Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Kelas: B
Kelompok: 4
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2013
I
PENDAHULUAN
Daging merupakan salah satu sumber pangan yang paling penting bagi manusia
karena terdapat banyak manfaat yang terkandung didalamnya. Hampir semua tingkatan
masyarakat menyukai daging karena rasanya yang lezat apabila dimakan. Namun, saat ini
banyak kecurangan yang dilakukan para produsen daging, khususnya di Indonesia. Hal ini
Oleh karena adanya fenomena tersebut, masyarakat harus mengerti dan mengetahui
akan adanya fenomena tersebut. Agar masyarakat itu tahu akan daging yang baik untuk
dikonsumsi, maka harus mengetahui pula tingkatan mutu dan pengujian atas daging
tersebut. Fenomena sekarang, mendapatkan daging yang berkualitas baik di pasar sangat
Maksud dan tujuan dari makalah yang akan membahas mengenai “Pengujian dan
2.1. Pembahasan
Daging adalah semua bagian tubuh ternak yang dapat dan wajar dimakan termasuk
jaringan-jaringan dan organ tubuh bagian dalam seperti hati, ginjal, dan lain-lain. Soeparno
(1994) mendefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan
jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan
bagi yang memakannya. Agar daging tidak menimbulkan gangguan kesehatan, maka mutu
Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan
digunakan konsumen untuk memilih produk. Pada daging dan produk olahan daging, mutu
daging ditentukan oleh mutu komposisi gizi (rasio antara daging non lemak dengan lemak)
dan palatabilitasnya yang mencakup penampakan, tekstur (juiciness dan keempukan) dan
flavor. Secara visual, mutu daging dinilai dari warna, marbling dan daya ikat air (water
holding capacity, WHC)-nya. Daging dinilai bermutu baik jika memiliki warna dan marbling
yang seragam pada keseluruhan potongan daging dan dengan penampakan permukaan
yang kering karena sifat WHC-nya yang baik. Keberadaan marbling tidak saja
produk olahan daging. Sementara itu, daya ikat air selain mempengaruhi penampakan juga
Daya ikat air oleh protein daging dalam bahasa asing disebut sebagai Water Holding
Capacity(WHC), didefinisikan sebagai kemampuan daging untuk menahan airnya atau air
menyerap air secara spontan dari lingkungan yang mengandung cairan (water absorption).
Susut Masak
Susut masak adalah perhitungan berat yang hilang selama pemasakan atau
pemanasan pada daging. Pada umumnya, makin lama waktu pemasakan makin besar
kadar cairan daging hingga mencapai tingkat yang konstan. Susut masak merupakan
indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar jus daging yaitu banyaknya air
yang terikat dalam dan diantara serabut otot. Jus daging merupakan komponen dari daging
Nilai pH Daging
Nilai pH merupakan salah satu kriteria dalam penentuan kualitas daging, khususnya di
Rumah Potong Hewan (RPH). Setelah pemotongan hewan (hewan telah mati), maka
terjadilah proses biokimiawi yang sangat kompleks di dalam jaringan otot dan jaringan
lainnya sebagai konsekuen tidak adanya aliran darah ke jaringan tersebut, karena terhentinya
pompa jantung. Salah satu proses yang terjadi dan merupakan proses yang dominan dalam
jaringan otot setelah kematian (36 jam pertama setelah kematian atau postmortem) adalah
proses glikolisis anaerob atau glikolisis postmortem. Dalam glikolisis anaerob ini, selain
dihasilkan energi (ATP) maka dihasilkan juga asam laktat. Asam laktat tersebut akan
terakumulasi di dalam jaringan dan mengakibatkan penurunan nilai pH jaringan otot. Nilai
pH otot (otot bergaris melintang atau otot skeletal atau yang disebut daging) saat hewan
hidup sekitar 7,0-7,2 (pH netral). Setelah hewan disembelih (mati), nilai pH dalam otot (pH
daging) akan menurun akibat adanya akumulasi asam laktat. Penurunan nilai pH pada otot
hewan yang sehat dan ditangani dengan baik sebelum pemotongan akan berjalan secara
bertahap, yaitu dari nilai pH sekitar 7,0-7,2 akan mencapai nilai pH menurun secara bertahap
dari 7,0 sampai 5,6 – 5,7 dalam waktu 6-8 jam postmortem dan akan mencapai nilai pH akhir
sekitar 5,5-5,6. Nilai pH akhir (ultimate pH value) adalah nilai pH terendah yang dicapai
pada otot setelah pemotongan (kematian). Nilai pH daging tidak akan pernah mencapai nilai
di bawah 5,3. Hal ini disebabkan karena pada nilai pH di bawah 5,3 enzim-enzim yang
Keempukan Daging
Salah satu penilaian mutu daging adalah sifat keempukannya yang dipengaruhi oleh
banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi keempukan daging ada hubungannya dengan
komposisi daging itu sendiri, yaitu berupa tenunan pengikat, serabut daging, sel-sel lemak
yang ada diantara serabut daging serta rigor mortis daging yang terjadi setelah ternak
antemortem (sebelum pemotongan) seperti genetik (termasuk bangsa, spesies, dan status
fisiologi), umur, manajemen, jenis kelamin, serta stres, dan faktor postmortem (setelah
dapat diketahui dengan mengukur daya putusnya, semakin rendah nilai daya putusnya,
Warna
adalah spesies, jenis kelamin, umur dan aktifitas fisik hewan. Hal ini menjelaskan kenapa
daging sapi lebih merah dari daging babi dan daging babi lebih merah dari daging ayam;
atau mengapa daging hewan jantan, hewan tua dan/atau daging paha lebih merah dari
Warna daging juga dipengaruhi oleh kondisi penanganan dan penyimpanan. Jenis
kemasan, serta suhu dan lama waktu penyimpanan bisa mempengaruhi warna daging. Hal
ini disebabkan oleh terjadinya perubahan kondisi oksidasi mioglobin yang menyebabkan
Ketika daging segar dipotong, maka warna awal yang terlihat adalah warna merah
keunguan dari mioglobin. Setelah beberapa saat terpapar dengan oksigen diudara, maka
permukaan daging segar tersebut akan berubah warna menjadi merah terang karena
kontak dengan udara untuk waktu lama, akan berwarna coklat, karena oksimioglobin
teroksidasi menjadi metmioglobin. Walaupun perubahan warna ini normal sepanjang bau
daging masih khas daging segar, tetapi mengindikasikan bahwa daging sudah agak lama
terekspos dengan udara sehingga sebaiknya segera dibekukan jika tidak langsung dimasak.
Jika daging berwarna coklat dan baunya tidak lagi khas daging segar, maka kondisi ini
menunjukkan bahwa daging tersebut sudah disimpan di refrigerasi untuk waktu yang lama.
Penyimpangan bau merupakan tanda bahwa daging sudah mulai rusak (busuk) dan
Jenis kemasan akan mempengaruhi warna daging segar. Daging tenderloin sapi,
yang dikemas dalam kemasan vakum akan memiliki warna merah keunguan. Penyebabnya
adalah ketiadaan oksigen didalam kemasan vakum. Jika daging dikeluarkan dari kemasan
vakum dan kontak dengan udara, warna permukaan daging akan menjadi merah terang
sementara bagian dalam tetap berwarna merah-keunguan karena oksigen tidak bisa
berpenetrasi ke bagian dalam daging. Disini terlihat bahwa warna merah dan merah-
Daging sapi yang digiling dan dikemas dalam wadah yang ditutup dengan film yang
permeabilitas oksigennya baik, umumnya berwarna merah terang. Daging giling yang
berada dibagian dalam berwarna merah-keunguan. Jika daging dibagian dalam ini
dikontakkan dengan udara, maka warnanya akan berubah menjadi merah terang.
Pemasakan daging pada suhu diatas 80oC menyebabkan pigmen terdenaturasi dan warna
daging berubah menjadi coklat keabuan yang merupakan warna khas daging segar yang
dimasak.
Juiciness
Juiciness atau kesan juicy produk daging dipengaruhi oleh jumlah air yang dapat
dipertahankan untuk tetap berada di dalam daging setelah dimasak; dan produksi saliva (air
ludah) pada saat pengunyahan. Daya ikat air (WHC) daging akan mempengaruhi seberapa
besar air yang dapat dipertahankan didalam produk sementara kadar lemak marbling akan
pada saat mendapat tekanan dari luar, seperti proses pemanasan, penggilingan atau
pengepressan. Daging dengan karakteristik WHC yang baik biasanya akan menghasilkan
produk dengan karakter juiciness yang baik. Denaturasi protein daging karena penurunan
daging. Akibatnya, daging tidak mampu mempertahankan air daging selama proses
pemasakan dan produk yang dihasilkan akan terasa kering (airnya hilang selama
pengolahan) dan hambar (komponen flavor larut air terbuang bersama air yang keluar).
Proses pelayuan (aging) daging dapat meningkatkan WHC daging sehingga juicinessnya
dapat ditingkatkan.
WHC dapat berubah karena pemasakan dan menyebabkan pengaruh pada juiciness
Marbling adalah istilah populer untuk lemak intramuskuler. Secara visual, marbling
terlihat sebagai butiran lemak putih yang tersebar diantara daging. Pada Gambar 1 dapat
dilihat kondisi marbling daging sapi. Juiciness meningkat ketika kadar marbling meningkat.
Marbling yang meleleh pada saat pemasakan dan pelepasannya selama pengunyahan
bersama-sama dengan sebagian air bebas daging akan meningkatkan sensasi jus daging.
Secara tidak langsung, lemak juga berpengaruh pada juiciness dengan menghambat
protein (peptida dan asam amino), komponen aroma yang larut air dan gula pereduksi.
Perbedaan jenis dan komposisi lemak menyebabkan adanya sedikit perbedaan flavor
Perbedaan cara memasak akan menghasilkan flavor yang berbeda. Sebagai contoh,
pada daging yang dimasak dengan teknik pemasakan kering, flavor hanya terbentuk di
lain selama proses pengasapan dan kuring daging juga akan menghasilkan produk daging
Lemak marbling juga berpengaruh terhadap flavor. Daging dengan marbling rendah
selain terlihat kering juga memiliki flavor yang lebih lemah daripada daging dengan marbling
yang lebih banyak. Penelitian menunjukkan bahwa 8 – 9% lemak marbling didalam steak
akan menghasilkan flavor yang baik sementara peningkatan lemak diatas 9% akan
2.2. Diskusi
masyarakat kurang jeli untuk memilih produk daging yang baik untuk dikonsumsi. Daging
yang baik, haruslah memenuhi standar keamanan dan kebersihan dalam arti, harus memiliki
mutu yang baik. Mutu atau kualitas daging yang baik dapat diketahui dengan cara sebagai
berikut :
a. Warna daging merah cerah, apabila daging sudah berwarna kecokelatan itu berarti
daging berada dalam kondisi menuju rusak dan apabila timbul aroma tidak sedap
b. Tekstur
c. Aroma daging segar adalah normal, tidak berbau, dan tidak ada penyimpangan aroma.
III
KESIMPULAN
Daging adalah semua bagian tubuh ternak yang dapat dan wajar dimakan termasuk
jaringan-jaringan dan organ tubuh bagian dalam seperti hati, ginjal, dan lain-lain. Pengujian
daging dapat dilakukan dengan cara menghitung daya ikat air, susut masak, pH, dan
keempukan daging. Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara
organoleptik dan digunakan konsumen untuk memilih produk. Pada daging dan produk
olahan daging, mutu daging ditentukan oleh mutu komposisi gizi (rasio antara daging non
lemak dengan lemak) dan palatabilitasnya yang mencakup penampakan, tekstur (juiciness
dan keempukan) dan flavor. Secara visual, mutu daging dinilai dari warna, marbling dan
Bahar, Burhan. 2003. Panduan Praktis Memilih Produk Daging Sapi. Jakarta :
september 2013]
2013]
Bogor.
Bogor.