You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 pada saat ini telah bergeser orientasinya dari
obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan
pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat
sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien (Kepmenkes RI No.
1027/MENKES/SK/IX/2004). Menurut PP RI Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien (PP RI No 51 Tahun 2009).
Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan
sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian.Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien. (Permenkes RI No.73 Tahun 2016 ).
Apotek merupakan salah satu media pelayanan kesehatan dalam
membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat.Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan
secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan
atau masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotek pasal 1 ayat (a), Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat
dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi,
perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Salah satu realisasi

1
pembangunan dibidang farmasi oleh pemerintah dan swasta adalah dengan
menyediakan sarana pelayanan kesehatan salah satunya apotek (Permenkes RI
No. 1332/Menkes/SK/X/2002). Jadi, apotek adalah suatu bisnis eceran/retail
yang komoditinya terdiri atas: perbekalan farmasi (obat dan bahan obat) dan
perbekalan kesehatan (alat kesehatan). Sebagai perantara apotek dapat
mendistribusikan perbekalan farmasi dan perbekalan kesehatan dari supplier
kepada konsumen, memiliki beberapa fungsi kegiatan yaitu : pembelian,
gudang, pelayanan dan penjualan, keuangan dan pembukuan, sehingga dapat
dikelola dengan baik. Apotek bukanlah suatu badan usaha yang semata – mata
hanya mengejar keuntungan saja tetapi apotek mempunyai fungsi sosial yang
menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan farmasi yang
bermutu baik dan terjamin keabsahannya.
Apotek dibentuk dan didirikan untuk memperluas akses obat murah dan
terjamin kepada masyarakat.Apotek bertujuan untuk menertibkan peredaran
obat-obat palsu dan illegal, serta memberikan kesempatan pada para apoteker
untuk memberikan pelayanan kefarmasian. Dalam upaya usaha untuk
memajukan kesejahteraan umum yang berarti mewujudkan suatu tingkat
kehidupan secara optimal, yang memenuhi kebutuhan manusia termasuk
kesehatan, maka pendirian apotek ini dapat menyebarkan obat secara merata
sehingga dapat memudahkan masyarakat untuk mendapatkan obat yang
bermutu dengan harga terjangkau.
Apotek dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA)
yang telah diberi ijin mengelola apotek.Dalam mengelola apotek, Apoteker
dibantu oleh beberapa Asisten Apoteker (AA) (Anonim, 2004 dalam Satubi
dkk, 2007).Demikian Apoteker Pengelola Apotek (APA) dalam menjalankan
profesi apotekernya di apotek tidak hanya pandai sebagai penanggung jawab,
melainkan juga dapat mengelola apotek sesuai dengan prinsip-prinsip bisnis
tanpa memberikan keuntungan kepada pihak-pihak yang memiliki
kepentingan / stake holder semata melainkan juga memiliki fungsi sosial di
masyarakat.

2
II. Tujuan
Bedasarkan latar belakang di atas maka tujuan makalah ini adalah :
a. Mengetahui alur, skema pendirian dan perizinan apotek bedasarkan
Kepmenkes
b. Mengetahui syarat, cara pendirian dan perizinan apotek yang baik.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Apotek
Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya
kepada masyarakat (Kepmenkes RI No. 1027/MENKES/SK/IX/2004).
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktek kefarmasian oleh apoteker (PP RI No 51 Tahun 2009).
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktik kefarmasian oleh Apoteker (Permenkes RI No.73 Tahun 2016).
Apotek merupakan salah satu media pelayanan kesehatan dalam
membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat.Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang
diselenggarakan secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam suatu
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,
keluarga, kelompok dan atau masyarakat.
B. Tugas dan Fungsi Apotek
Berdasarkan PP No 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek yaitu :
1. Tempat pengabdian tenaga kefarmasian yaitu Apoteker dan Tenaga
Teknis Kefarmasian
2. Sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian oleh
tenaga kefarmasian
3. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan
farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan
kosmetika.
4. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu Sediaan Farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau
penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan
obat tradisional

4
C. Persyaratan Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.
922/MENKES/PER/X/1993 pasal 6:
1. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang
bekerjasama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan
harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan
perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain
2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan
pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi
3. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar
sediaan farmasi

D. Pendirian Apotek
Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002 pasal
4:
1. Izin Apotek diberikan oleh Menteri;
2. Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin Apotek kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota;
3. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan
pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan
pencabutan izin apotik sekali setahun kepada Menteri dan tembusan
disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi;
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon agar dapat memperoleh
surat izin pendirian apotek:
Surat Permohonan Izin usaha pendirian Apotek
Surat Perjanjian Akta Notaris Apoteker dengan PSA (Pemilik Sarana
Apoteker)
Surat Pernyataan Apoteker tidak Terlibat UU Kefarmasian
bermaterai 6000
Surat Penugasan
Surat Sumpah
Ijazah Apoteker

5
Surat Penyataan Apoteker Tidak Bekerja di Apotek Lain Bermaterai
6000
Fotocopy KTP Pemohon
Ijazah Asisten Apoteker
Surat Penugasan Asisten Apoteker
Surat Pernyataan Asisten Apoteker bekerja Full Time di Apotek
tersebut bermaterai 6000
Surat Pernyataan Asisten Apoteker Tidak Bekerja di Apotek lain
bermaterai 6000
KTP Asisten Apoteker
SITU( Surat Izin Tempat Usaha )
Daftar Ketenagaan
Pas Photo Ukuran 4 x 6 sebanyak 3 lembar
Pendirian Apotek harus memenuhi persyaratan, meliputi:
a. lokasi;
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur persebaran
Apotek di wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat
dalam mendapatkan pelayanan kefarmasian.
b. bangunan;
(1) Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan,
kenyamanan, dan kemudahan dalam pemberian pelayanan
kepada pasien serta perlindungan dan keselamatan bagi semua
orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang lanjut
usia.
(2) Bangunan Apotek harus bersifat permanen.
(3) Bangunan bersifat permanen sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dapat merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat
perbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah
susun, dan bangunan yang sejenis.

6
c. Sarana, prasarana, dan peralatan
Bangunan Apotek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 paling
sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi:
1. penerimaan Resep;
2. pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas);
3. penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;
4. konseling;
5. penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan; dan
6. arsip.
Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas:
1. instalasi air bersih;
2. instalasi listrik;
3. sistem tata udara; dan
4. sistem proteksi kebakaran.
Peralatan apotek sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 9
yaitu:
(1) Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan
dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian.
(2) Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain
meliputi rak obat, alat peracikan, bahan pengemas obat, lemari
pendingin, meja, kursi, komputer, sistem pencatatan mutasi
obat, formulir catatan pengobatan pasien dan peralatan lain
sesuai dengan kebutuhan.
(3) Formulir catatan pengobatan pasien sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) merupakan catatan mengenai riwayat penggunaan
Sediaan Farmasi dan/atau Alat Kesehatan atas permintaan
tenaga medis dan catatan pelayanan apoteker yang diberikan
kepada pasien.

7
d. ketenagaan.
Ketenagaan Apotek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 yaitu:
(1) Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek dapat
dibantu oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian dan/atau
tenaga administrasi.
(2) Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) wajib memiliki surat izin praktik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
E. Perizinan Apotek
1.Surat Izin Apotek
Permenkes No. 9 tahun 2017 Pasal 12:
(1) Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri.
(2) Menteri melimpahkan kewenangan pemberian izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa SIA.
(4) SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama
memenuhi persyaratan.
Permenkes No. 9 tahun 2017 Pasal 13:
(1) Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus mengajukan permohonan
tertulis kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan
menggunakan Formulir 1.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditanda
tangani oleh Apoteker disertai dengan kelengkapan dokumen
administratif meliputi:
a. fotokopi STRA dengan menunjukan STRA asli;
b. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP);
c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker;
d. fotokopi peta lokasi dan denah bangunan; dan
e. daftar prasarana, sarana, dan peralatan.
(3) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima
permohonan dan dinyatakan telah memenuhi kelengkapan

8
dokumen administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menugaskan tim pemeriksa
untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan Apotek
dengan menggunakan Formulir 2.
(4) Tim pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
melibatkan unsur dinas kesehatan kabupaten/kota yang terdiri atas:
a. tenaga kefarmasian; dan
b. tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan prasarana.
(5) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak tim pemeriksa
ditugaskan, tim pemeriksa harus melaporkan hasil pemeriksaan
setempat yang dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan menggunakan
Formulir 3.
(6) Paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota menerima laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) dan dinyatakan memenuhi persyaratan, Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota menerbitkan SIA dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Balai
POM, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan Organisasi
Profesi dengan menggunakan Formulir 4.
(7) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dinyatakan masih belum memenuhi persyaratan, Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota harus mengeluarkan surat penundaan
paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja dengan
menggunakan Formulir 5.
(8) Tehadap permohonan yang dinyatakan belum memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), pemohon dapat
melengkapi persyaratan paling lambat dalam waktu 1 (satu) bulan
sejak surat penundaan diterima.
(9) Apabila pemohon tidak dapat memenuhi kelengkapan persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (8), maka Pemerintah Daerah

9
Kabupaten/Kota mengeluarkan Surat Penolakan dengan
menggunakan Formulir 6.
(10) Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menerbitkan
SIA melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6),
Apoteker pemohon dapat menyelenggarakan Apotek dengan
menggunakan BAP sebagai pengganti SIA.
2. Tata Cara Pengurusan Izin Apotek
Tata cara mengurus izin Apotek berdasarkan Kepmenkes
No.1332/Menkes/SK/X/2002 yaitu:
a) Yang berwenang member izin SIA : Kadinkes Kabupaten/Kota
Surat Izin Apotek atau SIA adalah Surat izin yang diberikan oleh
Menteri kepada Apoteker atau Apoteker bekerjasama dengan
pemilik sarana untuk menyelenggarakan Apotekdi suatu tempat
tertentu.
b) Yang berhak memperoleh izin: Apoteker
Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan
pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker.

3. Mekanisme Pengajuan Pendirian Apotek

a) Mengajukan berkas permohonan di loket pelayanan


b) Pemeriksaan berkas (lengkap)
c) Survey ke lapangan (apabila perlu)
d) Penetapan SKRD
e) Proses Izin
f) Pembayaran di Kasir
g) Penyerahan Izin Pendirian Apotek.

10
4.Ketentuan Pemberian Izin Apotek
Ketentuan pemberian izin apotek adalah sebagai berikut (Kepmenkes
No.1332/Menkes/SK/X/2002):
a) Permohonan Izin Apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
b) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6
(enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta
bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan
pemeriksaan setempat terhadap kesiapan Apotek untuk melakukan
kegiatan;
c) Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai
POMselambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan
bantuan teknis dariKepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
melaporkan hasil pemeriksaan setempat
d) Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3)
tidakdilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat
pernyataan siapmelakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat
e) Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan
hasilpemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3), atau pernyataan
dimaksud ayat (4)Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
mengeluarkan Surat IzinApotek
f) Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
atau KepalaBalai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi
syarat Kepala DinasKesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu
12 (dua belas) hari kerjamengeluarkan Surat Penundaan

11
g) Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6),
Apotekerdiberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum
dipenuhi selambat-lambatnyadalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak
tanggal Surat Penundaan.

5. Prosedur dan Administrasi Pemberian Izin Apotek


Prosedur dan administrasi pemberian izin apotek (Hartono, Rudi. 2008:
16-17):
Apoteker mengajukan surat permohonan SIA kepada Kepala Dinas
Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten/Kota setempat, dengan lampiran:
a) Fotokopi SP (Surat Penugasan) / Surat Izin Kerja Apoteker
b) Fotokopi denah bangunan dan keterangan kondisi bangunan
c) Surat keterangan status bangunan (hak milik atau sewa)
d) Daftar tenaga kesehatan (Asisten Apoteker)
e) Daftar alat perlengkapan Apotek (Alat pengolahan/peracikan, alat
perlengkapan farmasi/lemari, dan buku-buku standard)
f) Surat pernyataan tidak bekerja di perusahaan farmasi lain atau tidak
menjadi APA di Apotek lain
g) Surat izin atasan (untuk pegawai negeri dan ABRI)
h) Akte perjanjian kerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA)

12
i) Surat keterangan PSA tidak terlibat pelanggaran peraturan perundang-
undangan di bidang obat
j) Apotek kemudian akan diberikan Surat Izin Apotek (SIA) yang
merupakan izin untuk penyelenggaraan apotik di suatu tempat tertentu
Izin Apotek berlaku untuk seterusnya selama apotik yang
bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan Apoteker Pengelola
Apotek dapat melaksanakan pekerjaannya dan masih memenuhi
persyaratan.Untuk memperoleh izin apotek tidak dipungut biaya dalam
bentuk apapun (Peraturan Menteri Kesehatan No.
922/MENKES/PER/X/1993 pasal 2).

6. Pencabutan Surat Izin Apotek


Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya
lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, Surat Izin Apotek atas nama
Apoteker bersangkutan dicabut (Keputusan Menteri Kesehatan
No.1332/Menkes/SK/X/2002 pasal 19 ayat 5).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
No.1332/Menkes/SK/X/2002 pasal 25 ayat 1, yaitu Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dapat mencabut surat izin apotek apabila:
a) Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan yang dimaksud pasal 5
dan atau;
b) Apoteker tidak memenuhi kewajiban dimaksud dalam Pasal 12(1)
Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan
Sediaan Farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin;
(2) Sediaan Farmasi yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi
atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau
ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri) dan Pasal
15 ayat (2) (apoteker tidak diizinkan untuk menganti obat generic yang
ditulis didalam resep dengan obat paten) dan atau;
c) Apoteker Pengelola Apotek terkena ketentuan dimaksud dalam pasal 19
ayat(5) dan atau;
d) Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 (Pelanggaran terhadap Undang-

13
undang obat keras Nomor. St. 1937 No. 541, Undangundang No. 23
tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-undang No. 5 tahun 1997
tentang Psikotropika, Undang-undang No. 22 tahun 1997 tentang
Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang
berlaku) dan atau;
e) Surat Izin Kerja Apoteker Pengelola Apotek dicabut dan atau;
f) Pemilik sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran Perundang-
undangandi bidang obat, dan atau;
g) Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan dimaksud dalam pasal 6.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan
pencabutan sebagaimana dimaksud ayat (1) berkoordinasi dengan Kepala
Balai POM setempat.
7. Berikut Syarat-syarat Pengajuan Izin Apotek dengan Berbagai
Kondisi:
A. Perpanjangan Izin Apotek
a) Surat Permohonan Perpanjangan Izin Apotek yang ditujukan kepada
Kepala Dinas Kesehatan
b) SIA lama (asli)
c) Foto copy Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA).
d) Foto copy Kartu Tanda Penduduk.
e) Rekomendasi organisasi profesi
(PermenkesNo.922/MENKES/PER/X/1993)
B. Pergantian Apoteker
a) Surat permohonan izin Apotek karena pergantian APA yang dituju
kepada kepala Dinas Kesehatan
b) Foto copy SIPA Apoteker Baru/ Pengganti
c) Foto copy Kartu Tanda Penduduk Apoteker pengganti.
d) Berita Acara serah terima obat dari apoteker lama kepada apoteker
baru
e) Surat Pernyataan dari Apoteker Pengelola Apotek pengganti bahwa
tidak bekerja tetap pada perusahaan farmasi lain dan tidak menjadi
apoteker pengelola apotek di apotek lain

14
f) Asli dan foto copy surat izin atasan bagi pemohon PNS , ABRI.
g) Akte Perjanjian Kerja Sama APA dengan PSA.
h) Rekomendasi dari organisasi profesi.
i) SIA lama asli (PermenkesNo.922/MENKES/PER/X/1993).
C.Pergantian Pemilik
a) Surat Permohonan Izin Apotek karena Pergantian PSA kepada Kepala
Dinas Kesehatan
b) Surat yang menyatakan status bangunan dalam bentuk Akte Hak
Milik/ Sewa/Kontrak.
c) Akte perjanjian kerja sama APA dan PSA
d) Surat pernyataan PSA tidak terlibat pelanggaran peraturan perundang-
undangan bidang obat (bermaterai)
e) Menyerahkan SIA lama asli.
D. Apotek Pindah Lokasi

a) Data Apoteker Pendamping (untuk apotek yang belum punya Aping)


b) Data Ketenagaan terakhir
c) Foto Copy Izin Gangguan (HO)
d) Foto Copy KTP Pemohon / Pemilik
e) Foto Copy KTP pemegang kuasa (jika dikuasakan)
f) Foto Copy Surat Izin Apotek lama
g) Foto Copy Surat Penugasan / Surat Izin Kerja Apoteker
h) Hasil pemeriksaan kualitas air dari Laboratorium Dinas Kesehatan
i) Salinan/Foto Copy Denah Bangunan dan Peta lokasi
j) Surat Permohonan
k) Surat Permohonan Surat Izin Apotek karena pindah lokasi
l) Surat kuasa bermaterai Rp 6.000,- atau Surat Tugas bila tidak bisa
mengurus sendiri
m) Surat pernyataan APA/Aping tidak bekerja tetap pada perusahaan
farmasi lain dan tidak menjadi APA di apotek lain (bermaterai Rp
6.000,-)
n) Surat yang menyatakan status bangunan dalam bentuk akte hak
milik/sewa/kontrak

15
xx: Semua berkas syarat di atas dibuat rangkap 2 (dua) :xx

Prosedur untuk mendapatkan perizinan:


Pemohon mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan
dengan dilampiri persyaratan yang telah ditentukan dan mengisi
formulir yang telah disediakan.
E. Apotek Ganti Nama
a). Data Ketenagaan terakhir
b). Foto Copy Izin Gangguan (HO)
c). Foto Copy KTP Pemohon / Pemilik
d). Foto Copy KTP pemegang kuasa (jika dikuasakan)
e). Foto Copy Surat Izin Apotek lama
f). Foto Copy Surat Penugasan / Surat Izin Kerja Apoteker Pendamping
g). Foto Copy Surat Penugasan / Surat Izin Kerja Apoteker Pengelola
Apotek
h). Hasil pemeriksaan kualitas air dari Laboratorium Dinas Kesehatan
Kab. Sleman
i). Surat Permohonan
j). Surat Permohonan Surat Izin Apotek karena pergantian Nama
k). Surat kuasa bermaterai Rp 6.000,- atau Surat Tugas bila tidak bisa
mengurus sendiri
l). Surat pernyataan APA/Aping tidak bekerja tetap pada perusahaan
farmasi lain dan tidak menjadi APA di apotek lain (bermaterai Rp
6.000,-)
xx: Semua berkas syarat di atas dibuat rangkap 2 (dua) :xx
Prosedur untuk mendapatkan perizinan:
Pemohon mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan
dengan dilampiri persyaratan yang telah ditentukan dan mengisi formulir
yang telah disediakan.

16
BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan hal-hal yang telah dimuat pada bab pembahasan, maka dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

Pendirian Apotek menurut Permenkes no. 9 tahun 2017 harus memenuhi


persyaratan, meliputi:
a. lokasi;
b. bangunan;
c. Sarana, prasarana, dan peralatan
d. ketenagaan.
Pendirian Apotek Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan
No.1332/Menkes/SK/X/2002 pasal 4:
1. Izin Apotek diberikan oleh Menteri;
2. Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin Apotek kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota;
3. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan
pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin
apotik
sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi;

17
DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar


Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata cara
Pemberian Izin Apotik.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata cara Pemberian Izin Apotik.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 Tentang
Apotek

18

You might also like