asalnya.

3) Transportasi

Material-material yang sudah mengalami pelapukan akan dengan mudah


terlepas dan kemudian terkikis, butiran-butiran hasil erosi ini akan dibawa oleh air
ketempat yang lebih rendah.Daya angkut air untuk mentransport material hasil
rombakan tersebut tergantung pada kecepatan aliran dan besarnya volume air yang
bergerak pada tingkat kekeruhannya.Material atau fragmen batuan yang berukuran
besar tidak akan terangkut jauh dari sumbernya dan sebaliknya untuk material yang
berukuran halus akan tertransportasi sangat jauh bahkan sampai kelaut.

4) Pengendapan

Seperti yang telah kita ketahui dari suatu sistem sungai dimana setelah
terjadi pengikisan lalu terbawa oleh air material tersebut akan diendapkan pada
bagian terendah (lembah). Namun demikian, pengendapan juga terjadi pada daerah
hulu atau bagian tengah. Ini sangat tergantung pada kecepatan air, jumlah muatan
sedimen dalam sungai serta berat jenis dari mineral yang diendapkan.

Umumnya apabila kita menyusuri sungai akan tampak bahwa material yang
besar-besar akan diendapkan pada daerah hulu sehingga dapat dikatakan semakin
jauh terendapkannya material dari batuan sumbernya maka butiran atau fragmen
material akan semakin halus. Pengetahuan ini sangat berguna bagi kita untuk
mengetahui posisi dari peletakan mineral bijih maupun material kerikil dan pasiran
dalam suatu daerah pengendapan alluvial. Dari bermacam-macam endapan aluvial,
hubungannya satu lingkungan pengendapan dengan lingkungan pengendapan
lainnya akan memiliki perbedaan karakteristik endapan alluvial. Pada lokasi
cadangan lepas pantai Laut Kebiang, endapan bijih timah (Sn) tersebut berasal dari
endapan bijih timah primer (Sn) yang mengalami proses sedimentasi. Sehingga
akhirnya berubah bentuk menjadi endapan bijih timah sekunder yang terdiri dari :

Universitas Sriwijaya
xii

endapan elluvial, endapan kollovial, endapan alluvial, mincang dan endapan


disseminated (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Jenis endapan timah


Sumber: Prabowo, Sigit, Sujoko, (2009) “Buku Panduan Pelatihan Geologi Dasar,
Pemetaan, dan Perhitungan Cadangan”, Pangkal Pinang.

2.7.2 Jenis Lapisan yang Digali


Jenis-jenis lapisan tanah pada dasar laut yang diperoleh dari hasil eksplorasi
geologi, dimana data geologi mengambarkan penampang bor (profil bor). Profil bor
inilah yang menjadi acuan penting bagi operator dalam mencari serta
mengidentifikasi keterdapatan endapan timah dan menentukan metode penggalian
yang tepat untuk menggali bijih timah dari dasar laut. Lapisan tanah yang digali
oleh KIP dibagi menjadi 3 macam, antara lain sebagai berikut :

1) Lapisan Tanah Atas

Lapisan tanah atas merupakan lapisan penutup atau overburden yang tidak
mengandung bijih timah atau mengandung bijih timah yang sangat sedikit sekali
sehingga tidak ekonomis untuk diproses pada instalasi pencucian sementara pada
KIP. Lapisan tanah atas ini menutupi lapisan kaksa yang mengandung banyak bijih
timah. Pada umumnya lapisan tanah atas berupa lumpur dan lempung liat. Lapisan
ini digali namun tidak diproses di instalasi pencucian melainkan dialirkan ke bandar
tailing untuk kemudian dibuang sebagai tailing.

2) Lapisan Kaksa

Universitas Sriwijaya
xii

Lapisan kaksa merupakan lapisan tanah yang mengandung banyak bijih


timah. Lapisan ini harus digali secara teliti dan bersih agar semua mineral ikutannya
dapat diproses di instalasi pencucian. Pada umumnya, lapisan kaksa berupa
lempung lemah bercampur pasir halus atau pasir kasar dan kerikil.

Endapan bijih pada dasar laut merupakan endapan sekunder, yaitu endapan
yang telah mengalami perpindahan dari sumber atau tempat asalnya. Pada
umumnya, endapan bijih timah sekunder yang berada pada lapisan kaksa
merupakan endapan aluvial, yaitu endapan yang terjadi karena tertransportasi jauh
dari sumbernya oleh sungai. Semakin jauh dari sumbernya, ukuran dari mineral
yang diendapkan makin kecil.

3) Lapisan Kong

Lapisan kong merupakan lapisan tanah keras yang terletak di bawah lapisan kaksa,
dimana pada lapisan ini tidak mengandung timah atau hanya sedikit mengandung
timah sehingga tidak ekonomis untuk digali. Penggalian biasanya hanya dilakukan
sampai batas kong, yaitu batas antara lapisan kaksa dan lapisan kong (Gambar 2.4).

Gambar 2.4. Sketsa Kedudukan Lapisan Tanah


Sumber: Prabowo, Sigit, Sujoko, (2009) “Buku Panduan Pelatihan Geologi Dasar,
Pemetaan, dan Perhitungan Cadangan”, Pangkal Pinang.

Universitas Sriwijaya
xii

2.7.3 Sifat Fisik Bijih Timah


Timah di alam tidak ditemukan dalam unsur murninya, tetapi tergabung
dengan unsur dan mineral lain dalam bentuk senyawa. Timah yang ditemukan saat
ini diperoleh dari mineral cassiterite atau disebut juga sebagai tinstone (batu timah).
Cassiterite merupakan mineral oksida, yaitu persenyawaan antara timah dan
oksigen dengan rumus kimia SnO2. Kandungan timah dalam cassiterite berkisar 78
%. Sebenarnya masih ada mineral lain yang mengandung bijih timah namun karena
mineral tersebut ke dalam mineral kompleks sehingga kurang mendapat perhatian
karena memerlukan energi dan biaya yang lebih besar dalam proses pemisahan
untuk mendapatkan unsur timah (Sn) nya saja. Mineral tersebut seperti stannite
(Cu2FeSnS4) yang merupakan mineral kompleks antara tembaga, besi, timah, dan
belerang. Mineral lainnya yang mengandung timah yaitu Cylindrite
(PbSn4FeSb2S14) merupakan mineral kompleks dari timbal, timah, besi, antimon,
dan belerang.

Endapan bijih timah dalam Cassiterite umumnya berasal dari magma


granitic, yaitu magma larutan yang bersifat asam (pembentukan granit) sehingga
keterdapatan endapan bijih timah berhubungan erat dengan terdapatnya batuan
granit.

Adapun sifat fisik dari mineral cassiterite adalah sebagai berikut :

Nama Mineral : Cassiterite

Rumus Kimia : SnO2

Warna : Coklat hingga hitam

Kekerasan : 6-7

Gores : Coklat terang keabu-abuan hingga putih

Belah : Baik

Sistem Kristal : Tetragonal; 4/m 2/m 2/m

Kilap : Sub-metalic, Admantine

Transparansi : Opaque

Universitas Sriwijaya
xii

Specific Gravity : 6,8 – 7

Sedangkan setelah dilebur menjadi logam, timah memiliki sifat fisik


berwarna perak keputihan, dengan sifat kelenturan ductile, dan memiliki struktur
kristal yang tinggi. Dalam keadaan normal (13-160oC) logam ini bersifat mengkilap
dan mudah di bentuk. Timah juga tidak mudah teroksidasi dalam udara, sehingga
tahan karat. Jika timah dipanaskan dengan adanya udara, maka akan terbentuk
timah oksida (SnO2). Timah larut dalam HCl, HNO3, H2SO4 dan beberapa pelarut
organik, seperti asam asetat, asam oksalat dan asam sitrat. Timah juga larut dalam
basa kuat, seperti NaOH, dan KOH. Timah umumnya memiliki bilangan oksidasi
+2 dan +4. Timah bereaksi dengan klorin secara langsung membentuk Sn (IV)
klorida, dan hidirida timah yang stabil hanyalah SnH4.

Mineral cassiterite ini di alam ditemukan bersamaan dengan mineral ikutan


lainnya. Setelah mengalami proses pemisahan atau pencucian barulah mineral ini
dipisahkan hingga didapatkan mineral cassiteritenya saja.

Gambar 2.5 mineral cassiterite di alam


Sumber:Buku Manual Operasi Pengolahan Bijih Timah”, PT. Tambang Timah.

Universitas Sriwijaya
xii

Gambar 2.6 mineral cassiterite bersama mineral ikutannya

Mineral cassiterite ini lah yang kemudian di lebur untuk didapatkan unsur
Sn nya saja. Peleburan unsur Sn pada PT.Timah (Persero) Tbk dilakukan di Pusat
Peleburan Bijih Timah (PPBT) di Mentok, Bangka Belitung. Setelah menjadi
logam, timah memiliki sifat fisik yang berbeda dengan mineral pembawanya. Sifat
fisik timah itu dapat di lihat pada (Tabel 2.2

Tabel 2.2 Sifat Fisik Logam Timah


SIFAT FISIK KETERANGAN

Fase solid

Massa jenis(mendekati suhu (white) 7.365 g·cm−3


kamar)

Massa jenis(mendekati suhu (gray) 5.769 g·cm−3


kamar)

Massa jenis cairan pada t.l. 6.99 g·cm−3

Titik lebur 505.08 K, 231.93 °C, 449.47 °F

Titik didih 2875 K, 2602 °C, 4716 °F

Kalor peleburan (white) 7.03 kJ·mol−1

Universitas Sriwijaya
xii

Kalor penguapan (white) 296.1 kJ·mol−1

Kapasitas kalor (white) 27.112 J·mol−1·K−1

Kalor Jenis 27,112 J/mol K

Panas Fusi 4,77 kJ/mol

Skala Mohs 1,5

Sumber: CRC Handbook of Chemistry and Physics (ed. ke-86). Boca Raton (FL):
CRC Press. ISBN 0-8493-0486-5.

2.7.4 Sifat Kimiawi Bijih Timah


Sifat kimia adalah sifat yang dimiliki suatu zat yang berhubungan
dengan reaksi kima zat tersebut jika zat tersebut diberikan perubahan suhu, dan
reaksi kimia lainnya. Sifat kimia logam tiah dapat dilihat pada (Tabel 2.3)

Tabel 2.3 Sifat Kimia Logam Timah


SIFAT KIMIA KETERANGAN

Nama dalam tabel periodic Sn (Stannum)

No atom 50

Massa atom standar 118,710

Golongan/ Periode/ Blok 14/ 5/ p

Jenis Unsur Logam pasca transisi

Konfigurasi Elektron [Kr] 4d105s25p2 | 2,8,18,18,4

Bilangan oksidasi 4, 2, -4 (oksida ampfoter)

Elektronegativitas 1.96 (skala Pauling)

Universitas Sriwijaya
xii

Energi ionisasi pertama: 708.6 kJ·mol−1

ke-2: 1411.8 kJ·mol−1

ke-3: 2943.0 kJ·mol−1

Jari-jari atom 140 pm

Jari-jari kovalen 139±4 pm

Sumber: CRC Handbook of Chemistry and Physics(ed. ke-86). Boca Raton (FL):
CRC Press. ISBN 0-8493-0486-5.

2.8 Mineral-mineral dalam Penambangan Timah

Mineral-mineral dalam penambangan timah terdiri dari mineral utama dan


mineral ikutan berharga, dan mineral pengotor lainnya. Mineral-mineral ini
memiliki sifat fisik dan kimia masing-masing, ada yang dapat dilihat secara
langsung dan ada pula yang hanya dapat dilihat dengan analisa mikroskop.

2.8.1 Mineral Utama


Mineral utama yang diproses oleh Pusat Pengolahan Bijih Timah (PPBT)
adalah mineral cassiterite (SnO2). Warna cassiterite bervariasi antara lain berwarna
kuning kecoklatan, kuning kemerahan, coklat kehitaman, hingga coklat tua dengan
berat jeni antara 6,8 – 7,1 gr/cm3. Mineral cassiterite permukaannya mengkilap dan
berminyak. Umumnya tidak tembus cahaya, tetapi lapisan permukaan kristalnya
berkilau. Keberadaannya ada yang primer ada pula yang alluvial.

2.8.2 Mineral Ikutan Berharga


Secara umum mineral berharga yang dibawa oleh mineral cassiterite dan
mineral ikutan berharga yang diproses yaitu:

a. Ilmenite (FeTiO3)

Umumnya ilmenite berwarna hitam besi atau hitam keabu-abuan, memiliki


berat jenis 4,5 – 5 gr/cm3 dan bersifat konduktor serta ferromagnetic. Biasa

Universitas Sriwijaya
xii

digunakan sebagai rutile (TiO2) untuk industri keramik pigmen dan


konsentrat logam titanium.

b. Zircon (ZrSiO4)

Memiliki warna merah pucat atau orange dengan berat jenis 4,2 – 4,7
gr/cm3. Zircon bersifat non konduktor dan non magnet serta sebagai bahan
zirconia untuk industry keramik

c. Monazite ((Ce, La, Y, Th)PO4)

Umumnya memiliki warna kuning jaring-jaring hijau. Berat jenis monazite


antara 4,6 – 5,3 gr/cm3 dan bersifat non konduktor serta paramagnetik.

2.8.3 Mineral Ikutan Lainnya


Berdasarkan kondisi lapangan, terdapat 7 mineral ikutan antara lain : kuarsa,
pyrite, ilmenit, zircon, limonite, turmalin dan siderite. Mineral-mineral lainnya

Universitas Sriwijaya
xii
NO NAMA RUMUS B.J KEKERASAN MAGNET LISTRIK
MINERAL KIMIA

1 Kasiterit SnO2 6,0 – 7,0 6,0 – 7,0 NM C

2 Ilmenit FeTiO3 4,5 – 5,0 5,0 – 6,0 M C

3 Monazite (CeLaYTh)PO 4,9 – 5,3 5,0 – 5,5 M NC


4

4 Senotim YPO4 4,5 – 4,6 4-5 M NC

5 Zircon ZrSiO4 4,6 – 4,7 7,5 NM NC

6 Rutil TiO2 4,1 – 4,3 6,0 – 6,5 NM C

7 Kuarsa SiO2 2,6 – 2,7 7,0 NM NC

8 Marcasit FeS2 4,8 6,0 - 6,5 NM C

9 Pyrit FeS2 4,8 – 4,9 6,0 – 6,5 NM C

10 Hematit Fe2O4 4,9 – 5,1 5,5 – 6,5 Sedikit C

11 Siderit FeCO3 3,8 – 3,9 3,5 – 4,0 M NC

12 Tormalin NaMgFeAl6B 3,0 – 3,2 7,0 – 7,5 S NC


O3Si6OH14

yang sangat berpengaruh dalam bijih timah yang memiliki perbedaan warna,
kekerasan, berat jenis, sifat kelistrikan, dan sifat kemagnetan dapat dilihat pada
(Tabel 2.4)

Universitas Sriwijaya
xii

Tabel 2.4 Mineral Ikutan Bijih Timah


Sumber : Diktat Geologi dan Perhitungan Cadangan PT.Timah (Persero) Tbk

2.9 Kualitas Endapan Bijih Timah

Bijih timah yang dihasilkan pada KIP Timah 17 memiliki kadar Sn yang
berkisar antara 60–70% yang selanjutnya diproses di Pusat Pencucian Bijih Timah
(PPBT) untuk dipisahkan dari mineral ikutannya sehingga kadarnya dapat
ditingkatkan hingga mencapai 72 -74% sebagai syarat utama peleburan.
Selanjutnya bijih timah akan diolah di Pusat Metalurgi (Pusmet) di Muntok guna
ditingkatkan kadarnya hingga mencapai 90% dan ditingkatkan kembali kadarnya
dengan menggunakan proses electrorefinering untuk menghilangkan kandungan
pengotor (impurities) terutama kandungan timbal hingga dicetak menjadi timah
batangan dengan kadar 99,99% (Timah four nine).

2.10 Sumber Daya Endapan Bijih Timah

Sumber daya adalah endapan mineral yang berada di suatu wilayah, baik
yang sudah diketahui atau pun yang bersifat potensi. Berdasarkan kelengkapan data
eksplorasi yang telah dilakukan, maka sumber daya timah di wilayah ini
diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu :

Sumber daya terukur, yaitu sumber daya timah yang dihitung untuk daerah
yang data eksplorasinya lengkap dan cukup rapat, sehingga keyakinan kebenaran
penyebarannya tinggi.

Sumber daya terunjuk, yaitu sumber daya timah yang dihitung untuk daerah
yang ada data eksplorasinya kurang lengkap, sehingga keyakinan kebenaran
penyebarannya tidak terlalu tinggi.

Universitas Sriwijaya
xii

Sumber daya tereka, yaitu sumber daya timah yang dihitung untuk daerah
diluar batas sumber daya terunjuk yang data eksplorasinya sangat kurang, sehingga
keyakinan kebenaran penyebarannya juga sangat kurang.

2.11 Klasifikasi Cadangan

Cadangan adalah suatu kumpulan bahan galian yang mempunya nilai


ekonomis untuk ditambang berdasarkan teknologi saat ini. Berdasarkan
penambangan cadangan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:

1) Cadangan terbukti (Proven Reserve) adalah cadangan yang secara teknis


dan ekonomis dapat ditambang dan sudah terunjuk (demonstrated) serta
sudah terbukti (Proved).
2) Cadangan tereka (Probable Reserve) yaitu cadangan yang telah diketahui
potensinya (measured resources) tetapi seara teknis dan ekonomis tidak
menguntungkan bila ditambang.

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Kapal Isap Produksi (KIP)

Kapal Isap Produksi (KIP) merupakan salah satu alat penambangan yang
di gunakan untuk menambang bijih timah lepas pantai (off shore) selain kapal
keruk. KIP melakukan penambangan dengan cara menggali lapisan tanah dengan
menggunakan cutter yang terpasang pada ujung ladder. Hasil galian tersebut
kemudian dihisap oleh pipa hisap yang terhubung dengan pompa tanah dan
kemudian di teruskan ke pipa tekan menuju unit pencucian dan pengolahan yang
terletak di dalam kapal tersebut. (PT.Timah (Persero),Tbk , 2013).

Sistem kinerja dari KIP dalam melakukan operasi ditentukan dari


kedalaman maksimal ladder serta jumlah material yang dapat dihisap per jamnya.
Kedalaman maksimal penggalian suatu KIP ditentukan oleh panjang ladder serta
sudut kemiringan maksimum yang dibentuk saat ladder turun dengan permukaan

Universitas Sriwijaya
xii

air laut. Kemampuan penggalian setiap KIP berbeda-beda dengan KIP lainnya Hal
ini disebabkan oleh berbedanya spesifikasi alat seperti panjang ladder dan
kemampuan daya hisap pada tiap kapal isap produksi. (Kaimi, M., Situmorang,
Pahala , 2013).

Sistem Pengolahan pada Kapal Isap Produksi (KIP) pada dasarnya


memanfaatkan prinsip gravity concentration yaitu metode pemisahan bahan galian
yang memanfaatkan perbedaan massa jenis suatu material terhadap kecapatan alir,
percepatan jatuh dan besar kecil ukuran material. Massa jenis dari suatu bahan
galian mempengaruhi kecepatan pengendapan material dimana material yang
memiliki massa jenis yang tinggi akan lebih cepat mengendap sedangkan yang
memiliki massa jenis yang rendah mengendap lebih lambat. Adapun alat yang
digunakan yaitu Jig Primer dan Jig Sekunder dengan tipe Pan American Jigs.

3.2 Bagian Utama Kapal Isap Produksi

Secara garis besar bagian dari kapal isap dibagi kedalam 2 bagian utama
yaitu (PT.Timah, (Persero),Tbk, 2014):

3.2.1 Pontoon (alat apung)


Pontoon merupakan bagian yang sangat vital dalam pengoperasian kapal
isap produksi. Pontoon merupakan bidang konstruksi dasar pada KIP yang berperan
untuk menahan kapal agar tetap terapung diatas permukaan air laut (Gambar 3.1).

Gambar 3.1. Skema Pontoon (Sumber : Dept. Perawatan dan Perbengkelan ,


ULB)

Universitas Sriwijaya
xii

Pontoon pada kapal isap produksi terbuat dari besi berongga yang berbentuk
seperti kapsul. Rongga ponton kedap air sehingga air tidak dapat masuk ke dalam
ponton. Selain berfungsi sebagai alat apung, ponton juga berfungsi untuk
menyimpan cadangan HSD (bahan bakar Solar) serta cadangan air tawar.

Pontoon terbagi kedalam empat bagian utama yaitu dua pontoon bagian
dalam dan dua pontoon bagian luar. Pontoon tersebut di bagi kedalam beberapa
kompartement. Pembagian kedalam beberapa compartment berguna jika terjadi
kebocoran pada pontoon agar tidak mempengaruhi seluruh pontoon sehingga air
yang masuk hanya pada satu compartment saja. Dengan demikian kapal masih tetap
terapung diatas permukaan air.

Selain sebagai alat apung. Bentuk pontoon yang menyerupai kapsul berupa
silinder pada kapal isap berguna untuk meminimalisir dampak arus air laut terhadap
kapal sehingga kapal lebih hydrodinamis dan tidak mudah terbawa arus dari
samping.

3.2.2 Rangka Kapal


Rangka kapal atau badan kapal merupakan bagian diatas pontoon yang
berfungsi sebagai tempat aktivitas bagi awak kapal dan tempat alat-alat yang
menunjang kegiatan penambangan serta pencucian pada KIP. Pada KIP terdapat
dua lantai utama yaitu lantai bawah dan lantai atas. Segala peralatan yang berada
pada lantai atas di tahan rangka kapal sehingga kapal tetap stabil. Rangka kapal isap
produksi terbuat dari besi baja yang kuat (Gambar 3.2). Rangka pada kapal isap
terbagi kedalam tiga bagian utama yaitu:

A. Rangka bagian depan

Tempat untuk menggantung ladder pada beun, ruang komando,


menggantung jangkar kapal, ruang ABK, Ruang Rapat, ruang Kepala Kapal, Ruang
administrasi.

B. Rangka bagian tengah

Tempat untuk peralatan instalasi pencucian seperti revolving screen, jig


primer, jig sekunder, store buck, saluran tailing dari revolving screen, bagian
instalasi pencucian lainnya dan mesin-mesin yang menunjang aktivitas kapal.

Universitas Sriwijaya
xii

C. Rangka belakang

Pada bagian atas yaitu tempat untuk dapur dan tempat bersantai bagi para
awak kapal sedangkan bagian bawah merupakan tempat untuk menahan beban yang
berasal dari mesin kapal yaitu berupa mesin propeller pendorong, swing kanan dan
kiri Bandar tailing dan tempat penyimpanan timah.

Gambar 3.2. Rangka Kapal (Sumber : Dept. Perawatan dan Perbengkelan , ULB)

3.3 Prinsip Kerja Penggalian pada Kapal Isap Produksi

Menurut M.Kaimi dan Pahala Situmorang (2013), pada proses penggalian


pada KIP terdapat beberapa gaya yang bekerja pada saat penggalian dan proses
penambangan dilakukan. Gaya-gaya yang bekerja tersebut diantaranya yaitu:

1. Gaya Tekan Ladder

Pada saat proses penggalian dilakukan maka ladder memberikan tekanan ke


permukaan bidang galian untuk membantu proses penggalian yang di lakukan oleh
cutter terhadap lapisan yang digali agar proses penggalian bekerja optimal.

2. Gaya Putar Cutter

Gaya putar cutter bersungsi untuk memberaikan tanah yang akan di isap
oleh pompa tanah melalui pipa isap. Putaran cutter pada KIP memiliki kecepatan
maksimum 24 rpm.

3. Gaya Isap Pompa Tanah

Universitas Sriwijaya
xii

Gaya isap pompa tanah berfungsi untuk menghisap tanah hasil dari
pemberaian oleh gaya putar cutter menuju unit pencucian mineral. Selain itu gaya
ini juga dapat memperlemah dinding tanah yang belum digali oleh cutter sehingga
dinding tersebut dapat runtuh dengan sendirinya dan memudahkan cutter untuk
memberainya.

4. Gaya Dorong Propeller

Gaya dorong propeller berfungsi membuat pergerakan dengan gerakan


memutar 360o, sehingga memberikan gaya dorong untuk menekan ujung cutter ke
arah kiri atau kanan terhadap tanah yang akan digali.

3.4 Metode Penggalian KIP

Menurut M. Kaimi dan Pahala Situmorang (2013) proses penggalian pada


KIP umumnya terbagi kedalam tiga metode, yaitu:

1. Metode Rotary

Merupakan metode penggalian dimana kapal di gerakkan berputar (rotary)


hingga 3600. Metode ini biasanya dilakukan pada saat pengupasan tanah penutup
(overburden) untuk membuat lubang galian berbentuk lingkaran menyerupai
kerucut hingga mencapai lapisan kaksa yang mengandung banyak timah.

Universitas Sriwijaya
xii

Gambar 3.3. Metode Rotary

2. Metode Spudding

Merupakan metode penggalian dengan cara memutar kapal mulai dari 90º
hingga 1800. Metode ini digunakan untuk memfokuskan penggalian pada daerah
yang banyak mengandung timah. Selain itu metode ini juga berfungsi untuk
menghindari kapal kandas pada pengoperasian di laut dangkal sehingga timbunan
tailing tidak mengelilingi kapal. Pada saat cuaca buruk metode ini digunakan guna
memposisikan kapal searah dengan arah gelombang sehingga kapal tidak terbalik
akibat gelombang yang mengarah ke samping kapal.

Gambar 3.4. Metode Spudding

3. Metode Kombinasi

Metode kombinasi adalah gabuangan dari metode spudding dan rotary.


Biasanya penggabungan kedua metode ini di lakukan pada pengupasan dan
penggalian timah. Metode rotary digunakan pada saat pengupasan overburden lalu
di lanjutkan dengan metode spudding pada lapisan kaksa guna untuk mengikuti
sebaran timah sambil bergerak maju mundur.

Universitas Sriwijaya
xii

Gambar 3.5. Metode Kombinasi

3.5 Sistem Kerja Penggalian pada KIP

Menurut M. Kaimi dan Pahala Situmorang (2013), sistem penggalian pada


suatu daerah rencana kerja berbeda dengan rencana kerja lainnya. Sistem
penggalian tergantung pada kondisi dari daerah tersebut. Adapun system
penggalian pada kapal isap diantaranya :

1. Sistem penggalian untuk kondisi kerja dengan cadangan yang digali


ketebalan tanahnya lebih tipis daripada ketebalan air dengan perbandingan tanah
dan air 1:3. Ketebalan tanah 10 m dan kedalaman air 30 m adalah dengan cara biasa
yaitu stripping overburden dan penggalian lapisan kaksa.

2. Sistem penggalian untuk cadangan yang berada pada daerah yang memiliki
kedalaman air yang dangkal dengan lapisan tanah penutup yang lebih tebal di
bandingkan dengan kedalaman air dengan perbandingan 3 : 1, ketebalan tanah 30
m dan kedalaman air 10 m maka dilakukan dalam dua tahap yaitu pembuatan
kolong dan penggalian lapisan kaksa. Pembuatan kolong dibuat seluas mungkin
disesuaikan dengan kedalaman lapisan kaksa. Hal ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya pendangkalan pada lapisan kaksa akibat dari timbunan tailing hasil
pengupasan.

3. Sistem penggalian pada daerah yang di pengaruhi oleh keadaan alam seperti
gelombang, arus yang kuat dan kecepatan angin yang tinggi maka penggalian dapat
dilakukan dengan cara berikut:

Universitas Sriwijaya
xii

a. Penggalian pada saat arus kuat dilakukan dengan cara memposisikan


kapal menghadap arus dating dan menjalankan propeller pendorong untuk
melawan arus sehingga kapal tidak terbawa arus. Penggalian tidak dapat
dilakukan dengan berputar 3600, namun penggalian dilakukan dengan
menggerakkan kapal memutar sebesar 60º - 900 dengan arah tetap
menghadap arus datang.

b. Penggalian pada saat gelombang tinggi dilakukan dengan memposisikan


kapal menyamping dari gelombang. Penggalian dilakukan dengan manuver
kapal sebesar 60º - 900 yang dibantu oleh propeller.

c. Penggalian pada saat angin kencang di lakukan dengan cara


memposisikan kapal menghadap angin datang. Hal ini dilakukan agar kapal
tidak terbalik akibat terpaan angin dari arah samping kapal yang merupakan
bidang terpaan angin yang lebih luas jika dibandingkan dengan arah depan
kapal. Dengan demikian kapal lebih aerodinamis. Penggalian tetap
dilakukan dengan manuver sebesar 60º - 900.

3.6 Hal-Hal yang Mempengaruhi Proses Penggalian

Menurut M.Kaimi dan Pahala Situmorang (2013), dalam melakukan


penggalian timah terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi proses
penggalian yang perlu di perhatikan yaitu :

3.6.1 Jenis lapisan dan cara penggaliannya


Untuk jenis lapisan tanah lunak, KIP tidak akan mengalami kesulitan yang
berarti dalam proses penggalian karena talut atau dinding tanah didepan cutter
sedikit demi sedikit runtuh dan langsung dihisap oleh pompa tanah.

Dalam penggalian pada lapisan tanah yang keras dan liat lebih sulit
dilakukan seperti pada jenis tanah lempung liat. Pada jenis tanah ini penggalian
dilakukan dengan memperlebar bukaan kolong untuk mencegah runtuhan dinding
yang menyebabkan tertimbunnya ladder. Kecepatan putaran cutter pada keadaan
ini digerakkan lebih lambat.

Universitas Sriwijaya
xii

3.6.2 Sudut putaran Kapal Isap Produksi (KIP)


Pada saat penggalian lubang awal, Kapal Isap Produksi berputar searah atau
berlawanan arah jarum jam sampai dengan kong (bedrock) hingga berputar 360˚
yang biasa dikenal dengan metode rotary. Pada saat pelebaran kolong dilakukan
dengan cara memutar Kapal Isap Produksi searah jarum jam sebesar 90º - 1800 yang
biasanya dikenal dengan metode spudding, kemudian dibalas dengan perputaran
yang berlawanan arah jarum jam sebesar 90º - 1800 dan mengikuti arah penyebaran
timah.

3.6.3 Tebal lapisan ideal


Tebal lapisan tanah ideal untuk digali adalah sebesar 0 - 20 meter. Pada
kedalaman ini kemungkinan terjadi longsoran yang menyebabkan tertimbunnya
ladder pada material lepas masih sangat kecil. Apabila tebal lapisan melebihi dari
20 meter, kemungkinan ladder tertimbun tanah runtuhan akan semakin besar dan
mengakibatkan ladder tersangkut sehingga operasi penggalian terganggu.

3.6.4 Kedalaman gali ideal


Kedalaman penggalian ideal pada Kapal Isap Produksi (KIP) di
penambangan off shore dipengaruhi oleh panjang ladder dan sudut maksimum yang
di bentuk ladder. Jika panjang maksimum ladder 58 meter dengan sudut maksimum
ladder adalah 600 maka kedalaman penggalian maksimum ladder yang dapat
dicapai adalah sekitar 50 meter sudah termasuk kedalaman air dan kedalaman tanah
penutup. Perhitungan kedalaman lapisan kaksa secara matematis dapat dilakukan
dengan pendekatan perhitungan trigonometri sinus.

3.6.5 Ruang buang tailing


Tailing yang keluar dari bagian belakang kapal (Buritan) mengikuti
pergerakan kapal. Jika kapal melakukan manuver putaran 3600 maka tailing akan
membentuk lingkaran yang mengelilingi kapal. Semakin dalam penggalian dari
ladder maka semakin kecil diameter dari lingkaran buangan tailing. Sehingga jika
tidak di tanggulangi dengan benar maka tailing akan menutupi daerah penggalian
kaksa dan terjadinya pendangkalan.

Universitas Sriwijaya
xii

3.7 Prinsip Kerja Pencucian pada Kapal Isap Produksi (KIP)

Pencucian pada kapal isap produksi merupakan suatu proses untuk


menghasilkan mineral berharga berupa konsentrat berkadar tinggi. Tujuan dari
pencucian adalah untuk mencuci, mengolah dan meningkatkan kadar dari mineral
dengan cara memisahkan mineral pengganggu (gangue mineral) yang berasosiasi
dengan mineral utama timah (casiterite). (PT. Timah (Persero), Tbk. 2013)

Kegiatan pencucian pada KIP merupakan proses pemisahan mineral


berharga dari mineral pengotor dengan memanfaatkan sifat fisik dari suatu mineral.
Sifat fisisk yang dimanfaatkan dalam pemisahan tersebut adalah ukuran butir, berat
jenis, kemagnetan, dan kelistrikan. Kegiatan pencucian merupakan rangkaian dari
pengolahan bahan galian (mineral dressing). Tujuan utama dari mineral dressing
adalah untuk meningkatkan kadar(grade) dan perolehan (recovery) agar dapat
diproses dengan optimal pada tahap ekstraksi metalurgi demi mendapatkan logam
murni dengan nilai ekonomi tinggi.

Menurut PT. Timah (Persero), Tbk. (2013), tahapan proses pengolahan


bahan galian pada Kapal Isap Produksi (KIP) adalah screening/sieving,
consentration dan dewatering. Secara umum pada pengolahan bahan galian
terdapat proses mereduksi ukuran yaitu crushing dan grinding sebelum proses
screening. Namun, pada instalasi pengolahan yang ada dalam KIP tidak di lakukan
crushing dan grinding. Hal ini disebabkan material yang dihasilkan dari penggalian
lapisan kaksa bukan material dengan ukuran bongkah melainkan material lepas
yang tidak perlu di gerus. Untuk tahap dewatering dilakukan di pusat pengolahan
bijih timah (PPBT) yang ada di muntok. Tahapan proses pengolahan bahan galian
pada Kapal Isap Produksi (KIP) yaitu sebagai berikut :

1. Screening

Screening/sieving merupakan proses pemisahan secara mekanis


berdasarkan perbedaan ukaran dari suatu material (sizing). Prinsip kerja screening
adalah dengan memisahkan antara material ukuran yang kasar dengan material
ukuran halus. Material ukuran halus akan lolos saringan (undersize), sedangkan
material ukuran kasar akan tersangkut pada bagian atas saringan (oversize) dan

Universitas Sriwijaya
xii

menuju Bandar tailing untuk di buang. material yang ada di saring putar harus di
kondisikan terjadinya kontak dengan lubang-lubang saring putar agar butiran
material yang sesuai ukuran dapat lolos tanpa hambatan.

Berdasarkan sistem kerjanya, screen diklasifikasikan ke dalam dua jenis


yaitu stationary screen (saringan diam) dan moving screen (saringan bergerak).
Pada KIP umumnya digunakan saringan gerak dengan jenis rotary screen (saring
putar). Hal ini bertujuan untuk menambah terjadinya kontak antara material dengan
permukaan saringan sehingga hasil pemisahan ukuran butirnya lebih efektif.

2. Concentration

Concentration merupakan proses pemisahan mineral berharga dengan


mineral pengotor lainnya berdasarkan sifat fisik dari suatu mineral. Sifat fisik yang
di manfaatkan antara lain adalah berat jenis, kelistrikan dan kemagnetan.

Menurut PT. Timah (Persero), Tbk. (2013), pada proses pengolahan timah,
penggunaan metode magnetic separator dan electrostatic separation kurang efektif
di lakukan karena timah merupakan logam yang bersifat non magnetic sehingga
pada proses pemisahan, timah akan terbawa bersama kuarsa menjadi tailing. Oleh
karena itu, sistem yang cocok di terapkan pada kapal isap produksi (KIP) adalah
pemisahan berdasarkan gravity concentration yaitu pemisahan suatu mineral yang
didasarkan oleh perbedaan berat jenis mineral berharga dan mineral pengotor
dengan menggunakan media air. Ditambahkan lagi metode gravity concentration
menggunakan media air yang sangat mudah didapatkan didaerah penambangan
offshore. Proses pemisahan gravity consentration pada KIP dilakukan dengan
menggunakan alat yaitu jig, dan sakan dikarenakan efisien tempat dan hasil
konsentrat mendekati 70% Sn. Alat Jig yang digunakan di KIP ada dua jenis yaitu
jig primer dan jig clean up. Berikut ini rangkaian proses pemisahan yang ada pada
kapal isap produksi yaitu:

1) Pemotongan lapisan tanah yang mengandung timah oleh cutter kemudian di


hisap oleh pompa tanah melalui pipa hisap lapian timah yang terberai
tersebut.

Universitas Sriwijaya
xii

2) Pompa isap mengisap feed dan meneruskannya melalui pipa tekan kedalam
saring putar (revolving screen).
3) Saring putar memiliki fungsi untuk memisahkan material berdasarkan
ukuran (sizing). Ukuran yang tidak lolos dari saring putar akan keluar
menjadi tailing (overflow) sedangkan yang lolos (underflow) akan keluar
menuju proses jigging yaitu jig primer.
4) Hasil underflow dari saring putar kemudian di proses oleh jig primer dengan
memanfaatkan berat jenis mineral. Mineral dengan berat jenis lebih besar
dari bed akan lolos menjadi underflow menuju jig clean up, sedangkan yang
memiliki berat jenis lebih kecil daripada bed akan terbuang sebagai tailing
(overflow).
5) Jig clean up memiliki fungsi memisahkan mineral berdasarkan perbedaan
berat jenis. Underflow dari jig clean up akan menjadi konsentrat dengan
kadar ±50 % Sn sedangkan overflow dari jig clean up akan menjadi tailing.

Universitas Sriwijaya
xii

BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3)

Dalam aktivitas operasi produksi penambangan dan pengolahan bijih timah,


terdapat beberapa prosedur yang harus ditaati oleh para pekerja dalam bekerja. Hal
ini semata-mata dilakukan untuk menjaga kelancaran aktivitas produksi agar target
yang ingin dicapai dapat terlaksana.

Kegiatan produksi yang baik adalah selain tercapai target produksi juga
diiringi dengan tidak adanya kecelakaan kerja. Untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja, diperlukan standar keamanan dan keselamatan kerja yang
memadai bagi seluruh awak kapal yang bekerja di wilayah laut.

Salah satu bentuk K3 yang diterapkan oleh Unit Laut Bangka PT. Timah
(Persero), Tbk adalah penggunaan alat proteksi diri (APD) yang diwajibkan bagi
setiap pekerja kapal. Alat proteksi diri merupakan alat-alat yang berfungsi untuk
melindungi para awak kapal saat sedang bekerja dengan tujuan untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja.

Gambar 4.1 Alat Proteksi Diri

Universitas Sriwijaya
xii

Alat proteksi diri wajib digunakan oleh para awak kapal saat bekerja
ataupun dalam perjalanan menuju kapal dan saat berada di lingkungan kerja kapal.
Alat proteksi diri ini terdiri dari life vest, safety shoes, safety helmet, dan earplug.

1) Life Vest, merupakan pelampung yang harus selalu digunakan pekerja pada
saat menjalankan tugas. Dimana alat ini dapat membuat pekerja mengapung
diatas air selama kurang dari tiga jam apabila terjatuh didalam air.
2) Safety Shoes, merupakan sepatu yang dapat melindungi kaki pekerja dari
benturan maupun jatuhan benda keras serta mencegah pekerja terpeleset
saat dilingkungan yang basah atau licin.
3) Safety Helmet, digunakan untuk melindungi kepala pekerja dari benturan
serta jatuhan benda dari atas.
4) Earplug, berfungsi untuk melindungi gendang telinga pekerja dari suara
bising mesin yang ada di kapal.

Namun dalam kenyataan di lapangan, kami melihat bahwa terdapat


beberapa pekerja yang berada di atas kapal yang tidak menggunakan sebagian

atau seluruh alat proteksi diri yang telah dianjurkan.

4.2 Kapal Isap Produksi Timah 17

Gambar 4.2 KIP Timah 17

Universitas Sriwijaya
xii

Penambangan Laut dengan menggunakan Kapal Isap Produksi (KIP) oleh


PT. Timah (Persero), Tbk, dimulai sejak tahun 2006 dengan pengadaan langsung
KIP dari Thailand sebanyak dua unit. Dengan mempelajari bagian-bagian pada unit
KIP yang telah dibeli tersebut, PT. Timah (Persero), Tbk kemudian berusaha untuk
merancang dan memproduksi sendiri KIP dari dalam negeri.

Saat ini, PT. Timah (Persero), Tbk memiliki 18 unit KIP buatan sendiri,
dimana masing-masing kapal dinamai Kapal Isap Produksi TImah (KIP Timah) dan
diberi nomor pada akhir kapal sesuai urutan pembuatnya, dimulai dari KIP Timah
1 hingga KIP Timah 19, dengan melewatkan nomor urut 13.

Kapal Isap Produksi Timah 17 (KIP Timah 17) merupakan salah satu kapal
isap produksi yang dimiliki oleh PT. Timah (Persero), Tbk. Kapal ini dibuat pada
tahun 2012 dari hasil kerjasama antara PT. Timah (Persero), Tbk dan PT. Dok dan
Perkapalan Air Kantung (PT. DAK), serta mulai beroperasi sejak tahun 2013. Kapal
ini mempunyai spesifikasi khusus yang berbeda dari kapal buatan Thailand.

Konstruksi utama dari KIP Timah 17 memiliki panjang total 85,1 meter,
lebar total 18,6 meter, dan tinggi total 11,4 meter. KIP Timah 17 merupakan kapal
tipe vessel merupakan cutter suction dregger, dimana dalam proses penggaliannya,
kapal ini menggunakan cutter untuk memberai tanah dan menggunakan pompa
tanah untuk menghisap tanah yang terberai melalui pipa hisap yang berada dibawah
cutter untuk kemudian dialirkan menuju instalasi pencucian yang ada di KIP.
Sketsa KIP dapat dilihat pada (Lampiran C).

Prinsip kerja penggalian pada KIP 17 adalah menggali tanah untuk


mendapatkan bijih timah sebanyak mungkin dengan biaya produksi serendah
mungkin, dan mengutamakan keamanan dan keselamatan kerja (K3) serta
kelestarian lingkungan kerja.

Dalam pengoperasiannya, persentase rata-rata jam jalan yang dilakukan KIP


Timah 17 pada setahun terakhir beroperasi yaitu dari bulan Januari 2015 sampai
Januari 2016 adalah 84,85% dari target jam jalan rata-rata 500 jam setiap bulannya,
sedangkan persentase laju pemindahan tanahnya (LPT) berkisar 85% dari target
LPT 200 m3 setiap bulannya. Hingga februari 2016 KIP Timah 17 memiliki hasil

Universitas Sriwijaya
xii

produksi yang kurang baik. Dimana hasil terbaik produksi bijih timah pada bulan
februari 2015 dengan jumlah bijih timah sebesar 20,84 ton Sn dari jumlah target
sebesar 25 ton. Sedangkan hasil produksi bijih timah terburuk terjadi pada bulan
November 2015, bijih timah yang diproduksi hanya sebesar 0,1 ton dari target
produksi pada bulan tersebut sebesar 20 ton Sn. Hal ini disebabkan oleh banyaknya
kerusakan peralatan penggalian seperti patahnya ladder kapal.

4.2.1 Waktu Kerja Efektif KIP Timah 17


Kegiatan kerja per hari di Kapal Isap Produksi Timah 17 terdiri dari bagian
harian dan bagian aplos. Bagian harian bertugas untuk melakukan pengecekan
kapal sedangkan bagian aplos bertugas untuk melakukan operasional kapal.

Jumlah hari kerja adalah ±30 hari per bulannya dan dibagi menjadi tiga jam
kerja dengan rentang waktu delapan jam untuk setiap aplos. Jam kerja aplos satu
dimulai dari jam 06.00 hingga 14.00, lalu jam kerja aplos dua dimulai dari jam
14.00 hingga 22.00, dan jam kerja aplos tiga dimulai dari 22.00 hingga 06.00.

Pada KIP Timah 17 terdiri dari empat aplos, yaitu aplos A, aplos B, aplos
C, dan aplos D, dengan sistem kerja enam hari kerja dan tiga hari libur, dimana
selama enam hari kerja tersebut karyawan dari aplos menetap di kapal. Dalam hal
ini yang berada di kapal hanya dua aplos, satu aplos libur dan satu aplos merupakan
aplos harian yang biasanya bertugas dalam perawatan alat gali, peralatan pencucian,
dan mesin. Untuk memaksimalkan jumlah produksi, KIP tetap beroperasi pada hari
libur nasional atau hari libur lainnya agar dapat mencapai target produksi yang lebih
baik.

4.2.2 Struktur Organisasi KIP Timah 17


Organisasi dan ketenagakerjaan pada KIP Timah 17 disesuaikan dengan sistem
pelaksanaan operasi penambangan yang diterapkan.

Setiap KIP dikepalai oleh seorang kepala kapal yang bertugas mengawasi seluruh
karyawannya, mulai dari karyawan harian, karyawan aplos, nahkoda, dan juru tata

Universitas Sriwijaya
xii

usaha. Bagian harian bertugas melakukan pengecekan seluruh peralatan yang ada
di kapal sedangkan bagian aplos bertiugas untuk mengoperasikan kapal.

Untuk bagian tata usaha bertugas untuk melakukan koordinasi dengan petugas
transport untuk keperluan logistik, seperti mensuplai makanan dan air tawar untuk
crew kapal.

Aplos dibagi menjadi empat, dan setiap aplos dikepalai oleh kepala aplos. Setiap
aplos terdiri dari petugas yang mengawasi jalannya peralatan operasional kapal,
seperti mandor pencucian, masinis, juru mudi, serta petugas pencucian, dan petugas
mesin aplos.

Berdasarkan Surat Keputusan Direksi PT. Timah (persero) Tbk No : 1282 /Tbk/ SK
– 0000/ 2013 – B1 tanggal 17 Juli 2013 maka ditetapkan bahwa susunan organisasi
dan ketenagakerjaan pada KIP Timah 17 adalah seperti yang dapat dilihat pada
gambar 4.3 dibawah ini.

Kepala KIP
Timah 17

Aplos A, B, Ka. Bagian Ka. Bagian Juru Tata


Nahkoda
C, D Harian Perawatan Usaha

Kasi. Kasi Petugas


Kapten Aplos Kasi. Umum KKM Mualim
Pencucian Perawatan trasport

Mandor Petugas Petugas Juru


Pencucian Umum Pencucian Perawatan

Petugas Petugas
Pencucian 1 Pencucian

Petugas
Pencucian 2

Juru
Mesin/Listrik

Juru Mudi

Gambar 4.3 Struktur Organisasi KIP Timah 17

Universitas Sriwijaya
4.2.3 Proses Penggalian Bijih Timah pada KIP Timah 17
Sebelum melakukan penambangan bijih timah, operator harus dapat
menentukan terlebih dahulu dimana lokasi yang akan dilakukan penggalian.
Operator menggunakan peta rencana kerja (RK) dan profil bor (Lampiran D) yang
didapat dari hasil eksplorasi sebagai pedoman untuk menentukan lokasi penggalian.

Penggalian dimulai pada daerah yang memiliki banyak cadangan timah


berdasarkan peta RK. Setelah menentukan lokasi dan koordinatnya, koordinat
tersebut lalu diplotkan pada GPS untuk selanjutnya mengarahkan kapal menuju
koordinat yang dimaksud.

Setelah sampai pada koordinat yang dituju, langkah awal yang harus
dilakukan adalah membuka kolong kerja. Untuk mengupas lapisan tanah atas, KIP
Timah 17 menggunakan metode kombinasi yang diawali dengan metode rotary
yaitu memutar kapal hingga 360o hingga mencapai lapisan kaksa. Diameter kolong
kerja berkisar antara 20-40 meter disesuaikan dengan jenis lapisan tanah yang akan
digali. Diameter 20 meter digunakan untuk jenis lapisan tanah yang cukup keras
dan tidak mudah longsor sedangkan diameter 40 meter digunakan untuk jenis
lapisan tanah yang berlumpur atau tanah hasil tailing dari kapal keruk.

Setelah menggali lapisan kaksa dan menemukan arah sebaran timahnya,


maka metode penggalian yang selanjutnya digunakan adalah metode Spudding,
yaitu memutar kapal 90º - 180o sambil menggerakkan kapal sesuai dengn arah
sebaran timah tersebut.

Pergerakan kapal juga perlu disesuaikan dengan keadaan ombak. Jika


ombak besar, arah penggalian harus melawan arah ombak. Hal ini dikarenakan jika
kapal mengikuti arah ombak, dikhawatirkan kapal akan terdorong maju oleh
ombak, dan akan menyebabkan ladder tersangkut pada lapisan tanah sehingga
ladder tidak dapat dinaikkan dan bisa patah. Dalam pengoperasiannya, KIP Timah
17 memiliki batasan tertentu dalam masalah ombak. Jika ombak laut sudah
mencapai ketinggian 1 meter, operasi KIP dihentikan sementara waktu dan ladder
dinaikkan sampai batasan tertentu. Selanjutnya juru mudi menurunkan jangkar
untuk mengamankan posisi kapal.
xii

Arah penggalian kapal saat menggali lapisan kaksa sangat ditentukan oleh
kapten kapal. Keputusan ini didasari dengan hasil penggalian yang terlihat pada
saring putar dan juga koordinasi dengan bagian pencucian yang mengukur
banyaknya jumlah timah yang dihasilkan. Jika data dari profil bor menunjukkan biji
timah terdapat pada lapisan kasar berkerikil sedangkan material yang terlihat pada
saring putar tidak berkerikil lagi, ditambah dengan pemberitahuan dari bagian
pencucian bahwa timah yang dihasilkan sedikit, maka operator dapat memutuskan
untuk mengubah arah penggalian. Dalam hal ini bagian pencucian akan
memberikan informasi kepada juru mudi dengan alarm yang ada di ruang komando.
Jika alarm berbunyi satu kali berarti hasil yang didapatkan buruk, jika alarm
berbunyi dua kali berarti hasilnya cukup bagus, sedangkan jika alarm berbunyi tiga
kali berarti hasil yang didapatkan baik.

Urutan penggalian endapan bijih timah di dasar laut, dimulai dari


menurunkan ladder hingga cutter mencapai lapisan tanah atas (overburden)
maupun lapisan yang mengandung bijih timah (kaksa) di dasar laut. Putaran dari
cutter akan memberaikan lapisan tersebut, dimana lapisan atau material yang
terberai akan masuk ke dalam pipa isap yang berada dibawah cutter. Akibat adanya
daya isap dari pompa tanah yang terpasang dalam ladder, material yang diisap akan
dialirkan melalui pipa tekan menuju instalasi pencucian sementara yang berada di
atas KIP untuk diolah sehingga didapatkan bijih timah serta mineral ikutan berharga
lainnya yang diinginkan.

Gambar 4.4 Bagan Alir Penambangan Timah Pada KIP 17

Universitas Sriwijaya
xii

4.2.4 Kegiatan Sebelum Penggalian KIP 17


Sebelum melaksanakan penggalian, ada beberapa hal yang harus dilakukan,
yaitu :

a. Perencanaan Kerja Penggalian

Perencanaan kerja ini dimaksudkan untuk menentukan titik koordinat yang


akan dilakukan proses penggalian. Letak Rencana Kerja KIP Timah 17 (Lihat
Gambar 4.5).

Gambar 4.5 Peta Rencana Kerja KIP Timah 17


b. Persiapan tempat

Kegiatan penggalian ini dilakukan pada lokasi yang di dominasi lapisan tanah
lempung liat, dimana lempung liat ini merupakan material yang memperlambat
kemampuan putaran alat gali (cutter).

Universitas Sriwijaya
xii

4.2.5 Peralatan Penggalian pada KIP Timah 17


Peralatan penggalian merupakan semua peralatan yang memiliki fungsi
dalam operasi penggalian mulai dari pemberaian tanah hingga pemindahan tanah
menuju instalasi pencucian. Berdasarkan kegunaannya, peralatan penggalian pada
KIP Timah 17 dibagi menjadi empat bagian, yaitu peralatan penggalian utama,
peralatan penunjang kapal, mesin penunjang kapal, dan peralatan penunjang
operator. (Lampiran E)

4.2.6 Peralatan Penggalian Utama


Peralatan penggalian utama merupakan peralatan-peralatan yang
berhubungan langsung dengan material yang digali. Peralatan utama dari proses
penggalian pada KIP Timah 17 terdiri dari cutter, pipa isap, pompa tanah, dan pipa
tekan yang mana keseluruhan peralatan ini berada pada ladder.

a. Cutter

Cutter atau pisau pemotong merupakan alat utama yang berperan sangat
penting dalam proses penggalian pada KIP. Hal ini dikarenakan cutter berfungsi
sebagai alat gali, alat potong, dan alat untuk memberai lapisan tanah. Cutter terletak
pada ujung ladder sehingga dapat melakukan kontak langsung dengan lapisan tanah
yang akan digali.

Cutter pada KIP Timah 17 merupakan tipe circular steel cutter yang terbuat
dari bahan besi baja yang keras sehingga tidak mudah haus karena gesekan dengan
tanah. Sumber tenaga penggerak cutter berasal dari mesin hidrolik bagian kanan
kapal.

Pondasi dasar dari cutter berbentuk lingkaran dengan diameter luar 180 cm
dan diameter dalam 160 cm. Pondasi dasar ini, terdapat bagian besi melengkung
yang menyatu pada lingkaran besi kecil dibagian atasnya. Besi yang melengkung
ini disebut daun atau blade yang berjumlah enam buah untuk tiap cutter. Tinggi
dari pondasi dasar hingga ujung blade adalah 85 cm. Lingkaran kecil pada ujung
blade memiliki diameter 35 cm yang befungsi sebagai tempat untuk memasukkan
cutter ke ujung ladder dengan dikunci oleh bearing.

Universitas Sriwijaya
xii

Pada bagian blade, terdapat bagian besi runcing yang menonjol keluar yang
disebut kuku cutter. Kuku cutter memiliki panjang ±32 cm dan berjumlah sembilan
buah pada setiap blade, sehingga total kuku pada cutter berjumlah 54 buah. Bagian
kuku cutter biasanya yang paling cepat aus, sehingga harus diganti dengan kuku
besi baru dengan cara pengelasan pada tiap jadwal perawatan rutin (preventif
maintenance). Pada KIP Timah 17, penggantian kuku cutter rata-rata setiap tiga
bulan sekali.

Kehandalan daya isap pompa sangat ditentukan oleh kualitas kinerja cutter
dalam operasional penggalian. Kinerja cutter dilihat dari jumlah putaran per menit
(rpm). Terdapat lima tingkatan kecepatan (step speed) dari putaran cutter, dengan
kecepatan putaran maksimal 24 rpm. Ada pun tingkatan putarannya dimulai dari

0 - 5 rpm, 5 - 10 rpm, 10 - 15 rpm, 15 - 20 rpm, dan 20 - 24 rpm.

Kecepatan putar dari cutter sepenuhnya dikendalikan oleh juru mudi,


dengan menyesuaikan pada jenis dan ketebalan lapisan yang digali, dimana step
satu dan dua digunakan untuk lapisan tanah yang lemah sedangkan step tiga hingga
lima digunakan untuk lapisan tanah yang keras. Pada umumnya step speed cutter
yang ideal untuk digunakan adalah step dua dan tiga, yaitu antara 10 hingga 15 rpm.
Hal ini bertujuan untuk menjaga keawetan dari cutter agar tidak cepat aus dan rusak
selama penggalian.

Jika kerusakan cutter sudah sangat berat, maka cutter harus diganti dengan
cutter yang baru. Cutter yang baru biasanya diolesi oli pada seluruh bagiannya
dengan tujuan memperlambat proses pengkaratan pada cutter yang baru dipakai.

Gambar 4.6 Cutter

Universitas Sriwijaya
xii

b. Ladder

Ladder merupakan suatu rangka besi panjang pada KIP yang berfungsi
sebagai tempat penempatan bagi cutter, pompa tanah, pompa isap, serta pipa tekan.
Panjang ladder pada setiap KIP berbeda-beda dan menjadi penentu seberapa besar
kedalaman penggalian yang mampu dilakukannya. Ladder pada KIP Timah 17
memiliki panjang total 58 meter dengan kedalaman galian maksimal ± 50 meter dan
sudut penggalian maksimal sebesar 60o. Ladder ditunjukkan pada gambar 4.5.

Konstruksi ladder terdiri dari besi siku dan plat sebagai dindingnya. Ujung
dari ladder dipasang cutter dan pangkal ladder dipasang as sebagai tumpuan untuk
menaikturunkan ladder.

Pada bagian dalam, terdapat pompa tanah yang berjarak ±10 meter dari cutter
dan dibagian belakangnya terdapat as joint, pompa yang berfungsi sebagai
penggerak pompa. Lalu pada dinding ladder bagian atas, terdapat pipa tekan yang
berfungsi untuk mengalirkan material atau feed hasil penggalian menuju instalasi
pencucian.

Sistem penggerak ladder menggunakan winch ladder yang dapat


menaikturunkan ladder selama penggalian. Sumber penggerak winch ladder
berasal dari mesin hidrolik bagian kanan kapal. Kawat pada winch ladder memiliki
diameter 38 mm dan mampu menahan beban hingga 30 ton dengan kecepatan
pergerakan kawat hingga 12 m/ menit.

Di bagian muka tengan ponton dan rangka kapal, terdapat bagian yang
terbuka yang disebut beun yang menjadi tempat ladder untuk dinaikturunkan.
Antara ladder dan beun terdapat celah ±15 cm di sisi kiri dan kanannya. Celah ini
penting untuk mencegah terjadinya benturan antara ladder dan beun pada saat
ladder dinaikturunkan.

Universitas Sriwijaya
xii

Gambar 4.7 Ladder

c. Pipa Hisap

Pipa hisap merupakan pipa yang terletak di bagian depan pompa tanah yang
berfungsi sebagai saluran untuk menghisap tanah yang telah dihancurkan oleh
cutter dengan sumber daya hisap yang berasal dari pompa tanah. Pipa hisap
berbentuk seperti mulut bebek dan terletak pada bagian bawah cutter.

Gambar 4.8 Pipa Isap

Universitas Sriwijaya
xii

d. Pompa Tanah

Pompa tanah, dengan dibantu oleh pipa hisap, berfungsi untuk menghisap
material hasil galian dari cutter yang selanjutnya ditransportasi melalui pipa tekan
menuju instalasi pencucian untuk proses lebih lanjut.

Pompa tanah pada KIP Timah 17 memiliki daya hisap yang mencapai
250m3/jam dengan kecepatan hingga 560 rpm. Sumber penggerak pompa tanah
berasal dari mesin pompa tanah yang terletak di samping as ladder pada bagian
badan kapal. Pompa tanah ditunjukkan pada gambar 4.8.

Gambar 4.9. Pompa Tanah

e. Pipa Tekan

Pipa Tekan merupakan saluran yang berada di belakang pompa tanah yang
berfungsi sebagai jalur untuk mengalirkan feed hasil hisapan dari pompa tanah
menuju saring putar untuk diproses lebih lanjut. Pipa tekan memiliki diameter
sebesar ±30 cm.

Pada bagian pipa tekan yang terletak dekat dengan saring putar terdapat
sebuah afsluiter yang berfungsi untuk menutup jalur aliran tanah hasil galian
menuju saring putar, dan kemudian mengalirkannya secara langsung menuju
bandar tailing.

Universitas Sriwijaya
xii

Afsluiter ini digunakan saat penggalian tanah atas, karena lapisan tanah ini
tidak mengandung timah atau hanya sedikit mengandung timah sehingga tindak
ekonomis bila dilakukan proses pencucian.

Namun pada KIP Timah 17, afsluiter pada pipa tekan ini sudah tidak dapat
berfungsi lagi dengan baik. Sehingga selama penggalian tanah atas, feed tersebut
akan dibiarkan mengalir menuju saring putar, yang mana untuk feed yang beukuran
besar akan langsung terbuang sebagai tailing menuju bandar tailing.

Untuk feed yang lolos dari saring putar akan dibiarkan menuju jig, dengan
kondisi jig yang tidak dijalankan sehingga material tanah atas akan terbuang
sebagai tailing menuju bandar tailing.

Gambar 4.10. Pipa Tekan

4.2.7 Peralatan Penunjang Kapal


Peralatan penunjang kapal merupakan alat-alat yang tidak berhubungan
secara langsung dalam penggalian material tetapi mempunyai andil penting dalam
pengoperasian kapal. Alat-alat tersebut antara lain ponton dan jangkar kapal.

a. Ponton

Ponton merupakan fondasi dasar pada KIP yang terdiri dari kumpulan dari
beberapa tangki atau kompartemen berbentuk tabung untuk menyimpan HSD
(bahan bakar solar) dan air tawar.

Universitas Sriwijaya
xii

Ponton yang terdapat pada KIP Timah 17 terbagi menjadi 4 kompartemen,


yang terdiri dari 2 kompartemen bagian luar dan 2 kompartemen bagian dalam.
Kompartemen bagian dalam lebih panjang dibandingkan bagian luar dengan tujuan
untuk menyeimbangkan berat kapal dikarenaakan adanya ladder pada bagian
tengah kapal. Kompartemen dalam memiliki panjang 80,52 meter sedangkan
panjang kompartemen luar adalah 58, 56 meter. Diameter dari seluruh
kompartemen sama yaitu sebesar 2,58 meter dengan tebal plat kulit ponton 8 mm.

Gambar 4.11 Ponton

b. Jangkar Kapal

Jangkar kapal berfungsi sebagai penahan kapal pada saat sedang berlabuh
atau saat kapal sedang berhenti untuk melakukan perbaikan. Jangkar pada KIP
Timah 17 memiliki berat 750 kg dan terletak pada ujung bagian depan kapal untuk
menyeimbangkan berat dengan bagian belakang kapal pada saat berlabuh.

Jangkar Kapal digerakkan dengan menggunakan anchor winch yang berada


pada bagian atas kapal. Kawat pada anchor winch memiliki diameter 38 mm dengan
kekuatan tarik hingga 30 ton dan kecepatan kawat 12 meter/menit. Sumber
penggerak anchor winch berasal dari mesin hidrolik bagian kanan kapal.

Universitas Sriwijaya
xii

Gambar 4.12 Jangkar

Gambar 4.13 Anchor Winch

4.2.8 Peraalatan Penunjang Penggalian


Mesin Penunjang Penggalian merupakan mesin-mesin yang berfungsi untuk
menggerakkan alat-alat dari proses penggalian maupun pencucian. KIP Timah 17
memiliki 5 buah mesin yang terdiri dari 1 set mesin pompa tanah (gravel pump), 2
mesin hidrolik, dan 2 set mesin rudder propeller serta 2 buah genset.

a. Mesin Rudder Propeller

Mesin ini berfungsi untuk menggerakkan kapal selama proses penggalian.


KIP Timah 17 memiliki dua mesin rudder propeller yaitu mesin rudder propeller

Universitas Sriwijaya
xii

bagian kanan dan mesin rudder propeller bagian kiri yang berada pada bagian
buritan kapal.

Kedua mesin rudder propeller ini memiliki daya 500 HP dengan putaran
1900 rpm. Mesin ini dapat menggerakkan swing propeller yang menyebabkan kapal
dapat bergerak maju maupun berbelok arah ke kanan atau ke kiri. Mesin ini
membantu mengatur arah pergerakan kapal saat melakukan penggalian baik dengan
metode rotary, metode spudding, atau metode kombinasi.

Gambar 4.14 Mesin Rudder Propeller

b. Mesin Pompa Tanah

Mesin pompa tanah memiliki daya 700 HP dan putaran 2100 rpm. Mesin ini
berfungsi untuk menjalankan pompa tanah dengan cara memutar impeller yang
berada pada pompa tanah.

Mesin pompa tanah dihubungkan dengan gearbox pompa tanah yang


berfungsi untuk mereduksi putaran dari mesin pompa tanah yang semula ±2000
rpm menjadi ±500 rpm. Hal ini dikarenakan pompa tanah hanya mampu bekerja
dengan efektif dengan jumlah putaran ±500 rpm, jika lebih dari itu pompa tanah
akan cepat panas dan cepat rusak. Putaran dari gearbox ini kemudian disalurkan
menuju pompa tanah melalui as joint pompa yang terletak di dalam ladder.

Universitas Sriwijaya
xii

c. Mesin Hidrolik

KIP Timah 17 memiliki dua mesin hidrolik, yaitu mesin hidrolik kanan dan
mesin hidrolik kiri. Mesin hidrolik kanan memiliki daya 450-500 HP dan putaran
1900 rpm, yang berfungsi untuk menggerakkan peralatan untuk proses penggalian
seperti cutter, ladder, winch, dan anchor winch serta untuk menjalankan pompa
under water bagian kanan. Mesin hidrolik kiri memiliki daya 450-500 HP dan
putaran 1900 rpm yang berfungsi untuk menggerakkan peralatan untuk proses
pencucian seperti saring putar, jig primer, jig sekunder, serta pompa under water
bagian kiri.

d. Genset

KIP Timah 17 memiliki 2 buah genset dengan kapasitas masing-masing 150


kVA di bagian kanan kapal dan 50 kVa di bagian kiri kapal. Genset kiri digunakan
pada saat siang hari untuk melakukan kegiatan operasi kapal, sedangkan genset
kanan digunakan pada saat malam hari untuk kegiatan operasional sekaligus
penerangan.

Gambar 4.15 Genset

4.2.9 Peralatan Penunjang Operator


Peralatan Penunjang Operator merupakan alat-alat yang terdapat pada ruang
komando yang berguna untuk membantu operator dalam memantau keadaan kapal
serta mengatur proses penggalian. Alat-alat penunjang tersebut antara lain 1 Unit
Radar (Garmin GMR 18), 1 Unit GPS (Garmin Map 4012), kompas, echo sounder,
CCTV, indicator kedalaman ladder, serta table air.

Universitas Sriwijaya
xii

a. GPS dan echo sounder

Sebagai alat pemandu operator dalam proses penggalian, GPS mempunyai


kehandalan untuk merekaam jejak hasil dari penggalian dan menentukan akurasi
titik koordinat penggalian dan titik koordinat yang akan digali serta berfungsi juga
sebagai alat navigasi bagi KIP. Echo sounder juga dapat menggambarkan kontur
lapisan tanah di dasar laut.

Gambar 4.16 GPS

b. CCTV

CCTV digunakan untuk mengawasi kegiatan operasional kapal. Peletakan


CCTV pada tempat-tempat tertentu memiliki maksud dan tujuannya masing-
masing. CCTV bersama dengan perekam suara, diletakkan pada saaring putar
dengan tujuan menunjukkan lapisan tanah yang baru saja terhisap dari dasar laut.
Operator dapat membandingkan tanah yang baru digali dengan lapisan tanah pada
profil bor yang dimiliki sehingga dapat diketahui apakah penggalian sudah
mencapai lapisanm kaksa atau tidak.

Universitas Sriwijaya
xii

Gambar 4.17 CCTV


Alasan penempatan CCTV pada saring putar adalah untuk membantu
operator agar dapat dengan cepat mengetahui jenis lapisan yang sedang digali dan
untuk mengetahui apakah lapisan tersebut mengandung timah serta untuk mencari
tahu arah persebaran biji timah sehingga bisa dengan cepat memutuskan arah
penggaliannya.

Selain pada saring putar, CCTV juga diletakkan pada haluan, kerangkeng
timah, lambung kapal, dan bandar lounder.

c. Indikator Kedalaman Ladder

Indikator ini berfungsi untuk memberitahu operator besar dan kedalaman


pada operasi penggalian yang sedang dilakukan.

Gambar 4.18 Indikator Kedalaman Ladder

Universitas Sriwijaya
xii

d. Tabel Air

Tabel air merupakan tabel yang berisi angka-angka yang menunjukkan


perubahan ketinggian pasang surut air laut pada setiap jamnya. Ramalan pasang
surut pada lokasi kerja dapat diketahui berdasarkan daftar pasang surut yang
dikeluarkan oleh jawatan Meteorologi dan Geofisika, Departemen Pehubungan
Laut, maupun Dinas Angkatan Laut.

4.2.10 Proses Pencucian Bijih Timah di KIP Timah 17


Proses Pencucian merupakan proses lanjutan dari proses penggalian bijih
timah, yang bertujuan untuk mengolah material hasil penggalian dengan cara
memisahkan mineral-mineral pengotor (gangue minerals) dari material hasil
penggalian sehingga didapat kandungan mineral berharga, dalam hal ini bijih timah
serta mineral ikutan berharga lainnya dengan kadar tinggi. Setelah dilakukan proses
pencucian, kadar Sn yang didapatkan pada kapal isap produksi timah berkisar
antara 50 hingga 60%.

Metode pencucian yang diterapkan pada kapal isap produksi adalah metode
gravity concentration, yaitu metode pemisahan mineral pengotor yang
memanfaatkan perbedaan berat jenis dari tiap mineral dengan air sebagai medianya.

Metode ini efektif dilakukan pada kapal isap produksi dikarenakan air yang
berfungsi sebagai medianya terdapat secara berlimpah di sekeliling kapal dan juga
karena berat jenis bijih timah atau cassiterite yang cukup besar (6,9 gr/cm3)
sehingga membuat bijih timah mudah dipisahkan sebagai konsentrat. Pada KIP
Timah 17, alat pencucian yang digunakan untuk menerapkan metode ini adalah jig.

Berikut adalah urutan proses pencucian bijih timah pada KIP Timah 17.

1. Feed hasil galian yang berada pada pipa tekan mengalir menuju saring putar.
Pada saring putar, feed kemudian disaring sesuai dengan ukurannya. Material yang
berukuran besar (oversize) yang tidak lolos di saringan akan keluar sebagai tailing
dan material berukuran kecil (undersize) yang lolos dari saringan akan dialirkan
menuju jig primer

2. Pada Jig primer, mineral dengan berat jenis ringan ikut mengalir bersama air
sebagai overflow dan dibuang menuju bandar tailing. Sedangkan mineral dengan

Universitas Sriwijaya
xii

berat jenis besar akan terhisap ke dalam jig akibat gaya suction dan pultion dari jig
dan mengalir sebagai underflow menuju jig sekunder.

3. Pada jig sekunder, mineral ringan mengalir sebagai oversize lalu dibuang sebagai
tailing. Sedangkan mineral berat akan masuk ke dalam jig sekunder sebagi
underflow yang kemudian dialirkan menuju bak konsentrat.

Untuk mengetahui lebih jelas mengenai bagan alir pengolahan pada kapal
isap produksi dapat dilihat pada gambar 4.20 dibawah ini.

Gambar 4.19 Flowsheet Pencucian KIP Timah 17

4.2.11 Peralatan Pencucian pada KIP Timah 17


Peralatan utama yang digunakan dalam proses pencucian bijih timah pada KIP
Timah 17 terdiri dari saring putar (rotary screen), jig primer, jig sekunder, dan
sakan (sluice box).

a. Saring Putar (Rotary Screen)

Universitas Sriwijaya
xii

KIP Timah 17 menggunakan saring putar sebagai alat sizing, yaitu alat yang
berfungsi untuk memisahkan feed hasil penggalian berdasarkan ukuran butirnya.
Saring putar tersebut menggunakan system trammel drive hydraulic denggan
kecepatan putaran 0 - 10 rpm.

Gambar 4.20 Saring Putar

Saring putar yang digunakan berbentuk tabung dengan diameter pada


bagian mulutnya lebih besar daripada bagian ujungnya. Diameter pada bagian
mulutnya adalah 2 meter sedangkan diameter pada bagian ujungnya adalah 1,6
meter dan panjang 3,56 meter.

Untuk menyaring feed, saring putar dilengkapi dengan grizzly yang


berdiameter 0,5 inch dan memiliki spasi antara 9-10 mm. Grizzly berfungsi sebagai
alat penyaring antara material oversize dan undersize.

Material yang memiliki ukuran lebih besar dari pada spasi pada grizzly
(tidak lolos saringan) akan keluar sebagai oversize dan langsung masuk ke dalam
bandar tailing. Pada KIP Timah 17, terdapat 1 set bandar tailing (tailing chute) yang
terletak pada bagian tengah KIP dengan lebar 500 mm dan berhubungan langsung
dengan laut lepas untuk membuang tailing.

Universitas Sriwijaya
xii

Untuk material yang memiliki ukuran lebih kecil dari pada spasi pada
grizzly (lolos saringan) akan keluar sebagai undersize dan masuk ke dalam bak
saring putar yang berada di bawah saring putar dan kemudian didistribusikan ke jig
primer melalui lounder. Lounder pada KIP Timah 17 terdapat 4 buah dimana
masing-masing dari lounder ini mengalirkan feed dari bak saring putar menuju ke
sebuah unit jig.

b. Jig Primer

Jig merupakan salah satu alat konsentrasi yang digunakan dalam instalasi
pencucian pada KIP yang bertujuan untuk memisahkan mineral utama berharga dari
mineral pengotornya (gangue mineral) berdasarkan perbedaan berat jenis mineral
tersebut dengan menggunakan air sebagai medianya.

Pada Kapal Isap terdapat 4 unit jig primer dengan tipe Pan America Jig (PA)
dan dalam satu unit jig terdiri dari 2x3 cell dengan ukuran tiap cellnya 1500 x 1500
mm sehingga total cell keseluruhan sebanyak 24 buah. Cell berfungsi sebagai
penempatan komponen bagian atas jig seperti rooster, bed, dan wire screen.
Kecepatan aliran alir pada jig primer berkisar antara 0,7 – 1 m/detik. Sumber
penggerak jig primer berasal dari mesin hidrolik kiri kapal.

Pada mulut masuk jig terdapat sebuah besi penahan yang disebut dengan kuku
macan. Pada ujung jig primer terdapat sebuah kayu penahan yang disebut dengan
riffle, fungsi dari kuku macan dan riffle adalah untuk menahan laju aliran material
dari lounder agar laju alirannya tidak terlalu deras, apabila laju alirannya terlalu
deras maka dapat mengakibatkan bijih timah dan mineral lainnya yang berharga
hanyut terbawa arus overflow menuju ke Bandar tailing.

Kuku macan terbuat dari besi karena harus menahan aliran air yang deras dari
lounder. Sedangkan riffle terbuat dari kayu karen aliran air yang ditahannya sudah
tidak terlalu deras karena sudah ditahan sebelumnya oleh kuku macan.

Jig primer terdiri dari tiga kompartemen yaitu A, B, dan C. Tiap kompartemen
memiliki panjang pukulan dan jumlah pukulan yang berbeda – beda seperti yang
ditunjukan pada tabel 4.1.

Universitas Sriwijaya
xii

Tabel 4.1. Panjang dan Jumlah Pukulan Kompartemen Jig Primer

Kompartemen Panjang Pukulan (mm) Jumlah Pukulan per menit

A 30-35 60-90

B 25-30 100-130

C 25-30 100-130

Dari tabel 4.1 dapat disimpulkan bahwa semakin kecil nilai panjang
pukulan jig primer pada tiap- tiap kompartemen maka akan semakin besar jumlah
pukulannya, hal ini dikarenakan adanya perbedaan jumlah material yang dicuci
pada tiap kompartemen .

Pada kompartemen A material yang dicuci lebih banyak sehingga masih


mudah untuk dilakukan proses pencucian namun pada kompartemen B dan C
materialnya semakin sedikit karena merupakan material sisa yang belum tercuci
sempurna pada kompartemen A sehingga pada kompartemen B dan C
membutuhkan pukulan yang lebih besar. Apabila jumlah pukulannya besar maka
nilai panjang pukulannya harus diperkecil agar pencucian bijih timah berjalan
optimal.

Cara kerja dari jig primer tipe PA adalah sebagai berikut :

1. Air underwater yang berasal dari pompa underwater dimasukkan ke dalam


jig dengan mengatur afsluiter jig hingga air mengalir diatas permukaan bed.

2. Motor listrik dihidupkan sehingga menggerakkan eksentrik.

3. Eksentrik menggerakkan stang balance hingga membran ikut bergerak


sehingga terjadi tekanan (pulsion) dan hisapan (suction).

4. Feed dari Lounder dialirkan ke permukaan jig bagian atas.

Universitas Sriwijaya
xii

5. Pada saat penggerak jig bergerak ke atas, pada kompartemen A terjadi gaya
isapan ke bawah (suction) sedangkan pada kompartemen B terjadi gaya
tekan ke atas (pultion).

6. Pada saat terjadi gaya pultion, bed jig menjadi longgar. Keadaan ini
memberi kesempatan bagi mineral berat untuk menerobos celah pada bed
ke dalam tangka jig, sedangkan mineral ringan akan terangkat ke atas dan
terbawa oleh aliran permukaan menuju bandar tailing.

7. Pada saat terjadi gaya suction, bed pada jig menjadi kompak. Keadaan ini
memberi kesempatan bagi mineral berat yang telah berada pada tangka jig
untuk keluar memalui spigot sebagai konsentrat. Sedangkan mineral ringan
pada permukaan bed jig dengan mudah terbawa oleh aliran menuju bandar
tailing.

Keberhasilan dari proses pemisahan pada jig dipengaruhi oleh jumlah dari
mineral pengotor, kebersihan saring jig (wire screen), bed jig tidak mampat, serta
persediaan underwater pada jig.

Untuk itu, perlu dilakukan perawatan pada jig agar keberhasilan proses
pemisahan jig tetap maksimal. Perawatan yang dapat dilakukan antara lain sebagai
berikut.

1. Memeriksa dan melumasi eksentrik jig.

2. Melakukan perawatan pada bed dengan cara melakukan penggempuran


pada saat jig sedang tidak beroperasi ketika reparasi mingguan atau pada
kesempatan lain ketika kapal stop operasi karena ada perbaikan.

3. Melakukan pembersihan saringan jig, pekerjaan ini dapat dilakukan


bersamaan dengan pengayakan bed.

c. Jig Sekunder

Pada Kapal Isap, jig sekunder yang digunakan adalah tipe Pan American Jigs
yang terdiri dari 8 sel/unit dengan ukuran 910 x 910 mm dan berjumlah 2 unit yang
terletak di sisi kanan dan kiri kapal. Setiap unit terdiri dari 4 kompartemen yaitu
kompartemen A, B, C, dan D.

Universitas Sriwijaya
xii

Jig sekunder memiliki fungsi untuk meningkatakan kadar bijih timah yang
dihasilkan dari olahan jig primer. Konsentrat yang telah melewati tahap pencucian
pada jig primer kompartemen A, B, dan C dialirkan menuju jig sekunder untuk
dilakukan proses pencucian hingga kadar bijih timah jadi meningkat dengan metode
gravity concentration dan prinsip – prinsip kerja jig sekunder sama dengan jig
primer yang berbeda hanya panjang pukulan dan jumlah pukulannya saja.

Pada Jig sekunder panjang pukulan dibuat lebih kecil daripada panjang
pukulan jig primer, namun jumlah pukulannya dibuat lebih banyak daripada jumlah
pukulan jig primer. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan perolehan bijih timah
serta bertujuan untuk meningkatkan kadar dari bijih timah yang diperoleh. Adapun
panjang pukulan dan jumlah pukulan dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Panjang Pukulan dan Jumlah Pukulan Kompartemen Jig Sekunder

PANJANG JUMLAH
KOMPARTEMEN
PUKULAN (MM) PUKULAN / MENIT

A 12-14 120-140

B 10-12 120-140

C 8-10 160-180

D 6-8 160-180

Konsentrat dari jig sekunder kompartemen A, B, C, dan D kemudian


dialirkan dan ditampung di bak konsentrat sebelum dipindahkan secara manual
menuju sakan untuk dinaikkan kembali kadarnya. Sedangkan tailing dari jig
sekunder dialirkan ke laut lepas melalui pipa samping. Kadar konsentrat bijih timah
hasil dari jig di KIP Timah 17 berkisar antar 50 – 60%.

Pada dasarnya Jig primer maupun Jig sekunder tidak jauh berbeda, hal ini
dikarenakan jig primer dan jig sekunder memiliki fungsi yang sama yaitu untuk
meningkatkan kadar dari timah .

Universitas Sriwijaya
xii

Adapun alat yang terdapat pada jig primer dan sekunder yaitu:

1. Rooster

Rooster merupakan salah satu komponen bagian atas jig yang memiliki
fungsi untuk menahan bed agar tetap di tempat dan menjepit saringan jig. Rooster
memiliki bentuk kotak – kotak dengan maksud agar bed tersebar secara merata di
seluruh permukaan jig sesuai dengan kompartemennya masing – masing. Rooster
pada kapal isap produksi ini terbuat dari plat besi dengan ketinggian 10 cm.

2. Bed

Bed merupakan lapisan material diatas saringan jig yang terletak di dalam
rooster. Bed biasanya berupa batu hematite, alasan penggunaan batu hematite
sebagai bed adalah karena hematite memiliki berat jenis diantara bijih timah dan
mineral pengotor lain yakni sebesar (4, 1 – 5, 1 gr/cm3) serta memiliki tingkat
kekerasan yang cukup tinggi yaitu sebesar (5,5 skala mohs) dan alas an lainnya
adalah karena batu hematite mudah untuk ditemukan. Hematite pada jig dapat
dilihat pada gambar 4.21 dibawah ini.

Gambar 4. 21 Batu Hematite dalam Jig

Pengisian batu hematite yang baru tidak boleh setinggi rooster (10 cm),
idealnya batu hematite hanya boleh diisi hingga setinggi (7 – 8 cm) di dalam

Universitas Sriwijaya
xii

rooster. Hal ini bertujuan agar tersedia ruang kosong sebesar 2 – 3 cm sebagai
tempat bagi mineral – mineral yang belum terhisap oleh gaya suction dari jig agar
tidak hanyut terbawa aliran air ke bandar tailing. Ada dua macam ukuran batu
hematite yang digunakan pada kapal isap produksi timah yaitu ukurannya berkisar
antara 14 – 20 mm untuk jig primer dan 10 – 14 mm untuk jig sekunder.

3. Rubber Screen

Rubber Screen adalah saringan yang berguna untuk menahan jig bed
(hematite) jangan sampai turun ke bawah dan melewatkan atau meloloskan bijih
timah. Pada umumnya Rubber Screen dibuat dari bahan yang tahan terhadap korosi
seperti pospor brons, baja tahan karat dan karet. Ukuran lubangnya harus lebih
kecil dari hematite dan lebih besar dari bijih timah, biasanya dipakai dengan ukuran
4 x 10 mm untuk kompartemen A dan ukuran 3 x 10 mm untuk kompartemen BC,
ukuran lubang 6 - 10. Saringan berukuran lebih besar diletakan melintang terhadap
arah aliran, dengan tujuan agar lubang Rubber Screen tidak mudah buntu atau
tersumbat.

4. Membran

Membran adalah bagian dari jig yang berguna untuk membantu diafragma
bergerak pada proses pulsion dan suction ketka proses jigging sedang berlangsung
dengan menutup rapat antar tangka dan digerakan oleh eksentrik dan stang balance.

Membran berbentuk lingkaran dengan diameter sebesar 45 inch untuk jig


primer dan 25 inch untuk jig sekunder.Biasanya membran berbahan karet yang
memiliki sifat elastis dan merupakan penghubung antara spigot dan tangki jig.

5. Diafragma

Diafragma adalah bidang gerak yang berfungsi untuk memberikan gaya dorongan
pada proses pulsion dan suction terjadi selama proses jigging.

6. Stang Balance

Stang Balance berbentuk kotak besi yang merupakan bagian dari jig yang
terletak di bagian bawah dan menyambung dengan eksentrik, fungsinya sebagai

Universitas Sriwijaya
xii

penerus gerakan naik turun dari eksentrik ke jig sehingga gerakan tersebut
menggerakkan membran dan menimbulkan gaya suction dan pulsion pada jig.

7. Eksentrik

Eksentrik merupakan komponen penggerak dari jig yang berfungsi untuk


melakukan suction dan pulsion secara kontinuitas (terus – menerus ) yang berasal
dari penggerak hidrolik hugglund. Eksentrik menggerakkan stang balance sehingga
diafragma bergerak naik turun . Pergerakan eksentrik merupakan gerakan putaran
secara terus – menerus dan kecepatan dari gerakannya menentukan cepat atau
lambatnya pulsion dan suction pada proses jigging.

8. Afsluiter underwater

Afsluiter underwater berfungsi sebagai pemasok dan pengkontrol jumlah air


yang ada di dalam tangki jig agar jumlahnya selalu stabil, air tersebut berasal dari
tangki underwater. Fungsi lain dari Afsluiter underwater ini adalah sebagai
pengkontrol antara tailing dan konsentrat yang tersangkut dalam bed agar terdorong
keluar.

Air yang berada di dalam tangka jig dinamakan underwater, dimana batas
permukaan airnya hingga pada bagian bawah dari wire screen. Pompa underwater
menghisap air laut dari bagian bawah kapal dan mendistribusikannya ke tiap tangki
jig. KIP Timah 17 memiliki 2 unit pompa underwater yang berada di sisi kiri dan
kanan kapal. Kapasitas air yang mampu dipompa oleh pompa underwater berkisar
antara 1100-1500 m3/jam dengan kecepatan putaran berkisar antara 1400 - 1800
rpm.

9. Spigot

Spigot merupakan bagian dari jig yang berfungsi sebagai jalur keluar untuk
konsentrat dan sebagai pengatur jumlah air yang ada di dalam tangki jig. Spigot
berbentuk kerucut dan berdiameter 10 – 12 mm, spigot harus di kontrol secara
berkala agar jumlah air yang berada di dalam jig stabil. Pada hampir semua KIP
Timah, spigot ini sering kali mengalami kebuntuan karena kurangnya perawatan
yang mengakibatkan konsentrat tidak akan keluar dari jig.

Universitas Sriwijaya
xii

Untuk mengetahui bagian – bagian pada jig sekunder lebih jelasnya dapat dilihat
pada gambar 4.24 dibawah ini :

Gambar 4.24 Jig Sekunder

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan secara langsung untuk aktivitas


penambangan dan pengolahan bijih timah pada Kapal Isap Produksi Timah 17 Unit
Laut Bangka PT.Timah (Persero, Tbk. Di laut Cupat Luar, Kecamatan Parit Tiga,
Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :

1. Kapal Isap Produksi Timah 17 (KIP Timah 17) merupakan salah satu kapal
yang dirancang khusus untuk menggali endapan timah di dasar laut hingga
kedalaman 40 meter.
2. Mekanisme kerja KIP Timah 17 memberai material lalu menghisapnya dan
langsung didistribusikan ke instalasi pengolahan yang berada di kapal

Universitas Sriwijaya
xii

tersebut sehingga material tersebut keluar menjadi dalam bentuk konsentrat


timah.
3. Alat yang digunakan pada KIP Timah 17 ini yaitu alat galinya cutter, alat
muat dan angkutnya ialah pipa hisap dan pipa tekan yang dibantu oleh pompa
tanah serta alat pengolahannya saring putar, jig primer, dan jig sekunder
(clean up).
4. Hasil konsentrat akhir pengolahan dari instalasi pencucian memiliki
kandungan bijih timah berkisar antara 50 – 60 % Sn.

5.1 Saran

1. Untuk mengoptimalkan kinerja penggalian, seharusnya dipasang kamera


tahan air maupun sensor tanah bawah laut yang terpasang didekat cutter
ataupun ujung ladder.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai wire screen agar tidak ada
lagi batu, cangkang kerang ataupun mineral yang kurang berharga yang
menutupi lubang sehingga dapat menghambat masuknya bijih timah ke dalam
jig.

Perlu dilakukan perawatan dan evaluasi kinerja dari mesin-mesin yang ada di KIP
Timah17.

Universitas Sriwijaya
xii

DAFTAR PUSTAKA

Gani, A. S., 2014. Evaluasi Cadangan dan Penggalian (Emmer Bagger Opname).
Learning Center Pusdiklat P2SDM PT. Timah (Persero), Tbk., Pemali.

Pahala, 2013. Teknik Penggalian KIP. PT. Timah (Persero), Tbk.

Panjaitan, M., 2014. Teknik Operasi Penggalian Kapal Keruk Materi Pelatihan
Teknis Tingkat Dasar. PT. Timah (Persero), Tbk., Pemali.

Prabowo, Sigit, dan Sujoko, 2009. Buku Panduan Pelatihan Geologi Dasar,
Pemetaan, dan Perhitungan Cadangan. Pangkal Pinang.
Pusdiklat, 2010. Buku Penambangan KIP – Sistem Penambangan. PT. Timah
(Persero), Tbk.

Situmorang, K. M., 2013. Perawatan Alat Gali KIP. PT. Timah (Persero), Tbk.,
Pemali.

Universitas Sriwijaya
xii

Lampiran A
Jadwal Kegiatan Kerja Praktek

No Tanggal Kegiatan
1 24 Juli 2017 Konfirmasi Kedatangan di ULB PT. Timah (Persero), Tbk
2 25 juli 2017 Orientasi dan pelatihan keselamatan, kesehatan kerja dan
lingkungan hidup (K3LH)
3 26-28 Juli 2017 Pembelajaran mengenai peta cadangan, penambangan serta
pengolahan.
4 29-30 Juli 2017 Tidak ada kegiatan (libur)
5 2 Agustus 2017 Pengurusan surat penugasan ke Kapal Isap Produksi (KIP)
17 Timah
6 7 Agustus 2017 Naik ke Kapal Isap Produksi Timah 17
7 8 Agustus 2017 Orientasi secara umum bagian kapal dan cara kerja alat di
KIP.
8 9 Agustus 2017 Mempelajari secara rinci cara penambangan serta pembacaan
lokasi rencana kerja (RK)
9 10 Agustus 2017 Memahami posisi pergerakan kapal dan ladder
10 11 Agustus 2017 Mempelajari secara rinci pencucian mulai dari saring putar,
jig primer, jig sekunder dan sakan
11 12 Agustus 2017 Turun dari Kapal Isap Produksi Timah 17
12 13 Agustus 2017 Tidak ada kegiatan (libur)
13 14 Agustus 2017 Laporan kepada pembimbing lapangan bahwa telah
menyelesaikan kegiatan di kapal
14 15 Agustus 2017 Penyusunan laporan hasil pengamatan aktivitas
penambangan di KIP 17.
15 22 Agustus 2017 Presentasi laporan laporan hasil pengamatan aktivitas
penambangan di KIP 17.

Universitas Sriwijaya
xii

Lampiran B
Peta Geologi Pulau Bangka

Universitas Sriwijaya
xii

Lampiran C
Sketsa Kapal Isap Produksi Timah 17

Universitas Sriwijaya
xii

Lampiran D
Spesifikasi Kapal Isap Produksi Timah 17

A. DREDGE SUCTION
1. Name of the vessel : KIP TIMAH 17
2. Type of the vessel : Cutter Suction Dredger
3. Maker : PT TIMAH & PT DAK
4. Year of Manufacture : 2012

B. PONTOON
1. Overall Width : 17.60 M
2. Inside pontoon Length : 80.520 M
3. Outside Pontoon length : 58.560 M
4. Inside pontoon dia. : 2 x 2.58 M
5. Outside pontoon dia. : 2 x 2.58 M
6. Bow Width : 9.20 M
7. Ladder way Width : 3.20 M
8. Ladder way Length : 58.30 M
9. Port Side Aft Length : 58.50 M
10. Starboard-Side Aft Length : 86.50 M
11. Overall Height : 10.5 M
12. Free board at full operation : 1.0 M
13. Manhole : 98 units, all tank dia. 60 cm
C. LADDER, ENGINES, HYDRAULIC, CUTTER, PROPELLER
1. Ladder
 Type of Ladder : Weld Joint Steel Structure
 Overall Length Ladder : 58 M
 Digging depth : 45 meter (max. 50 m)
 Angle : 45 degree (max. 60 degree)

Universitas Sriwijaya
xii

2. Cutter
 Type : Circular Steel Cutter
 Diameter : 1.8 Meter (bladed)
 Maximum rpm : 24 RPM
 Power at Shaft : 226 HP
3. Winch
Ladder winch/anchor winch by hydraulic
 Pulling Force : 30 Ton
 Speed : 12 m/min
 Wire Diamete : 38 mm
4. Dredge Pump
 Type : Gravel Pump
 Pump Engine : Caterpillar C-18: 715HP, 2100 rpm
 Pump Gearbox : Paramax, Ratio 3,188 : 1
 Suction pipe dia. : 14”
 Discharge pipe dia. : 12 “
 Pump Capacity : 250 m3/hr (solid)
 Impeller diameter : 36”, pump rpm 560
 Head : 45 meter
5. Engine for swing with mechanic system (2 unit, L & R)
 Main Engine for Shaft Swing Propeller : 2 sets Yanmar 6HYM–WET, 500
HP, 1950 rpm.
 Cooling system : Fresh water cooler
 Propeller : 62 inch, 4 blades
6. Engine for propulsion (sailing) with mechanic system
 Engine 1 set Yanmar 6HYM-WET : 500 HP, 1950 rpm.
 Cooling system : Fresh water cooler
 Propeller : 70 inch, 4 blades
7. Engine for hydraulic jig, revolving screen and water pump

Universitas Sriwijaya
xii

 Engine 1 set Yanmar 6HYM – WET : 500 HP, 1950 rpm


8. Engine for hydraulic cutter, anchor winch, ladder winch and water pump
:
 Engine 1 sets Yanmar 6HYM – WET 500 HP, 1950 rpm.
9. Hydraulic pump Power Pack :
 2 Pcs Splitter Gear Box 1 : 1
10. Flexible Hose pressure : Min 420 bar
11. Water Pump : 2 Sets Taki Pump, capacity 1500 m3/hour, 1450 rpm ,
150 HP, Total Head : 15 M

D. MINERAL PROCESSING PLANT


1. Revolving Screen / Trommel :
1 set dia. 2000/1600 x 5160, steel construction
 Trommel Drive Hydraulic, High Torque Radial Piston
 Input Power 60 HP, 10 rpm
2. Primary Jigs :
 24 cell Pan American Jigs @ 1500 x 1500 / cell
 Jig drive hydraulic : Gerotor Motor T 400Nm, Speed 250 rpm
3. Clean-up Jigs :
 16 cell Pan American Jigs @ 910 x 910 / cell
 Jig drive hydraulic : Gerotor Motor T 400Nm, Speed 250 rpm
4. Tailing Chute : 1 set
5. Stone Chute : 1 set

E. POWER PLANT & UTILITIES


1. Electric Generator :
 1 set 150 kVA, rpm 1500
 1 set 60 kVA, rpm 1500
2. Navigation :

Universitas Sriwijaya
xii

 1 units Radar (Garmin GMR 18) + 1 unit GPS (Garmin Map 4012)
3. Communication :
 VHF Marine ICOM IC – M504 & HF ICOM IC- M700PRO
4. Compressor :
 1 unit Multipro / 750 liter/min, 8 bar, Tank Volume 180 Liter
5. Lifecraft : 2 sets for 25 passenger
F. PARAMETER
STANDA
PARAMETER SATUAN
R
1. Konstruksi Utama 1 Lot
Panjang total 85,1 m
Lebar total 18,6 m
Tinggi total 11,4 m
Lantai - 1 - -
Lantai - 2 - -
Ruang komando (depan) - -
Meja kontrol (dushboard) - -
Atap - -
Pintu - -
Jendela - -
Lantai
Ruang Akomodasi (belakang) - -
Atap - -
Pintu - -
Jendela - -
Lantai

2. Ponton 4 pcs
Panjang total ponton dalam 80,52 m

Universitas Sriwijaya
xii

STANDA
PARAMETER SATUAN
R
Panjang total ponton luar 58,56 m
Diameter ponton 2,5885 m
Tebal pelat kulit ponton 8 mm
Tebal pelat sekat ponton 6 mm
Free board kiri depan 0,9-1,3 m
Free board kanan depan 0,9-1,3 m
Free board kiri belakang 0,9-1,3 m
Free board kanan belakang 0,9-1,3 m
Manhole 98 set
Tangki timbun BBM 12 tangki
Tangki timbun air tawar 4 tangki
Tangki hampa 78 tangki
Pipa lubang penduga 88 pcs
Pengecatan

3. Ladder 1 unit
Panjang total 58 m
kedalaman gali maks. 48,5 m
Sudut elevasi terhadap garis air
60 deg
maks.
Pivot
Saluran pelumas 2 set
Pegas (compression spring) 10 pcs
Jumlah skep 7 pcs
Diameter skep 920 mm
Diameter kawat ladder 38 mm
Kekuatan tarik winch 30 ton

Universitas Sriwijaya
xii

STANDA
PARAMETER SATUAN
R
Kecepatan kawawt winch 12 m/min
Kapasitas drum winch 400 m

4. Mesin Utama 6 unit


Mesin swing propeller kanan
Daya 450-500 HP
Putaran 1900 rpm
Booster 1-1,5 10-1MPa
Temperatur kerja mesin 70-80 deg
Tekanan oli 4,5 - 5 10-1MPa
Beban 70-90 %
Mesin swing propeller kiri
Daya 450-500 HP
Putaran 1900 rpm
Booster 1-1,5
Temperatur kerja mesin 70-80 deg
Tekanan oli 4,5 - 5 10-1MPa
Beban 70-90 %
Mesin sailing propeller
Daya 450-500 HP
Putaran 1900 rpm
Booster 1-1,5
Temperatur kerja mesin 70-80 deg
Tekanan oli 4,5 - 5 10-1MPa
Beban 70-90 %
Mesin hidrolik kanan
Daya 450-500 HP

Universitas Sriwijaya
xii

STANDA
PARAMETER SATUAN
R
Putaran 1900 rpm
Booster 1-1,5 10-1MPa
Temperatur kerja PTO 70-80 deg
Temperatur kerja mesin 70-80 deg
Tekanan oli 4,5 - 5 10-1MPa
Beban 70-90 %
Mesin hidrolik kiri
Daya 450-500 HP
Putaran 1900 rpm
Booster 1-1,5 10-1MPa
Temperatur kerja PTO 70-80 deg
Temperatur kerja mesin 70-80 deg
Tekanan oli 4,5 - 5 10-1MPa
Beban 70-90 %
Mesin pompa tanah
Daya 700 HP
Putaran 2100 rpm

Booster 1-1,5 10-1MPa

Temperatur kerja PTO 70-80 deg

Temperatur kerja mesin 70-80 deg

Tekanan oli 4,5 - 5 MPa


Beban 70-90 %

5. Generator Set 2 set


Generator Set - 1 150 kVA
Temperatur kerja 70-80 deg

Universitas Sriwijaya
xii

STANDA
PARAMETER SATUAN
R
Tekanan oli mesin 4,5 - 5 10-1MPa
Beban 70-90 %
Generator Set - 2 50 kVA
Temperatur kerja 70-80 deg
Tekanan oli mesin 4,5 - 5 10-1MPa
Beban 70-90 %

6. Cutter Head 1 unit


Diameter 1800 mm
Jumlah daun (blade) 6 daun
Kuku cutter 48 pcs
Putaran kerja 0-24 rpm
jumlah kecepatan putaran (speed) 5 step speed
Step speed -1 5 rpm
Step speed -2 10 rpm
Step speed -3 15 rpm
Step speed -4 20 rpm
Step speed -5 24 rpm
Shaft & block bearing 1 set
Sealing system (floating seal) 2 set
Bearing 5 set
Saluran pelumas dan drain 1 set
Motor hidrolik penggerak
Tekanan kerja pompa hidrolik 0-350 bar
Konstanta motor 560 Nm/bar
Torsi maksimum 196000 Nm
output gaya potong maksimum 217778 N

Universitas Sriwijaya
xii

STANDA
PARAMETER SATUAN
R

7. Pompa Tanah 1 unit


Kapasitas slurry 2500 m^3/jam
Head 45-50 m
Daya 310 kW
Putaran 510 rpm
Efisiensi 78 %
Diameter pipa isap 14 inch
Diameter pipa tekan 12 inchi
Pipa fleksibel / spiral 12 inchi
Bentuk pada penggalian di bawah 15
m
Bentuk pada penggalian di bawah 30
m
Bentuk pada penggalian di bawah 45
m
Klem pipa fleksibel 2 set
Konsentrasi slurry 10-40 %
Shaft panjang
Panjang 4000 mm
jumlah 7 set
Cardan shaft
Panjang 1950 mm
Panjang kompensasi min. 100 mm
Jumlah 7 set
Gearbox reduksi
Rasio 3,18 : 1
Power maks. 1100 HP

Universitas Sriwijaya
xii

STANDA
PARAMETER SATUAN
R
Putaran input 1800-2100 rpm

8. Saring Putar 1 unit


Diameter (besar) 2000 mm
Diameter (kecil) 1600 mm
Panjang efektif 3560 mm
Jarak selah Grizly 9-10 mm
Putaran kerja 0-10 rpm
Shaft & block bearing 1 set
Sealing system 2 set
Bearing 1 set
Saluran pelumas dan drain 1 set
Motor hidrolik penggerak
Tekanan kerja pompa hidrolik 0-350 bar
Konstanta motor 100 Nm/bar
Torsi maksimum 35000 Nm
Torque arm untuk motor hidrolik 1 set
Drag roll dan block bearing 2 set
Bak saring putar 1 set
Lounder 4 pcs
kemiringan min. 1:9

9. Jig Primer 4 unit


Ukuran cell 1500x1500 mm
Jumlah cell per jig 2x3 cell
Jumlah cell seluruh 24 cell

Universitas Sriwijaya
xii

STANDA
PARAMETER SATUAN
R
Panjang langkah pukulan eksentrik
70 mm
maks.
Panjang langkah di pusat membran
Kompartemen A 30-35 stroke
Kompartemen B 25-30 stroke
Kompartemen C 25-30 stroke
Jumlah pukulan tiap kompartemen
Kompartemen A 60-90 kali / min
Kompartemen B 100-130 kali / min
Kompartemen C 100-130 kali / min
Tebal bed maks. 80-90 mm
Kecepatan aliran 0,7-1 m/detik
Motor hidrolik penggerak
Putaran kerja s.d. 250 rpm
Tekanan kerja pompa hidrolik 0-350 bar
Konstanta motor 3,8 Nm/bar
Torsi maksimum 1330 Nm
Karet membran (ID) 870 mm
Klem karet membran - -
Cone - -
Stang balance - -
Batu hematite - -
Boil box - -

10. Jig Sekunder 2 unit


Ukuran cell 910x910 mm
Jumlah cell per jig 2x4 cell

Universitas Sriwijaya
xii

STANDA
PARAMETER SATUAN
R
Jumlah cell seluruh 16 cell
Panjang langkah pukulan eksentrik
50 mm
maks.
Panjang langkah di pusat membran
Kompartemen A 12-17 mm
Kompartemen B 10-12 mm
Kompartemen C 8-10 mm
Jumlah pukulan tiap kompartemen
Kompartemen A kali / min
Kompartemen B kali / min
Kompartemen C 160-180 kali / min
Tebal bed maks. 80-90 mm
Kecepatan aliran 120-160 m/detik
Motor hidrolik penggerak 160-180
Putaran kerja s.d. 250 rpm
Tekanan kerja pompa hidrolik 0-350 bar
Konstanta motor 3,8 Nm/bar
Torsi maksimum 1330 Nm
Karet membran (ID) 610 mm
Klem karet membran - -
Cone - -
Stang balance - -
Batu hematite - -
Boil box - -

11. Bandar Tailing 1 unit


Kemiringan min. 1:9

Universitas Sriwijaya
xii

STANDA
PARAMETER SATUAN
R
12. Sakan 2 unit
1:9 s.d.
Kemiringan min.
1:14
13. Kerangkeng Timah 2 unit

14. Jangkar 1 unit


Ukuran 750 kg
Diameter kawat 32 mm
Kekuatan tarik winch 15 ton
Kecepatan kawawt winch 12 m/min
Kapasitas drum 300 m

15. Swing Propeller (Kanan) 1 unit


Input Power 500 HP
Input Putaran 1800-1950 rpm
Rasio reduksi -
Propeller 4 blade
Diameter 1574,8 mm
Rotasi sistim steering -
Cardan shaft 1 set
Panjang 1100-1300 mm
Panjang kompensasi 100-200 mm
Gearbox 1 unit
Rasio 6:1
Sistim pendingin 1 set
Sistim kontrol 1 lot

Universitas Sriwijaya
xii

STANDA
PARAMETER SATUAN
R
16. Swing Propeller (Kiri) 1 unit
Input Power 500 HP
Input Putaran 1800-1950 rpm
Rasio reduksi -
Propeller 4 blade
Diameter 1574,8 mm
Rotasi sistim steering -
Cardan shaft 1 set
Panjang 1100-1300 mm
Panjang kompensasi 100-200 mm
Gearbox 1 unit
Rasio 6:1
Sistim pendingin 1 set
Sistim kontrol 1 lot

17. Sailing Propeller (Tengah) 1 unit


Input Power 500 HP
Input Putaran 1800-1950 rpm
Rasio reduksi -
Propeller 4 blade
Diameter 1778 mm
Rotasi sistim steering -
Cardan shaft 1 set
Panjang 1100-1300 mm
Panjang kompensasi 100-200 mm
Gearbox 1 unit
Rasio 6:1

Universitas Sriwijaya
xii

STANDA
PARAMETER SATUAN
R
Sistim pendingin 1 set
Sistim kontrol 1 lot

18. Pompa Onder Water (Kanan) 1 unit


Kapasitas 1100-1500 m^3/jam
Putaran 1400-1800 rpm
Head 15 m
Daya 110-150 HP
Diameter pipa isap 12 inchi
Diameter pipa tekan 12 inchi

19. Pompa Onder Water (Kiri) 1 unit


Kapasitas 1100-1500 m^3/jam
Putaran 1400-1800 rpm
Head 15 mm
Daya 110-150 HP
Diameter pipa isap 12 inchi
Diameter pipa tekan 12 inchi

20. Sistim navigasi 1 unit


21. CCTV 1 lot
22. Radio Komunikasi 1 lot
23. Perlengkapan K3 1 lot
24. Horn 1 lot

25. Pompa BBM 2 unit


Kapasitas 12 m^3/jam

Universitas Sriwijaya
xii

STANDA
PARAMETER SATUAN
R
Head 8-10 m
Power 4 kW

26. Crane 2 unit


Kapasitas angkat 3 ton
Ketinggian angkat 6 m
Kecepatan 6 m/min

27. Aksesoris Sistim Hidrolik 1 lot


Tangki hidrolik (stainless) 2 set
Filter (mesh) 10 mikron
Gearbox spliter 2 unit
Rasio 1:1 rasio
Cardan shaft 2 set
Input power 450 HP

Universitas Sriwijaya
xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ir. J.E. Akeringa ...................................................................................6


Gambar 2.2 Peta lokasi dan kesampaian daerah ....................................................12
Gambar 2.3 Jenis endapan timah ...........................................................................21
Gambar 2.4. Sketsa Kedudukan Lapisan Tanah ....................................................22
Gambar 2.5 mineral cassiterite di alam .................................................................24
Gambar 2.6 mineral cassiterite bersama mineral ikutannya ..................................25
Gambar 3.3. Metode Rotary ...................................................................................36
Gambar 3.4. Metode Spudding ..............................................................................36
Gambar 3.5. Metode Kombinasi ............................................................................37
Gambar 4.1 Alat Proteksi Diri ...............................................................................43
Gambar 4.2 KIP Timah 17 .....................................................................................44
Gambar 4.3 Struktur Organisasi KIP Timah 17 .....................................................47
Gambar 4.4 Bagan Alir Penambangan Timah Pada KIP 17 ..................................49
Gambar 4.5 Peta Rencana Kerja KIP Timah 17 ....................................................50
Gambar 4.6 Cutter..................................................................................................52
Gambar 4.7 Ladder ................................................................................................54
Gambar 4.8 Pipa Isap .............................................................................................54
Gambar 4.9. Pompa Tanah .....................................................................................55
Gambar 4.10. Pipa Tekan .......................................................................................56
Gambar 4.11 Ponton ..............................................................................................57
Gambar 4.12 Jangkar .............................................................................................58
Gambar 4.13 Anchor Winch ...................................................................................58
Gambar 4.14 Mesin Rudder Propeller ...................................................................59
Gambar 4.15 Genset ...............................................................................................60
Gambar 4.16 GPS ..................................................................................................61
Gambar 4.17 CCTV ...............................................................................................62
Gambar 4.18 Indikator Kedalaman Ladder ...........................................................62
Gambar 4.19 Flowsheet Pencucian KIP Timah 17 ................................................64
Gambar 4.20 Saring Putar ......................................................................................65
Gambar 4. 21 Batu Hematite dalam Jig .................................................................70
Gambar 4.24 Jig Sekunder .....................................................................................73

Universitas Sriwijaya
xii

Universitas Sriwijaya
xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
RINGKASAN.........................................................................................................v
DAFTAR ISI...........................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vii
DAFTAR TABEL..................................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................... 2
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan ...................................................................... 2
1.4 Pembatasan Masalah ..................................................................................... 3
1.5 Metode Penulisan .......................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN UMUM ................................................................................... 5
2.1 Sejarah Singkat Penambangan Timah di Indonesia ...................................... 5
2.2 Sejarah Singkat Berdirinya PT. Timah (Persero), Tbk.................................. 7
2.3 Lokasi dan Kesampaian Daerah .................................................................. 11
2.4 Iklim dan Curah Hujan ................................................................................ 13
2.5 Topografi dan Morfologi Daerah ................................................................ 14
2.5.1 Topografi .............................................................................................. 14
2.5.2 Morfologi .............................................................................................. 14
2.6 Geologi Daerah ............................................................................................ 15
2.6.1 Keadaan Geologi Regional ................................................................... 15
2.6.2 Stratigrafi Regional ............................................................................... 16
2.6.3 Struktur Geologi Regional .................................................................... 16
2.7 Keadaan Endapan Timah............................................................................. 17
2.7.1 Ganesa Endapan Timah ........................................................................ 17
2.7.2 Jenis Lapisan yang Digali ..................................................................... 21
2.7.3 Sifat Fisik Bijih Timah ......................................................................... 23
2.7.4 Sifat Kimiawi Bijih Timah ................................................................... 26

Universitas Sriwijaya
xii

2.8 Mineral-mineral dalam Penambangan Timah ............................................. 27


2.8.1 Mineral Utama ...................................................................................... 27
2.8.2 Mineral Ikutan Berharga ....................................................................... 27
2.8.3 Mineral Ikutan Lainnya ........................................................................ 28
2.9 Kualitas Endapan Bijih Timah .................................................................... 30
2.10 Sumber Daya Endapan Bijih Timah .......................................................... 30
2.11 Klasifikasi Cadangan ................................................................................. 31
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 31
3.1 Definisi Kapal Isap Produksi (KIP) ............................................................. 31
3.2 Bagian Utama Kapal Isap Produksi ............................................................ 32
3.2.1 Pontoon (alat apung) ............................................................................. 32
3.2.2 Rangka Kapal ........................................................................................ 33
3.3 Prinsip Kerja Penggalian pada Kapal Isap Produksi ................................... 34
3.4 Metode Penggalian KIP ............................................................................... 35
3.5 Sistem Kerja Penggalian pada KIP ............................................................. 37
3.6 Hal-Hal yang Mempengaruhi Proses Penggalian ....................................... 38
3.6.1 Jenis lapisan dan cara penggaliannya ................................................... 38
3.6.2 Sudut putaran Kapal Isap Produksi (KIP)............................................. 39
3.6.3 Tebal lapisan ideal ................................................................................ 39
3.6.4 Kedalaman gali ideal ............................................................................ 39
3.6.5 Ruang buang tailing .............................................................................. 39
3.7 Prinsip Kerja Pencucian pada Kapal Isap Produksi (KIP) .......................... 40
BAB 4 PEMBAHASAN ....................................................................................... 43
4.1 Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3) ..................................................... 43
4.2 Kapal Isap Produksi Timah 17 .................................................................... 44
4.2.1 Waktu Kerja Efektif KIP Timah 17 ...................................................... 46
4.2.2 Struktur Organisasi KIP Timah 17 ....................................................... 46
4.2.3 Proses Penggalian Bijih Timah pada KIP Timah 17 ............................ 48
4.2.4 Kegiatan Sebelum Penggalian KIP 17 .................................................. 50
4.2.5 Peralatan Penggalian pada KIP Timah 17 ............................................ 51
4.2.6 Peralatan Penggalian Utama ................................................................. 51
4.2.7 Peralatan Penunjang Kapal ................................................................... 56
4.2.8 Peraalatan Penunjang Penggalian ......................................................... 58
4.2.9 Peralatan Penunjang Operator .............................................................. 60

Universitas Sriwijaya
xii

4.2.10 Proses Pencucian Bijih Timah di KIP Timah 17 ................................ 63


4.2.11 Peralatan Pencucian pada KIP Timah 17 ............................................ 64

BAB 5 PENUTUP ................................................................................................ 73


5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 73
5.1 Saran ............................................................................................................ 74
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................75
LAMPIRAN

Universitas Sriwijaya
xii

Universitas Sriwijaya
xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ir. J.E. Akeringa 6


Gambar 2.2 Peta lokasi dan kesampaian daerah 12
Gambar 2.3 Jenis endapan timah 21
Gambar 2.4. Sketsa Kedudukan Lapisan Tanah 22
Gambar 2.5 mineral cassiterite di alam 24
Gambar 2.6 mineral cassiterite bersama mineral ikutannya 25
Gambar 3.1. Skema Pontoon
.................................................................................32
Gambar 3.2. Rangka Kapal 34
Gambar 3.3. Metode Rotary 36
Gambar 3.4. Metode Spudding 36
Gambar 3.5. Metode Kombinasi 37
Gambar 4.1 Alat Proteksi Diri 43
Gambar 4.2 KIP Timah 17 44
Gambar 4.3 Struktur Organisasi KIP Timah 17 47
Gambar 4.4 Bagan Alir Penambangan Timah Pada KIP 17 49
Gambar 4.5 Peta Rencana Kerja KIP Timah 17 50
Gambar 4.6 Cutter 52
Gambar 4.7 Ladder 54
Gambar 4.8 Pipa Isap 54
Gambar 4.9. Pompa Tanah 55
Gambar 4.10. Pipa Tekan 56
Gambar 4.11 Ponton 57
Gambar 4.12 Jangkar 58
Gambar 4.13 Anchor Winch 58
Gambar 4.14 Mesin Rudder Propeller 59
Gambar 4.15 Genset 60

Universitas Sriwijaya
xii

Gambar 4.16 GPS 61


Gambar 4.17 CCTV 62
Gambar 4.18 Indikator Kedalaman Ladder 62
Gambar 4.19 Flowsheet Pencucian KIP Timah 17 64
Gambar 4.20 Saring Putar 65
Gambar 4. 21 Batu Hematite dalam Jig 70
Gambar 4.23 Wire Screen Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.24 Jig Sekunder 73

Universitas Sriwijaya
xii

DAFTAR LAMPIRAN

A Jadwal Kegiatan Kerja Praktek ......................................................................76


B Peta Geologi Pulau Bangka ............................................................................77
C Sketsa Kapal Isap Produksi Timah 17 ............................................................78
D Spesifikasi Kapal Isap Produksi Timah 17 ....................................................79

Universitas Sriwijaya

You might also like