You are on page 1of 6

Nama : M.

Syahrul Sandrea
NIM : 03031381621066

DEKOLORISASI KITOSAN

1.1. Kitosan
Chitosan merupakan salah satu bahan kimia multiguna berbentuk serat dan
merupakan kopopolimer berbentuk lembaran tipis, berwarna putih, atau kuning,
tidak berbau. Chitosan merupakan produk diasetilasi chitin melalui proses kimia
menggunakan enzim kitin diacetilase. Selain itu chitosan juga adalah produk
turunan dari polimer chitin, yakni produk samping sebagai limbah dari
pengolahan industri perikanan, khususnya limbah udang dan rajungan.
Proses pembuatan chitosan itu sendiri dilakukan dengan melalui beberapa
tahapan-tahapan, yakni pengeringan bahan baku mentah chitosan (drying process),
penggilingan, penyaringan, deproteinasi, pencucian dan saring, demineralisasi
atau penghilangan kadar mineral Ca (kalsium), pencucian (washing), desatelisasi,
pengeringan, dan selanjutnya didapatkan produk akhir berupa produk chitosan.
Chitosan adalah produk deasetilasi kitin yang merupakan bagian polimer
rantai panjang yaitu glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-Glukosa), yang memiliki
rumus molekul [C6H11NO4]n dengan bobot molekul sebesar 2,5×10-6 Dalton.
Chitosan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa.
Kadar chitin dalam berat udang, berkisar antara 60-70% dan bila diproses menjadi
chitosan menghasilkan yield 15-20%. Chitosan, mempunyai bentuk mirip dengan
selulosa, dan memiliki perbedaan yang terletak pada gugus rantai C-2.
Proses pembuatan chitosan itu sendiri dilakukan melalui beberapa tahapan,
yakni pengeringan bahan baku mentah chitosan (kulit udang), penggilingan,
penyaringan (filtering), deproteinasi, pencucian dan penyaringan, deminarisasi,
pencucian, deasilitilisasi, pengeringan, dan selanjutnya akan terbentuk produk
akhir berupa chitosan. Proses utama dalam pembuatan chitosan, meliputi
penghilangan protein dan kandungan mineral melalui proses kimiawi yang disebut
dengan deproteinasi dan demineralisasi, yang masing-masing dilakukan dengan
menggunakan larutan basa dan asam. Selanjutnya, chitosan diperoleh melalui
proses deasetilasi, yaitu dengan cara memanaskan dengan larutan basa. Deasetilasi
tersebut umumnya chitin diberi perlakuan dengan larutan basa seperti NaOH.
Pada tahap persiapan, awalnya limbah kulit udang dicuci dengan air lalu
dikeringkan didalam oven dengan temperatur 65˚C selama 4 jam. Setelah kering,
kulit udang dihancurkan didalam grinder dan diayak untuk mendapatkan bubk
dengan ukuran mesh 50. Kulit udang yang ukurannya melebihi mesh 50 akan
dimasukkan kembali ke dalam grinder. Tahap demineralisasi, serbuk hasil
gilingan kulit udang bersih yang diperoleh dengan HCl 1 N; 1:5 (w/v), lalu diaduk
selama 3-4 jam pada suhu 65°C untuk menghilangkan mineral-mineral. Adapun
berikut merupakan teknologi tahap-tahap pengolahan kitin dan chitosan.
1.1.1. Demineralisasi
Limbah cangkang udang dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan di
bawah sinar matahari sampai kering, kemudian dicuci di dalam air panas dua kali
lalu direbus selama 10 menit kemdiann tiriskan dan keringkan. Bahan yang sudah
kering lalu digiling sampai menjadi serbuk ukuran 40-60 mesh. Kemudian
dicampur asam klorida 1N (HCl 1N) dengan perbandingan 10:1 untuk pelarut
berupa larutan asam klorida dengan konsentrasi 1 N dibandingkan dengan kulit
udang, lalu diaduk merata sekitar 1 jam. Pengadukan dilakukan agar asam klorida
sebagai pelarut dapat tercampur merata pada serbuk limbah cangkang udang.
Perlakuan ini bertujuan untuk mengurangi kadar mineral pada chitosan.
Biarkan sebentar agar proses demineralisasi berjalan baik dan normal,
kemudian panaskan pada suhu 90oC selama 1 jam. Residu berupa padatan dicuci
dengan air sampai pH netral dan selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu
80oC selama 24 jam atau dijemur sampai kering. Proses penjemuran dilakukan
agar kandungan air yang terkandung di dalam limbah cangkang udang hilang.
1.1.2. Deproteinasi
Limbah udang yang telah dimineralisasi dicampur dengan larutan sodium
hidroksida 3,5% (NaOH 3,5%) dengan perbandingan antara pelarut dan cangkang
udang 6:1. Aduk limbah udang dan larutan sodium hidroksida sampai merata
sekitar 1 jam. Selanjutnya biarkan sebentar, lalu dipanaskan pada suhu 90˚C
selama 1 jam. Larutan lalu disaring dan didinginkan sehinggadiperoleh residu
padatan yang kemudian dicuci denagn air samapai pH netral dan dikeringkan pada
suhu 80˚C selama 24 jam atau dijemur sampai benar-benar kering.
1.1.3. Deasetilasi
Kitosan dibuat dengan menambahkan sodium hidroksida (NaOH) 50%
dengan perbandingan 20:1 (rasio pelarut berupa sodium hidroksida berkonsentrasi
50% dibanding kitin). Aduk sampai merata selama 1 jam dan biarkan sekitar 30
menit, lalu dipanaskan selama 90 menit dengan suhu 140˚C. Larutan kemudian
disaring untuk mendapatkan residu berupa padatan, lalu dilakukan pencucian
denagn air sampai pH netral, kemudian dikeringkan dengan oven suhu 70˚C
selama 24 jam atau dijemur sampai kering. Bentuk akhir kitosan bisa berbentuk
serbuk kuning coklat maupun serpihan yang bewarna putih transparan.

1.2. Dekolorisasi
Pada pembuatan kitosan terdapat tahapan opsional atau tahapan yang
digunakan jika produk dari kitosan masih belum sesuai dengan yang diinginkan.
Tahapan dekolorisasi umumnya dikenal juga dengan sebutan tahap depigmentasi.
Penghilangan zat-zat warna dilakukan pada waktu pencucian residu setelah proses
deproteinasi dan proses demineralisasi dari chitin. Pada proses ini hasil dari proses
demineralisasi direaksikan lebih lanjut dengan menggunakan agensia pemutih
berupa natrium hipoklorit (NaOCl) atau peroksida. Proses dekolorisasi bertujuan
untuk menghilangkan warna dan dapat menghasilkan warna putih pada kitin.
Tahap dekolorisasi bertujuan untuk menghilangkan pigmen atau zat warna
yang terdapat pada kitin pigmen yang terdapat pada kitin adalah jenis kartenod
antara β-karoten dan astaxanthin. Pada kulit udang pigmen yang paling banyak
adalah astaxanthin. Pigmen yang terdapat pada kitin tidak terikat pada mineral
ataupun protein, sehingga pada tahap-tahap sebelumnya kitin masih berwarna
kecoklatan. Endapan kemudian ditambahkan dengan aseton. Penambahan aseton
ini bertujuan untuk mereduksi astaxanthin dari limbah kulit udang dimana zat
warna dari kitin dapat dipisahkan dengan bantuan dari larutan aseton.
Endapan kemudian dikeringkan dan setelah kering akan berwarna kuning
lebih muda, selanjutnya ditambahkan dengan NaOCl dan direndam selama 2 jam
sehingga mendapatkan kitin yang berwarna lebih putih. Larutan dinetralkan
sehingga diperoleh campuran putih yang menandakan bahwa pigmen telah
dipisahkan dari sampel. Proses pengeringan dilakukan dalam oven pada suhu 60°C
sehingga diperoleh endapan atau serbuk kulit udang yang kering dengan massa
2,2550 g dengan rendemen 9,02%. Kitin pada cangkang kulit udang berikatan
dengan pigmen astaxanthin dan kantaxanthin membentuk kompleks. Berdasarkan
gambar di bawah yang menunjukkan struktur astaxanthin mengandung ikatan –
C=C- yang dapat mengganggu pada spektroskopi IR karena serapannya hampir
sama dengan serapan –C-N- (1675-1500 cm-1) pada kitin.

Gambar 1.1 Struktur astaxanthin dan cantaxantin


(Sumber: Bastaman, 1989)

Proses untuk menghilangkannya dapat dilakukan dengan penambahan


reagen oksidator seperti aseton, asam oksalat, kaporit atau senyawa KMnO4.
Selain penggunaan NaOCl dapat dipilih aseton sebagai oksidator karena ada
kesesuaian kepolaran. Proses ekstraksi dengan aseton dilakukan dengan metode
soxhlet. Namun, penggunaan metode ini tidak optimum karena warna kitin yang
diperoleh tidak benar-benar putih serta memerlukan waktu yang relatif lama.
Oleh karena itu, dipergunakan metode lain dengan prinsip yang sama yaitu
ekstraksi dengan cara menambahkan aseton secara langsung ke dalam padatan
kitin disertai dengan pemanasan dan pengadukan pada tempat yang tertutup agar
aseton tidak menguap. Faktor lamanya ekstraksi juga sangat mempengaruhi hasil
yang diperoleh. Disamping penggunaan aseton sebagai oksidator, pada penelitian
sebelumnya, digunakan larutan kaporit atau NaOCl yang dapat menghasilkan kitin
yang memiliki warna putih karena daya hidrolisisnya akan jauh lebih kuat.
Pada kulit udang windu (Penaeus monodon) yang paling banyak adalah
astaxanthin. Pigmen pada kitin tidak terikat pada mineral ataupun protein,
sehingga setelah proses demineralisasi dan deproteinasi kitin masih berwarna
kuning kecoklatan. Aseton dapat mereduksi astaxanthin dari limbah kulit udang
windu (Penaeus monodon) melalui proses sokletasi selama 8 jam. Aseton yang
mula-mula memiliki warna jernih mengalami perubahan warna menjadi kuning
kecoklatan. Hal ini menunjukan bahwa zat warna dari kitin dapat dipisahkan
dengan aseton. Setelah dikeringkan diperoleh kitin berwarna kuning lebih muda,
untuk mendapatkan kitin yang berwarna lebih putih maka kitin direndam dalam
larutan NaOCl 0,315% selama 10 menit. Setelah dicuci dan dikeringkan diperoleh
kitin seberat 20,5 gram dari berat kulit udang windu awal 100 gram (20,5%),
dengan demikian pigmen yang dapat dipisahkan sebanyak 4,7 gram.

1.3. Depigmentasi Agent


Natrium hipoklorit (NaOCl) adalah salah satu zat aktif yang jika dilarutkan
dalam air akan menimbulkan efek bleaching karena dapat melepaskan ion klorida
ke dalam larutan dan juga efektif digunakan untuk pemurnian suatu permukaan,
pemutih, penghilang bau dan disinfektan air. Keberadaan soda kaustik dalam
natrium hipoklorit menyebabkan pH air meningkat. Ketika natrium hipoklorit
larut dalam air, dua zat akan terbentuk yaitu asam hipoklorit dan ion hipoklorit.
Asam hipoklorit kemudian terdegradasi membentuk asam klorida dan
oksigen. Oksigen merupakan oksidator yang sangat kuat, oleh karena itu, natrium
hipoklorit sering digunakan untuk membunuh bakteri, virus, dan jamur. Manfaat
dari larutan ini dikarenakan kemampuannya mengoksidasi dan menghidrolisa sel
dan secara osmosis mengalirkan air keluar dari sel akibat sifatnya yang hipertonis.
Natrium hipoklorit mempunyai pH antara 11-12. Jaringan nekrotik dan pus
dilarutkan sehingga efek antimikrobanya dapat mampu masuk lebih dalam dan
membersihkan area yang terinfeksi secara lebih baik. NaOCl kurang stabil dan
sifat korosifnya tinggi bila direndam dalam waktu perendaman yang tidak tepat.
Aseton merupakan senyawa keton yang paling sederhana, digunakan
sebagai pelarut polar dalam kebanyakan reaksi organik. Aseton adalah senyawa
berbentuk cairan yang tidak berwarna dan mudah terbakar, dapat digunakan untuk
membuat plastik, serat, obat-obatan, dan senyawa-senyawa kimia lainnya. Selain
dimanufaktur secara industri, aseton juga dapat ditemukan secara alami, termasuk
pada tubuh manusia meskipun hanya dalam kandungan yang sangat kecil.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, S., dkk. 2015. Isolasi Kitin, Karakterisasi, dan Sintesis Kitosan dari
Kulit Udang. Jurnal Kimia. 9(2): 271-278.
Bastaman. 1989. Studies on Degradation and Extraction of Chitin and Chitosan
from Prawn Shells. England: The Queen University of Belfast.
Dewa, R. P., dkk. 2016. Isolasi Kitin dan Kitosan dari Limbah Kulit Udang.
Jurnal Riset dan Standarisasi Industri. 12(1): 32-38.
Mekawati, F., dkk. 2000. Aplikasi Kitosan Hasil Transformasi Kitin Limbah
Udang untuk Adsorpsi Ion Logam Timbal. Jurnal Sains dan Matematika.
8(2): 51-54.

You might also like