You are on page 1of 2

Kepulauan Aru, merupakan kabupaten terletak di sisi tenggara Maluku, berbatasan langsung dengan

Australia di Laut Arafura. Kabupaten ini terdiri dari 187 pulau, dengan 89 berpenghuni. Tutupan
hutan seluas 730 ribu hektar di Kepulauan Aru setara 12 kali dari luas daratan Singapura.

Menurut Abu, upaya penyelamatan Kepulauan Aru menjadi penting karena alih fungsi kawasan
hutan menjadi perkebunan, dipastikan berimbas kehilangan keragaman hayati endemik, Wallacea
khas Kepulauan Aru.

Terdapat sejumlah satwa endemik di kawasan itu, seperti cenderawasih (Paradisaea apoda), kanguru
pohon (Dendrolagus sp), kakatua hitam (Prebosciger aterrimus), kakatua aru jambul kuning (Cacatua
galerita eleonora), kasuari (Casuarius casuarius).

“Jika Menara Group tetap melanjutkan rencana pembukaan perkebunan tebu dan tetap konversi
hutan alam besar-besaran, dipastikan keragaman hayati baik di darat maupun di perairan Kepulaun
Aru akan punah,” kata Abu dalam rilis kepada media.

Dia menilai ironis, pemerintah menjadikan kepulauan ini perkebunan tebu. Sebab kepulauan ini kaya
beragam sumber daya perikanan. Berdasarkan data Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten
Kepulauan Aru menunjukkan, tahun 2006, produksi perikanan di Kepulauan Aru mencapai
19.937,20 ton per tahun setara Rp71 miliar.

Di daerah pesisir, Aru telah lama menjadi budidaya mutiara bagi puluhan perusahan dalam dan luar
negeri. “Pada 1969 perusahaan Jepang menanamkan modal US$1 juta guna pembudidayaan kerang
mutiara di Fatujuring, Kepulauan Aru.”

Cendrawasih besar (Paradisaea apoda) yang terekam di Kepualau Aru, Indonesia. Foto: Tim Laman

Dalam penelusuran FWI juga menemukan, indikasi pelanggaran proses perizinan perubahan
kawasan ini karena perusahaan sudah memiliki surat izin usaha perkebunan (SIUP) sebelum
mengantongi surat izin lingkungan (SIL).

Meskipun tidak menjalankan UU No. 32/ 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, kini tercatat 19 dari 28 perusahaan yang mengajukan izin perkebunan mendapatkan
persetujuan prinsip pencadangan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan.

“Dokumen-dokumen dikeluarkan terkait perizinan ini terindikasi tidak sesuai UU No 32/2009 tentang
PPLH dan UU No 26/2007 butir kelima tentang Penataan Ruang.”
Sedang Teddy Tengko hingga kini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung, karena
kasus korupsi APBD Kepulauan Aru.

Abdon Nababan, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), menilai,
pembukaan lahan besar-besaran akan berdampak kepada keberadaan sosial masyarakat lokal dan
adat yang mendiami Kepulauan Aru.

“Konsesi perusahaan secara langsung akan mengambil hak-hak masyarakat adat. Sumber-sumber
penghidupan masyarakat lokal yang tergantung erat pada potensi alam akan hilang.”

Menurut dia, Pemda Maluku melalu rencana pembukaan lahan ini telah menafikan berbagai sektor
potensial seperti perikanan dan kelautan yang menjadi kekuatan utama Maluku.

Menurut data AMAN, khusus di Kepulauan Aru terdapat sekitar 117 komunitas adat yang disebut
negeri tersebar di 117 desa. Mereka otonom dengan adat dan bahasa berbeda satu sama lain.

Rukka Sombolinggi, Deputi Bidang Advokasi AMAN menyatakan, AMAN tengah menyiapkan
pemetaan kawasan adat di sana meski terkendala keberadaan polisi dan TNI AL yang terus berjaga.

“Teman-teman sudah siap pemetaan tapi terkendala aparat. Kami sudah melaporkan ke Komnas
HAM meminta aparat hengkang dari kawasan itu. Untuk apa mereka berada di tempat itu?”

Pada pertengahan November 2013, katanya, sebanyak delapan perwakilan masyarakat adat
Kepulauan Aru sempat berdiskusi dan meminta dukungan advokasi AMAN terkait konflik lahan di
kawasan itu.

Hutan mangrove di tepian Pulau Kobror, bakal menghilang jika pengembangan tebu terealisasi. Foto:
FWI

Abdon dalam pertemuan itu, menegaskan dukungan meski tidak bisa bekerja sendiri. AMAN akan
mendampingi masyarakat Kepulauan Aru berjuang mempertahankan hak-hak mereka.

Menurut Anes Balubun, Ketua PBH Aman Maluku, berdasarkan rekomendasi I Komnas

You might also like