You are on page 1of 9

Asyiknya Belajar dengan Quipper School

Beragam cara belajar telah dilakukan manusia selama ini.


Mulai dari belajar melalui cerita pada zaman orang belum
mengenal tulisan. Masa "nyantrik" ketika siswa mencari
guru, hingga saat ini ketika pendidikan berubah menjadi
pengajaran dalam format yang begitu formal dalam bentuk
persekolahan. Meski persekolahan awalnya dianggap
sebagai bentuk pendidikan yang baik, karena dibiayai oleh
negara dan diatur negara sehingga negara mempunyai
kewajiban untuk mewajibkan warga negaranya untuk
berpendidikan formal, pada dasarnya pendidikan formal
hanyalah alat untuk memenuhi kebutuhan industri.
Pendidikan juga menciptakan priyayi modern dalam bentuk
tuntutan untuk menjadi pegawai negeri atau mengisi
lowongan-lowongan di berbagai perusahaan. Pendidikan
kehilangan maknanya menjadi hanya penyedia tenaga yang
siap untuk dipersiapkan menjadi tenaga kerja. Pendidikan
telah memasung kreativitas. Ditambah lagi ketika selama
bertahun-tahun pemerintah memberlakukan ujian nasional.
Ujian nasional sendiri secara tersirat hanyalah bentuk
seleksi untuk mengklasifikasi anak-anak sekolah untuk bisa
menjadi atau tidak bisa menjadi pengisi jabatan tertentu
dan pekerjaan tertentu. Pembedaan antara sekolah umum
dan sekolah kejuruan sangat kentara. Yang satu sisi
menjadikan seorang pelajar untuk menduduki jabatan lebih
tinggi dibanding yang lainnya. Pada tataran ini, siswa sudah
diposisikan untuk bisa menduduki jabatan apa atau apa,
atau bisa bekerja di bidang apa atau apa.
Kondisi di atas menjadikan persekolahan menjadi sebuah
tempat yang menjemukan. Sekolah menjadi tempat
yangmenakutkan bagi siswa. Apalagi bila ditambah dengan
kondisi beberapa guru yang tidak atau kurang mengikuti
perkembangan dunia persekolahan modern. Model-model
pembelajaran mutakhir seringkali dianggap hal yang aneh
dan membebani bagi beberapa guru karena adanya
anggapan bahwa mengajar adalah menjejalkan materi yang
ada di dalam kurikulum. Anggapan seperti ini tidak
sepenuhnya salah, namun akan menjadi kekeliruan besar
ketika pemahaman terhadap materi belajar menjadi
terabaikan. Kondisi ini akan menjadikan siswa berupaya
melarikan diri dari tekanan sekolah melalui kegiatan yang
seringkali menjengkelkan guru di dalam kelas seperti
kurang memperhatikan, membuat kegaduhan, membolos,
berkelahi, bully antarsesama, dan sebagainya. Kondisi ini
diperparah lagi dengan lamanya waktu duduk di kelas yang
penuh dengan sekat di empat sisi.
Dalam kondisi yang sudah relatif parah seperti itu,
diperlukan berbagai terobosan dalam dunia persekolahan.
Peraturan dan tata tertib siswa semestinya selalu dievaluasi.
Alih-alih melarang siswa membawa HP, akan lebih elok jika
guru memanfaatkan hp atau tablet, atau laptop untuk
dijadikan media dan sumber belajar. Ada banyak pilihan
belajar menggunakan perangkat itu, dan salah satu yang
sedang asyik penulis gunakan saat ini adalah Quipper
School.
Quipper School (QS) adalah media belajar on line, yang
dalam keadaan tertentu dapat dilakukan secara off line.
Pemanfaatan QS sangat membantu guru karena di
dalamnya sudah ada materi dan berbagai soal latihan yang
bisa diakses siswa 24 jam setiap harinya. Bila guru merasa
perlu memberikan materi dan latihan yang tidak ada dalam
konten yang sudah disediakan, guru bisa menambahkannya
sendiri.
Apa Keistimewaannya ?
Didirikan oleh Masayuki Watanabe di London pada
Desember 2010, QS yang memiliki tagline "distributors of
wisdom" ini, merupakan startup pendidikan yang
menyediakan dua layanan utama:

Pertama: Quipper School Learn sebuah portal khusus siswa


dimana mereka bisa mengakses atau membaca materi
pelajaran, menjawab soal, mengirimkan pesan ke guru, dan
melihat performa belajar teman sekelasnya.
Kedua: Quipper School Link sebuah portal khusus untuk
guru dimana mereka dapat menyiapkan tugas, melihat
perkembangan siswa, mengirim pesan ke siswa, mengelola
kelas, dan membuat kelas online.
Kemudahan dalam penggunaan QS yang lain adalah
terbantunya guru dalam mengontrol aktivitas siswa dalam
belajar. Guru bisa mengecek apakah siswa hanya sekadar
mengerjakan tugas, berapa kali mengerjakan tugas, apakah
ada soal yang dianggap sulit, berapa nilai yang diperoleh
siswa, dan laporan hasil kerja yang bisa diunduh sewaktu-
waktu atau akan dikirim otomatis ke dalam email guru
setelah habis periode penugasan. Laporan hasil kerja itu
bisa dijadikan alat analisis kesulitan soal maupun analisis
hasil belajar.
Fasilitas kemudahan lainnya adalah siswa dan guru dapat
saling bersapa secara pribadi seperti halnya chatting di
media sosial. Selain kemudahan guru dan siswa yang sudah
disebutkan tadi, dalam kondisi siswa tidak memiliki akses
internet 24 jam, siswa juga bisa melakukannya secara off
line apabila siswa menggunakan aplikasi yang bisa diunduh
secara gratis melalui smart phone atau tablet. Dalam kondisi
seperti ini, siswa cukup on line di sekolah atau di tempat-
tempat yang ada wifi untuk mengunduh tugas dan pada saat
mengirimkan tugas. Mengerjakan tugasnya sendiri bisa
dilakukan kapan pun dan di mana pun.

Dalam kondisi kekurangan peralatan, jumlah


komputer/laptop dan siswa tidak semua
memiliki smartphone atau tablet, maka kelas bisa dibuat
kelompok sejumlah komputer yang dimiliki siswa atau
sekolah. Dari pengalaman penulis menggunakan QS dalam
pembelajaran, terbukti sangat membantu, juga
meningkatkan antusisme siswa dalam belajar. Sebagai
contoh bukti antusiasme siswa itu adalah siswa yang sudah
selesai mengerjakan tugas meminta supaya diberi tugas
baru. Pernah dalam satu hari - Minggu - yang biasanya
siswa menggunakannya untuk bersantai ternyata ada 28
tugas yang terkumpul, lalu pada hari Senin ada 42 tugas
yang terkumpul. Siswa juga tidak segan-segan untuk
mempelajari materi yang belum dikuasainya dan mengulang
mengerjakan tugas yang belum dikuasainya.
Menjelang ujian QS juga bisa digunakan untuk
pelaksanaan try out atau bimbingan belajar karena salah
satu konten yang diberikan adalah konten UN.
Saat ini, di mana akses internet dan relatif murahnya
gadget, kiranya sudah waktunya mengubah cara pandang
guru dan dunia pendidikan terhadap proses belajar. Sudah
waktunya memaksimalkan pemanfaatan gadget untuk
belajar ketimbang untuk bermain game atau mensosialisasi
melalui media sosial atau memanfaatkannya untuk hal-hal
negatif. Di sinilah peran guru dan sekolah dalam
meminimalisir penyalahgunaan gadget dan internet.
Salam QS, distributors of wisdom !!!
Rusdi Mustapa - Ambassador Quipper School Indonesia

You might also like