You are on page 1of 37

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang besar dan serius bagi dunia. Di
samping karena prevalensinya yang tinggi dan cenderung meningkat dimasa yang
akan datang, hipertensi juga merupakan penyebab kematian (Kodim, 2001).
Menurut World Health Organization(WHO) (2005), hipertensi merupakan faktor
Risiko dari tingginya prevalensi penyakit kardiovaskular di seluruh dunia akibat
meningkatnya prevalensi dari faktor-faktor yang berkotribusi.
Hipertensi diperkirakan diderita oleh 20 % orang dewasa di seluruh dunia
dan meningkat pada usia lebih dari 60 tahun. Prevalensi hipertensi mencapai 1
miliyar di dunia dan menyebabkan kematian pada 9.4 juta penduduk dunia setiap
tahunnya. Angka kejadian hipertensi diperkirakan akan meningkat sebesar 60%
pada tahun 2025. Secara umum angka kejadian hipertensi lebih tinggi di negara
berkembang dibanding dengan negara maju.
Hasil penelitian sporadis di 15 Kabupaten/kota di Indonesia, dari Badan
Litbangkes Kemenkes, memberikan fenomena 17,7% kematian disebabkan oleh
Stroke dan 10,0% kematian disebabkan oleh Ischaemic Heart Disease. Dua
penyakit penyebab kematian teratas ini, soulmate factor nya adalah hipertensi.
Saat ini, secara umum prevalensi hipertensi di dunia cukup tinggi dan
semakin tinggi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000, sekitar 26,4% masyarakat
dunia menderita hipertensi. Pada tahun 2003 tingkat prevalensi menjadi 28%
(crude) dan 27,3% (age-standarized) (Amoah AG, 2003).
Prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 8,3% (InfoKes Depkes RI,2007).
Sedangkan data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKR7T) 2001, prevalensi
hipertensi di indonesia pada daerah urban dan rural berkisar 17-21% (Puskom
Depkes RI, 2008) dengan proporsi hipertensi pada pria 27% dan wanita 29%,
sedangkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, prevalensi
hipertensi di Indonesia pada orang yang berusia diatas 35 tahun ≥ 15,6% dengan
proporsi pria 12,2% dan wanita 15,5% (konas InaSH, 2007). Menurut Data
Riskesdas 2007 juga 3 disebutkan prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar 30%

1
2

dengan insiden komplikasi penyakit kardiovaskular lebih banyak perempuan


(52%) dibandingkan laki-laki (48%) (Depkes RI, 2008).
World Health Organization (WHO) mencatat bahwa 65,74% penderita
hipertensi berada di negara berkembang, angka kejadian hipertensi di Indonesia
menunjukkan di daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau
oleh pelayanan kesehatan. Di Indonesia, banyaknya penderita hipertensi
diperkirakan 15 juta orang, tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol.
Prevalensi hipertensi pada orang dewasa adalah 6-15%, 50% diantaranya tidak
menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung untuk menjadi
hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak mengetahui faktor risikonya,
dan 95% merupakan hipertensi esensial. Dimana hipertensi esensial biasanya
muncul pada pasien yang berumur antara 25 sampai 55 tahun sedangkan pada
umur di bawah 20 tahun jarang ditemukan.
Untuk mencegah hipertensi, hal pertama yang harus di perhatikan adalah
faktor resiko hipertensi. Faktor risiko hipertensi digolongkan menjadi empat yaitu
faktor genetik, lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan. Faktor genetik
antara lain, usia dan riwayat hipertensi dalam keluarga. Faktor lingkungan antara
lain, pendidikan dan pekerjaan. Faktor perilaku antara lain, menkonsumsi
makanan asin, aktifitas fisik, kegemukan, konsumsi alkohol dan merokok. Faktor
pelayanan kesehatan antara lain, Jenis, Cakupan, Kualitas. Pada peneltian ini
hanya mencakup faktor resiko hipertensi berdasarkan Umur, Jenis kelamin,
Pekerjaan, pendidikan terakhir, riwayat hipertensi pada keluarga, kebiasaan
merokok, dan kebiasaan mengkonsumsi makanan asin.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam mini
project ini adalah “ Bagaimana gambaran faktor risiko pada penderita hipertensi
di Desa Kedungjati Kecamatan Warureja Kabupaten Tegal Periode September
tahun 2018?”.
3

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui gambaran faktor resiko pada penderita hipertensi di Desa
Kedungjati Kecamatan Warureja Kabupaten Tegal Periode September tahun
2018.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui gambaran usia pada pasien hipertensi Desa Kedungjati
Kecamatan Warureja Kabupaten Tegal Periode September tahun 2018.
2. Mengetahui gambaran jenis kelamin pada pasien hipertensi di Desa
Kedungjati Kecamatan Warureja Kabupaten Tegal Periode September
tahun 2018.
3. Mengetahui gambaran pekerjaan pada pasien hipertensi di Desa Kedungjati
Kecamatan Warureja Kabupaten Tegal Periode September tahun 2018.
4. Mengetahui gambaran pendidikan terakhir pada pasien hipertensi di Desa
Kedungjati Kecamatan Warureja Kabupaten Tegal Periode September
tahun 2018.
5. Mengetahui gambaran riwayat keluarga pada pasien hipertensi di Desa
Kedungjati Kecamatan Warureja Kabupaten Tegal Periode September
tahun 2018.
6. Mengetahui gambaran makan makanan asin/garam pada pasien hipertensi
di Desa Kedungjati Kecamatan Warureja Kabupaten Tegal Periode
September tahun 2018.
7. Mengetahui gambaran kebiasaan merokok pada pasien hipertensi di Desa
Kedungjati Kecamatan Warureja Kabupaten Tegal Periode September
tahun 2018.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi peneliti
Dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai faktor
resiko pada pasien hipertensi, dan pengembangan kemampuan peneneliti di
bidang penelitian kesehatan.
4

2. Bagi masyarakat/ pengunjung Puskesmas


Dapat digunakan sebagai masukan untuk meningkatkan pengetahuan dan
kesadaran masyarakat terutama responden dalam mengetahui angka kejadian
hipertensi dan faktor risiko yang mempengaruhinya. Selanjutnya masyarakat
serta responden sadar dan termotivasi untuk melakukan tindakan pengendalian
faktor risiko demi menghindari komplikasi yang akan terjadi.
3. Bagi Petugas kesehatan
Dapat digunakan sebagai informasi atau masukan mengenai gambaran hasil
faktor risiko hipertensi yang nantinya dapat diterapkan sebagai cara untuk
pencegahan primer dan meminimalkan risiko komplikasi dari kejadian
hipertensi. Dapat menjadi bahan masukan dalam meningkatkan pelayanan
kesehatan terutama dalam upaya preventif untuk mengendalikan faktor
risiko demi menurukan angka kejadian hipertensi melalui edukasi dan
promosi kesehatan.
4. Bagi Puskesmas Warureja
Meningkatkan mutu pelayan kesehatan dan menjadi informasi, serta masukan
untuk membuat rancangan program pelayanan kesehatan selanjutnya.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi
Menurut Joint National Committe on Prevention Detection,
Evaluation,and Treatment of High Blood Pressure VII/ JNC 2003 hipertensi
adalah suatukeadaan dimana tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan
diastolik ≥90 mmHg (Depkes RI,2013). Hipertensi adalah suatu gangguan pada
pembuluh darahyang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh
darah terhambatsampai ke jaringan tubuh yang membutuhkanya (Lanny Sustraini
dkk, 2004:12).Penyakit ini seakan menjadi ancaman karena dengan tiba-tiba
seseorang dapa tdivonis menderita darah tinggi.
Hipertensi Menurut Profil Dinas Kesehatan Jawa Tengah tahun
2012adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang
memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan
lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada kematian yang
tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh darah
jantung) serta penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi pada otot jantung).

2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur ≥18
tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran tekanan darah atau lebih pada dua atau
lebih kunjungan klinis (Tabel 2.1). Klasifikasi tekanan darah mencakup 4
kategori, dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik (TDS) <120 mmHg dan
tekanan darah diastolik (TDD) <80 mmHg. Pre-hipertensi tidak dianggap sebagai
kategori penyakit tetapi mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya
cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua
tingkat (stage) hipertensi, dan semua pasien pada kategori ini harus diterapi obat.
6

Tabel 2.1 Klasifikasi pengukuran tekanan darah menurut JNC-VII 2003


Kasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi ≥ 140 90
Hipertensi Stage 1 140-159 90-99
HIpertensi Stage 2 ≥ 160 ≥ 100
Sumber : Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI 2013:2

Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh


tekanan darah yang sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau
telah terjadinyakelainan organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah
>180/120 mmHg, dikategorikan sebagai hipertensi emergensi atau hipertensi
urgensi. Pada hipertensi emergensi tekanan darah meningkat ekstrim disertai
dengan Kerusakan organ target akut yang bersifat progresif, sehingga tekanan
darah harus diturunkan segera (dalam hitungan menit – jam) untuk mencegah
kerusakan organ target lebih lanjut.

2.1.3 Etiologi
Hipertensi merupakan penyakit yang sering dijumpai diantara penyakit
tidak menular lainya. Hipertensi dibedakan menjadi hipertensi primer yaitu
hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi sekunder yaitu
hipertensi yang muncul akibat adanya penyakit lain seperti hipertensi ginjal,
hipertensi kehamilan, dan lain-lain.
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dapat dikelompokan menjadi dua
golongan yaitu:
1. Hipertensi Esensial atau primer
Lebih dari 90%-95% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial
(hipertensi primer). Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk
terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang
tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering
turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa
faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer.
7

Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah


yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi
essensial. Faktor-faktor lain yang dapat dimasukan dalam daftar penyebab
hipertensi jenis ini adalah lingkungan, kelainan metabolisme intraseluler, dan
faktor-faktor yang meningkatkan risikonya seperti obesitas, konsumsi alkohol,
merokok dan kelainan darah.
2. Hipertensi Renal atau Sekunder
Hipertensi sekunder merupakan penyakit ikutan dari penyakit yang
sebelumnya diderita. Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder
dari gangguan hormonal, diabetes, ginjal, penyakit pembuluh, penyakit jantung
atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah (lihat tabel 2.2).
Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau
penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat
tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau
memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat ini dapat
dilihat pada tabel 2.2. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka
dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi
kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam
penanganan hipertensi sekunder.
Tabel 2.2 Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi
Penyakit Obat
 Penyakit ginjal kronik  Kortikosteroid, ACTH
 Hiperaldosteronisme primer  Estrogen (pil KB dengan kadar
 Penyakit renovaskular
estrogen tinggi
 Sindroma cushing  NSAID, cox-2 inhibitor
 Phaeochromocytoma  Fenilpropanolamin dan analog
 Koartasio aorta  Entropoietin
 Penyakit tiroid dan paratiroid  Sibutramin
 Antidepresan (terutama
venlafaxine)
2.1.4 Patofisiologi
Dimulai dengan atherosklerosis, gangguan struktur anatomi pembuluh
darah peripher yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah.Kekakuan
pembuluh darah disertai dengan penyempitan dan kemungkinan pembesaran
plaque yang menghambat gangguan peredaran darah peripher. Kekakuan dan
8

kelambanan aliran darah menyebabkan beban jantung bertambah berat yang


akhirnya dikompensasi dengan peningkatan upaya pemompaan jantung yang
memberikan gambaran peningkatan tekanan darah dalam sistem sirkulasi.

2.1.5 Diagnosis
Diagnosis yang akurat merupakan langkah awal dalam penatalaksanaan
hipertensi. Akurasi cara pengukuran tekanan darah dan alat ukur yang digunakan,
serta ketepatan waktu pengukuran. Pengukuran tekanan darah dianjurkan
dilakukan pada posisi duduk setelah beristirahat 5 menit dan 30 menit bebas rokok
dan kafein.
Hipertensi seringkali disebut silent kiler karena pasien dengan hipertensi
biasanya tidak ada gejala (asimptomatik). Penemuan fisik yang utama adalah
meningkatnya tekanan darah. Pengukuran rata-rata dua kali atau lebih dalam
waktu dua kali kontrol ditentukan untuk mendiagnosis hipertensi.
Di pelayanan kesehatan primer/Puskesmas, diagnosis hipertensi
ditegakkan oleh dokter, setelah mendapatkan peningkatan tekanan darah dalam
dua kali pengukuran dengan jarak satu minggu. Diagnosis hipertensi ditegakkan
bila tekanan darah ≥140/90 mmHg, bila salah satu baik sistolik maupun diastolik
meningkat sudah cukup untuk menegakkan diagnosis hipertensi.

2.1.6 Tanda dan Gejala


Sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan gejala penyakit. Ada
kesalahan pemikiran yang sering terjadi pada masyarakat bahwa penderita
hipertensi selalu merasakan gejala penyakit. Kenyataannya justru sebagian besar
penderita hipertensi tidak merasakan adanya gejala penyakit.
Hipertensi jarang menimbulkan gejala dan cara satu-satunya untuk
mengetahui apakah seseorang mengalami hipertensi adalah dengan mengukur
tekanan darah. Bila tekanan darah tidak terkontrol dan menjadi sangat tinggi
(keadaan ini disebut hipertensi berat atau hipertensi maligna) (Palmer dan
William, 2007:12). Tidak semua penderita hipertensi mengenali atau merasakan
keluhan maupun gejala, sehingga hipertensi sering dijuluki pembunuh dian-diam
9

(silent killer). Keluhan-keluhan yang tidak spesifik pada penderita hipertensi


antara lain:
sakit kepala, gelisah, jantung berdebar-debar, pusing, penglihatan kabur, rasa sakit
didada, mudah lelah.

2.1.7 Komplikasi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel
arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk
rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah
besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular
(stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard,
angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi
memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular maka akan meningkatkan mortalitas
dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi
Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang
bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, gagal ginjal, dan
gagal jantung.

2.1.8 Faktor Risiko Hipertensi


Menurut Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular faktor risiko
hipertensi yang tidak ditangani dengan baik dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah.
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
a. Umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko
terkena hipertensi menjadi lebih besar. Pada usia lanjut, hipertensi terutama
ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan darah sistolik. Kejadian ini disebabkan
oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar.
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pria mempunyai risiko
sekitar 2,3 kali lebih banyak mengalami peningkatan tekanan darah sistolik
dibandingkan dengan perempuan, karena pria diduga memiliki gaya hidup yang
10

cenderung meningkatkan tekanan darah. Namun setelah memasuki menopause,


prevalensi hipertensi pada perempuan meningkat.
c. Keturunan (Genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga
meningkatkan risiko hipertensi, terutama hipertensi primer (essensial). Faktor
genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran
sel.

2. Faktor risiko yang dapat diubah


a. Kegemukan (obesitas)
Berat badan dan indeks masa tubuh (IMT) berkolerasi langsung dengan tekanan
darah, terutama tekanan darah sistolik dimana risiko relatif untuk menderita
hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi untuk menderita hipertensi
dibandingkan dengan seorang yang badannya normal. Sedangkan, pada penderita
hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memilki berat badan lebih (overweight).
b. Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui
rokok yang measuk melalui aliran darah dapat mengakibatkan tekanan darah
tinggi. Merokok akan meningkatkan denyut jantung, sehingga kebutuhan oksigen
otot-otot jantung bertambah.
c. Kurang aktivitas fisik
Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan
bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Dengan melakukan olahraga aerobik
yang teratur tekanan darah dapat turun, meskipun berat badan belum turun.

d. Konsumsi garam berlebihan


Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan
diluar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume tekanan
darah.
11

e. Dislipidemia
Kolesterol merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis, yang
kemudian mengakibatkan peningkatan tahanan perifer pembuluh darah sehingga
tekanan darah meningkat.
f. Konsumsi Alkohol Berlebih
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan. Diduga
peningkatan kadar kortisol, peningkatan volume sel darah merah dan peningkatan
kekentalan darah berperan dalam menaikan tekanan.
g. Psikososial dan Stress
h. Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, marah, dendam, rasa takut,
rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon
adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta kuat, sehingga tekanan
darah meningkat.

2.1.9 Penatalaksanaan Hipertensi


Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka
kesakitan dan angka kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal
mungkin menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup penderita. Upaya
penatalaksanaan hipertensi pada dasarnya dapat dilakukan melalui terapi non
farmakologi dan terapi farmakologi (Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak
Menular, 2013: 23-39).
1. Terapi Non farmakologis
Terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan melakukan pengendalian Faktor
Risiko, yaitu:
a. Makan Gizi Seimbang
Modifikasi diet terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.
Dianjurkan untuk makan buah dan sayur 5 porsi per-hari, karena cukup
mengandung kalium yang dapat menurunkan tekanan darahsistolik (TDS) 4,4
mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) 2,5 mmHg. Asupan natrium hendaknya
dibatasi <100 mmol (2g)/hari serata dengan 5mg (satu sendok teh kecil) garam
dapur, cara ini berhasil menurunkan TDS 3,7 mmHg dan TDD 2 mmHg. Bagi
pasien hipertensi, asupan natrium dibatasi lebih rendah lagi, menjadi 1,5 g/hari
12

atau 3,5 – 4 g garam/hari. Walaupun tidak semua pasien hipertensi sensitif


terhadap natrium, namun pembatasan asupan natrium dapat membantu terapi
farmakologi menurunkan tekanan darah dan menurunkan risiko penyakit
kardioserebrovaskuler.
b. Mengatasi Obesitas
Insiden hipertensi meningkat 54 sampai 142 % pada penderita-penderita yang
gemuk. Penerunun berat badan dalam waktu yang pendek dalam jumlah yang
cukup besar biasanya disertai dengan penurunan tekanan darah (Suwarso, 2010).
Hubungan erat antara obesitas dengan hipertensi telah banyak dilaporkan.
Upayakan untuk menurunkan berat badan sehingga mencapai IMT normal 18,5-
22,9 kg/m2, lingkar pinggang <90 cm untuk laki-laki atau <80 cm untuk
perempuan.
c. Melakukan olahraga teratur
Olahraga isotonik seperti berjalan kaki, jogging, berenang dan bersepeda berperan
dalam penurunan tekanan darah. Aktivitas fisik yang cukup dan teratur membuat
jantung lebih kuat. Hal tersebut berperan pada penurunan Total Peripher
Resistance yang bermanfaat dalam menurunkan tekanan darah. Melakukan
aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah sistolik sekitar 5-10 mmHg.
Olahraga secara teratur juga berperan dalam menurunkan jumlah dan dosis obat
anti hipertensi (Agnesia, 2012).Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat
selama 30-45 menit (sejauh 3 kilometer) lima kali per-minggu, dapat menurunkan
TDS 4 mmHg dan TDD 2,5 mmHg. Berbagai cara relaksasi seperti meditasi,
yoga, atau hipnosis dapat mengontrol sistem syaraf, sehingga menurunkan
tekanan darah.
d. Berhenti Merokok
Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko yang tidak saja dapat dimodifikasi
melainkan dapat dihilangkan sama sekali (Mary P.mMcGowan, 2001:4). Merokok
sangat besar perananya dalam meningkatkan tekanan darah, hal tersebut
disebabkan oleh nikotin yang terdapat didalam rokok yang memicu hormon
adrenalin yang menyebabkan tekanan darah meningkat.Tekanan darah akan turun
secara perlahan dengan berhenti merokok. Selain itu merokok dapat menyebabkan
obat yang dikonsumsi tidak bekerja secara optimal (Agnesia, 2012). Tidak ada
13

cara yang benar-benar efektif untuk memberhentikan kebiasaan merokok.


Beberapa metode yang secara umum dicoba adalah inisiatif sendiri, menggunakan
permen yang mengandung nikotin, kelompok program, dan konsultasi/konseling
ke klinik berhenti merokok.
e. Mengurangi konsumsi alkohol
Satu studi meta-analisis menunjukan bahwa kadar alkohol seberapapun, akan
meningkatkan tekanan darah. Mengurangi alkohol pada penderita hipertensi yang
biasa minum alkohol, akan menurunkan TDS rerata 3,8 mmHG. Batasi konsumsi
alkohol untuk laki-laki maksimal 2 unit per hari dan perempuan 1 unit per hari,
jangan lebih dari 5 hari minum per minggu (1 unit = setengah gelas bir dengan 5%
alkohol, 100 ml anggur dengan 10% alkohol, 25 ml minuman 40% alkohol).

2. Terapi Farmakologis
a. Pola Pengobatan Hipertensi
Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa kerja yang panjang
sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat berikutnya mungkin dapat ditambahkan
selama beberapa bulan pertama perjalanan terapi. Pemilihan obat atau kombinasi
yang cocok bergantung pada keparahan penyakit dan respon penderita terhadap
obat anti hipertensi. Obat-obat yang digunakan sebagai terapi utama (first line
therapy) adalah diuretik, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-
Inhibitor), Angiotensin Reseptor Blocker (ARB), dan Calcium Channel Blocker
(CCB). Kemudian jika tekanan darah yang diinginkan belum tercapai maka dosis
obat ditingkatkan lagi, atau ganti obat lain, atau dikombinasikan dengan 2 atau 3
jenis obat dari kelas yang berbeda, biasanya diuretik dikombinasikan dengan
ACE-Inhibitor, ARB, dan CCB.

b. Prinsip Pemberian Obat Anti hipertensi


Menurut Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular dalam pedoman teknis
penemuan dan tatalaksana hipertensi 2006 mengemukakan beberapa prinsip.
pemberian obat anti hipertensi sebagai berikut:
14

1) Pengobatan hipertensi sekunder lebih mengutamakan pengobatan penyebabnya.


2) Pengobatan hipertensi essensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah
dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi.
3) Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti
hipertensi.
4) Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan pengobatan
seumur hidup.
5) Jika tekanan darah terkontrol maka pemberian obat antihipertensi di Puskesmas
dapat diberikan disaat kontrol dengan catatan obat yang diberikan untuk
pemakaian selama 30 hari bila tanpa keluhan baru.
6) Untuk penderita hipertensi yang baru didiagnosis (kunjungan pertama) maka
diperlukan kontrol ulang disarankan 4 kali dalam sebulan atau seminggu sekali,
apabila tekanan darah sitolik >160 mmHg atau diastolik >100 mmHg
sebaiknya diberikan terapi kombinasi setelah kunjungan kedua (dalam dua
minggu) tekanan darah tidak dapat dikontrol.

c. Jenis obat Antihipertensi


Jenis obat Antihipertensi yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
1) Diuretik
Pada awalnya obat jenis diuretik ini bekerja dengan menimbulkan pengurangan
cairan tubuh secara keseluruhan (karena itu urin akanmeningkat pada saat diuretik
mulai digunakan). Selanjutnya diikuti dengan penurunan resistansi pembuluh
darah diseluruh tubuh sehingga pembuluh-pembuluh darah tersebut menjadi lebih
rileks. Diuretik terdiri dari 4 subkelas yang digunakan sebagai terapi hipertensi
yaitu tiazid, loop, penahan kalium dan antagonis aldosteron. Diuretik terutama
golongan tiazid merupakan lini pertama terapi hipertensi. Bila dilakukan terapi
kombinasi, diuretik menjadi salah satu terapi yang direkomendasikan.

2) Penghambat beta (Beta Blocker)


Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan laju nadi dan
daya pompa jantung. Obat golongan beta blocker dapat menurunkan risiko
penyakit jantung koroner, prevensi terhadap serangan infark miokard ulangan dan
15

gagal jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita asma bronkial.
Pemakaian pada penderita diabetes harus hari-hari, karena dapat menutupi gejala
hipoglikemia (dimana kadar gula darah turun menjadi sangat rendah sehingga
dapat membahayakan penderitanya).
3) Golongan penghambat angiotensin converting enzyme (ACE) dan angiotensin
receptor blocker (ARB)
Penghambat angiotensin converting enzyme (ACE inhibitor/ACEI) menghambat
kerja ACE sehingga perubahan angiotensin I menjadiangiotensin II
(vasokontriktor) terganggu. Sedangkan angiotensin receptor blocker (ARB)
menghalangi ikatan zat angiotensi II padareseptornya.Baik ACEI maupun ARB
mempunyai efek vasodilatasi, sehingga meringankan beban jantung.ACEI dan
ARB diindikasikan terutama pada pasien hipertensi dengan gagal jantung, diabetes
melitus,dan penyakit ginjal kronik. Menurut penelitian ON TARGET, efektifitas
ARB sama dengan ACEI. Secara umum, ACEI dan ARB ditoleransi dengan baik
dan efek sampinya jarang. Obat-obatan yang termasuk golongan ACEI adalah
valsartan, lisinopril, dan ramipril.
4) Golongan Calcium Channel Blockers (CCB)
Golongan Calcium Channel Blockers (CCB) menghambat masuknya kalsium
kedalam sel pembuluh darah arteri, sehingga menyebabkan dilatasi arteri koroner
dan juga arteri perifer. Ada dua kelompok obat CCB, yaitu dihidropyridin dan
nondihidropyridin, keduanya efektif untuk pengobatan hipertensi pada usia lanjut.
Secara keseluruhan, CCB diindikasikan untuk pasien yang memiliki faktor risiko
tinggi penyakit koroner dan untuk pasien-pasien diabetes. Calcium Channel
Blockers dengan durasi kerja pendek tidak direkomendasikan pada praktek klinis.
Tinjauan sistematik menyatakan bahwa CCB ekuivalen atau lebih inferior
dibandingkan dengan obat antihipertensi lain.
5) Golongan antihipertensi lain
Penggunaan penyekat reseptor alfa perifer, obat-obatan yang bekerja sentral, dan
obat golongan vasodilator pada populasi lanjut usia sangat terbatas, karena efek
samping yang signifikan.Walaupun obat-obatan ini mempunyai efektifitas yang
cukup tinggi dalam menurunkan tekanan darah, tidak ditemukan asosiasi antara
16

obat-obatan tersebut dengan reduksi angka mortalitas maupun morbiditas pasien-


pasien hipertensi.

2.1 KERANGKA TEORI

Faktor-faktor resiko pada pasien


hipertensi:
- Umur
- Jenis kelamin Hipertensi
- Pekerjaan
- Tingkat pendidikan terakhir
- Riwayat hipertensi pada
Y,too4itlu5tuejurur
keluarga
- Kebiasaan merokok
- Kebiasaan mengkonsumsi Gambar 2.1 Kerangka Teori
makanan asin

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan rancangan penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif kuantitatif
dengan menggunakan desain cross-sectional yaitu dilakukan satu kali
pengumpulan data untuk mengetahui gambaran faktor resiko pada penderita
Hipertensi di Desa Kedungjati Kecamatan Warureja Kabupaten Tegal periode
September 2018.
17

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Desa Kedungjati Kecamatan Warureja Kabupaten
Tegal. Pengumpulan data dilakukan pada bulan September 2018.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah semua pasien yang didiagnosis
hipertensi yang datang ke PKD Kedungjati.
3.3.2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah setiap pasien laki-laki atau
perempuan dewasa yang didiagnosis hipertensi yang datang ke PKD Kedungjati.

3.3.3 Sampel
Sampel pada penelitian ini diperoleh dengan menggunakan total sampling.
Sampel yang diteliti merupakan populasi terjangkau yang memenuhi criteria
inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi
a) Pasien hipertensi di PKD Kedungjati Kecamatan Warureja Kabupaten
Tegal yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Warureja.
b) Responden berada ditempat pada saat pengambilan data
2. Kriteria Eksklusi
a) Responden menolak berpartisipasi
b) Responden tidak berada ditempat
3.3.3 Besar sampel
Dari uraian di atas besar sampel yang di tentukan dalam penelitian ini
adalah berjumlah 26 responden yang melakukan kunjungan ke PKD Kedungjati
Kecamatan Warureja Kabupaten Tegal pada bulan September 2018.

3.4 Variabel Penelitian


Variabel yang digunakan yaitu: Umur, Jenis kelamin, Tingkat pendidikan,
Pekerjaan, Riwayat hipertensi di keluarga, riwayat merokok, dan riwayat
mengkonsumsi makanan asin.

3.5 Prosedur Pengambilan Data


18

Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara melalui kuisioner.


Sebelum wawancara dilakukan responden diminta persetujuan terlebih dahulu
merujuk pada prinsip dan etika penelitian kedokteran.

BAB IV
ANALISIS SITUASI
4.1 Data Geografi
4.1.1 Batas Wilayah
Kecamatan Warureja terletak di sebelah Timur dalam peta daerah
kabupatenTegal yang berbatasan dengan kecamatan lain:
- Sebelah Utara Laut Jawa
- Sebelah Barat Kecamatan Suradadi
- Sebelah Selatan Kecamatan Jatinegara & Kedung Banteng
- Sebelah Timur Kabupaten Pemalang

4.1.2 Luas Wilayah


19

Kecamatan Warureja meliputi 12 desa dengan luas wilayah seluruhnya


62.314km2 sedangkan wilayah kerja UPTD Puskesmas Kec.Warureja sendiri
meliputi 12 desa dengan luas 5.439,4 km2.
No Desa Luas Wilayah
(Km2)

1 Sidamulya 270.0
2 Kedungjati 373.1
3 Kendayakan 558.5
4 Warureja 360.2
5 Banjarturi 575.7
6 Demangharjo 574.6
7 Kedungkelor 795.0
8 Sukareja 350.8
9 Banjaragung 414.7
10 Sigentong 358.0
11 Kreman 383.2
12 Rangimulya 425.6
Tabel 4.4. Luas daerah Per Kelurahan

4.1.3 Relief Daerah


UPTD Puskesmas Kec.Warureja merupakan daerah yang sebagian besar
tanahnya memiliki tingkat kesuburan yang baik selain itu kebutuhan akan air
untuk keperluan rumah tangga,irigasi pertanian dan industri cukup.

4.2 Data Demografi


Jumlah penduduk di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kec.Warureja tahun
2016 sebanyak 66.429 jiwa dengan jumlah penduduk laki – laki 33.690 jiwa dan
perempuan 32.739 jiwa, yang terdiri dari 19.209 KK. Perincian jumlah penduduk
per kelurahan seperti tabel di bawah ini:
Jumlah
No. Desa
L P L+P
1 Sidamulya 2,546 2,693 5,239
2 Kedungjati 2,778 2,654 5,432
3 Kendayakan 3,499 3,362 6,861
4 Warureja 2,938 2,929 5,867
5 Banjarturi 2,494 2,388 4,882
20

6 Demangharjo 4,581 4,300 8,881


7 Kedungkelor 3,302 3,187 6,489
8 Sukareja 2,534 2,478 5,012
9 Banjaragung 3,558 3,390 6,948
10 Sigentong 1,703 1,781 3,484
11 Kreman 2,478 2,319 4,797
12 Rangimulya 1,276 1,261 2,537
Jumlah (Kab/Kota) 33,687 32,742 66,429
Tabel 4.5. Jumlah Penduduk Per Kelurahan

Kelurahan Demangharjo memiliki jumlah penduduk terbanyak diantara 12


Kelurahan yang lain di Kecamatan Warureja yaitu 8.881 jiwa. Adapun jumlah
RT/RW per Kelurahan adalah sebagai berikut:

Desa RT RW RT+RW
Sidamulya 18 2 20
Kedungjati 19 6 25
Kendayakan 34 4 38
Warureja 47 10 57
Banjarturi 31 9 40
Demangharjo 27 4 31
Kedungkelor 30 5 35
Sukareja 38 10 48
Banjaragung 35 8 43
Sigentong 15 4 19
Kreman 24 4 28
Rangimulya 16 4 20
Jumlah 334 70 404
Tabel 4.6. Jumlah RT/RW per Kelurahan

4.3 Profil Puskesmas


4.3.1 Visi dan Misi Puskesmas
4.3.1.1 Visi Puskesmas
Menjadi tempat pelayanan Kesehatan yang bermutu dan mandiri dengan
dilandasi semangat gotong royong dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
21

4.3.1.2 Misi Puskesmas


Untuk mencapai VISI tersebut Puskesmas Warureja menetapkan 7 MISI
pembangunan kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Memberikan Pelayanan Prima
2. Meningkatkan sarana dan prasarana sesuai dengan standar pelayanan
Puskesmas melalui BLUD ( Badan Layanan Umum Daerah )
3. Meningkatkan Profesionalisme tenaga Medis dan Non Medis
4. Menyelenggarakan dan Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Dasar yang
paripurna, bermutu dan terjangkau
5. Meningkatkan derajat kesehatan dengan memberdayakan masyarakat
6. Meningkatkan saranan pelayanan dan profesionalisme SDM dalam
pelayanan kesehatan
7. Meningkatkan Kesejahteraan semua pihak dalam pelayanan kesehatan
di BLUD Puskesmas Warureja

4.3. 2 Data Ketenagaan di Puskesmas


Data karyawan di UPTD Puskesmas Warureja berjumlah 56 orang terdiri
dari 28 orang berstatus PNS, 18 orang berstatus non PNS (BLUD), dan 10 bidan
PTT. Adapun perincian tenaga kesehatan di Puskesmas Warureja dapat dilihat
dalam tabel di bawah ini:
No. Ketenagaan Jumlah (Orang)
Pegawai Tetap (PNS)
1 Dokter Umum 2
2 Dokter gigi -
3 Bidan 13
4 Perawat 7
5 Perawat Gigi 1
6 Analis Kesehatan 1
7 Sanitarian 1
8 Staf TU 1
9 Nutrisionis 1
Pegawai PTT
10 Bidan 10
Pegawai  BLUD
11 Dokter Gigi              1
12 Bidan 8
13 Asisten Apoteker 1
14 Staf 4
22

15 Petugas Kebersihan 1
16 Sopir 2
17 Penjaga Malam 1
Jumlah 55
Tabel 4.7. Jumlah Tenaga Kerja di Puskesmas Warureja
Selain tenaga kesehatan diatas, untuk menjalankan program kesehatan
Puskesmas Kec. Warureja dibantuoleh peran masyarakat dibidang kesehatan.
Peran tersebut dapat dinilai dari beberapa indikator, yakni peran serta masyarakat
di dalam pelaksanaan kegiatan kesehatan dan pemanfaatan fasilitas kesehatan
yang ada.
1. Peran Serta Masyarakat
a. Posyandu
Jumlah posyandu yang ada di wilayah kerja UPTD puskesmasKec.Warureja
sejumlah 42 posyandu aktif dengan perincian posstrata Purnama 42 pos.
b. Kader Posyandu
Jumlah kader yang ada di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kec.Warureja tahun
2016 sejumlah 211 orang.
c. Dukun Bayi
Jumlah dukun bayi yang ada di puskesmas Warureja tahun 2016 sejumlah 50
orang dengan perincian 46 orang dukun terlatih dan 4 orang dukun tak terlatih.

4.3.3 Jaringan Pelayanan Kesehatan


Jaringan pelayanan kesehatan pada hakikatnya merupakan sarana yang
digunakan untuk kegiatan upaya kesehatan seperti Puskesmas,Puskesmas
Pembantu (PUSTU),Pelayanan Kesehatan Desa (PKD),Posyandu yang didukung
oleh peran serta masyarakat.Perkembangan jaringan pelayanan kesehatan di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Kec.Warureja tahun 2016 adalah sebagai berikut:

Jenis Sarana Jumlah Tempat

Puskesmas Induk 1 UPTD Puskesmas Kec.Warureja

Puskesmas Pembantu 3 Kedungkelor, Banjaragung, Sigentong

Kedungjati, Kendayakan, Rangimulya,


PKD 7
Banjarturi, Demangharjo, Sukareja, Kreman
23

Posyandu 42 12 (dua belas) Desa


Tabel 4.7. Jumlah Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Warureja

4.4 Upaya Kesehatan Perorangan


4.4.1 Kunjungan Pasien Berdasarkan Pembiayaan
Dalam kaitannya pelayanan kesehatan di wilayah Puskesmas Warureja,
pembiayaan pelayanan kesehatan dengan pengelolaan baru melalui BPJS
memiliki dampak terhadap kunjungan. Kunjungan berdasarkan pembiayaan dapat
dilihat pada tabel berikut:
No Jenis Pembiayaan Jumlah Kunjungan
1 Kunjungan PBI 18.361
2 Kunjungan Non PBI 1.897
3 Kunjungan Lain- lain 4.649
4 Kunjungan gratis 55.154
5 Kunjungan Jamkesda 22

Jumlah 80.083
24

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Karakteristik Responden


Jumlah responden yang terlibat adalah 26 orang. Karakteristik
responden yang dipilih adalah responden yang mengunjungi PKD Kedungjati
Kecamatan Warureja Kabupaten Tegal pada bulan September 2018.

5.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia


Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Usia (Tahun) Frekuensi (F) Persentase (%)
(30 Tahun – 40 Tahun) 2 7,6
(41 Tahun - 50 Tahun) 7 26,6
(51 Tahun – 60 Tahun) 12 45,6
(61 Tahun – 70 Tahun) 5 20,2
Total 26 100

Berdasarkan usia responden, usia 30-40 tahun yaitu sebanyak 2


orang (7,6%). Usia 41-50 tahun yaitu sebanyak 7 orang (26,6%). Usia 51-60
tahun yaitu sebanyak 12 orang (45,6%). Sedangkan usia 61-70 tahun yaitu
sebnyak 5 orang (20,2%).

5.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi (F) Persentase (%)
Laki-laki 6 23,1
Perempuan 20 76,9
Total 26 100
25

Berdasarkan jenis kelamin, diketahui bahwa responden laki-laki


berjumlah 6 orang (23,1%), sedangkan responden wanita berjumlah 20 orang
(76,9%).
5.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Pendidikan
Tingkat Pendidikan Frekuensi (F) Persentase (%)
Dasar/Rendah (SD/MIN) 22 84,6
Menengah (SMP) 4 15,4
Tinggi (SMA/S1) - -
Total 26 100

Berdasarkan pendidikan, rata-rata pendidikan responden adalah


tingkat Dasar/Rendah (SD/MIN) yaitu sebanyak 22 orang (86,4%), diikuti
dengan tingkat pendidikan yaitu Menengah (SMP) sebanyak 4 orang
(15,4%).

5.1.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan


Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Pekerjaan
Pekerjaan Frekuensi (F) Persentase (%)
IRT 13 50,0
Petani 12 46,2
Dukun Bayi 1 3,8

Total 26 100

Berdasarkan pekerjaan, rata-rata pekerjaan responden adalah IRT


yaitu sebanyak 13 orang (50,0%), diikuti oleh Petani yaitu sebanyak 12 orang
(46,2%), diikuti dengan dukun bayi yaitu sebanyak 1 orang (3,8%).
26

5.1.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat Hipertensi di


Keluarga
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat
Hipertensi di Keluarga

Riwayat Hipertensi di Keluarga Frekuensi (F) Persentase (%)


Ya 18 69,2
Tidak 8 30,8
Total 26 100

Berdasarkan riwayat hipertensi di keluarga, yang memiliki riwayat


(ayah/ibu kandung) yang menderita hipertensi sebanyak 18 orang (69,2%)
sedangkan yang tidak memiliki riwayat hipertensi di keluarga sebanyak 8
orang (30,8%).

5.1.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat Merokok


Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat
Merokok
Riwayat Merokok Frekuensi (F) Persentase (%)
Ya 4 15,4
Tidak 22 84,6
Total 26 100

Berdasarkan riwayat merokok, yang memiliki kebiasaan merokok


sebanyak 4 orang (15,4%) sedangkan yang tidak memiliki kebiasaan
merokok sebanyak 22 orang (84,6%).

5.1.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat Mengkonsumsi


Makanan Asin
27

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat


Mengkonsumsi Makanan Asin

Riwayat Mengkonsumsi Frekuensi (F) Persentase (%)


Makanan Asin
Ya 17 65,4
Tidak 9 34,6
Total 26 100

Berdasarkan riwayat mengkonsumsi makanan asin, yang memiliki


kebiasaan mmengkonsumsi makanan asin sebanyak 17 orang (65,4%)
sedangkan yang tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan asin
sebanyak 9 orang (36,4%).

5.2 Pembahasan
5.2.1 Gambaran Hipertensi Berdasarkan Usia

Berdasarkan hasil Analisis didapatkan bahwa usia 30-40 tahun yaitu


sebanyak 2 orang (7,6%). Usia 41-50 tahun yaitu sebanyak 7 orang (26,6%).
Usia 51-60 tahun yaitu sebanyak 12 orang (45,6%). Sedangkan usia 61-70
tahun yaitu sebnyak 5 orang (20,2%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan (Depkes RI, 2006)
yang menyatakan bahwa tingginya kejadian hipertensi sejalan dengan
bertambahnya usia, karena disebabkan oleh perubahan struktur pada
pembuluh darah besar sehingga lumen menjadi sempit dan dinding
pembuluh darah menjadi kaku, sehingga akibat tersebut tekanan darah
sistolik meningkat.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh beberapa penelitian
sebelumnya, Sugiharto (2007) menyatakan bahwa umur mempunyai
hubungan yang bermakna dengan kejadian hipertensi dan merupakan salah
satu faktor resiko hipertensi dimana semakin tua umur, semakin beresiko
terserang hipertensi didapatkan hasil penelitian bahwa umur 36-45 tahun
mempunyai resiko menderita hipertensi 1,23 kali, umur 45-55 tahun
beresiko 2,22 kali, dan Umur 56-65 tahun beresiko 4,76 kali dibandingkan
umur yang lebih muda. Penelitian yang dilakukan oleh Indrawati,
28

Wedhasari, dan Yudi (2009) juga menyatakan bahwa umur adalah faktor
resiko paling tinggi pengaruhnya terhadap kejadian hipertensi.

5.2.2 Gambaran Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin


Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan jenis
kelamin, diketahui bahwa responden laki-laki berjumlah 6 orang (23,1%),
sedangkan responden wanita berjumlah 20 orang (76,9%). Hasil Analisis
diketahui bahwa presentasi kejadian hipertensi lebih banyak terjadi pada
perempuan daripada laki-laki.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Kaplan (2002) yang
menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, pada kelompok 65 tahun
ke atas prevalensi hipertensi akan lebih tinggi terjadi pada perempuan
dibandingkan laki-laki. Serta sejalan juga dengan pernyataan, (Depkes RI,
2006) yang menyatakan bahwa prevalensi hipertensi lebih tinggi terdapat
pada wanita. Hal ini di buktikan dari hasil penelitian Sugiri (2004) di Jawa
Tengah yang mendapatkan prevalensi hipertensi pada wanita lebih besar
dengan jumlah 11,6% dibandingkan laki-laki 6,0%, serta laporan dari hasil
penelitian Setiawan (2006) di di pulau Jawa menunjukkan hasil prevalensi
hipertensi pada wanita sebesar 47,1 % sedangkan pada laki-laki 36,7%.
Dibuktikan juga oleh hasil penelitian Hesti Rahayu (2012) yang
memperoleh hasil bahwa kejadian hipertensi lebih tinggi terjadi pada
perempuan sebesar 68,3% dibandingkan laki-laki sebesar 31,7%.

5.2.3 Gambaran Hipertensi Berdasarkan Pendidikan


Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa Berdasarkan
pendidikan, rata-rata pendidikan responden adalah tingkat Dasar/Rendah
(SD/MIN) yaitu sebanyak 22 orang (86,4%), diikuti dengan tingkat
pendidikan yaitu Menengah (SMP) sebanyak 4 orang (15,4%).
Menurut Riskesdas 2007 menyatakan bahwa penyakit hipertensi
cenderung tinggi pada pendidikan rendah dan menurun sesuai dengan
peningkatan pendidikan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan bahwa orang
yang pendidikannya rendah biasanya tidak memiliki kemauan untuk mengubah
29

gaya hidup, melakukan pengecekan tekanan darah secara rutin ataupun


meminum obat secara rutin. Hasil penelitian yang sama juga didapatkan pada
penelitian ini yaitu kejadian hipertensi pada kelompok responden dengan
tingkat pendidikan yang lebih tinggi lebih sedikit menderita hipertensi
dibandingkan dengan responden yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih
rendah. Kemungkinan hal ini yang mempengaruhi gaya hidup dan keinginan
untuk menjaga kesehatan.

5.2.4 Gambaran Hipertensi Berdasarkan Pekerjaan


Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata
pekerjaan responden adalah IRT yaitu sebanyak 13 orang (50,0%), diikuti
oleh Petani yaitu sebanyak 12 orang (46,2%), diikuti dengan dukun bayi yaitu
sebanyak 1 orang (3,8%).
Hasil penelitian yang kami dapatkan sejalan dengan yang dilakukan
oleh Febby et al pada tahun 2013 yang mengatakan orang yang tidak bekerja
memiliki resiko hipertensi yang lebih tinggi, dimana pekerjaan berkaitan
dengan aktivitas fisik sehari-hari.

5.2.5 Gambaran Hipertensi Berdasarkan Riwayat Hipertensi di Keluarga


Pada penelitian ini didapatkan bahwa yang memiliki riwayat
(ayah/ibu kandung) yang menderita hipertensi sebanyak 18 orang (69,2%)
sedangkan yang tidak memiliki riwayat hipertensi di keluarga sebanyak 8
orang (30,8%).
. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa individu
dengan keluarga hipertensi memiliki risiko dua kali lebih besar untuk
menderita hipertensi daripada yang tidak. Selain itu pada penelitian yang
dilakukan oleh Aris pada tahun 2007 menyatakan pula bahwa, orang yang
orang tuanya (ibu, ayah, kakek, atau nenek) mempunyai riwayat hipertensi,
berisiko terkena hipertensi 4,04 kali dibandingkan dengan orang tuanya yang
tidak memiliki riwayat hipertensi.

5.2.6 Gambaran Hipertensi Berdasarkan Merokok


30

Berdasarkan riwayat merokok, yang memiliki kebiasaan merokok


sebanyak 4 orang (15,4%) sedangkan yang tidak memiliki kebiasaan
merokok sebanyak 22 orang (84,6%).
Menurut teori Black & Hawks (2005) yang menyatakan bahwa
kandungan dalam rokok terdapat nikotin yang dapat menyebabkan
meningkatnya denyut jantung dan menyebabkan vasokontriksi perifer yang
akan meningkatkan tekanan darah perifer pada jangka waktu yang pendek,
selama dan setelah merokok.
Hasil penelitian Roslina (2007) yang menyatakan adanya
hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi. Penelitian
Suryati (2005) menyatakan bahwa ada hubungan signifikan antara merokok
dengan hipertensi. Dari hasil penelitian ini ada sedikit perbedaan yaitu
penderita hipertensi pada penelitian ini sebagian besar tidak merokok, tetapi
untuk faktor Merokok beresiko terhadap kejadian hipertensi. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena sebagian besar responden penelitian yang
saat ini adalah perempuan (56,2%) yang bukan perokok sedangkan
responden laki-laki yang merokok hanya sedikit yaitu sebesar (34,37%).

5.2.7 Gambaran Hipertensi Berdasarkan Riwayat Mengkonsumsi Makanan


Asin
Berdasarkan riwayat mengkonsumsi makanan asin, yang memiliki
kebiasaan mmengkonsumsi makanan asin sebanyak 17 orang (65,4%)
sedangkan yang tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan asin
sebanyak 9 orang (36,4%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan (Dirsken dik, 2000)
menyatakan bahwa konsumsi sodium akan mengaktifkan mekanisme
vasopresor dalam sistem saraf pusat dan mesntimulasi terjadinya retensi air
yang berakibat pada peningkatan tekanan darah. Hasil penelitian
sebelumnya juga membuktikan bahwa ada hubungan antara konsumsi
makanan asin dengan kejadian hipertensi yaitu hasil penelitian Sugiharto
(2007) yang menyatakan bahwa seseorang yang terbiasa konsumsi
31

makanan asin akan beresiko 3,95 kali dibandingkan orang yang tidak
terbiasa konsumsi makanan asin.

5.3 Keterbatasan Mini Project


Penyusunan mini project ini memiliki keterbatasan antara lain jumlah
sampel yang masih terbatas yang mungkin bisa tidak merepresentasikan
karakteristik penduduk secara keseluruhan. Keterbatasan lain adalah desain
penelitian yang digunakan pada pengambilan data ini berupa studi cross sectional
sehingga menyebabkan pengumpulan data tidak mewakili secara keseluruhan.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
32

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan


sebagai berikut:
1. Gambaran faktor resiko pada pasien Hipertensi di Desa Kedungjati pada
bulan September 2018 adalah lebih dominan pada rentang usia 51-60
tahun sebanyak 12 orang (45,6%).
2. Gambaran faktor resiko pada pasien Hipertensi di Desa Kedungjati pada
bulan September 2018 adalah lebih dominan jenis kelamin perempuan
sebanyak 20 orang (76,9%).
3. Gambaran faktor resiko pada pasien Hipertensi di Desa Kedungjati pada
bulan September 2018 adalah lebih dominan pada tingkat pendidikan
Dasar/Rendah sebanyak 22 orang (84,6%).
4. Gambaran faktor resiko pada pasien Hipertensi di Desa Kedungjati pada
bulan September 2018 adalah lebih dominan pada responden yang tidak
bekerja/IRT sebanyak 13 orang (50,0%).
5. Gambaran faktor resiko pada pasien Hipertensi di Desa Kedungjati pada
bulan September 2018 adalah lebih dominan pada pasien yang memiliki
riwayat keluarga sebanyak 18 orang (69,2%).
6. Gambaran faktor resiko kebiasaan merokok pada pasien Hipertensi di
Desa Kedungjati pada bulan September 2018 sebanyak 4 orang (15,4%).
7. Gambaran faktor resiko makan makanan asin pada pasien Hipertensi di
Desa Kedungjati pada bulan September 2018 adalah lebih dominan pada
pasien yang sering mengkonsumsi makanan asin sebanyak 17 orang
(65,4%).

6.2 Saran
Berdasarkan pembahasan hasil dan kesimpulan penelitian ini, penulis
membrikan saran sebagi berikut :

1. Bagi penelitian selanjutnya


33

Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan masing-


masing faktor resiko terhadap kejadian Hipertensi di Desa KedungJati
Kecamatan Warureja Kabupaten Tegal.
2. Bagi Puskesmas
Mengadakan program penyuluhan kepada masyarakat mengenai
hipertensi, gejala dan cara pencegahannya, yang difokuskan mengenai
faktor risiko hipertensi yang dapat dikontrol seperti merokok, konsumsi
makanan asin/garam, sehingga dapat menurunkan kejadian hipertensi
dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Adediran, O. et.al. 2009. “Relationship Between BMI Ana Blood Pressure


and Rural Nigerian dwellers”. Internet Journal of Nutrition and
Wellness Vol.7 No.1.
34

A.Tjokronegoro dan H. Utama. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam II. In: E.
Susalit, E.J. kapojos, dan H.R. Lubis ed. Hipertensi Primer. Jakarta : Gaya
Baru. P: 453-456

Alphonce, Angelina, 2012, Factors Afecting Treatment Compliance Among


Hypertension Patients In Three District Hospital – Dar Es Salaam,
Disertasi: Universitas Muhimbili.

Ambaw et al, 2012, Adherence to Antihypertensive treatment and associated


factors among patients on Follow Up at University of Gondar Hospital,
Northwest Ethiopia, Vol.12, No,282, Hal 1-6

Anggraini, dkk. 2009. Fakotr-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian


Hipertensi Pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas
Bangkinang Periode Januari Sampai Juni 2008.

Arnaout MS, Almahmeed W, Ibrahim M, Ker J, Khalil MT, Van Wyk CT, et al.
2011. Hypertension and it management in countries in Africa and the
Middle East, whit special reference to the place of beta-blockade. Curr
Med Res Opin 27:1223-1236

Arikunto, Suharsimi, 2010, Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.


Azwar, S, 2011, Perhitungan Sampel dan Skala Psikologi, Salemba Medika,
Jakarta.

Alimul Hidayat, A.Aziz , 2006, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi


Konsep dan Keperawatan Jilid 1, Salemba Medika, Jakarta
Balitbangkes Kemenkes RI, 2013, Riset Kesehatan Dasar 2013 (Riskesdas
2013), Kemenkes RI, Jakarta

Among Hypertensive in Ghana and Nigeria, Volume 2015, Article ID


205717, http://www.internationaljournalofhypertension
35

Boima, Vincent et al, 2015, Factors Associated with Medication Nonadherence

Black, J.M & Hawks, J.H. 2005. Medical surgical nursing: clinical magament for
th
positive outcomes. 7 Edition. St. Louis: Elsevier Saunders

Budiman, Arif dkk (2013), Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Berobat


Pasien yang Diterapi dengan Temoxifen Setelah Operasi Kanker
Payudara, Vol.2, No.1, Tahun 2013, Hal 20-24.

Bustan, 2007, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Rineka Cipta, Jakarta


Cho, Su-Jin, Jinhyun Kim, Factors Associated With Nonadherence to
Antihypertensive Medication, Vol 16, Tahun 2014, Hal 461-467.

Chunfang Qiu, Michelle A. Williams, Wendy M. Leisenring, at. al., 2003.


Family History of Hypertension. North Seattle: American Heart
Association, Inc;41:408.

Dirksen, S.R., Heitkemper, M.M & Lewis, S.M., 2000. Melinicdical Surgical
nursing: assessment and management of clinical problems, USA : Mosby.

Departemen Kesehatan RI, 2013, Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana


Penyakit Hipertensi, Jakarta: Direktorat pengendalian penyakit tidak
menular.

Dinas Pendidikan Nasional, 2003, Undang-Undang No. 20 tentang Sistem


Pendidikan Nasional, Jakarta: DepDikNas.

Djuhaeni, Henni, 2007, Asuransi Kesehatan dan Managed Care, Universitas


Padjadjaran, Bandung.

Radecki Thomas E. J.D., 2000. Hypertension: Salt is a Major Risk Factor.


USA: J Cardiovasc, Feb;7(1); 5-8.

Sheps, Sheldon G. 2005. Mayo Clinic Hipertensi Mengatasi Tekanan Darah


Tinggi. Jakarta : PT. Intisari Mediatama
36

Suheni, Yuliana. 2007. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Dengan


Kejadian Hipertensi pada Laki-Laki Usia 40 Tahun ke Atas Di Badan
Rumah Sakit Daerah Cepu. Skripsi. Fakultas Ilmu Olahraga Jurusan Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas negeri Semarang

Suryati, Atih. 2005. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya


Hipertensi Essential Di Rumah Sakit Islam Jakarta Tahun 2005. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan Vol 1 NO.2, Juli 2005 : 183-193

Suyono, Slamet dkk. 2001. Hipertensi Primer. In : Susalit, dkk (ed). Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Windarti, Maria Immaculata. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern.
Yogyajarta : Kanisius

LAMPIRAN
Riwayat
Jenis Riwayat Mengkonsumsi Riwayat Riwayat Hipertensi Dalam
Nama Usia Kelamin Merokok Pekerjaan Makanan Asin Pendidikan Keluarga
S 68 L Tidak Petani Ya Sd Ya
S 45 P Tidak IRT Tidak Sd Ya
R 50 P Ya Petani Ya Sd Ya
K 51 P Tidak IRT Tidak Sd Ya
37

T 48 P Tidak Petani Tidak Sd Ya


S 51 P Tidak Petani Tidak Sd Ya
M 68 L Ya Petani Ya Sd Ya
S 55 P Tidak Dukunbayi Ya Sd Tidak
S 55 L Tidak Petani Ya Sd Tidak
H 39 P Tidak IRT Ya Smp Tidak
K 65 P Tidak IRT Ya Sd Tidak
A 53 P Tidak IRT Tidak Sd Tidak
T 63 P Tidak IRT Tidak Sd Ya
D 60 P Tidak Petani Ya Sd Tidak
K 60 P Tidak Petani Ya Sd Ya
M 58 P Tidak IRT Ya Sd Ya
J 43 P Tidak IRT Ya Sd Ya
H 67 P Tidak IRT Tidak Sd Tidak
W 59 P Tidak IRT Ya Sd Ya
S 58 P Tidak Petani Tidak Sd Tidak
L 45 P Tidak IRT Ya Sd Ya
P 58 L Ya Petani Ya Sd Ya
U 54 L Ya Petani Ya Smp Ya
W 50 P Tidak IRT Ya Smp Ya
J 31 L Tidak Petani Tidak Smp Ya
M 42 P Tidak IRT Ya Sd Ya

You might also like