You are on page 1of 44

MODUL 1

GANGGUAN SIRKULASI

SKENARIO 1

Laki-laki berusia 15 tahun dibawa ke instalasi rawat darurat dengan penurunan kesadaran, akral
dingin, muka tampak pucat, nadi kecil dan hampiir tidak teraba. Riwayat jantung bawaan
sebelum masuk ke IRD. TTV, TD : 70/0 mmHg, Nadi : 40x/menit T : 35,50C, RR : 25x/menit.

A. Kata Kunci
1. Laki-laki Usia 15 tahun
2. Penurunan kesadaran
3. Akral dingin
4. Muka tampak pucat
5. Riwayat jantung bawaan
6. Nadi : 40x/menit, kecil dan hampir tidak teraba
7. TD : 70/0 mmHg
8. T : 35,50C
9. RR : 25x/menit

B. Klasifikasi Kata Kunci


1. Usia 15 tahun merupakan usia yang digolongkan pada usia anak
menurut WHO/depkes.
2. Penurunan kesadaran adalah kondisi dimana penderita tidak mampu
memberikan respon yang normal terhadap stimulus. Penurunan
kesadaran merupakan salah satu kegawatan neurologi yang menjadi
petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai ”final common
pathway” dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas, dan sirkulasi
akan mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Penurunan
kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh
misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh
gangguan ARAS dibatang otak, terhadap formasio retikularis di
thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon. Kesadaran menurun jika
terjadi :
a. Gangguan pada ARAS(ascending reticular activating system)
b. Gangguan pada korteks serebri yang merupakan pengolah kesadaran
c. Sel neuron korteks tak dapat digalakkan
d. Gangguan metabolisme neurondi SSP
e. Gangguan suplai oksigen danglukosa ke otak
3. Akral dingin merupakan suatu kaadaan ujung-ujuang ekstermitas teraba
dingin yang bisa disebabkan oleh pasokan darah di perifer yang
berkurang atau dapat disebebkan karena factor lingkungan (suhu).
Penyebab dari akral dingin adalah karena sirkulasi darah yang kurang
baik. Akibatnya aliran darah tidak sampai ke tangan ataupun kaki dengan
cukup sehingga tidak mampu menjaga kehangatan pada daerah tersebut.
Akral dingin juga bisa di sebabkan karena faktor lingkungan, misalnya
suhu udara atau cuaca yang dingin sehinga mengakibatkan tangan dan
telapak kaki terasa dingin. Akral dingin terjadi karena sirkulasi darah
yang kurang baik sehingga mengakibatkan aliran darah tidak sampai ke
ujung-ujung jaringan perifer.
4. Muka pucat merupakan kondisi wajah atau muka terlihat lebih putih
dari biasanya. Penyebab muka pucat karena tubuh kurang mendapat
asupan vitamin dan mineral yang cukup dan kurangnya perfusi jaringan
ke feriver serta kurangnya hemoglobin (HB) dalam darah
5. Riwayat jantung bawaan adalah adanya gangguan pada katup jantung
pada saat proses pembentukan jantung pada saat janin masih didalam
kandungan.

C. Core Problem
Dari kasus diatas maka dapat kami simpulkan bahwa penyakit tesebut
adalah Syok Kardiogenik karena adanya penurunan kesadaran, akral dingin,
muka tampak pucat, nadi kecil dan hampir tidak teraba Nadi : 40x/menit
T:35,50C.
D. Pertanyaan penting
A. SYOK
1. Apa yang dimaksud dengan syok ?
2. Bagaimana patofiologi terjadinya syok ?
3. Apa saja tahapan pada syok ?
4. Bagaimana cara penanganan syok ?
5. Bagaimana monitoring terhadap syok ?
B. SYOK KARDIOGENIK
6. Apa pengertian dari syok kardiogenik ?
7. Apa penyebab,terjadinya syok kardiogenik ?
8. Apa tanda dan gejala terjadinya syok kardiogenik ?
9. Bagaimana patofisiologi terjadinya syok kardiogenik ?
10. Apa saja prosedur diagnostic pada syok kardiogenik ?
11. Apa Komplikasi yang dapat terjadi pada syok kardiogenik?
12. Tuliskan intervensi terapeutik syok kardiogenik!
13. Asuhan keperawatan secara konsep syok kardiogenik meliputi:
a. Pengkajian primer dan sekunder syok kardiogenik
b. Penetapan diagnosa keperawatan syok kardiogenik
c. Perencanaan keperawatansyok kardiogenik
1) Diagnosa prioritas
2) Tujuan dan kriteria hasil
3) Intervensi
14. Buatlah asuhan keperawatan pada skenario!
C. Apa saja jenis-jenis dari syok
D. Hasil – hasil penelitian tentang syok

E. Jawaban Pertanyaan
A. SYOK
1. Apa yang dimaksud dengan syok ?

Syok dapat didefinisikan sebagai sindrom klinis yang diakibatkan


dari perfusi jaringan yang tidak adekuat. Meskipun kemajuan klinis
dalam metode diagnostik dan pengobatan, angka kematian akibat syok
tetap tinggi. Perawat gawat darurat memiliki peran penting dalam
pengenalan dini, diagnosis, dan pemberian intervensi yang tepat waktu
untuk pasien yang datang ke ugd dengan kasus syok. (Morton, Fontaine,
Hudak, & Gallo, 2013)

2. Bagaimana patofiologi terjadinya syok ?

Patofisiologi (Morton, Fontaine, Hudak, & Gallo, 2013)

Syok dapat diklasifikasikan berdasaran penyebeb, perfusi jaringan


yang tidak adekuat :

a) Syok hipovolemik : perfusi jaringan yang tidak adekuat akibat


volume sirkulasi yang tidak adekuat.
b) Syok kardiogenik : perfusi jaringan yang tidak adekuat akibat
kegagalan pompa jantung.
c) Syok distributif : perfusi jaringan yang tidak adekuat yang
dihasilkan dari distribusi yang tidak normal pada darah.
d) Syok obstruktif : perfusi jaringan yang tidak akibat obstruksi aliran
darah.
Serangkaian proses fisiologis dan proses penurunan kondisi klinis
secara drastis yang sama terjadi semua jenis syok. Ketidakseimbangan
antara kebutuhan tubuh akan oksigen dan supply oksigen ke seluruh
jaringan akan mengakibatkan gangguan metabolisme, pada tingkat sel.
Serangkaian proses fisiologis yang fatal mengakibatkan terjadinya ondisi
sebgai berikut :
a) Akumulasi racun (toxin) dan produk pembuangan sel yang
berdampak pada injury, inflamasi, dan kematian sel.
b) Metabolisme anaerobik yang menyebabkan produksi asam laktat
dan produksi hanya 8 molekul adenosin trisofat (ATP) (pada kondisi
sebaliknya, dengan metabolisme aerobik diproduksi 30 molekul
ATP).
c) Trombosis mikrovaskular dan penurunan dari faktor
pembua(clotting factors).
d) Hasil akhirnya adalah kegagalan pada multiple organ dan kematian
yang tida dapat dihindari tiba-tiba pada pasien.
3. Apa saja tahapan terjadinya syok ?

Tahapan syok (Morton, Fontaine, Hudak, & Gallo, 2013)

Perkembangan fisiologis syok dapat dikategorikan menjadi 3 tahap:


terkompensasi atau compensated, tidak terkompensasi/Uncompensated
(progresif), dan irreversible atau syok yang sulit dipulihkan (sulit diatasi
atau refractory).

a. Syok terkompensasi ( compensated shock)


Pada tahap terompensasi, presentasi klinis dari syok
mencerminkan respon sistem saraf simpatik terhadap penurunan
perfusi jaringan. Mekanisme konpensasi biasanya cukup efektif dan
dokter/klinisi mungkin tidak mengenali perkembangan syok. respon
fisiologis yang terlihat selama tahap syok terkompensasi.

RESPONS FISIOLOGIS SELAMA SYOK TERKOMPENSASI

FISIOLOGIS RESPONS
Sistem saraf simpatis (SNS)
 Baroceptors mengaktifkan SNS yang  Peningkatan denyut jantung
dipicu oleh penurunan tekanan  Peningkatan kontraksi
 Pelepasan epinephrine dan jantung
norephineprine  Peningkatan tekanan darah
 Vasokontriksi meredistribusi darah ke
jantung dan otak
Sistem Renin-Angiotensin-Aldosterone
 Aliran darah menurun ke ginjal akan  Penurunan output urine
mengaktifkan sekresi angiotensin I  Peningkatan tonus
 Angiotensin I diubah menjadi angiotensin pembuluh darah dan volum
II di paru-paru darah
 Angiotensin II mnyebabkan  Tekanan darah meningkat
Vasokontriksi dan pelepasan aldosteron  Peningkatan darah kembali
dari adrenal ke jantung
 Aldosteron meningkatkan natrium dan air  Peningkatan curah jantung
reabsorbsi di tubulus
Antidiuretic hormon (ADH)
 ADH disekresi oleh hipofisis posterior  Peningatan tekanan darah
dalam merespons hipovolemia  Peningkatan curah jantung
 Pemicu reabsorbsi ginjal natrium dan air  Penurunan output urine
pertukaran cairan intraseluler
 Penurunan volume intravaskular  Peningkatan tekanan darah
menyebabkan cairan berpindah dari  Peningkatan curah jantung
intraseluler ke intravaskular
 Peningkatan volume intavaskular, darah
kembali ke jantung, curah jantung, dan
aliran darah
b. Syok tidak terkompensasi ( Uncompensated shock)
Ketika mekanisme kompensasi tidak lagi mampu mempertahankan
perfusi jaringan yang adekuat, kondisi klinis psien mulai memburuk. Tanda
dan gejala menunjukan kegagalan mekanisme kompensasi dan pergeseran
konsisi syok ketahap lanjut.
RESPONS FISIOLOGIS SELAMA SYOK YANG TIDAK TERKOMPENSASI

FISIOLOGIS RESPONS
Perubahan permeabilitas kapiler
 Kebocoran cairan dan protein dari  Edema
ruang vaskuler ke dalam ruang  Penurunan volume intravaskular
intersitial
yang menyebabkan penurunan
takanan darah dan perfusi jaringan
Insuficience depression
 Peningkatan laju pernapasan atau
 Edema intertisial paru takipnea
 Ventilasi dan prfusi  Ronki seluruh bidang paru-paru
 Dyspnea
Cardiac depression
 Penurunan aliran balik vena ke  Tekanan darah menurun
jantung  Peningkatan denyut jantung
 Penurunan curah jantug dari iskemi  Penurunan denyut perifer
organ vital  Disritmia jantung
Hipoperfusi jaringan
 Vasokontriksi menyebabkan  Penurunan output urine
iskemia dari organ non-vital, ginjal,  peningkatan serum laktat
usus dan kulit  SvO2 < 65 %
 Peningkatan defisit basa
 Kulit dingin, kualitas dari denyut
perifer, kapiler refill tertunda
Respons neurologis
 Aliran darah ke otak berkurang  perubahan status mental

c. Syok sulit dipulihkan (Irreversible shock)


Syok irreversible, atau refractory ( sukar dipulihkan ) adalah
fase syok yang menunjukan perubahan syok ketahap lanjut dimana
terjadi kematian sel, jaringan, dan kematian organ. Pasien dengan
syok irreversible mengalami disfungsi multiple organ, tidak responsif
bahan terhadap treatmen yang agresif, dan dampaknya kematian tidak
terhindarkan.

4. Bagaimana cara penanganan syok ?


Langkah pertolongan pertama dalam menangani syok menurut
Alexander R H, Proctor H J. Shock., (1993 ; 75 – 94)
1. Posisi Tubuh
a. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara
umum posisi penderita dibaringkan telentang dengan tujuan
meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.

b. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita


jangan digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali
untuk menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk
memberikan pertolongan pertama seperti pertolongan untuk
membebaskan jalan napas.

c. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka,


atau penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi
tubuh (berbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari
rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh
muntah atau darah. Penanganan yang sangat penting adalah
meyakinkan bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk menghindari
terjadinya asfiksia.

d. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang


datar atau kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala
lebih rendah dari bagian tubuh lainnya.
e. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya
penderita dibaringkan dengan posisi telentang datar.

f. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan


penderita telentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga
aliran darah balik ke jantung lebih besar dan tekanan darah
menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar
bernafas atau penderita menjadi kesakitan segera turunkan
kakinya kembali.

2. Pertahankan Respirasi
a. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau
muntah.
b. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu
jalan nafas (Gudel/oropharingeal airway).
c. Berikan oksigen 6 liter/menit
d. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan
pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT.
3. Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi,
tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).

5. Bagaimana monitoring terhadap syok ?


Monitoring pasien syok (Morton, Fontaine, Hudak, & Gallo, 2013)
- Intervensi awal untuk menstabilkan pasien syok berfokus pada
memastikan jalan napas, pernapasan dan sirkulasi adekuat.
- Mengidentifikasi etiologi dan tahapan syok akan membantu
menentukan program pengobatan yang tepat.
- Pengkajian berkelanjutan dari irama jantung, denyut nadi, frekuensi
pernapasan dan pulse oximetry, dan tekanan darah arteri sangat
penting pada semua pasien yang diduga diagnosis syok.
- Mengkaji kecenderungan perubahan tanda-tanda vital dan
mengidentifikasi perubahan fisiologis awal sangat penting.
- Mean arterial pressure/MAP (rata-rata tekanan arteri) dapat
memberikan indikasi yang lebih baik dari perfusi daripada tekanan
sistolik atau diastolik. Dalam keadaan syok, tujuannya adalah untuk
menjaga MAP diatas 60 mmHg.
- Insersi dari arterial line (pemasangan arteri line/abocath diarteri
untuk mengukur blood pressure) seringkali diperlukan untuk
secara akurat melacak pengukuran BP, perawat perlui awalnya
menghubungkan tekanan intraarterial dengan tekanan cuff

formula untuk secara manual menghitung rata-rata tekanan arteri


(MAP): (tekanan sistolik + [ tekanan diastolik])/3
 Urin output merupakan indikator perfusi organ vital yang dapat
diandalkan dalam penilaian berkelanjutan dari pasien syok.
 Perfusi kulit dinilai malalui kulit nadi, suhu dan kelembaban kulit,
dan capillary refill.
 Tingkat kesadaran terus dimonitor sebagai indikator perfusi serebral
 Pemantauan hemodinamik invasif dapat dimulai di UGD.
 Tekanan vena sentral (CVP) memberian indikasi preload sisi kanan;
tekanan darah arter pulmonalis mencerminkan preload sisi kiri.
 Selain itu tingkat saturasi campuran darah vena (mixed venous
saturation levels), yang diambil dari central lines/kateter di vena
sentral (SvO2) atau kateter arteri pulmonalis (SvO2), dapat diperoleh
untuk menilai jumlah oksigen yang diekstraksi dari darah oleh
jaringan, jika SvO2 kurang dari 60% menunjukkan hipoperfusi.
 Pengukuan defisit basa (base deficit) dan level laktat, juga parameter
penting untuk dimonitor.
defisit basa lebih besar dari – 4 mEq/L atau tingkat serum laktat
lebih besar dari 4,0 mmol/L menunjukkan hipoperfusi jaringan yang
luas

B. SYOK KARDIOGENIK
6. Apa pengertian dari syok kardiogenik ?
Pengertian/definisi
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri
atau gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami
kerusakan yang luas. Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,
menimbulkan penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak
adekuat ke organ vital (jantung, otak, ginjal). Derajat syok sebanding
dengan disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya
sering terjadi sebagai komplikasi MI, namun bisa juga terajdi pada
temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati dan disritmia. (Brunner &
Suddarth, 2001)
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung
yang tidak adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik
jantung, manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi
yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran
Dorland, 1998)

7. Apa penyebab,terjadinya syok kardiogenik ?


Etiolgi
Penyebab syok kardiogenik meliputi berikut ini :
a. Infark Miokard (MI) atau Iskemia
1) MI adalah penyebab paling umum terjadi syok kardiogenik,
terutama dengan masalah dinding anterior ventrikel kiri.
2) syok kardiogenik umumnya adalah hasil dari hilangnya lebih dari
40% dari fungsi otot jantung.
3) Papillary muscle robek atau rupture septum ventrikel yang
merupakan gejala sisa dari MI akut yang menyebabkan syok
kardiogenik.
4) Infark ventrikel kana dapat mnyebabkan syok kerdiogenik lebih
sering memberikan mkontribusi daripada merubah level syok pada
situasi tersebut.
b. Blunt cardiac trauma
c. Distrimia jantung yang berkelanjutan
d. Disfungsi katup jantung katup
e. kardiomiopati akut

8. Apa tanda dan gejala terjadinya syok kardiogenik ?


Tanda dan Gejala
Kebanyakan pasien dengan syok kardiogenik memiliki gejala yang
sama dengan MI akut. Manifestasi klinis syok kardiogenik
mencerminkan gagal jantung dan perfusi yang tidak adekuat dan sering
dikaitkan dengan gejala iskemia jantung akut.
a. Nyeri dada iskemik atau angina equivalents
b. Sumbatan paru termasuk takipnea, ronki dan kemungkinan edema
Frank.
c. Sinus takikardia dan distrimia jantung lainnya.
d. S3 bunyi hati
e. Tingkat perubahan kesadaran
f. Pucat, dingin, kulit lembab dan dingin dengan tertunda kapiler
waktu isi ulang.
g. Output urine minimal (kecil)
h. Hipotensi (tekanan darah sistolik <90 mmHg atau penurunan MAP
30 mmHg)

9. Bagaimana patofisiologi terjadinya syok kardiogenik ?


Patofisisologi (Morton, Fontaine, Hudak, & Gallo, 2013)
Patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah depresi
kontraktilitas miokard yang mengakibatkan penurunan curah jantung,
tekanan darah rendah, insufisiensi koroner, dan selanjutnya terjadi
penurunan kontraktilitas dan curah jantung. Syok kardiogenik ditandai
dengan gangguan fungsi ventrikel kiri, yang mengakibatkan gangguan
berat pada pefusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Yang
khas pada syok kardiogenik oleh infark miokardium akut adalah
hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri. Selain dari
kehilangan masif jaringan otot ventrikel kiri juga ditemukan daerah-
daerah nekrosis fokal diseluruh ventrikel. Nekrosis fokal diduga
merupakan kibat dari ketidakseimbangan yang terus-menerus antara
kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Pembuluh koroner yang
terserang juga tidak mampu meningkatkan aliran darah secara memadai
sebagai respon terhadap peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen
jantung oleh aktivitas respon kompensatorik seperti perangsangan
simpatik. Sebagai akibat dari proses infark, kontraktilitas ventrikel kiri
dan kinerjanya menjadi sangat terganggu.
Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu
menyediakan curah jantung yang memadai untuk mempertahankan
perfusi jaringan. Maka dimulailah siklus berulang. Siklus dimulai dengan
terjadinya infark yang berlanjut dengan gangguan fungsi miokardium.
Gangguan fungsi miokardium yang berat akan menyebabkan
menurunnya curah jantung dan hipotensi arteria. Akibatnya terjadinya
asidosis metabolik dan menurunnya perfusi koroner, yang lebih lanjut
mengganggu fungsi ventrikel dan menyebabkan terjadinya aritmia.

10. Apa saja prosedur diagnostic pada syok kardiogenik ?


Prosedur Diagnotik (Morton, Fontaine, Hudak, & Gallo, 2013)
a. Elektrokardiogram (EKG) mungkin menunjukan perubahan imdikasi
iskemia miokard, cedera atau infark.
b. rontgen dada menunjukan sumbatan paru; juga dapat mendeteksi
kemungkinan penyebab lain syok.
c. Gas darah arteri untuk mengidentifikasi hipoksia atau asidosis
d. Ekokardiogaram untuk mengidentifikasi penyebab structural dari
syok kardiogenik
e. Hitungan darah lengkap/ Complete blood count (CBC) dan hitung
trombosit untuk mengidentifikasi kenungkinan koagulasi.
f. Laboratorium rutin darah ( elektrolit, ginjal dan hati tes fungsi) untuk
menilai fungsi organ vital.
g. Tingkat-tinggi serum laktat dihadapan hipoperfusi jaringan
h. Nilai SvO2 < 65%
i. Peningkatan tekanan jantung bagian kiri (PAP, PAOP) jiak kateter
arteri pulmonary dimasukkan.

11. Apa Komplikasi yang dapat terjadi pada syok kardiogenik?

Beberapa komplikasi syok kardiogenik: (Morton, Fontaine, Hudak, &


Gallo, 2013)
1. Henti jantung
2. Disritmia
3. Gagal ginjal
4. Kegagalan multiorgan
5. Aneurisma ventrikel
6. Sekuele tromboembolik
7. Stroke
8. Kematian

12. Tuliskan intervensi terapeutik syok kardiogenik ?


Intervensi Terapeutik (Morton, Fontaine, Hudak, & Gallo, 2013)
Manajemen pasien syok kardiogenik berfokus pada mengurangi
beban kerja jantung dan meningkatakan kontraktilitas miokard.
Intervensi spesifik adalah sebagai berikut :

a. Manajemen jalan napas, termasuk kemungkinan intubasi endotrakeal


dan ventilasi mekanik.
Positif tekanan akhir ekpirasi (PEEP) dapat digunakan jika
pasien adalah edema paru.
b. Mengurangi beban kerja jantung dengan menggunakan preload.
Paling sering beban kerja jantung dapat diminimalkan dengan
mengurangi preload (venus return ke jantung) menggunakan berikut:
1) Posisikan pasien pada posisi semi-fowler atau fowler
2) Berikan vasodilatasi agen seperti nitrogliserin atau diuretic.
3) Hasil pemberian sulfat morfin di vasodilatasi.
c. Dalam beberapa kasus, preload mungkin perlu hati-hati denfan
tantangan cairan IV.
Pasien yang mengalami infark ventrikel kanan, preload
tergantung dan perlu pemberian cairan utnuk meningkatkan aliran
balik vena ke sisi kanan jantung.
d. Mengurangi beban kerja jantung dengan menurunkan resistensi
ventrikel untuk mengatasi pengeluaran volume darah (afterload).
Infus IV berkelanjutan dari hasil nitrogliserin di vasodilatasi,
penurunan resistensi sistemik vascular (afterload), dan arteri BP.

Nitroprusside adalah arteriol melebarkan obat ampouh yang dapat


dihunakan untuk mngurangi afterload.
1) Meningkatkan krontraktilitas dengan agen inotropic positif
dobutamin.
2) Dukungan fungsi jantung dan meningkatkan kontraktilitas dan
perfusssssi arteri coroner dengan pompa balon intraaortic (IABP).
3) Kateterisasi jantung dan angioplasty mungkin diperlukan untuk
meningkatkan perfusi miokard dan meningkatkan kontraktilitas.
4) Perlakuan distrimia jantung.

13. Asuhan keperawatan secara konsep syok kardiogenik meliputi:


a. Pengkajian primer dan sekunder syok kardiogenik
b. Penetapan diagnosa keperawatan syok kardiogenik
c. Perencanaan keperawatansyok kardiogenik
4) Diagnosa prioritas
5) Tujuan dan kriteria hasil
6) Intervensi

a. Pengkajian syok kardiogenik


1. Primary Survey
 Dangers
 Kaji kesan umum: observasi keadaan umum klien
 Bagaimana kondisi saat itu
 Kemungkinan apa yang terjadi
 Bagaimana mengatasinya
 Pastikan penolong selamat dari bahaya
 Hindarkan bahaya susulan menimpa orang-orang disekitar
 Segera pindahkan korban, jangan lupa menggunakan alat
pelindung diri.
 Respons
Kaji respon/kesadaran dengan metode AVPU
 A (alert) : berespon terhadap lingkungan sekitar/sadar terhadap
kejadian yang dialaminya.
 V (verbal) : berespon terhadap pertanyaan perawat
 P ( paintfull) : berespon terhadap rangsangan nyeri
 U (unrespon) : tidak berespon terhadap stimulus verbal dan
nyeri
Cara pengkajian:
 Observasi kondisi klien saat datang
 Tanyakan nama klien
 Lakukan penepukan pundak / penekanan daerah sternum
 Lakukan rangsangan nyeri misalnya dengan mencubit
 Airway
 Look, listen, feel untuk mendeteksi jika terdapat obstruksi
jalan nafas
 Buka jalan napas, yakinkan adekuat
 Bebaskan jalan nafas dengan proteksi tulang cervikal dengan
menggunakan teknik head tilt/chin lift/jaw trust, hati-hati pada
korban trauma
 Cross finger untuk mendeteksi sumbatan pada daerah mulut
 Finger sweep untuk membersihkan sumbatan pada daerah
mulut
 Suctioning bila perlu
 Breathing
 Look, listen, feel udara yg keluar dr hidung/mulut, apakah ada
pertukaran hawa panas yang adekuat, frekuensi nafas, kualitas
nafas, keteraturan nafas atau tidak.
 Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman) RR <
100 x/mnt gangguan depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal.
 Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu
pernafasan, efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
diafragma, retraksi sterna.
Untuk menilai kecukupan alat pernapasan, amati :
 Amati tanda-tanda deviasi trakea, distensi vena jugularis (JVD)
 Palpasi untuk Krepitus tulang, udara subkutan atau lunak
 Auscultasi untuk menilai masuknya udara, simetri, suara
adventitial (crackles, mengeluarkan bunyi dan menggosok),
dan
 Perkusi, jika perlu, untuk hyperresonance di setiap sisi.
 Circulation
 lihat adanya pendarahan eksterna/ interna
 Hentikan pendarahan eksterna dengan Rest, Ice Compress,
Elevasi
 Perhatikan capillary refill time, nadi, sianosis,pulsus arteri
distal
 Disability
Ditujukan untuk mengkaji kondisi neuromuscular klien:
Tingkat kesadaran :
 Kuantitatif : compos mentis, samolen, apatis, delirium,
sporo coma, coma.
 Kualitatif : GCS (E,M,V)
Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh penurunan
perfusi ke otak atau perlukaan oleh otak sendiri. Perubahan
kesadaran akan dapat mengganggu airway serta breathing yang
seharusnya sudah diatasi terlebih dahulu. Penggunaan obat-
obatan serta alkohol dapat mengganggu tingkat kesadaran
penderita. Inspeksi ukuran dan reaksi pupil, dimana pupil yang
tidak sama besar (anisokor) kemungkinan menandakan lesi
masa intrakranial (pendarahan).
 Eksposure
 Menbuka baju pasien secara keseluruhan mugkin diperukan
untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh dan memastikan
bahwa detail yang penting tidak terlewatkan (Smit 2003)
 Memeriksa dan meraba bagian belakang untuk kelainan,
menggunakan tindakan pencegahan tulang belakang leher jika
ada kemungkinan trauma. Juga, periksa kulit untuk ruam, lesi
jelas lainnya dan tanda-tanda trauma
 Mengukur suhu rektal untuk mengetahui apakah terjadi
hipotermi atau hypertermi ,dimana kehilangan panas harus
diminimalkan.
2. Secondary Survey
Pengkajian sekunder dilakukan setelah pengkajian primer
teratasi dengan baik. Pengkajian sekunder dilakukan secara Head
to Toe pada klien, meliputi:
 Anamnesis
pemeriksaan kondisi umum secara menyeluruh
Posisi saat ditemukan
Keadaan umum/keluhan umum
Trauma /kelainan
Keadaan kulit
 Pengkajian “SAMPLE”

Riwayat SAMPLE didapatkan dari penderita, keluarga ataupun


petugas pra-RS yaitu:
 S : sign and symtoms (tanda dan gejala yang
dirasakan klien)
 A : allergies (alergi yang dipunyai klien)
 M : medications (obat yang diminum klien untuk
mengatasi
masalah)
 P : past illnes (penyakit sebelumnya yg diderita)
 L : last meal (makanan/minuman terakhir , apa dan
kapan)
 E : events (pencetus/kejadian penyebab keluhan)

 Pengkajian Head to Toe (pemeriksaan fisik)


 Kepala dan leher
o Rambut dan kulir kepala : pendarahan,
pengelupasan,perlukaan, penekanan.
o Telinga : perlukaan, darah, cairan.
o Mata : perlukaan, pembengkakan, perdarahan,refleks
pupil, kondisi kelopak mata, adanya benda
asing,pergerakan abnormal.
o Hidung : perlukaan, darah, cairan, nafas cuping
hidung,kelainan anatomi akibat trauma.
o Mulut : perlukaan, darah, muntahan, benda asing, gigi,
bau, dapat membuka mulut /tidak.
o Bibir : perlukaan, stabilitas, krepitus .
o Kulit : perlukaan basah/kering, darah,suhu,warna.
o Leher : perlukaan, bendungan vena, deviasi trakea, spasme
otot, stoma,stabilitas tulang leher.
 Dada
o Flail chest, nafas diafragma, kelainan bentuk, tarikan antar
iga,nyeri tekan,perlukaan , suara ketuk/perkusi, suara
nafas.
 Abdomen
o Perlukaan, distensi, tegang, kendor, nyeri takan, undulasi

 Vertebra

o Kelainan bentuk, nyeri tekan, spasme otot.


 Pelvis/genitalia

o perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi,inkontinensia.

 Ekstremitas

o Perlukaan, angulasi, hambatan pergerakan, gangguan rasa,


bengkak,denyut nadi,warna luka.

b. Diagnosa keperawatan syok kardiogenik


a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran
gas ditandai dengan sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan,
batuk-batuk.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
gangguan aliran darah sekunder P akibat gangguan vaskuler
ditandai dengan nyeri, cardiac out put menurun, sianosis, edema
(vena).
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
dan spasme reflek otot sekunder akibat gangguan viseral jantung
ditandai dengan nyeri dada, dispnea, gelisah, meringis.
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
supley oksigen dan kebutuhan (penurunan / terbatasnya curah
jantung) ditandai dengan kelelahan, kelemahan, pucat.
c. Perencanaan dari syok kardiogenik
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas
ditandai dengan sesak nafas, gangguan frekwensi pernafasan,
batuk-batuk
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x 24 jam diharapkan pola
nafas efektif
Kriteria hasil :
 Klien tidak sesak nafas
 Frekwensi pernafasan normal
 Tidak ada batuk-batuk
Intervensi :
1. Evaluasi frekwensi pernafasan dan kedalaman. Catat upaya
pernafasan, contoh adannya dispnea, penggunaan obat bantu
nafas, pelebaran nasal R/ Respon pasien berfariasi. Kecepatan
dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, takut, demam,
penurunan volume sikulasi (kehilangan darah atau cairan),
akumulasi secret, hipoksia atau distensi gaster. Penekanan
pernapasan (penurunan kecepatan) dapat terjadi dari pengunaan
analgesik berlebihan. Pengenalan disini dan pengobatan
ventilasi abnormal dapat mencegah komplikasi
2. Auskultasi bunyi nafas. Catat area yang menurun atau tidak
adannya bunyi nafas dan adannya bunyi nafas tambahan, contoh
krekels atau ronki. R/ Auskultasi bunyi napas ditujukan untuk
mengetahui adanya bunyi napas tambahan.
3. Kolaborasi dengan beriakan tambahan oksigen dengan kanula
atau masker sesuai indikasi. R/ Meningkatkan pengiriman
oksigen ke paru-paru untuk kebutuhan sirkulasi, khususnya
adanya penurunan/ gangguan ventilasi
b. Ketidakefektifan ferfusi jaringan perifer berhubungan dengan
gangguan aliran darah sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai
dengan nyeri, cardiac out put menurun, sianosis, edema (vena)
Tujuan : Setelah diberikan askep 3x24 jam diharapkan perfusi
jaringan perifer efektif.
Kriteria hasil :
 Klien tidak nyeri
 Cardiac out put normal
 Tidak terdapat sianosi
 Tidak ada edema (vena)
Intervensi :

1) Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin, atau lembab. Catat


kekuatan nadi perifer.

R/ Vasokontriksi sistemik diakibatkan karena penurunan curah


jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan
penurunan nadi.
2) Dorong latihan kaki aktif atau pasif, hindari latihan isometrik

R/ Menurunkan statis vena, meningkatkan aliran balik vena dan


menurunkan resiko tromboflebis.

3) Kalaborasi

 Pantau data laboratorium,contoh : GBA, BUN, creatinin,


dan elektrolit
R/ Indikator perfusi atau fungsi organ
 Beri obat sesuai indikasi: heparin atau natrium warfarin
(coumadin)
R/ Dosis rendah heparin mungkin diberika secara
profilaksis pada pasien resiko tinggi dapat untuk
menurunkan resiko trombofleblitis atau pembentukan
trombusmural. Coumadin obat pilihan untuk terapi anti
koangulan jangka panjang/pasca pulang
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
dan spasme refleks otot sekunder akibat gangguan viseral jantung
ditandai dengan nyeri dada, dispnea, gelisah, meringis
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x24 jam, diharapkan
pasien merasa nyaman
Kriteria hasil :
 Tidak ada nyeri
 Tidak ada dispnea
 Klien tidak gelisah
 Klien tidak meringis
Intervensi :

1) Pantau atau catat karekteristik nyeri, catat laporan verbal,


petunjuk non verbal dan repon hemodinamik ( contoh:
meringis, menangis, gelisah, berkeringat, mengcengkram dada,
napas cepat, TD/frekwensi jantung berubah)

R/ Mengetahui tingkat nyeri agar dapat mengetahui


perencanaan selanjutnya
2) Bantu melakukan teknik relaksasi, misalnya napas dalam
perlahan, perilaku diskraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi

R/ Membantu dalam menurunan persepsi atau respon nyeri.


Memberikan kontrol situasi, meningkatkan perilaku positif.

3) Kolaborasi

 Berikan obat sesuai indikasi, contoh: analgesik, misalnya


morfin, meperidin (demerol)
R/ meskipun morfin IV adalah pilihan, suntikan narkotik
lain dapat dipakai fase akut atau nyeri dada beulang yang
tidak hilang dengan nitrogliserin untuk menurunkan nyeri
hebat, memberikan sedasi, dan mengurangi kerja miokard.
Hindari suntikan IM dapat menganggu indikator diagnostik
dan tidak diabsorsi baik oleh jaringan kurang perfusi
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan
suplay oksigen dengan kebutuhan (penurunan atau terbatasnya
curah jantung) ditandai dengan kelelahan, kelemahan, pucat)
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x24 jam, diharapkan
pasien dapat melakukan aktifitas dengan mandiri
Kriteria hasil :
 Klien tidak mudah lelah
 Klien tidak lemas
 Klien tidak pucat
Intervensi :

1) R/ Hipertensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena


Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas,
khususnya bila pasien menggunakan vasolidator, diuretik,
penyekat beta

efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan, (diuretik) atau


pengaruh fungsi jantung

2) Catat respon kardio pulmonal terhadap aktivitas, catat


takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat, pucat
R/ Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk
meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas, dapat
menyebabkan peningkatan segera pada frekwensi jantung dan
kebutuhan oksigen, juga meningkatkan kelelahan dan
kelemahan

3) Kaji presipitator atau penyebab kelemahan, contoh pengobatan,


nyeri, obat

R/ Kelemahan adalah efek samping dari beberapah obat (beta


bloker, Trakuiliser dan sedatif). Nyeri dan program penuh stress
juga memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan

4) Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas

R/ Dapat menunjukkan meningkatan dekompensasi jantung


dari pada kelebihan aktivitas

5) Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi,


selingi periode aktivitas dengan periode istirahat

R/ Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa


mempengaruhi stress miokard atau kebutuhan oksigen
berlebihan

6) Kalaborasi

 Impelementasikan program rehabilitasi jantung atau


aktivitas
R/ Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja
jantung atau komsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan
perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila disfusi
jantung tidak dapat membaik kembali

14. Buatlah asuhan keperawatan pada skenario!


 Klasifikasi Data
 Kesadaran menurun
 Akral dingin
 Muka tampak pucat
 Nadi kecil dan hampir tidak teraba
 Ada riwayat jantung
 TTV; TD 70/50 mmHg, N 40 x/menit, S 35,5 ˚C, R 25 x/menit

 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat muncul dari data yang
diperoleh diatas adalah sebagai berikut:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan
pertukaran gas yang ditandai dengan sesak nafas.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas ventrikel sebagai efek sekunder kerusakan sel-sel
miokardium.
3. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
gangguan aliran darah sekunder akibat dari gangguan vaskuler
yang ditandai dengan akral dingin, muka tampak pucat.
 Perencanaan dari syok kardiogenik

Nanda NOC NIC


Domain 4. Setelah dilakukan manajemen jalan
Aktivitas/Istirahat tindakan keperawatan napas: 3140
Kelas 4. Respon selama 3x24 jam maka  buka jalan napas
Kardiovasular/Pulmonal diharapakan pola napas dengan teknik chin
Kode: 00032 pasien menjadi membaik lift atau jaw thrust,
Diagnosa: dengan outcomes: sebagaimana
Ketidakefetifan Pola Status Pernafasan : mestinya
Nafas b/d Hiperventilasi kepatenan jalan napas  posisikan pasien
Defenisi: inspirasi 0410 untuk
dan/atau ekspirasi yang  041004 Frekuensi memaksimalkan
tidak memberi ventilasi pernapasan dari berat ventilasi
adekuat. (1) menjadi sedang  auskultasi suara
Batasan Karakteristik: (3) napas, catat area
 Dispnea  041005 Irama yang ventilasinya
 Penurunan kapasitas pernapasan dari berat menurun atau tidak
vital (1) menjadi sedang ada dan adanya
 Pola napas abnormal (3)
suara tambahan
(misalnya: irama,  041017 Kedalaman Perawatan Gawat
frekuensi, ispirasi dari berat (1)
Darurat 6200
kedalaman) menjadi sedang (3)
 Minta bantuan jika
status pernapasan :
pernapasan tidak
ventilasi 0403
 Kapasitas vital normal dan tidak ada
pernapasan dari berat respon.
(1) menjadi sedang  Buat atau pertahankan
(3) jalan napas.
Domain 4: Setelah dilakukan Perawatan Gawat
Aktivitas/Istirahat tindakan keperawatan Darurat 6200
Kelas 4. Respon selama 3x24 jam out  Aktivkan sitem
Kardiovasular/Pulmonal come yang diharapkan medis dan darurat
Kode: 00029 dari:  Periksa tanda dan
Diagnosa: Penurunan Status Sirkulasi 0401 gejala serangan
Curah Jantung b/d dengan kriteria hasil 1 jantung
gangguan frekuensi dan  040101 tekanan darah  Berikan perawatan
irama jantung. sistol meningkat dari yang tepat sesuai
Defenisi: 70 menjadi 100 dengan usia
Ketidakadekuatan darah  040102 tekanan darah  Mulai tindakan-
yang di pompa oleh diastol meningkat dari tindakan untuk
jantung untuk memenuhi 0 menjadi 40 manajemen syok
kebutuhan metabolik  040103 tekanan nadi  Pantau TTV jika
tubuh. meningkat dari 40 memungkinan dan
Batasan Karakteristik: menjadi 60 tepat
 Bradiardia  040137 saturasi  Pantau tingat
 Dipsnea oksigen meningkat kesadaran pasien.
 Penurunan nadi dari deviasi berat (1)  Pindahkan pasien
perifer menjadi sedang (3). dari lingkungan
 Perubahan tekanan  040151 capillary yang dingin
darah Revile Time (CRT)  Berikan obat sesuai
 Perubahan warna dari berat (1) menjadi kebutuhan.
kulit (misalnya:pucat) sedang (3)
 040154 wajah pucat
dari berat (1) menjadi
sedang (3).
Domain 4 : aktivitas/ Setelah dilakukan Manajemen Syok
istirahat tindakan keperawatan 4250
Kelas 4 : respon selama 3x24 jam out  Monitor tanda-tanda
kardiovaskular / come yang diharapkan vital status mental
pulmonal dari: dan output urine
Kode : 00204 Perfusi Jaringam  Posisikan pasien
Diagnosa : Perifer 0407 dengan untuk mendapatkan
Ketidakefektifan Perfusi kriteria hasil : perfusi yang optimal
Jaringan Perifer b/d  040715 pengisian  Monitor tekanan
Gangguan Aliran Darah kapiler jari dari berat oksimetri sesuai
defenisi : penurunan (1) menjadi sedang kebutuhan
sirkulasi darah ke perifer (3)  Berikan oksigen dan
yang dapat mengganggu  040710 suhu kulit atau ventilasi
ujung kaki dan tangan mekanik sesuai
kesehatan meningkat dari berat kebutuhan
batasan karakteristik : (1) menjadi sedang  Monitor EKG sesuai
 Penurunan nadi (3) kebutuhan
perifer  040730 kekuatan  Monitor timbulnya
 Perubahan denyut nadi karotis gejala gagal napas
karakteristik kulit dari berat (1) menjadi
mis. sedang (3)
Warna,elestilitas,suhu  040732 kekuatan
 Perubahan tekanan denyut brachial dari
darah diekstremitas. berat (1) menjadi
sedang (3)

C. Apa saja jenis-jenis syok ?


Jenis syok
a. Syok hipofolemik
Syok hipofolemik mengacu pada suatu kondisi dimana darah,
plasma atau kehilangan cairan menyebabkan penurunan volume
sirkulasi darah dan cardiac output. Hal ini menyebabkan kegagalan
multiorgan karena perfusi jaringan yang adekuat.

Etiologi
Penyebab umum syo hipofolemik meliputi berikut ini:
1) Trauma tajam
2) Cedera organ padat internal dan perdarahan
3) Ruptur aneurisma abdomen
4) Perdarahan gastrointestinal berat
5) Plasenta previa dan solusio plasenta
6) Ruptur tuba falopi sekunder pada kehamilan ektopik
7) Pangkreatitis akut
8) Asites
9) Luka bakar yang luas
10) Muntah-muntah hebat atau diare hebat

Tanda dan gejala


Pada syok hipovolemik, ukuran kompartemen vaskular
tetap tidak berubah sedangkan volume cairan berkurang. Penurunan
volume intravaskular sebagai akibat penurunan darah vena (venous
return) ke jantung (preload) diikuti oleh penurunan stroke volume dan
cardiac output. Rangkaian ini menunjukkkan penurunan perfusi
jaringan dan gangguan metabolisme sel.
Tubuh merespons terhadap perdarahan akut dengan mengatifkan
semua sistem fisiologis mayor. Tingkat keparahan dari presentasi
kilinis dan intervensi yang diperlukan, sebagian besar ditentukan oleh
jumlah cairan yang hilang atau bergeser dari ruang intravaskular
karena cedera. Kehilangan cairan dapat diperkirakan dengan jenis
injury.
Estimasi kehilangan volume dan penilaian tanda-tanda
vital, produksi urine, dan status mental akan membantu pemberi
layanan kesehatan (perawat dan dokter) dalam menentukan tingkat
keparahan syok hipovolemik. Usia dan kondisi medis sebelumnya
juga berperan dalam keparahan

PENGEMBANGAN SYOK HIPOFOLEMIK


Perdarahan atau penurunan volume cairan intravaskular

Penurunan cardiac output

Penurunan perfusi jaringan

Meanisme kompensasi diaktifkan

Pelepasan epinephrine dan Stimulasi sistem renin-angiotensin-


norephinephrine adosterone

Pelepasan ADH
peningkatan volume darah
Detak jantung meningkat dan Perpindahan cairan intraselular ke
perlawanan sistem vaskular intravaskular
Peningkatan cardiac output

Kegagalan mekanisme kompensasi

cardiac output semakin menurun

 tekanan darah semakin menurun

Semakin menurunnya organ vital

Kegagalan organ multisistem


Tubuh merespons terhadap perdarahan akut dengan mengatifkan
semua sistem fisiologis mayor. Tingkat keparahan dari presentasi kilinis
dan intervensi yang diperlukan, sebagian besar ditentukan oleh jumlah
cairan yang hilang atau bergeser dari ruang intravaskular karena cedera.
Kehilangan cairan dapat diperkirakan dengan jenis injury.Tabel 20-3 berisi
perkiraan kehilangan darah menurut lokasi injuri
ESTIMASI KEHILANGAN DARAH AKIBAT CEDERA
PERKIRAAN KEHILANGAN
CEDERA
CAIRAN DARAH
Fraktur pelvis 3000 mL
fraktur femur 1000mL
fraktur tibia 650mL
cedera intra abdominal 2000mL
cedera torak 2000mL
Data dari emergency nurses association. (2009). Sheehy’s emergency
nursing: Principles and practice (6th ed.). St. Louis, MO: Mosby.
Estimasi kehilangan volume dan penilaian tanda-tanda
peningkatan vital,
volume darah
produksi urine, dan status mental akan membantu pemberi layanan
kesehatan (perawat dan dokter) dalam menentukan tingkat keparahan syok
Peningkatan cardiac output
hipovolemik. Usia dan kondisi medis sebelumnya juga berperan dalam
keparahan respon fisiologis darah. Klasifikasi syok hipovolemik berdasarkan
Kegagalan mekanisme kompensasi
jumlah kehilangan darah dan respon fisiologis.
KLASIFIKASI SYOK HIPOVOLEMIK
KELAS I KELAS II KELAS III KELAS IV

Kehilangan darah (mL) <750 750-1500 1500-2000 output semakin


cardiac menurun
>2000
Kehilangan darah <15% 15%-30% 30%-40% >40%
Denyut (detak per menit) <100 100-120 120-140 >140
Tekanan darah Normal Normal Menurun Menurun
Pernapasan (napas per menit) 14-20 20-30  tekanan
30-40 darah semakin
>35 menurun
Output urine (mL/jam) >30 20-30 5-20 Negligible
Sistem saraf pusat Sedikit cemas Agak cemas Cemas, bingung bingung, letargi
Penggantian cairan Crystalloid Crystalloid Crystalloid dan darah Crystalloid dan darah

Data dari American College of Surgeons committee on trauma. (2008).


ATLS: Advanced trauma life support for doctors student course manual (8
th ed.). chicago , IL: Author.

Poin tambahan untuk dipertimbangan ketika menilai pasien


berpotensi hipovolemik adalah sebagai berikut:
a. Peningkatan denyut jantung yang diharapkan (karena stimulasi
simpatis) mungkin tidak ada atu berkurang pada pasien yang
menggunakan obat beta-blocker.
b. Nilai tekanan darah bukan merupakan indikator terhadap syok.
Vasokontriksi dan peningkatan kontraktilitas miokard (respons
tambahan untuk stimulasi simpatis) dapat mempertahankan tekanan
darah untuk beberapa waktu
c. Pulse pressure (perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik )
merupakan indikator stroke volume; pulse pressure menurun ketika
level keparahan syok pasien meningkat.

Intervensi terapeutik
Manajemen pasien syok hipovolemik diarahkan untuk mencegah
kehilangan cairan lebih lanjut dan memulihkan volume sirkulasi.
Perdarahan berkontribusi terhadap presentase terbesar dari mortality pada
satu jam pertama dan 50 % kematian pada hari pertama setelah trauma.
a. Intervensi untuk syok hipovolemik termasuk manajemen jalan napas
yang agresif. Pasien mungkin memerlukan intubasi endotrakeal dan
ventilasi mekanik. Ventilasi positif pressure (tekanan positif) yang
berlebihan harus dihindari karena dapat mengurangi aliran balik vena
(venous return) ke jantung.
b. Kontrol perdarahan merupakan prioritas pada pasien pada perdarahan
aktif. Tekanan langsung ke area perdarahan tetap merupakakn
intervensi awal yang penting.
c. Dukungan sirkulasi memerlukan resusitasi cairan dengan dua kateter
intravena (IV kateter) dengan lumen yang besar dan infus larutan
kristaloid yang hangat.
1) Memulai dengan IV kristaloid isotonik yang hangat, bolus untuk
pasien dewasa atau 20 mL/ kg untuk pasien pediatrik (anak-anak).
2) Akses intraosseus dapat diindikasikan jika akses perifer tidak
dapat dilakukan atau jika pasien dalam kondisi cardiopulmonary
arrest (cardiac arrest) atau syok berat.
d. Pasang monitor jantung pada pasien dan kaji adanya disritmia
e. Siapkan pasien untuk prosedur diagnostik dan kemungkinan
intervensi surgical, prosedur diagnostik dilakukan secara rutin dapat
mencakup:
1) Serial hemoglobin dan hematokrit
2) Berat jenis urine
3) Serum elektrolit
4) Adar asam laktat (> 4 mmol/L)
5) Meningatnya defisit basa (tingkat normal adalah 2 mEq/L)
6) Computed tomogarafi
7) Radiografi sesuai indikasi untuk menentukan sumber perdarahan
f. Pasang kateter urine dan memonitor keluaran urine perjam
g. Mencegah hipotermia dengan menggunakan selimut hangat,
pemanasan lampu, atau pemanas konveksi.
h. Fiksasi cedera tulang besar untuk stabilitas dan kenyamanan (misal,
femur,pelvis)
i. Pasang selang NGT untuk mengurangi distensi lambun, yang berhubungan
dengan muntah dan aspirasi.
pertimbangkan mempesisikan pasien syok dalam posisi supine dengan
kaki ditinggikan; posisi ini dapat memfasilitasi aliran balik vena ke
jantung. Jangan memposisikan pasien dengan posisi trendelemburg.
Posisi tersebut dapat meningkatkan kinerja jantung, dapat
memperburuk pertukaran gas, dan dapt berdampak aspirasi pada
pasien.

Kristaloid dan Koloid


Perdebatan mengenai airan yang paling tepat untuk resusitasi
pasien hipoolemik teruss berlanjut. Tidak ada keunttungan yang tak
terbantahkan dari koloid lebih dari krisstaloid yang telah ditunjjukkan.
Kritaloid mengembalikan volume secara cepat, mudah didapat dan murah,
dan memiliki insiden efek samping rendah; karena alasan ini kristaloid
umumnya pilihan yang lebih disukai untuk inisiasi resusitasi cairan. Cairan
normal saline (NS) dan ringer laktat (ringer lactated solution) adalah
kristaloid paling umum digunakan. Ringer laktat harus digunakan sseara
bijak, karena dapat mengakibatkan peningkatan kandungan laktat, yang
bisa mengakibatkan tidak ssampai 2 liter secara cepat dan pasien anak
harus menerima bolus sebesar 20mL/kg.
Koloid dapat digunakan setelah resutasi airan awal untuk
mempertahankan olume intravascular lebih lama dari krissaloid dan
dengan demikian memperluas bolume intraaskular ketingkat yang lebih
bessar. Biaya koloid jauh lebih tinggi dari kritaloid dan penggunaannya
dalam resusitasi cairan belum menunjukkan perbaikan terhadap angka
mortalitas.

Penggantian darah
Penggantian olume darah dengan darah lengkap (whole blood),
ssel darah merah (paked red blood cell), fresh frozen plasma (plasma), dan
penggantian darah, merupakan bagian penting dari manajemen syok
hemoragik hipovolemik. Jjenis—spessifik dan crossmathed darh disukai
jika waktu memungkinkan untuk dilakukan pencookan. Dalam kasus
hipoolemik hemoragik yang berat, darah O-Negai dapat digunakan,
ssampai type dan crossmatch yang lengkap selesai dilakukan. Pasien laki-
lakidan perempuan setelah usia ssubur bisa diberikan darah O-Positif.
Dalam kasus trauma toraks, pertimbangan autotransusi jika ada kehilangan
darah dalam jumlah besar atau, jika lebih dari 500mL darah dikumpulkan.
Autotransusi merupakan kontraindikasi pada kasus trauma berat dengan
potensi kontaminasi dengan konten usus.
Trasfusi Masif
Dalam transfusi masih belum ditetapkan. Namun, sebagian besar
mendeenisikan yang mengacu kepada pengantian dari volume darah pasien
dalam persentasi besar dan waktu yang relai singkat (biassanya <24jam). Karena
PRBss kekurangan trombosit ssebagai actor pembeku yang ccukup, disarankan
setiap pemberian 1 unit trombossit diberikan untuk setiap 1 atau 2 unit PR
untuk menegah oagulopathies. Semua cairan dan tranfusi harus dihhangatkan
untuk meinimalkan hipotermia dan asidosis metabolic. Saat menerima darah,
pasien harus diperiksa secara rutin untuk resspons terhadap penggobatan dan
komplikasi yang terkait dengan infuss darah, pasien haruss diperiksa ssecara
rutin unuk respins terhadap pengobatan dan komplikasi yang terkait dengan inus
darah (transusi). Tabel beriku merangkum komplikasi yang terkait dengan
penggantian transusi darah.
KOMPLIKASI YANG SERING BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN
TRANSFUSI DARAH

MASALAH PENYEBAB KOMENTAR


Hypotermia Krisstaloid dan darah ditransusikan Hypothermia menghambat
tanpa penghangatan upayya untuk membalikkan
asidosis metabolic dan
memperlambat penurunan
pembekuan darah.
Hyperkalemia Intraseluler kalium dilepas dari sel Monitor serum potassium
darah mentah.
Amati disritmia dan punak
Kadar kalium yang sangat tinggi gelombang T.
tertimbun di dalam darah.
Hyypoalemia Antikoagulan sitrar digunakan dalam Periksa tingkat serum
timbunan darah untuk mengikat kalsium setelah infuse
kalsium serum bebas. sekitar 10 unit darah.
Ganti kalsium dengan
kalsium klorida atau kalsium
glukonant jika diperlukan.
Acidosis pH timbunan darah adalah 7,1 Monitor pH arteri.
Amati untuk disstritmia.
Alkalosis Sitrat dalam timbunan darah diubah Monitor pH arteri,
oleh hati menjadi bikarbonat. khususnya pasien dengan
ggangguan disungsi hati.
Coagulopathies Sel darah merah mengandung sedikit Monitor parameter
factor pembekuan. koagulasi.
Transusi plasma darah,
trombosit, dan kriopresipitat
yang diperlukan.
Intravascular Timbunan darah mengandun debris Selalu infuse darah melalui
Debris sebagai hasil dari saat proses filter darah.
berlangsun.

Syok Distributif

Syok ditributif ditandai dengan distribusi normal volume


intravascular sebagai akibat dari penurunan tonus simpatis, peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, dan pengumpulan darah ditempat tidur
vena dan kapiler. Tanda dan gejala dapat meniru mereka syok
hipovolemik; Namun, mekanisme ini sangat berbeda tiga kategori syok
distributive adalah :

1. Septik
2. Anafilaktik
3. Neurogenic

b. Syok anafilaksis

Syok anafilaksis merupakan kondisi akut , reaksi hypersensitivity


(alergi) reaksi terhadap zat pemicu sensitivitas yang mengancam jiwa.
Allergen umum termasuk makanan tertentu (seperti kerang dan kacang),
aditif makanan, serangga, (hymenoptera sengatan), obat-obatan (terutama
antibiotic seperti penisilin), lateks dan pewarna kontras yodium.

Etiologi
Bagi individu yang peka ( seseorang yang mengalami paparan
sebelumnya), paparan antigen memicu pelepasan berbagai mediator yang
memberi efek pada pembuluh darah dan system paru. Terjadi vasodilatasi
hebat dan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga cairan
didistribusikan ke dalam ruang interstitial, menyebebkan hypovolemia
mendalam dan kolaps pembuluh. Cairan bocor ke alveoli menghasilkan
kongesti paru. Angioedema menyebabkan obstruksi jalan napas progresif
dan selanjutnya terjadi respiratory arrest atau henti napas.

Tanda dan Gejala

Gejala anafilaksis adalah akut dan cepat progresif. Dalam 60%


kasus, gejala awal, terutama kemerahan dan gatala-gatal di area kulit.
Amati tanda-tanda berikut dari area multisystem :

- Dyspnea - Eritema

- Batuk, sesak - Pruritus


ditenggorokan
- Angioedema, terutama pada
- Stridor bagian lidah dan bibir

- Mengi - Sinkop

- Bronkospasme - Dada sesak, jantung berdebar

- Obstruksi jalan napas - Hipotensi


akibat edema saluran
- Takikardia
napas atas
- Respiratory arrest dan
- Uticaria
cardiopulmonary arrest

Intervensi terapeutik
Pengelolaan pasien dengan anafilaksis syok diarahlkan pada
mempertahankan kepatenan jalan napas dan mengatasi reaksi anafilaksis.
Intervensi umum adalah sebagai berikut :
1. Pastikan jalan napas paten, lakukan segera intubasi endotrakeal jika
diperlukan.

2. Berikan oksigen high-flow (aliran tinggi).

3. Dapatkan akses IV (intra venous) atau lakukan pemasangan infus


untuk pemberian obat dan resusitasi cairan.

4. Hilangkan agen penyebab jika memungkinkan.

5. Pemberian intravena epinefrin meningkatkan vasokontriksi,


melabarkan (dilatasi) brokiolus, dan menghambat pelepasan mediator
lebih lanjut.

6. Jika IV lines (infus) tidak tersedia, intramuscular (IM) aalah pilihan


lebih baik daripada subkutan karena penyerapan lebih cepat dan dapat
diandalkan.

7. Pemberian epinefrin dapat diulangi dalam 15 sampai 20 menit jika


diperlukan.

8. Inhalasi agonis beta-2 adrenergik seperti albuterol dapat diberikan


untuk meningkatkan brokodilatasi.

9. Terapi anthihistamin adalah tambahan untuk pemberian epinefrin.

a. H1 blocker : diphenhydramine (Benedryl)

b. Blocker H2 : cimetidine, ranitidine, famotidine.

1. Kortikosteroid tidak berefek langsung tetapi dapat diberikan untuk


mencegah kemungkinanreaksi biphas lambat.
2. Pasien mungkin memerlukan perawatan dirumah sakit untuk observasi
dirumah sakit.
3. Sebelum pasien dipulangkan, perhatikan dan catat alergi pada semua
medical record pasien.
4. Ajarkan pasien dan keluarga pentingnya gelang tanda medis utnuk
kewaspadaan dan bagaimana menggunakan EpiPen.
c. Syok Neurogenik
Syok neurogenic dklasifikasi sebagai syok distribtif karena
terjadinya vasodilatasi hebat sebagai akibat dari hilangnya out put
simpatik. Tanapa efek vasokontriksi dari system saraf simpatik, terjadi
penurunan sitemik vascular resistensi (afterload), penurunan curah jantung
dan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Tanapa respons simpatik, tubuh
tidak mampu untuka mengkompensasi penururnan curah jantung dengan
peningkatan denyut jantung atau tau vasokontriksi perifer.
Etiologi

Penyebab umum syok neurogenic meliputi berikut ini :

1. Cedera medulla spinalis, khusunya yang melibatkan cervical vetebrae


(tulang belakang leher) atau vertebrae toraks (tulang belakang toraks).

2. Anestesi spinal

3. Depresi pusat vasomotor dari trauma kepala

Tanda dan gejala

1. Mengatasi ABC adalah prioritas pada pasien dengan cedera tulang


belaknag dan untuk mencegah syok neurogenic tahap lanjut, juga
mencegah cedera sekunder saraf akibat hipoperfusi dan hipoksia
jaringan

2. Resusitasi cairan untuk meningkatkan volume intravascular

3. Pemberian vasopressor untuk vasokontriksi pembuluh darah dan


meningkatkan BP.

4. Atropine bisa diperlukan meningkatkan HR atau denyut jantung.

5. Penggunaan kortikosteroid dosis tinggi tidak dianjurkan.

d. Syok Obtruktif
Pada syok Obstruktif, curah jantung dan sekaligus poerfusi jaringan
tidak adekuat karena adanya resitensi utnuk pengisian ventrikel. Obstruksi,
umumnya karena faktrol eksternal jantung itu sendiri, menghambat aliran
balik vena selama waktu pengisian diastolic jantung. Jika obstruksi
tersebut ekstrim, fungsi sistol juga dapat terganggu.
Etiologi
Penyebab suok obstruksi meliputi berikut ini :
1. Tamponade pericardial
2. Tension pneumothorax
3. Emboli paru
Intervensi terapeutik
Manajemen syok obstruktif berfokus pada mengatasi ABC,
mengidentifikasi penyebab syok, dan menghilangkan sumber obstruksi.
a. Tamponade pericardial
a) Pericardiocentesis segera
b) Intervensi bedah untuk perbaikan jantung
b. Tension pneumothorax

a) Pemasangan jarum (needle) thoracostomy segera

b) Pemasangan chest tube


c. Emboli paru
a) Antikoagulan intravena
b) Trombolitik pada situasi tertentu

Hal penting pada resusitasi syok

Terlepas dari jenis syok, tujuan manajemen adalah untuk mngembalikan


perfusi jaringan yang adekuat. Keberhasilan resusitasi pasien syok
diantaranya adalah :

1. MAP lebih besar dari 60 sampai 70 mmHg

2. CVP 8 sampai 12 mmHg


3. Output urine dari 0,5 mL/Kg perjam atau 30 sampai 60 perjam

4. Normalisasi tingkat laktat serum

5. SvO2 65% sampai 75%

6. Tekanan darah sistolik lebih besar dari 90 mmHg

D. Hasil – hasil penelitian tentang syok


Shock: A Review of Pathophysiology and Management. Part I

Objective :To review pathophysiology and management of


hypovolaemic, c ardiogenic and septic shock in a two-
part presentation.
Data sources : Articles and published peer-review abstracts and a review
of studies reported from 1994 to 1998 and identified
through a MEDLINE search of the English language
literature on septic shock, cardiogenic shock and
hypovolaemic shock.
Summary of review : Shock is a clinical syndrome characterised by hypotension
(i.e. a systolic blood pressure less than 90 mmHg or a mean
arterial pressure less than 60 mmHg or reduced by greater
than 30%, for at least 30 minutes), oliguria (i.e. a urine
output less than 20 mL/hr or 0.3 ml/kg/hr for 2 consecutive
hours), and poor peripheral perfusion (e.g. cool and clammy
skin which demonstrates poor capillary refill).
Hypovolaemic and cardiogenic shock are associated with
disorders that cause an under-lying haemodynamic defect of
a low intravascular volume and a reduction in myocardial
contractility, respectively. The understanding and
management of hypovolaemic shock has changed very little
over the past 50 years with treatment requiring management
of the causative lesion (i.e. surgical correction of blood loss)
and replacement of the intravascular volume by infusing
blood and/or 0.9% sodium containing colloid or crystalloid
fluids. Due to recent developments in percutaneous
coronary revascularisation techniques, management of
cardiogenic shock in some centers has changed. Emergency
cardiac catheterisation with urgent myocardial reperfusion
(using percutaneous transluminal coronary angioplasty or
coronary artery stenting in selected cases) and use of
glycoprotein IIb/IIIa antagonists while supporting the
circulation using an intra-aortic balloon pump, has been
reported to reduce mortality of cardiogenic shock in acute
myocardial infarction. Large randomised, controlled
multicentre trials are awaited.
Conclusions : Hypovolaemic shock requires urgent management of the
underlying defect and replacement of the intravascular
volume loss. Recent studies in management of cardiogenic
shock using urgent revascularisation and intra-aortic balloon
counterpulsation in patients with acute myocardial
infarction have shown a reduction in mortality in selected
cases. (Critical Care and Resuscitation 2000; 2: 55-65)

Key Words : Shock, hypovolaemic shock, cardiogenic shock, intra-


aortic balloon pump, acute myocardial infarction

Shock: Sebuah Tinjauan Patofisiologi dan Manajemen . bagian I

Tujuan : Untuk meninjau patofisiologi dan manajemen dari


hipovolemik , kardiogenik dan syok septik dalam dua
bagian presentasi .

Sumber data : Artikel dan diterbitkan peer-review abstrak dan peninjauan


kembali dari studi yang dilaporkan 1994-1998 dan
diidentifikasi melalui pencarian MEDLINE dari literatur
bahasa Inggris pada syok septik , syok kardiogenik dan
syok hipovolemik .

Ringkasan ulasan : Syok adalah sindrom klinis yang ditandai dengan hipotensi (
yaitu tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau
tekanan arteri rata-rata kurang dari 60 mmHg atau
berkurang lebih dari 30 % , selama paling sedikit 30 menit )
, oliguria ( yaitu Output urine kurang dari 20 mL / jam atau
0,3 ml / kg / jam selama 2 jam berturut-turut ) , dan perfusi
perifer yang buruk ( misalnya kulit dingin dan lembap yang
menunjukkan pengisian kapiler miskin ) . Hipovolemik dan
syok kardiogenik berhubungan dengan gangguan yang
menyebabkan cacat yang mendasari hemodinamik volume
intravaskular rendah dan penurunan kontraktilitas miokard ,
masing-masing.

Pemahaman dan pengelolaan syok hipovolemik telah


berubah sangat sedikit selama 50 tahun terakhir dengan
pengobatan yang membutuhkan pengelolaan lesi penyebab
( yaitu koreksi bedah kehilangan darah ) dan penggantian
volume intravaskular dengan menyuntikkan darah dan /
atau 0,9 % natrium yang mengandung koloid atau cairan
kristaloid . Karena perkembangan terakhir dalam teknik
revaskularisasi koroner perkutan , manajemen syok
kardiogenik di beberapa pusat telah berubah . Kateterisasi
jantung darurat dengan reperfusi miokard mendesak
( menggunakan angioplasti koroner transluminal perkutan
atau stenting arteri koroner pada kasus tertentu ) dan
penggunaan glikoprotein IIb / IIIa antagonis sementara
mendukung sirkulasi menggunakan pompa balon intra -
aorta , telah dilaporkan untuk mengurangi angka kematian
dari syok kardiogenik pada infark miokard akut . Besar
acak, percobaan terkontrol multisenter yang ditunggu .

Kesimpulan : syok hipovolemik mengharuskan manajemen mendesak


cacat yang mendasari dan penggantian kehilangan volume
intravaskular . Penelitian terbaru di manajemen syok
kardiogenik menggunakan revaskularisasi mendesak dan
intra - aorta balon konterpulsasi pada pasien dengan infark
miokard akut telah menunjukkan penurunan angka
kematian pada kasus tertentu . ( Critical Care dan Resusitasi
2000; 2 : 55-65 )

Kata Kunci : Shock, syok hipovolemik , syok kardiogenik , pompa


balon intra - aorta , infark miokard akut
PENUTUP

a. Kesimpulan
Syok didefenisikan sebagai kondisi kompleks yang mengancam jiwa,
yang ditandai dengan tidak adekuatnya aliran darah kejaringan dan sel-sel
tubuh (Rice, 1991, yang diposkan oleh Brunner & suddart, 2001)
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi
sirkulasiyang menyebabkan ketidak cukupan perfusi jaringan dan oksigenasi
jarngan,dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis.
Anatomi fisiologi system kardiovaskuler sangat penting di pelajari
karena perlu adanya pengetahuan dalam menyelesaikan berbagai
problematika kesehatan terkait system kardiovaskuler.
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan
mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok
serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama
penderita mengalami syok
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau
gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang
luas. Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan
penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ
vital (jantung, otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi
ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai
komplikasi MI, namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli
paru, kardiomiopati dan disritmia. (Brunner & Suddarth, 2001)
b. Saran
Dari pemaparan diatas, penulis memberikan saran agar dalam ilmu
kesehatan maupun ilmu alam lainnya penting sekali memahai anatomi sistem
kardiovaskuler secara tepat agar terhindar dari kelalaian baik itu dirumah
sakit maupun di alam yang berkaitan dengan perubahan fungsi tubuh akibat
kurangnya aktifitas positif untuk memberikan kesehatan terhadap jantung
sebagai pusat kehidupan.
Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya
menjadi seorang perawat profesional agar dapat lebih peka terhadap tanda
dan gejala ketika menemukan pasien yang mengalami syock sehingga dapat
melakukan pertolongan segera.
Penulis juga menyarankan agar mahasiswa dapat melakukan tindakan-
tindakan emergency untuk melakukan pertolongan segera kepada pasien
yang mengalami syok.
Daftar Pustaka

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M. , & Wagner, C. M. (2016).


Nursing Interventions Classification ( NIC ) Edisi Keenam. Jakarta: Elsevier.
Dorland, W. N. (2002). Kamus Kedokteran. Jakarta: EGC.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis keperawatan Definisi &
Klasifikasi 2015 -2017 Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing
Outcomes Classification ( NOC ) Edisi Kelima. Jakarta: Elsevier.
Morton, P. G., Fontaine, D., Hudak, C. M., & Gallo, B. M. (2013). Keperawatan
Kritis Volume 1 Pendekatan Asuhan Holistik Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
LAPORAN TUTORIAL KELOMPOK
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT 1
MODUL 1

OLEH : KELOMPOK 4

KETUA : ARWAN ADI PUTRA (1501050)


SEKRETARIS: RABIATUL ADAWIA SLAMAT (1501030)
ANGGOTA:
1. RESTU JANUAR RAMADHANI (1501036)
2. SISILIA INDA F.A. KOA (1501040)
3. ST. SAKIA (1501044)
4. PUTRI APRIANTI (1501028)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAKASSAR


PRODI S1 KEPERAWATAN
2018

You might also like