Professional Documents
Culture Documents
Total
capaian 3 jenis kontrasepsi mengalami penurunan 0,4% menjadi 1,5% pada peserta KB aktif
dan 1,8% meningkat menjadi 5,2% pada peserta KB baru. Masih kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang keuntungan yang akan didapat jika memilih kontrasepsi tersebut diatas,
ketidaknyamanan cara pemasangan dan penggunaan alat kontrasepsi implan, IUD dan
kondom serta berbagai mitos yang mengelilinginya menjadi kendala tidak populernya pilihan
kontrasepsi tersebut diatas.
Berdasarkan kondisi tersebut diatas, beban pemerintah dalam penyediaan obat/ alat
kontrasepsi dimasa yang datang akan semakin berat, apabila kecenderungan penggunaan
kontrasepsi hormonal terus meningkat. Berdasarkan berbagai penelitian, efisiensi biaya
penggunaan kontrasepsi non hormonal jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan
kontrasepsi hormonal. Belum lagi efek seamping kesehatan yang lebih tinggi untun
pemakaian jangka panjang pada kontrasepsi hormonal. Didalam situasi keterbatasan sumber
pendanaan, maka perlu dilakukan upaya untuk lebih mempopulerkan kembali kontrasepsi
yang cost effective. Salah satu kontrasepsi tersebut adalah IUD. Sehingga perlu dilakukan
upaya untuk meningkatkan penggunaan kontrasepsi IUD.
1. Perlu dilakukan evaluasi terhadap petugas tentang tekhnik dan kompetensi dalam
pemberian KIE baik pada individu maupun kelompok. Sehingga hasil dari edukasi tidak
sekedar pemberian pengetahuan pada masyarakat tapi menimbulkan kemauan dan
adanya perubahan perilaku.
2. Meningkatkan KIE tentang pilihan alat kontrasepsi KB baik individu maupun kelompok.
Informasi yang diberikan tentang keuntungan dan kerugian dari tiap pilihan alat
kontrasepsi serta cara pemasangan, terutama alat kontrasepsi non hormonal seperti
implan, IUD dan kondom. Perlu pula diinformasikan kepada Akseptor bahwa walaupun
kontrasepsi hormonal efektif dan relatif praktis, khususnya kontrasepsi Suntikan dan Pil
namun mengandung resiko jangka panjang.
3. Meningkatkan komitmen dari Pimpinan organisasi, Pengelolaan Program KB serta
Petugas kesehatan agar lebih mensupport program “Pilihan tepat metode KB” kepada
Akseptor.
4. Pemberian sharing/refresh ilmu kepada Tokoh masyarakat Kader Posyandu/Desa Siaga
tentang pilihan alat kontrasepsi sehingga diharapkan mereka dapat meningkatkan
peranan sebagai motivator ibu-ibu dilingkukannya. Kegiatan ini dapat bersinergi dengan
program KP ASI.
5. Pemanfaatan acara/pertemuan masyarakat seperti yasinan, arisan, pertemuan ibu-ibu
PKK dan sebagainya dalam melakukan KIE.
6. Pengelolaan Program perlu mengetahui jumlah data sasaran PUS yang akurat.
5.2. Laboratorium
Kegiatan di Unit Laboratorium telah berjalan dengan baik selama tahun 2016. Pemeriksaan
darah dan urine merupakan kegiatan yang paling sering dikerjakan. Capaian kegiatan
pemeriksaan urine protein selama tahun 2016 meningkat tajam 84,2% melebihi target yang
ditetapkan dibanding tahun 2015. Peningkatan cakupan ini disebabkan telah meningkatnya
kerjasama lintas program, sehingga dapat dipertahankan untuk kegiatan selanjutnya. Selain
itu adanya strategi pemeriksaan urine lengkap yang didalamnya ada komponen urine protein
telah berhasil meningkatkan cakupan.
Kegiatan pemeriksaan urine protein harus diusahakan capaiannya sesuai target karena
Kalimantan Selatan berdasarkan Riskesdes 2010 adalah Propinsi dengan pernikahan remaja
usia <15 tahun tertinggi di Indonesia. Dengan tingginya angka pernikahan remaja, ikut pula
menyumbang angka kehamilan remaja. Kehamilan remaja memiliki banyak resiko tinggi,
antara lain eklampsia (keracunan kehamilan). Sedangkan penyebab kematian Ibu terbanyak
di Indonesia, masih akibat pendarahan, infeksi, eklampsia dan keterlambatan pengambilan
keputusan keluarga untuk membawa ibu hamil beresiko tinggi kepusat rujukan.
Pemeriksaan urine protein diperlukan oleh ibu hamil sebagai preventif dan diketahui sedini
mungkin apakah ibu menderita pre eklampsi/eklampsi. Kejadian pre eklampsi kerap terjadi
saat hamil, akibat tekanan darah yang tinggi dan kelebihan kadar protein dalam urine.
Setelah kehamilan berusia 20 minggu. Meski ‘hanya’ peningkatan tekanan darah, tapi dapat
berakibat fatal yang memungkinkan terjadinya komplikasi bahkan kematian pada ibu dan
bayi yang dikandung.
Selain itu untuk mendukung program ANC Ibu hamil, selama 8 bulan terakhir di Puskesmas
Cempaka juga dilakukan pemeriksaan HIV. Seperti tahun lalu belum semua alat-alat ukur
dilakukan kalibrasi, misalnya clinic pad yang belum dilaksanakan kalibrasi dan terakhir
dilaksanakan tahun 2014. Hal ini disebabkan BPFK Banjarbaru belum bisa melaksanakan
kalibrasi secara optimal di Puskesmas, karena alat yang diperlukan dalam pelaksanaan
kalibrasi timbangan sebagian dibawa ke Kalimantan Timur serta adanya kesalahan teknis
dan administrasi pada BPFK Banjarbaru, sehingga sampai saat ini clinic pad belum dapat di
kalibrasi.
5.3. BP Gigi
Kunjungan kasus rawat jalan Gigi di BP Gigi pada tahun 2016 mengalami peningkatan
tajam dengan capaian 40,4% atau 10 kali lipat dari target yang ditetapkan. Begitu juga pada
kunjungan kasus baru yang mencapai 12,8% atau 3,2 kali lipat dari target. Walaupun sudah
mengalami penurunan, seperti tahun-tahun sebelumnya, capaian kegiatan pemeriksaan dan
penyuluhan gigi pada anak usia 1 - 6 tahun dikelurahan/Posyandu (UKGMD) pada tahun
2016 masih tinggi dengan capaian 53,9% dengan target 29% jumlah anak yang berkunjung
ke Posyandu. Kegiatan ini tentu melibatkan peran aktif dan kesadaran para ibu untuk
membawa anak ke Posyandu. Dengan kondisi Posyandu didaerah perkotaan yang pada
umumnya tidak seaktif dan seramai Posyandu di Puskesmas di Pedesaan. Sehingga data
capaian kegiatan pemeriksaan dan penyuluhan gigi pada usia 1 – 6 tahun di Posyandu
tersebut masih perlu dilakukan evaluasi, apakah ada miss dalam sistem pencatatan
pelaporan pada program.
Adapun pelayanan yang belum mencapai target di Unit BP Gigi masih pada Kunjungan
rawat jalan gigi pada ibu hamil dengan pencapaian 72,6% dari target 100% bumil baru. Jika
dibandingkan tahun lalu maka sudah mengalami peningkatan walaupun belum mencapai
target optimal. Walaupun capaian K1 akses baik tetapi adanyan penurunan K1 murni ikut
mempengaruhi capaian kegiatan ini. Selain itu pembeda capaian antara K1 dengan
kunjungan rawat jalan gigi ibu hamil juga masih disebabkan karena angka cakupan K1 pada
program KIA KB diperoleh dari berbagai sarana kesehatan antara lain Posyandu,
bidan/klinik swasta, kunjungan langsung dan sebagainya, sehingga ibu hamil yang datang
untuk kunjungan pertama ke Puskesmas Cempaka adalah sebagian kecil saja dan tidak
menggambarkan angka K1 sebenarnya. Masih rendahnya kesadaran ibu hamil dalam
memeriksakan kesehatan gigi mereka, juga sedikit banyak mempengaruhi. Pemeriksaan gigi
masih dianggap hal sepele dan kunjungan ke BP Gigi dilakukan jika sudah ada masalah
ataupun gangguan pada gigi dan rongga mulut. Ada anggapan para ibu hamil bahwa
kehamilan tidak ada hubungannya dengan keadaan rongga mulut. Terkadang ibu hamil
sengaja menghindari kunjungan dan perawatan gigi mulut pada trimester pertama karena
mengalami rasa lesu, pusing, mual dan muntah-muntah.
Jumlah kunjungan di BP Gigi pada tahun 2016 masih didominasi oleh penderita penyakit
pulpa dan jaringan periapikal, dengan capaian 39,4% dari total kunjungan rawat jalan gigi.
Kelainan-kelainan pada pulpa dapat terjadi karena aktifitas bakteri penyebab karies atau
lubang gigi yang secara kronis menginfeksi jaringan pulpa dan jaringan sekita akar gigi.
Penyebab lainnya dapat terjadi secara mekanis dan kimiawi. Kerusakan pulpa dapat pula
disebabkan oleh zat asam dari makanan ataupun bahan-bahan kedokteran gigi.
Kunjungan penderita dengan kasus karies pada gigi pada tahun 2016 mengalami penurunan
1,9% dibandingkan tahun 2015 menjadi 7,4% dari total kunjungan rawat jalan gigi.
Walaupun kunjungan karies tidak tinggi tapi mengingat Kota Banjarmasin sendiri menjadi
salah satu yang memiliki tingkat karies tertinggi, sehingga kasus karies gigi tetap perlu
menjadi perhatian bersama. Penelitian terbatas yang dilakukan oleh FKG Unlam pada bulan
Juni – Agustus 2014 di Puskesmas Cempaka pada anak usia 2 – 5 tahun dengan sampel 100
orang anak, menemukan 96% anak terkena Nursing Mouth Caries (NMC). Hanya 4% anak
usia 2 – 5 tahun yang dinyatakan bebas dari karies. Faktor utama penyebab karies pada anak
adalah faktor perilaku masyarakat. Tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu, kebiasaan
pemberian susu pada anak, masih rendahnya kebiasaan membersihkan gigi anak dan usia
anak berperanan dalam menyebabkan tingginya kejadian NMC. Rendahnya kunjungan
penderita karies gigi di Puskesmas Cempaka, karena penyakit ini masih dianggap sepele
terutama pada anak-anak yang bisa berganti gigi. Padahal pada NMC yang dibiarkan dan
tidak diobati dapat menyebabkan nyeri pada anak, bakterimia, berkurangnya kemampuan
pengunyah anak, maloklusi pada gigi permanen, masalah fonetik dan kurangnya rasa
percaya diri pada anak.
5.4. Apotek
Kegiatan pengendalian obat selama tahun 2016 telah terlaksana dengan baik. Sistem
pencatatan dan pelaporan telah berjalan sesuai standar mutu yang telah ditetapkan.
Manajemen pengelolaan obat terlah terlaksana dengan baik, dengan adanya kelengkapan
sarana prasarana seperti AC, thermometer ruangan yang terkalibrasi. Kendala yang
dirasakan ole Petugas adalah distribusi obat-obatan yang diberikan ke Puskesmas terkadang
mendekati tanggal kadaluarsa. Sehingga tidak jarang obat-obat tidak habis dan akhirnya
dimusnahkan dengan BAP. Selain itu ruangan gudang obat yang terlalu sempit,
menyebabkan arsip pekerjaan terpaksa diselipkan seadanya. Adanya penambahan lemari
obat baru pada tahun 2015 masih tidak dapat dimanfaatkan diruang gudang obat karena
keterbatasan ruangan. Adanya sistem kapitasi JKN menyebabkan jumlah stock obat pun
semakin bertambah, disamping obat-obatan yang bersumber dari APBD. Kondisi gudang
yang sempit terkadang menyebabkan penyimpanan harus dialihkan keruang lain.
Upaya Pemecahan Masalah:
a. Usulan ke Dinas Kesehatan untuk ketersediaan ruangan yang memadai dan sarana
lemari yang supporting untuk kegiatan pengelolaan obat sesuai dengan kondisi ruangan,
misalnya ketersediaan lemari gantung.
b. Membuat SOP terkait penerimaan obat yang didalamnya memuat tentang tindakan
yang dilakukan petugas jika menerima obat-obatan yang mendekati tanggal kadaluarsa.
Walaupun tingkat partisipasi masyarakat dalam penimbangan bayi dan balita hasil capaian
kegiatannya sudah cukup baik, tetapi kegiatan ini masih belum mencapai target maksimal
pada tahun 2016 ini. D/S (bayi) dengan target 85% pencapaian yang diperoleh 81,2%
sedangkan untuk anak balita pencapian 83,2%. Jika dilihat capaian perbulan maka kegiatan
D/S melebihi target ketika bulan februari dan agustus, pada saat pemberian vitamin
Penimbangan merupakan salah satu kegiatan utama program perbaikan gizi yang
menitikberatkan pada pencegahan dan peningkatan keadaan gizi anak.
Cakupan kelangsungan penimbangan (D/S) sudah hampir mencapai target 85% yang
diharapkan, yaitu dengan capaian 81,2% pada bayi dan 83,2% pada balita, indikator N/S
juga belum mencapai target yang diharapkan, tetapi jika dibandingkan tahun 2015 maka
kegiatan N/S telah mengalami peningkatan. Tahun 2016 capaian N/S pada bayi 65,1% turun
2,4% dibandingkan tahun lalu sedangkan pada balita relative sama dengan capaian 78,5%.
Angka N/S yang rendah menggambarkan masih banyak bayi yang kemungkinan tidak
mengalami kenaikan BB atau kemungkinan BGM. Fenomena gizi masih menjadi ancaman
serius karena terjadi pada semua strata, masih ditemui 3,7 juta balita mengalami kekurangan
gizi disamping 14% balita yang termasuk gizi lebih, dimana besarannya hampir sama
dengan balita kurus. Pada kelompok usia diatas 15 tahun prevalensi obesitas mencapai
19,1%. Terdapat masalah lain yaitu 35,7% anak-anak Indonesia tergolong pendek. Kurang
maksimalnya pencapaian target pada kegiatan penimbangan ini disebabkan kurangnya
tingkat kesadaran dari ibu-ibu untuk membawa anaknya ke Posyandu yang dipengaruhi
faktor pengetahuan, sosial ekonomi dan sikap. Disisi lain sebagian keluarga dengan kondisi
sosial ekonomi yang baik cenderung membawa anaknya kepelayanan kesehatan seperti
praktek dokter/bidan swasta ataupun di Klinik/RS.
Pencapaian program ASI eksklusif pada tahun 2016 sebesar 60,7% mengalami penurunan
3,1% dibandingkan tahun 2015. Tetapi jika mengacu kepada target tahun 2016 yang juga
mengalami penurunan yaitu 42% maka capaian tahun 2016 sudah melebihi target maksimal.
Pada penilaian kinerja Puskesmas terdapat indikator Bayi lahir yang mendapatkan inisiasi
Menyusui Dini (IMD), sementara ini data yang ditampilkan adalah sama dengan pencapaian
ASI ekslusif. Sedangkan pencapaian pemberian Fe 1 pada tahun 2016 belum mencapai
target maksimal 95% dengan capaian 68,7% turun 6,8% sedangkan Fe 3 88,2% turun 10,6%
dibandingkan tahun 2015. Hal ini disebabkan pada um,,um,nya pemberian Fe1 dilaksanakan
saat ibu trimester 1, dimana ibu hamil sebagian besar masih mengalami mual dan muntah
sehingga asupan Fe malah menambah rasa mual pada ibu. Sedangkan Fe 3 diberikan pada
saat ibu nifas, dimana para ibu nifas yang melahirkan di Rumah Sakit ataupun Klinik Bidan
Swasta akan mendapatkan Fe 3 ditempatnya melakukan persalinan.