You are on page 1of 2

4.2.

Pembahasan
Minyak sayur dan natrium hidroksida digunakan sebagai reaktan dalam
proses saponifkasi pada pembuatan sabun dengan produk samping berupa gliserol.
Massa minyak sayur yang digunakan pada proses ini sebesar 85 gram dan 90
gram. Massa natrium hidroksida digunakan sebesar 10 gram dan 15 gram. Proses
saponifikasi pembuatan sabun ini dibantu dengan natrium klorida (NaCl) sebagai
pemisah antara produk sabun yang dihasilkan dengan gliserol, massa dari natrium
klorida yang digunakan dalam proses ini sebesar 3 gram. Natrium hidroksida dan
natrium klorida dilakukan pengenceran dahulu dengan menggunakan aquadest
dan volume aquadest yang digunakan dihitung dengan rumus pengenceran.
Pengenceran dilakukan agar reaktan mudah untuk bereaksi. Reaksi kedua reaktan
tersebut dijaga pada kondisi temperatur konstan sebesar 80oC.
Temperatur tersebut adalah temperatur optimal pada proses saponifikasi.
Kenaikan temperatur mempercepat reaksi, yang artinya menaikkan hasil produk
da-lam waktu yang cepat. Temperatur di atas 80oC menyebabkan rendahnya
konversi karena saponifikasi adalah reaksi yang eksotermis. Temperatur tinggi
akan mengoksidasi minyak sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan minyak.
Berdasarkan reaksi saponifikasi, pada dasarnya reaktan memiliki perbandingan
1:3, tetapi di dalam prakteknya rasio reaktan yang digunakan, yaitu sebesar 1:4,
hal ini disebabkan karena reaksi dari saponifikasi ini merupakan reaksi yang
reversible sehingga natrium hidroksida dilebihkan (excess) agar reaksi terus
berlangsung ke kanan membentuk produk sabun dan gliserol.
Pada variasi kedua secara teoritis, mol dari natrium hidroksida yaitu
sebesar 0,375 mol dan mol dari minyak sayur sebagai pereaksi pembatas (limitting
reactant) sebesar 0,1011 mol sehingga berdasarkan persamaan reaksi saponifikasi
pembuatan sabun. Mol pembentukan dari sabun dan gliserol secara berturut-turut
sebesar 0,3034 mol dan 0,1011 mol sehingga secara teoritis didapatkan massa dari
sabun dan massa dari gliserol yang terbentuk 92,8315 gram dan 9,3034 gram.
Secara praktek, massa sabun yang terbentuk setelah disimpan selama 12
hari, yaitu sebesar 71,5227 gram. Berdasarkan mol sabun terbentuk dilakukan
perhitungan dengan berdasarkan persamaan reaksi saponifikasi pembuatan sabun,
maka mol yang bereaksi untuk minyak sayur dan natrium hidrokisida, yaitu
sebesar 0,0779 mol dan 0,2337 mol serta mol gliserol yang terbentuk sebesar
0,0779 mol. Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan bahwa terdapat massa
sisa minyak sayur dan massa natrium hidroksida yang tidak bereaksi, serta massa
gliserol terbentuk besarnya yaitu, 20,6588 gram, 5,6506 gram, dan 7,1679 gram.
Konversi yang tercapai dalam proses saponifikasi pembuatan sabun ini
cukup besar, yaitu mencapai 77,0524% hal ini disebabkan pembuatan dari sabun
yang dilakukan pada suhu atau temperatur optimumnya, yaitu pada 80ºC sehingga
konversi dari minyak sayur tersebut cukup besar. Apabila proses saponifikasi ini
tidak dilakukan pada suhu yang optimum, baik itu di bawah ataupun diatas suhu
optimum akan menyebabkan proses saponifikasi tersebut menjadi terhambat. Jika
temperatur dari proses di bawah suhu optimum, maka akan menyebabkan proses
saponifikasi yang menghasilkan produk sabun akan lama terbentuk, sedangkan
jika temperatur nya melebihi temperatur optimum, maka reaksi akan kembali ke
awal dimana reaktan akan terus menjadi cair atau tidak akan mengental.
Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai konversi praktik tidak sesuai
dengan teoritis dari produk yang dihasilkan yaitu karena waktu yang tidak sesuai,
proses pemanasan, adanya loses serta keterbatasan alat. Waktu yang tidak sesuai
itu dimaksudkan bahwa saat sabun terbentuk seharusnya langsung dipisahkan dari
produk samping gliserol agar gliserol tersebut tidak melekat dan berikatan pada
sabun. Proses pemanasan yang dilakukan menggunakan heater menimbulkan
perpindahan panas yang tidak merata. Volume zat yang dipanaskan terlalu banyak
sehingga proses pemanasan maksimal hanya terjadi pada bagian dasar saja.
Loses dihasilkan saat adanya pemisahan produk akibat kesalahan teknis
dimana sebagian sabun yang telah dipisahkan masih bersatu dengan produk
samping yaitu gliserol. Keterbatasan alat akibat eror pada timbangan sehingga
menimbulkan perhitungan neraca massa yang tidak balance. Untuk mendapatkan
sabun yang memiliki kualitas lebih tinggi, proses pengeringan dapat dilakukan
untuk memisahkan kandungan gliserol yang mungkin tercampur dengan sabun
pada saat proses pengamatan dilakukan. Penggunaan jumlah NaOH yang kurang
dalam reaksi akan menyebabkan terbentuknya residu sisa minyak pada sabun.

You might also like