You are on page 1of 11

REVIEW: PENGARUH JENIS MIKROBA

TERHADAP EFISIENSI ENERGI LISTRIK YANG DIHASILKAN


PADA MICROBIAL FUEL CELL (MFC)
Siti Lailatul Arifah
(12030234021)
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Surabaya
E-mail:lha_farly@yahoo.com

ABSTRAK
Krisis energi yang melanda dunia telah mendorong peningkatan upaya untuk
memanfaatkan sumber energi yang bukan berasal dari fosil dan mengembangankannya sebagai
sumber energi alternatif terbarukan (renewable) untuk mensubstitusi penggunaan minyak bumi
yang selama ini menjadi sumber energi utama bagi masyarakat. Microbial Fuel Cell (MFC)
merupakan fuel cell yang memanfaatkan materi organik, misalnya limbah organik, yang
digunakan oleh mikroba sebagai sumber energi dalam melakukan aktivitas metabolismenya.
Dengan menggunakan beberapa jurnal sampel yang digunakan yaitu limbah cair rumen sapi,
limbah cair tahu, limbah cair industri sawit, Bakteri Escherichia coli yang di isolasi dari feses
ternak, rumen substrat tambak udang, dan limbah cair perikanan, sampel-sampel tersebut
kemudian dibandingkan. Hasil yang didapatkan yaitu mikroba pada feses sapi dapat
menghasilkan tegangan yang paling besar dalam memproduksi sumber energy listrik yaitu
sebesar 820 mV dengan nilai efisiensi 46.64%.

Kata kunci: mikroba, fuel cell, energi listrik.

PENDAHULUAN dengan pertumbuhan ekonomi dan tingkat


Listrik menjadi kebutuhan primer populasi penduduk di Indonesia yang
dalam kehidupan manusia pada saat ini. semakin tinggi maka permintaan akan energi
dimana hampir semua aktifitas manusia listrik juga meningkat. Oleh karena itu
berhubungan dengan energi listrik. Seiring berbagai upaya yang dilakukan oleh

Page | 1
pemerintah agar dapat memenuhi kebutuhan ketergantungan manusia atas energi yang
listrik masyarakat. Sistem pembangkit listrik berasal dari fosil. Energi baru terbarukan
di indonesia sebagaian besar menggunakan dipandang sebagai salahsatu cara untuk
bahan bakar fosil sebagai sumber panas mengatasi krisis energi global. Metode
untuk menghasilkan steam yang pengembangan energi listrik dari sumber
bertemperatur dan bertekanan tinggi dalam yang dapat terbarukan tanpa menghasilkan
menghasilkan energi listrik. Penggunaan emisi karbondioksida (CO2) dan ramah
bahan bakar fosil harus efisien karena lingkungan telah ditemukan dan
ketersediaanya yang terbatas. Oleh karena dikembangkan oleh para peneliti (Du,
itu di perlukan terobosan baru untuk dapat Zhuwei, Li dan Gu,2007). Sistem MFC ini
memenuhi kebutuhan listrik yang sumber akan memanfaatkan hasil dari proses
panasnya tersedia dalam jangka waktu yang metabolisme bakteri. Bakteri akan
lama dan ramah terhadap lingkungan. melakukan metabolisme dengan mengurai
(Samart, dkk., 2009). glukosa menjadi hidrogen (H2) dan
Pemanfaatan mikroorganisme oksigen(O2). Hidrogen merupakan bahan
termasuk bakteri untuk menghasilkan energi baku yang digunakan untuk reaksi reduksi
listrik menjadi upaya yang ditempuh dan dengan oksigen, sehingga melepaskan
dilakukan oleh para peneliti dalam beberapa elektron pada anoda sebagai sumber arus
tahun ini. Sistem yang digunakan adalah listrik. Apabila dibandingkan dengan baterai
teknologi Microbial Fuel Cells (MFC) yang yang hanya mampu mengandung material
merubah penyimpanan energi kimia dalam bahan bakar yang terbatas, MFC dapat
bentuk campuran organik menjadi energi secara kontiniu diisi molasses atau glukosa
listrik yang terus menembus reaksi katalis untuk diuraikan oleh bakteri menjadi bahan
oleh mikroorganisme, sehingga bakar (hidrogen).
menghasilkan energi listrik (Rachmawati., Pada review kali ini, penulis
2013). Bakteri bisa digunakan dalam sistem mengambil tema tentang bahan apa yang
MFC untuk menghasilkan energi listrik paling efisien untuk dijadikan produksi
dengan melalui proses penghancuran dari teknologi Microbial Fuel Cells (MFC)
material organik (Du et al., 2007). dengan mengambil data sample
Berbagai macam cara telah menggunakan limbah cair, limbah cair
diupayakan sebagai solusi mengatasi

Page | 2
perikanan, bakteri Escherichia coli dan 4. Biolistrik dari Limbah Cair Perikanan
sedimen tambak udang. dengan Metode Microbial Fuel Cell Satu
Bejana.
METODE Jurnal-jurnal dan artikel ini
Review ini merupakan hasil suatu kemudian digunakan sebagai bahan review
studi literatur tentang fuel cell dengan untuk kemudian dibandingkan satu sama
memanfaatkan jurnal elektronik dan lain guna mengetahui bahan mana yang
beberapa artikel ilmiah dari suatu situs paling efektif untuk mendapatkan sumber
internet yang khusus menyediakan jurnal energi listrik.
penelitian dan artikel terkait fuel cell. Topik
yang dibahas kebanyakan membahas HASIL DAN PEMBAHASAN
produksi bahan bakar alternatif dengan a) Jurnal dengan Sampel Limbah Cair
memanfaatkan mikroba melalui teknik (limbah cair rumen sapi, tahu, dan
fermentasi. Fuel Cell merupakan kata industry kelapa sawit)
pencarian yang menampilkan banyak jurnal Dari tiga jenis limbah cair yang diuji
dan cukup variatif. Dengan menggunakan dengan sistem MFC, limbah cair rumen sapi
Microbial Fuel Cell sebagai topik, maka memberikan tegangan listrik terbesar
jurnal-jurnal dan artikel yang digunakan dibandingkan dua macam limbah cair lain
dalam review ini adalah: yang diuji. Besar tegangan maksimal limbah
1. Pemanfaatan Limbah Cair Sebagai cair rumen yang terukur dengan sistem MFC
Sumber Energi Listrik Pada Microbial bejana sepasang ialah 810 mV dan yang
Fuel Cell terukur dengan sistem MFC seri ialah 575
2. Microbial Fuel Cell Sebagai Energi mV.
Alternatif Menggunakan Bakteri Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
Escherichia Coli pada tabel dibawah:
3. Degradasi Bahan Organik Dan
Pemanfaatannya Sebagai Penghasil
Energi Listrik Pada Sedimen Tambak
Udang Melalui Sediment Microbial Fuel Tabel 1. Karakteristik limbah cair organik yang
dianalisis dengan sistem MFC bejana sepasang
Cell

Page | 3
tertentu beda potensial kembali meningkat.
Peningkatan ini menunjukkan bahwa sistem
mampu memulihkan sendiri muatan
Tabel 2. Hasil pengukuran beda potensial MFC listriknya. Pada kapasitor biasa, muatan
bejana seri
listrik tetap pada nilai tertentu setelah
Selain menggunakan bejana
digunakan. Kemampuan sistem MFC
sepasang, pengukuran beda potensial limbah
dengan bejana seri untuk mengisi ulang
cair juga dilakukan pada sistem MFC
muatan listriknya tanpa perlakuan dari luar
dengan bejana seri. Pengujian terhadap
merupakan potensi yang dapat
karakteristik sistem MFC ini menunjukkan
dikembangkan. Pada pengukuran beda
bahwa sistem mampu menghasilkan beda
potensial MFC bejana seri terhadap tiga
potensial yang lebih tinggi bila diberi beda
macam limbah yang sama seperti
potensial tambahan (pada t tertentu),
pengukuran dengan bejana sepasang,
dibandingkan kondisi alami (tanpa
limbah cair rumen menghasilkan beda
penambahan). Beda potensial tambahan
potensial tertinggi, yakni 575 mV, selama
dapat dianalogikan dengan cekaman
70 jam pengukuran (tabel 2). Hal ini sejalan
lingkungan terhadap mikroba. Cekaman ini
dengan hasil pengukuran pada bejana
memicu mikroba untuk bermetabolisme
sepasang.
lebih giat daripada biasanya. Dengan
demikian elektron bebas yang dihasilkan
juga lebih banyak. Sistem MFC dengan
bejana seri juga mampu berfungsi serupa
dengan penyimpan muatan (kapasitor).
Muatan yang diberikan saat penambahan
beda potensial di atas disimpan oleh sistem. Gambar 1. Grafik beda potensial limbah cair yang
terukur dengan sistem MFC bejana seri
Hal ini ditunjukkan oleh besarnya nilai
Beda potensial yang dihasilkan oleh
yang terukur oleh multimeter setelah
konsorsium mikroba selama pengukuran
bedapotensial tambahan tersebut dilepas.
pada sistem MFC baik dengan bejana
Pemakaian energi listrik yang dihasilkan
sepasang maupun bejana seri tidak stabil
oleh sistem membuat beda potensial yang
(gambar 1). Nilainya berfluktuasi di tiap
dihasilkan menurun. Namun, pada titik
waktu pengamatan. Hal ini terkait pula

Page | 4
dengan aktivitas metabolisme mikroba yang Dari tiga jenis limbah cair yang
terdapat di dalam limbah cair. digunakan, limbah cair rumen memiliki
Selain karena aktivitas metabolisme, aktivitas enzimatik berupa kemampuan
fluktuasi beda potensial turut disebabkan dalam menghidrolisis FDA yang paling
oleh interaksi antara mikroba penyusun besar yaitu 101,636 µg/ml/20menit
konsorsium. Produk fermentasi (antara lain : dibandingkan dengan limbah cair tahu (21
laktat, suksinat, format, dll) dari satu jenis µg/ml/20menit) maupun kelapa sawit (27
bakteri dapat menjadi substrat bagi jenis µg/ml/20menit).
bakteri yang lain. Hal ini menyebabkan
produk fermentasi tersebut tidak dapat
dioksidasi untuk kemudian menghasilkan
elektron bebas dan ion H+. Elektron yang
dialirkan dari anoda ke katoda berkurang
sehingga bedapotensial yang terukur
Gambar 2. Grafik pengukuran aktivitas
berkurang. Peningkatan atau penurunan enzimatik tiga jenis limbah cair
beda potensiallistrik berkorelasi dengan
Sistem MFC seri belum mempu
jumlah elektron bebas yang dihasilkan oleh
meningkatkan perolehan tegangan listrik
konsorsium mikroba. Peningkatan beda
yang lebih besar dibandingkan sistem MFC
potensial yang terukur oleh multimeter
dengan bejana sepasang.
kemungkinan terjadi saat mikroba
b) Bakteri Escherichia Coli
melakukan pemecahan substrat sederhana
Pada jurnal kedua diketahui bahwa
yang terdapat di dalam medium. Adapun
Sistem Microbial Fuel Cell menggunakan
penurunannya, selain karena aktivitas
bakteri E. coli yang diisolasi dari rumen
anabolisme, kemungkinan dapat juga terjadi
kerbau, air perasan rumen, feses kambing,
karena mikroba sedang beradaptasi untuk
feses sapi, feses itik dan feses ayam yang
memecah substrat yang lebih kompleks
diambil dari Rumah Potong Hewan (RPH)
menjadi sederhana. Peningkatan dan
Bandar Buat Padang. Proses isolasi bakteri
penurunan beda potensial listrik pada sistem
E.coli dilakukandengan menggunakan media
MFC menggambarkan kedinamisan sistem
MacConkey Agar. Koloni bakteri E.coli
karena digerakkan oleh makhluk hidup.
yang tampak akan berwarna merah muda.

Page | 5
Pada sistem Microbial Fuel Cell Untuk sistem Microbial Fuel Cell
menggunakan E. coli yang diisolasi dari E.coli yang diisolasi dari Feses Itik, koloni
rumen kerbau, CFU yang didapatkan adalah bakteri E.coli yang tampak akan berwarna
2,1 x 108 CFU/g. Hal ini berarti 1 ml larutan merah muda dan CFU yang didapatkan
bakteri E.coli terdapat 2,1 x 108CFU/g. adalah130 x 108 CFU/g. Hal ini berarti 1 ml
Untuk mendapatkan proses pengukuran arus larutan bakteri E.coli terdapat 130x108
dan tegangan dilakukan selama 14 jam. CFU/g. Elektroda yang digunakan adalah
Pengambilan data dilakukan secara acak, seng pada katoda dan tembaga pada anoda.
sehingga didapatkan data yang menunjukkan Untuk sistem Microbial Fuel Cell
hubungan antara kurva tegangan terhadap E.coli yang diisolasi dari Feses, koloni
waktu. bakteri E.coli yang tampak akan berwarna
Untuk sistem Microbial Fuel Cell merah muda dan CFU yang didapatkan
menggunakan E. coli yang diisolasi dari air adalah 14 x108 CFU/g. Hal ini berarti 1 ml
perasan rumen kerbau, CFU yang larutan bakteri E.coli terdapat 14 x 108
didapatkanadalah 2,1 x 108 CFU/g. Hal ini CFU/g. Elektroda yang digunakan adalah
berarti 1 ml larutan bakteri E.coli terdapat seng pada katoda dan tembaga pada anoda.
2,1 x 108 CFU/g. Kondisi steady state merupakan
Untuk sistem Microbial Fuel Cell kondisi dimana tidak terjadi perubahan
menggunakan E. coli yang diisolasi dari tegangan yangdihasilkan oleh sistem MFC.
Feses Kambing CFU yang didapatkan Setelah tercapai tegangan dalam kondisi
adalah 1,1 x 108 CFU/g. Hal ini berarti 1 ml steady state (kondisitetap), proses
larutan bakteri E.coli terdapat 1,1 x 108 pengukuran tegangan dan arus berbeban
CFU/g. dilakukan. Pada masing -masing sistem
Untuk Sistem Microbial Fuel Cell MFC yang dilakukan, dihasilkan kondisi
E.coli yang diisolasi dari Feses Sapi CFU tetap yang berbeda-beda.
yang didapatkan adalah100x 108 CFU/g. Hal
ini berarti 1mllarutan bakteri E.coli terdapat
100x108 CFU/g. Menggunakan tembaga dan
seng sebagai anoda dan katoda. Luas
permukaan elektroda yangdigunakan adalah
47,65 cm2. Gambar 3. Perbandingan Waktu dan Tegangan yang
dihasilkan MFC

Page | 6
Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa pada kultur bakteri. Pada Gambar 2
tiap sistem pada MFC memiliki kondisi menunjukkan tegangan (open circuits
tetap yang berbeda. Pada sistem MFC E. voltage) dari ke 6 jenis sampel yang
coli rumen kerbau kondisi tetap terjadi pada digunakan. Setelah larutan E. coli
waktupengukuran memasuki waktu 14, 33 dimasukkan ke dalam larutan anoda,
jam. Sistem E. coli feses kambing kondisi kestabilan tegangan (kondisi tetap)
tetap pada waktu 20 jam. Sistem E. coli membutuhkan waktu yang berbeda -beda.
feses air perasan rumen kondisi tetap pada Dimana kondisi tetap yang paling cepat
waktu 51,59 jam. Sistem E. coli feses sapi adalah pada sampel yang menggunakan
kondisi tetap pada waktu 17,58 jam. sistem MFC E. coli rumen kerbau yaitu
Sedangkan Sistem E. coli fesesayam dan itik 14.33 jam. Sedangkan kondisi tetap yang
kondisi tetap pada waktu 32 jam dan 23,17 paling lama adalah sistem E. coli feses air
jam. perasan rumen yaitu 51,59 jam. Pada
Ketika sistem mencapai keadaan penelitian Ming dan Ping (2008) kondisi
stabil, berarti sistem dalam penelitian ini tetap yang dibutuhkanlebih cepat yaitu 65
telahmencapai titik jenuh atau bakteri tidak menit. Diduga perbedaan komposisi larutan
lagi bereproduksi maksimal. Sehingga pada bagian anoda memberikan efek yang
menyebabkan kurva mengalami signifikan bagi pertumbuhan bakteri. Ming
kecendrungan untuk menghasilkan garis dan Ping (2008) menambahkan larutan
datar, hal ini dikarenakan bakterisudah buffer NaHCO3 dan NaH2PO4, selain itu
mengalami masa stationer, dimana juga dilakukan penambahan vitamin C dan
peningkatan jumlah bakteri tidak signifikan. olefin. Sedangkan pada penelitian ini tidak
Selain itu berkurangnya substrat untuk ditambahkan larutan buffer danvitamin C
pertumbuhan bakteri akibat telah digunakan serta olefin, sehingga waktu untuk kondisi
oleh bakteri, memiliki pengaruh terhadap tetapnya lebih lama, tapi berpengaruh
hidrogen yang dihasilkan. Menurut Garbutt terhadap pencapaian tegangan. Pada
(1997) pada kondisiini peningkatan jumlah penelitian ini lebih lambat dalam pencapaian
sel hidup pada kultur tidak lagi signifikan. kondisi tetap yaitu 14.33 jam dengan
Populasi akan berhentitumbuh ketika nutrien tegangan 364 mV. Untuk penelitian ini
yang dibutuhkan unt uk tumbuh telah tegangan yang tertinggi dihasilkan oleh
digunakan sehingga tidak adalagi tersedia

Page | 7
sistem E. coli feses sapi sebesar 820 mV Gambar 4 Grafik hasil pengukuran kuat arus listrik
(curent density) pada inlet (biru); tengah (merah);
dengan waktu 17.58 jam. outlet (hijau) dan control (ungu).

c) Sedimen Tambak Udang


Pada jurnal ketiga diketahui bahwa
produksi arus listrik oleh Sediment MFC
selama 40 hari dengan menggunakan
substrat sedimen tambak udang yang
Gambar 5 Grafik hasil pengukuran tegangan listrik
dirangkaikan dengan sebuah resistor tetap (voltase) pada inlet (biru); tengah (merah); outlet
(hijau) dan control (ungu).
bernilai 560 Ω ± 5%. Jumlah arus listrik
yang dihasilkan pada hari pertama Dari gambar 4 dan 5 diketahui pada
pengukuran sebesar 15,7 mA/m2(inlet), hari ke 24 arus yang dihasilkan sebesar
15,7 mA/m2(tengah), 11,4 mA/m2(outlet), 161,99 mA/m2(mA per luas meter persegi
dan 21,4 mA/m2(kontrol), menurun drastis permukaan elektroda) dan tegangannya 0,39
pada hari kedua, yaitu sebesar 1,4 V pada titik pengambilan sampel di tengah
mA/m2(inlet), 2,1 mA/m2(tengah), 0 tambak. Penurunan jumlah arus listrik
mA/m2(outlet) dan 2,1 mA/m2(kontrol). menjelang akhir pengukuran disebabkan,
Hal ini disebabkan adanya akumulasi bahan organik yang terdapat disekitar anoda
elektron yang telah ada pada sedimen telah berkurang. Transfer massa pada
tambak udang yang digunakan. Peningkatan pembentukan sedimen menjadi faktor
jumlah arus listrik setelah hari kedua pembatas dalam produksi energi
merupakan hasil dari peningkatan aktivitas menggunakan SMFC ini (Reimers et al.
dan jumlah mikroorganisme pada sedimen. 2001).
Produksi arus listrik dan voltase pada SMFC dengan substrat sedimen
penelitian ini mencapai puncak pada hari tambak udang dapat menghasilkan arus
ke-24. listrik yang mencapai puncak produksi arus
listrik pada hari ke-24, yaitu ~161,99
mA/m2dan tegangan sebesar ~0,39 V.
d) Limbah Cair Perikanan
Dari jurnal yang ke empat, listrik
yang dihasilkan oleh sistem MFC satu

Page | 8
bejana diukur setiap jam selama 5 hari proses tersebut, sehingga akan
dalam satuan mV. Limbah cair perikanan meningkatkan jumlah elektron yang
diinkubasi selama 25 jam sebelum dilakukan dihasilkan dari proses degradasi senyawa
pengukuran listrik sesuai penelitian Kubota organik. Riyanto et al. (2011) menyatakan
et al. (2010) untuk mengadaptasikan bahwa tingginya arus listrik yang
mikroorganisme yang ada di dalam limbah dihasilkan pada hari pertama disebabkan
cair dan lumpur aktif dengan sistem MFC, adanya akumulasi elektron yang telah ada
sehingga proses degradasi bahan organik pada substrat.
berjalan dengan baik. Hasil pengukuran Nilai listrik dari kedua perlakuan
listrik limbah cair perikanan dapat dilihat mengalami fluktuasi namun cenderung
pada gambar 6. meningkat sejak jam ke-40. Fluktuasi
nilai listrik ini dipengaruhi oleh
metabolisme yang dilakukan oleh
mikroorganisme di dalam bejana anoda.
Metabolisme mikroorganisme dengan
memanfaatkan senyawa organik dari
Gambar 5 Nilai listrik limbah cair perikanan. Limbah
limbah cair akan menghasilkan elektron.
(biru) dan limbah + lumpur (merah).
Peningkatan atau penurunan nilai
Pada jam ke-0 rata-rata nilai
listrik diduga sesuai dengan jumlah
listrik dari sistem MFC satu bejana tanpa
elektron bebas yang dihasilkan oleh
lumpur aktif 3,8 mV, sedangkan nilai listrik
bakteri. Suyanto et al. (2010) menyatakan
dari sistem MFC satu bejana dengan
bahwa produk biodegradasi senyawa
penambahan lumpur aktif 16,8 mV.
organik oleh bakteri tertentu dapat
Perbedaan nilai listrik pada awal
menjadi substrat bagi jenis bakteri lain.
pengukuran diduga disebabkan oleh
Hal ini menyebabkan produk tidak dapat
jumlah elektron bebas yang ditangkap
dioksidasi untuk menghasilkan elektron
oleh anoda lebih banyak pada MFC
bebas dan ion H+ dengan optimum
dengan penambahan lumpur aktif.
sehingga elektron yang mengalir dari
Inkubasi selama 25 jam dapat
anoda ke katoda berkurang dan
meningkatkan jumlah elektron karena
mengakibatkan fluktuasi listrik.
terjadi proses degradasi senyawa organic.
Penambahan lumpur aktif mempercepat

Page | 9
Peningkatan nilai listrik terjadi mikroorganisme pada MFC dengan
setelah jam ke-40 sampai jam ke-120, penambahan lumpur aktif belum
namun nilai listrik MFC dengan mendegradasi senyawa organik secara
panambahan lumpur aktif lebih rendah optimal.
dibandingkan MFC tanpa lumpur aktif.
Hal ini diduga disebabkan karena
KESIMPULAN :
Berdasarkan data dan pembahasan diatas dapat disimpulka:
Jurnal waktu tegangan max efisiensi
sampel metode
ke (jam) (mV) (%)
1 limbah cair
tahu 313 4.47
bejana
sawit 575 8.21
sepasang
rumen kerbau 810 11.57
70
tahu 100 1.43
sawit bejana seri 305 4.36
rumen kerbau 575 8.21
2 bakteri E-Coli
air perasan rumen 51.59 410 7.95
rumen kerbau 14.33 364 25.4
feses kambing 20 300 15
-
feses sapi 17.58 820 46.64
feses itik 23.17 630 27.19
feses ayam 32 670 20.94
sedimen tambak
3 - 576 390 0.68
udang
4 limbah cair perikanan
limbah 50 16.8 0.34
limbah + lumpur aktif 50 7 0.14

Page | 10
Pada limbah cair bahan yang paling teknologi Microbial Fuel Cells (MFC) yaitu
efisien sebagai sumber energy listrik dengan feses sapi dengan nilai efisiensi sebesar
teknologi Microbial Fuel Cells (MFC) yaitu 46.64%.
limbah cair rumen sapi yang menggunakan Jadi bahan yang paling efisien
bejana sepasang dengan nilai efisiensi sebagai sumber energy listrik dengan
sebesar 11.57%. Sedangkan untuk sampel teknologi Microbial Fuel Cells (MFC) yaitu
bakteri E-coli, bahan yang paling efisien feses sapi dengan nilai efisiensi sebesar
sebagai sumber energy listrik dengan 46.64%.

DAFTAR PUSTAKA
Apriyani, Dwilina. 2013. Biolistrik dari Limbah Cair Perikanan dengan Metode Microbial Fuel
Cell Satu Bejana. [skripsi]. Program Studi Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Armedi, Jhon. Tanpa Tahun. Microbial Fuel Cell dari Limbah Pengolahan Kelapa Sawit.
http://insentif.ristek.go.id. Diakses tanggal 27 Mei 2014.
A`in C. 2009. Alternatif pemanfaatan ex disposial area untuk kegiatan perikanan dan pertanian
di kawasan Segara Anakan berdasarkan sistem informasi geografis. [tesis]. Program
Studi Magister Manajemen Sumberdaya Pantai Universitas Diponogoro.
Firmansyah, Yayan. 2011. Degradasi Bahan Organik dan Pemanfaatannya Sebagai Penghasil
Energi Listrik pada Sedimen Tambak Udang Melalui Sediment Microbial Fuel Cell.
[skripsi]. Program Studi Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Fitrinaldi. 2011. Microbial Fuel Cell Sebagai Energi Alternatif Menggunakan Bakteri
Escherichia Coli. [artikel]. pasca.unand.ac.id. Diakses tanggal 25 Mei 2014.
Purwati, Endang dkk. 2014. Inovasi Sumber Energi Terbarukan dari Perancangan Prototipe
Microbial Fuel Cell Tipe Seri, Paralel Dan Seri Paralel dengan Memanfaatkan Bakteri
Escherichia Coli. jurnal.utm.ac.id/index.php/MID/article/download/492/482. Diakses tanggal 01 Juni
2014.
Sidharta, Mutiara L dkk. 2007. Pemanfaatan Limbah Cair Sebagai Sumber Energi Listrik pada
Microbial Fuel Cell. Karya Tulis Ilmiah Bidang Energi: Institut Teknologi Bogor.

Page | 11

You might also like