Professional Documents
Culture Documents
Didi Sukardi
Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam
IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Jl. Perjuangan By Pass Sunyaragi Cirebon
Email: didisukardi212@yahoo.com
Abstrak
Tindak kekerasan di dalam rumah tangga merupakan jenis kejahatan yang kurang
mendapatkan perhatian dan jangkauan hukum. Tindak kekerasan di dalam rumah tangga
pada umumnya melibatkan pelaku dan korban diantara anggota keluarga di dalam rumah
tangga, sedangkan bentuk tindak kekerasan bisa berupa kekerasan fisik dan kekerasan verbal
(ancaman kekerasan). Pelaku dan korban tindak kekerasan didalam rumah tangga bisa
menimpa siapa saja, tidak dibatasi oleh strata, status sosial, tingkat pendidikan, dan suku
bangsa. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengkaji kekerasan dalam rumah tangga
menurut hukum positif dan hukum Islam, dan untuk mengetahui korelasi kekerasan dalam
rumah tangga ditinjau dari hukum positif dan hukum Islam. Dalam kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP) telah dirumuskan pasal-pasal tentang tindak pidana penganiayaan,
namun belum dianggap mengakomodir perbuatan pidana yang berkaitan dengan kekerasan
dalam rumah tangga. Menurut persektif hukum pidana Islam, tindak pidana kekerasan dalam
rumah tangga, terutama kekerasan fisik terhadap istri dalam UU PKDRT merupakan bagian
dari perbuatan jarimah yaitu tidak pidana atas selain jiwa.
Abstract
Domestic violence is a type of crime that received less attention and reach of the law.
Violence in the home usually involves perpetrators and victims among family members in the
household, while the forms of violence can include physical violence and verbal abuse
(threats of violence). Perpetrators and victims of violence in the household can happen to
anyone, not limited by strata, social status, education level, and ethnicity. The purpose of this
paper is to examine domestic violence by positive law and Islamic law, and to determine the
correlation of domestic violence in terms of positive law and Islamic law. In the book of the
Law of Criminal Law (Penal Code) has been formulated provisions on the crime of
persecution, but has not been considered to accommodate the criminal acts related to
domestic violence. According to the perspectives of Islamic criminal law, the crime of
domestic violence, especially physical violence against wife in Domestic Violence Act is part
of jarimah that is not a criminal act on the soul apart.
publik. Keluarga dan masyarakat dapat ikut dan menghindarkan diri dari dorongan hama
mencegah dan mengawasi bila terjadi nafsu.3
kekerasan dalam rumah tangga. Hukum Islam adalah hukum yang
Kekerasan dalam rumah tangga dibangun berdasarkan pemahaman manusia
menurut Undang-undang RI Nomor. 23 atas nash Al-Qur’an maupun sunah yang
tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap mengatur kehidupan manusia yang berlaku
seseorang terutama perempuan, yang universial. Keuniversalan hukum Islam ini
berakibat timbulnya kesengsaraan atau sebagai kelanjutan dari hakikat Islam
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, sebagai agama universal, yakni agama yang
dan atau penelantaran rumah tangga substansi-subtansi ajarannya tidak dibatasai
termasuk ancaman untuk melakukan oleh ruang dan waktu manusia, melainkan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan berlaku bagi semua orang Islam dimanapun,
kemerdekaan secara melawan hukum dalam kapanpun dan kebangsaan apapun (Said
lingkup rumah tangga. Agil Husin, 2004:7).
Kebanyakan dari korban KDRT ini Perbuatan kekerasan fisik menurut
terjadi pada perempuan dan anak. Kasus- hukum pidana Islam dapat digolongkan
kasus rumah tangga yang memicu adanya kepada perbuatan kejahatan terhadap nyawa
pengani-ayaan dalam rumah tangga sering atau badan orang lain, perbuatan itu
dialami oleh anggota keluarga yang merupakan bentuk tindak pidana
dianggap bisa dilecehkan dan kurang penganiayaan atas selain jiwa atau dapat
dihormati. Biasanya pelaku KDRT dikarena juga dikatakan sebagai pelukaan (al-jarh).
masalah ekonomi yang tidak mencukupi Berdasarkan beberapa uraian di atas,
kebutuhan hidup atau perasaan yang egois penulis menganggap pentingnya melalukan
dalam rumah tangga. kajian mengenai aspek hukum kekerasan
Dari sisi etika moral syari’ah yang dalam rumah tangga yang diatur dalam
didalamnya mengajarkan tentang kasih Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004
sayang dan amanah yang harus diemban tentang Pengahapusan Kekerasan dalam
dalam institusi perkawinan, tentu tidakan Rumah Tangga yang merupakan hukum
kekerasan terhadap istri bertentangan positif di Indonesia dengan melakukan studi
dengan tujuan pernikahan, yakni membina analisis komparatif berdasarkan perspektif
rumah tangga yang aman, tentram dan hukum pidana Islam yang bersumber dari
damai yang melindungi tujuan-tujuan Al-qur’an dan Sunnah.
syari’ah. Tujuan dari penulisan ini adalah :
Hukum sebagai aturan dan pedoman 1. Mengkaji kekerasan dalam rumah tangga
dalam kehidupan masyarakat dimaksudkan menurut hukum positif dan hukum Islam
untuk mencapai keadilan dan kemanfaatan 2. Mengetahui korelasi kekerasan dalam
secara maksimal. Hukum Islam disyar’at- rumah tangga ditinjau dari hukum positif
kan oleh Allah dengan tujuan utama untuk dan hukum Islam
merealisasikan dan melindungi kemasala-
hatan umat manusia. Dalam terminologi Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan
ushul fiqh, syari’at diturunkan Allah kepada Dalam Rumah Tangga
hambanya dalam rangka merealisir Kekerasan dalam rumah tangga
kemasalahatan manusia di dunia dan bukanlah hal yang baru dihadapi oleh para
diakhirat. Ini bisa diwujudkan jika syari’at istri atau suami, akan tetapi telah ada
tersebut bisa dipahami. Setelah dipahami, semenjak kehiduan manusia membangun
dilaksanakan dengan kepatuhan yang tulus rumah tangga. Pemahaman yang jujur dan
ikhlas terhadap faktor-faktor yang
3
Ahmad Rofiq, Fiqh Kontektual. Dari
Normatif ke Pemaknaan Sosial, cet.1 (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004), 3.
4. Kekerasan ekonomi (penelantaran rumah terhadap tubuh orang lain dalam KUHP
tangga) diatur pada pasal 351 sampai 358 KUHP.
Larangan pada pasal ini mencakup Pengaturan tentang delik
kekerasan fisik, kekerasan psikis atau penganiayaan dalam KUHP dapat dibedakan
psikologis, kekerasan seksual dan menjadi 5 macam, sebagai berikut:
penelantaran rumah tangga atau kekerasan 1. Penganiayaan ringan (pasal 352 KUHP)
ekonomi. 2. Penganiayaan biasa (pasal 351 KUHP)
Pasal 6 menjelaskan perbuatan 3. Penganiayaan biasa yang direncanakan
kekerasan fisik dalam rumah tangga, yakni : terlebih dahulu (pasal 353 KUHP)
“kekerasan fisik sebagaimana dimaksud 4. Penganiayaan berat (pasal 354 KUHP)
dalam pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang 5. Penganiayaan berat dengan direncanakan
mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau lebih dahulu (pasal 355 KUHP).
luka berat. Dari uraian di atas pada dasarnya
Berdasarkan keterangan Pasal 5 di Kitab Undang-Undang Hukum pidana
atas, dapat diambil kesimpulan yakni ada (KUHP) telah mengatur sanksi pidana bagi
dua unsur kekerasan fisik dalam pengaturan pelaku kekerasan yang merupakan bagian
UU PKDRT yaitu : adanya perbuatan dan dari tindak pidana penganiayaan, namun
adanya akibat perbuatan ditimbulkan. sanksi tersebut belum mengakomodir
a. Adanya perbuatan, yaitu adanya langsung tindak kekerasan dalam keluarga.
perbuatan atau adanya aksi dalam Dengan dikriminalisasikannya
melakukan kekerasan fisik atau perbuatan kekerasan dalam rumah tangga
penganiayaan berupa memukul, sebagai tindak pidana dalam Undang-
menendang, mencubit, mendorong, baik undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
dengan tangan/kakinya maupun dengan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
alat atau senjata Tangga atau disingkat dengan UU PKDRT,
b. Adanya akibat perbuatan, yakni adanya maka UU ini telah menjadi bagian dari
akibat dari perbuatan tersebut, yaitu rasa sistem hukum pidana positif Indonesia.
sakit dan luka pada tubuh. Karena secara yuridis semua bentuk
Dalam Kitab Undang-undang kekerasan terhadap perempuan, terutama
Hukum Pidana (KUHP) tidak ditemukan yang terjadi di ranah rumah tangga harus
pengaturan khusus mengenai perbuatan dipandang sebagai kejahatan terhadap
pidana yang berkaitan dengan kekerasan kemanusiaan dan merupakan bentuk
dalam rumah tangga. Dalam KUHP hanya pelanggaran hak asasi manusia.
mengatur tentang tindak pidana atau delik- UU PKDRT memperluas defenisi
delik tentang penganiayaan kekerasan tidak hanya sebagai perbuatan
Kata aniaya berarti perbuatan bengis yang berakibat timbulnya penderitaan fisik,
seperti perbuatan penyiksaan atau tetapi juga penderitaan secara psikis.
penindasan. Menganiaya artinya Kekerasan dalam hal ini dirumuskan sebagai
memperlakukan sewenang-wenang dengan delik penganiayaan dan delik kesusilaan
mempersakiti, atau menyiksa dan psikologis/ psikis, seksual dan penelantaran
sebagainya. Penganiayaan artinya perlakuan rumah tangga.
yang sewenang-wenang dengan penyiksaan, Berkaitan dengan kekerasan fisik
penindasan dan sebagainya terhadap terhadap istri atau dalam keluarga telah
teraniaya. dijelaskan dalam UU PKDRT, sebagaimana
Penganiayaan itu sebagai perbuatan pada pasal 6 dirumuskan sebagai berikut :
yang dilakukan dengan sengaja untuk “Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud
menimbulkan rasa sakit atau luka kepada dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang
orang lain, yang semata-mata merupakan mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau
tujuan dari perbuatan tersebut. Jika diamati luka berat.
pengaturan pasal-pasal tentang kejahatan
Dalam UU ini suatu perbuatan dapat sesuatu yang dilakukan oleh seseorang
dikatakan kekerasan fisik jika perbuatan menyangkut suatu kejahatan atau apapun
tersebut mengakibatkan rasa sakit, jatuh yang ia perbuat. Jinayah adalah suatu
sakit, atau luka berat bagi korbannya. Ini penamaan melalui bentuk masdar dari kata
menandakan bahwa kekerasan fisik tersebut janna yang berarti kejelekan yang
berdampak melukai atau mencederai korban menimpanya.
pada anggota tubuhnya, sehingga korban Dr. Abdul Kadir Audah dalam
menimbulkan rasa sakit, jatuh sakit atau kitabnya at-Tasyri Aljina’i Al-Islamy
luka berat. menjelaskan arti kata Jinayah sebagai
Jika dipahami, maka pengertian berikut: Jinayah menurut bahasa merupakan
tentang penganiayaan dalam KUHP dan nama bagi suatu perbuatan jelek seseorang.
kekerasan maupun kekerasan fisik dalam Adapun menurut istilah adalah nama bagi
UU PKDRT yang telah diuraikan di atas, suatu perbuatan yang diharamkan Syara’,
pada prinsipnya mengandung substansi dan baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta,
pemahaman yang sama, yaitu perbuatan benda, maupun selain jiwa dan harta benda.
yang dilakukan sama-sama bentuk Para fuqaha sering kali
penganiayaan yang dapat menimbulkan rasa menggunakan kata jinayah dengan maksud
sakit, menciderai atau dapat merugikan jarimah pengertian kata jinayah itu sendiri
keselamatan nyawa dan tubuh korban. secara etimologis ialah suatu hasil perbuatan
buruk yang dilakukan seseorang. Sedangkan
Kekerasan Rumah Tangga/Kekerasan dimaksud dengan kata-kata jarimah adalah :
Fisik Dalam Hukum Pidana Islam “larangan-larangan Syara’ (yang apabila
Pada dasarnya istilah tindak pidana dikerjakan) diancam Allah dengan hukuman
kekerasan fisik tidak ditemui dalam hukum had dan ta’zir”
pidana Islam. Kekerasan fisik merupakan Larangan tersebut adakalanya berupa
tindak pidana (jarimah) dan perbuatan mengerjakan perbuatan yang dilarang atau
tindak pidana atas selain jiwa dalam hukum meninggalkan perbuatan yang
pidana Islam. Tindak pidana atas selain jiwa diperintahkan. Dengan kata-kata syara’
seperti yang dikemukakan oleh Abdul Kadir pada pengertian tersebut di atas, yang
Audah adalah setiap perbuatan menyakiti dimaksud ialah bahwa sesuatu perbuatan
orang lain yang mengenai badannya, tetapi baru bisa dianggap jarimah apabila dilarang
tidak sampai menghilangkan nyawanya, oleh Syara’. Juga berbuat atau tidak berbuat
sedangkan menurut Wahbah Zuhaili, bahwa tidak dianggap sebagai jarimah, kecuali bila
tindak pidana atas selain jiwa adalah setiap diancam hukuman terhadapnya.
tindakan melawan hukum atas badan Dari defenisi di atas dapat
manusia, baik berupa pemotongan anggota disimpulkan bahwa tindak pidana (jarimah)
badan, pelukaan, maupun pemukulan adalah melakukan perbuatan yang dilarang
sedangkan jiwa atau nyawa dan hidupnya atau meninggalkan setiap perbuatan yang
masih tetap tidak terganggu. diperintahkan, melakukan atau
Inti dari unsur tindak pidana atas meninggalkan perbuatan yang telah
selain jiwa atau tindak penganiayaan, seperti ditetapkan hukum Islam atas keharaman dan
dikemukakan dalam definisi di atas adalah diancamkan hukuman terhadapnya.
perbuatan menyakiti, yakni setiap jenis Fuqaha mengistilahkan lafal
pelanggaran yang bersifat menyakiti atau hukuman dengan lafal ajziyah (bentuk
merusak anggota badan manusia, seperti plural) dan bentuk singularnya adalah jaza,
pelukaaan, pemukulan, pencekikan, apabila dalam melakukan atau
pemotongan dan penempelengan. meninggalkan suatu perbuatan atau
Dalam hukum Islam, hukum pidana meninggalkan suatu perbuatan tidak
dikenal dengan Fiqih Jinayah. Secara ditetapkan hukuman tertentu, perkara
etimologis, jinayah adalah nama bagi
tersebut tidak bisa dikatakan sebagai tindak dilakukan terpidana dan tidak dikhawatirkan
pidana (jarimah). akan mengakibatkan kematian kepada
Fuqaha membagi tindak pidana pelaku.
(jarimah) terhadap manusia menjadi tiga Hukuman lain adalah Takzir. Imam
bagian: Malik berpendapat bahwa pelaku tindak
a. Tindak pidana atas jiwa secara mutlak. pidana penganiayaan disengaja berhak di-
Masuk dalam bagian ini adalah tindak takzir, baik ia berhak di qishas maupun
pidana yang merusak jiwa yaitu tidak, karena adanya penghalang qishas,
pembunuhan dengan berbagai ampunan atau akad damai. mencegah,
macamnya. menghalangi dan membuat jera semua orang
b. Tindak pidana atas selain jiwa secara agar tidak melakukan tindak pidana.
mutlak. Masuk dalam bagian ini adalah Ketika hukuman qishas tidak dapat
tindak pidana yang menyentuh anggota diterapkan, maka kewajiban membayar diat
tubuh manusia tetapi tidak merupakan bentuk perlindunagn kepada
menghilangkan nyawa yaitu pemukulan korban kejahatan, selain itu juga merupakan
dan pelukaan (penganiayaan). bentuk pidana pengganti karena asas ajaran
c. Tindak pidana atas jiwa di satu sisi dan pemaaf yang sangat dianjurkan atau
bukan jiwa di sisi yang lain yakni tindak ditekankan dalam al-Qur’an dan sunnah.
pidana atas janin. Di satu sisi, janin
dianggap jiwa (bernyawa) tetapi di sisi Perspektif Hukum Pidana Islam
lain ia tidak dianggap jiwa. Dianggap Mengenai Kekerasan Fisik Terhadap
jiwa karena ia adalah anak manusia yang, Istri Dalam Undang-Undang Nomor 23
tidak dianggap jiwa karena janin belum Tahun 2004 Tentang Penghapusan
berpisah dari ibunya. Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Para fuqaha membagi tindak pidana Dalam perspektif hukum pidana
atas selain jiwa, baik yang disengaja dan Islam mengenai kekerasan dalam rumah
tidak disengaja menjadi lima bagian. tangga teruama kekerasan fisik terhadap istri
Pembagian ini didasarkan pada akibat dapat dirumuskan sebagai berikut
perbuatan pelaku. Pembagian tersebut a. Bahwa tindak pidana kekerasan fisik
adalah: terhadap istri yang termaktub dalam
1. Memisahkan anggota badan atau yang Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004
sejenisnya tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
2. Menghilangkan manfaat anggota badan, Rumah Tangga, sebagaimana dijelaskan
tetapi anggota badannya tetap ada pada Pasal 6 dirumuskan sebagai berikut:
3. Melukai kepala dan muka (syajjaj) Kekerasan fisik sebagaimana
4. Melukai selain kepala dan muka (al- dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah
jirah) perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit,
5. Luka yang tidak termasuk empat jenis jatuh sakit, atau luka berat
sebelumnya Menurut perspektif hukum pidana
Hukuman bagi pelaku tindak pidana Islam, tindakan suami yang melakukan
atas selain jiwa adalah : Hukuman Pokok kekerasan fisik terhadap istri adalah suatu
adalah qishas. Qishas dalam arti bahasa bentuk kejahatan dan perbuatan yang
adalah dari asal kata “tattabi’al atsar” dilarang oleh syariat karena akan
artinya menelusuri jejak. Pendapat ulama mengakibatkan kemudharatan dan
Malikiyah, menurutnya terhadap pelaku merugikan keselamatan istri, oleh karena
tindak pidana penganiayaan tetap wajib itu termasuk dalam perbuatan jarimah.
diterapkan hukuman qishas, terutama Sebagaimana yang telah dijelaskan
penganiayaan (al-jarh) yang dilakukan sebelumnya bahwa jarimah adalah
dengan sengaja selama memungkinkan melakukan perbuatan yang dilarang atau
untuk dilakukan persis sama seperti yang meninggalkan setiap perbuatan yang
3. Bahwa terdapat korelasi antara hukum Hasbianto, Elli N, Kekerasan Dalam Rumah
positif dengan hukum pidana Islam yaitu Tangga. Potret Muram Kehidupan
: Perempuan Dalam Perkawinan.
a. Pandangan hukum Islam dan hukum Makalah Disajikan pada Seminar
positif memandang bahwa kekerasan Nasional Perlindungan Perempuan
dalam rumah tangga atau kekerasan dari pelecehan dan Kekerasan
terhadap istri adalah perilaku tercela seksual. UGM Yogyakarta, 6
dan terlalang. Hukum Islam dan November 1996.
hukum positif sama-sama Komnas Perempuan, Kerentananan
berpandangan bahwa kedudukan Perempuan terhadap Kekerasan
seorangistri sama tingginya dengan Ekonomi dan Kekerasan Seksual: di
seorang suami. Empat bentuk rumah, institusi pendidikan dan
kekerasan yang juga dijelaskan lembaga negara,Catatan KTP tahun
dalam Undang-undang Nomor 23 2008, Jakarta: Komnas Perempuan,
Tahun 2004 yaitu kekerasan fisik, 2009.
kekerasan psikis, kekerasan seksual Muhammad, Husein., Kekerasan terhadap
dan kekerasan ekonomi. Perempuan Perspektif Islam,
b. Korelasi tentang tujuan Makalah disampaikan dalam seminar
penghukuman dalam rangka yang diselenggarakan di PSW
menjaga kemaslahatan manusia, STAIN Pekalongan, 28 November
keselarasan aturan hukum mengenai 2005
kekerasan fisik terhadap istri dan Muhsin, Aminah Wadud, Quran Menurut
tindak pidana atas selain jiwa Perempuan: Membaca Kembali
(penganiayaan), namun secara Kitab Suci Dengan Semangat
khusus UU PKDRT mengatur dalam Keadilan, terj. Abdullah Ali, Jakarta:
lingkup keluarga, Serambi, 2006.
c. Dari segi hukuman dapat dikatakan Mulia, Siti Musdah, Kekerasan dalam
bahwa hukuman berupa penjara rumah tangga; Perpeksif Agama-
merupakan bentuk hukuman takzir Agama. Jakarta, 2004.
dalam hukum pidana Islam. Munir, Lily Zakiyah, "Domestic Violence in
Indonesia," Muslim World Journal of
Daftar Pustaka Human Rights: Vol. 2. No. 1, Article
5 (2005).
Departemen Agama RI, Alquran Dan Rofiq, Ahmad, Fiqh Kontektual. Dari
Terjemahan, Jakarta 2004. Normatif ke Pemaknaan Sosial, cet.
Fayyumi, Badriyah, “Islam dan Masalah 1, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
Kekerasan dalam Rumah Tangga”, 2004.
dalam Abdul Moqsith Ghazali, et. al. Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang
Tubuh, Seksualita, dan Kedaulatan Penghapusan Kekerasan Dalam
Perempuan: Bunga Rampai Rumah Tangga.
Pemikiran Ulama Muda,Yogyakarta:
LKiS-Jakarta: Rahima, 2002.