You are on page 1of 13

PERBEDAAN TEKANAN DARAH ANTARA YANG DIBERIKAN RELAKSASI

NAFAS DALAM DAN RELAKSASI AUTOGENIK PADA LANSIA HIPERTENSI


DI UPT PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA BLITAR

Ardika Sulisetiyani, Maria Diah C.T., S.Kep., Ns, M.Kep. Sp.MB, Dr. Tri Johan A.
Y., S.Kp., M.Kep
Poltekkes Kemenkes Malang, Jl. Besar Ijen No 77 C Malang
Email: ardicha.shetiyani@gmail.com

DIFFERENCES IN BLOOD PRESSURE BETWEEN GIVING RELAXATION BREATH IN AND


AUTOGENIC RELAXATION IN HYPERTENSIVE ELDERLY AT UPT PELAYANAN SOSIAL
TRESNA WERDHA BLITAR

Abstract:. Currently the case of hypertension is high enough that it needs special attention
in handling it. Deep relaxation breathing therapy and autogenic relaxation is one of non-
pharmacological hypertension treatments. This study aims to determine the differences in
blood pressure between the relaxation of breath given and autogenic relaxation in elderly
hypertension in UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Blitar. The method used is
experimental quasy with three group pre and post test design, subjects of elderly who suffer
from hypertension, selected by purposive sampling technique counted 30 respondents
divided by 3 groups. The statistical test uses anova test with a = 0.05. The results showed
no difference in blood pressure between the deep breathing relaxation group, autogenic
relaxation and control. Seen from statistical test of sistole blood pressure in all groups p
value = 0,005 (p <0,05) and diastole blood pressure in all group p value = 0,001 (p
<0,05). In addition, statistical blood pressure test results of autogenic group systole
compared to control p value = 0.008 (p <0.05). Whereas group breath in compared control
p value = 0,019 (p <0,05). While the decrease in blood pressure of breathing relaxation
diastole gave greater effect of autogenic relaxation was proved by the statistical test of
blood pressure diastole of deep breath group compared to control p value = 0,003 (p
<0,05) while autogenic group compared control p value = 0,005 (p <0 , 05). So that the
therapy of deep breathing relaxation and autogenic relaxation can be a supporting therapy
to treat hypertension. But autogenic relaxation is more effective at lowering blood pressure
than in deep breathing relaxation. Advice for health workers, especially nurses to do
relaxation in the breath or autogenic relaxation in elderly hypertension to lower blood
pressure.

Keyword : hypertension, elderly, deep breathing relaxation, autogenic relaxation


Abstrak: Saat ini kasus hipertensi cukup tinggi sehingga perlu perhatian khusus dalam
penanganannya. Terapi relaksasi nafas dalam dan relaksasi autogenik merupakan salah satu
penanganan hipertensi non farmakologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan tekanan darah antara yang diberikan relaksasi nafas dalam dan relaksasi
autogenik pada lansia hipertensi di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Blitar. Metode
yang digunakan adalah quasy eksperimental dengan three group pre dan post test design,
subjeknya lansia yang menderita hipertensi, dipilih dengan teknik purposive sampling
sebanyak 30 responden dibagi 3 kelompok. Uji statistik menggunakan uji Anova dengan
a=0,05. Hasil menunjukkan ada perbedaan tekanan darah antara kelompok relaksasi nafas
dalam, relaksasi autogenik dan kontrol. Terlihat dari uji statistik tekanan darah sistole pada
semua kelompok p value=0,005 (p<0,05) dan tekanan darah diastole pada semua kelompok
p value=0,001 (p<0,05). Selain itu, hasil uji statistik tekanan darah sistole kelompok
autogenik dibandingkan kontrol p value=0,008 (p<0,05). Sedangkan kelompok nafas
dalam dibandingkan kontrol p value=0,019 (p<0,05). Sedangkan penurunan tekanan darah
diastole relaksasi nafas memberikan efek lebih besar dari relaksasi autogenik dibuktikan
hasil uji statistik tekanan darah diastole kelompok nafas dalam dibandingkan kontrol p
value=0,003 (p<0,05) sedangkan kelompok autogenik dibandingkan kontrol p value=0,005
(p<0,05). Sehingga terapi relaksasi nafas dalam dan relaksasi autogenik dapat menjadi
terapi penunjang untuk menangani hipertensi. Tetapi relaksasi autogenik lebih efektif
menurunkan tekanan darah dibandingkan relaksasi nafas dalam. Saran bagi tenaga
kesehatan khususnya perawat agar melakukan relaksasi nafas dalam atau relaksasi
autogenik pada lansia hipertensi untuk menurunkan tekanan darah.

Kata Kunci: Hipertensi, Lansia, Relaksasi Nafas Dalam, Relaksasi Autogenik

Menurut World Health Organisation berkelok-kelok. Hal ini yang nantinya akan
(WHO) lanjut usia (lansia) adalah kelompok berhubungan dengan kelainan pada sistem
penduduk yang berumur 60 tahun atau lebih. kardiovaskuler yang akan menyebabkan
Pada usia lanjut lebih rentan terhadap gangguan pada tekanan darah seperti
berbagai penyakit karena beberapa fungsi hipertensi (Fatimah, 2010: 6).
dalam tubuh lansia mulai menurun. Hipertensi atau tekanan darah tinggi
Penurunan fungsi organ yang dapat terjadi adalah kondisi seseorang mengalami
pada lansia salah satunya pada sistem peningkatan tekanan darah secara kronis
kardiovaskuler, karena seiring pertambahan (jangka waktu lama) melebihi 140/90
usia menyebabkan katup jantung menjadi mmHg (Maryam, 2010: 79). Hipertensi
lebih tebal dan kaku, jantung serta arteri dicirikan dengan peningkatan tekanan darah
kehilangan elastisitasnya. Timbunan diastolik atau sistolik yang intermiten atau
kalsium dan lemak berkumpul di dalam menetap. Pengukuran tekanan darah serial
dinding arteri, vena menjadi sangat 150/95 mmHg atau lebih tinggi pada orang
yang berusia diatas 50 tahun hipertensi. perempuan 98. Dengan kasus hipertensi
Insiden hipertensi meningkat seiring dengan yaitu 34.
pertambahan usia (Subekti, 2007: 208). Berdasarkan hasil prevalensi kasus
Hipertensi dikenal dengan silent killer hipertensi diatas angka kejadian hipertensi
karena 1 ½ penderita dengan tekanan darah cukup tinggi, sedangkan dampak yang dapat
tinggi tidak menyadari kondisi kesehatannya ditimbulkan dari hipertensi sendiri jika tidak
(Fatimah, 2010: 38). ditangani yaitu menyebabkan penyakit
Berdasarkan data WHO tahun 2012 pembuluh darah otak seperti stroke,
bahwa seluruh dunia sekitar 982 juta orang perdarahan otak, transient ischemic attack
atau 26,4% penghuni bumi mengidap (TIA). Penyakit jantung seperti gagal
hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria jantung, angina pectoris, infark miocard
dan 26,1% wanita. Angka ini kemungkinan acut (IMA). Penyakit ginjal seperti gagal
akan meningkat menjadi 29,2% pada tahun ginjal. Penyakit mata seperti perdarahan
2025. Berdasarkan survey Riskesdas pada retina, penebalan retina, dan oedem pupil
tahun 2013 dengan menggunakan unit (Ode, 2012: 246). Inilah sebabnya mengapa
analisis individu menunjukkan bahwa secara hipertensi disebut sebagai silent killer
nasional 25,8% penduduk Indonesia disease. Silent killer disease adalah sebutan
menderita penyakit hipertensi. Jika bagi penyakit yang timbul hampir tanpa
penduduk Indonesia ketika tahun 2013 indikasi awal, namun tiba-tiba rasa sakit itu
sebesar 252.124.458 jiwa maka terdapat datang tidak tertahankan, yang sering
65.048.110 jiwa yang menderita hipertensi. ditemukan adalah penanganan penyakit
Di Indonesia hipertensi berada diurutan yang sudah terlambat (Shanty, 2011: 5).
nomor satu untuk masalah kesehatan pada Maka dari itu untuk mencegah atau
lansia dengan prevalensi usia 55-64 tahun mengontrol hipertensi agar tidak sampai
yaitu 45,9%, usia 64-74 yaitu 57,6%, usia terjadi komplikasi yang lebih lanjut, yang
75 tahun keatas yaitu 63,8%. Selama tahun dapat dilakukan sebagai tenaga kesehatan
2014, penyakit terbanyak di Kota Malang yaitu dengan menggunakan terapi yaitu
dengan urutan nomor dua yaitu hipertensi terapi farmakologis maupun non
primer dengan 58.046 kasus. Kondisi ini farmakologis. Terapi farmakologis
tidak jauh berbeda dengan tahun 2013 merupakan terapi yang diberikan berupa
dimana hipertensi primer sebanyak 50.612 obat-obatan, yaitu dengan pemberian obat
kasus (Dinkes Kota Malang, 2015: 20). anti hipertensi. Sedangkan terapi non
Dari hasil studi pendahuluan yang farmakologis adalah terapi tambahan selain
dilakukan di UPT Pelayanan Sosial Tresna mengkonsumsi obat-obatan. Terapi non
Werdha Blitar pada bulan November 2017, farmakologis yang bisa dilakukan yaitu
berdasarkan data rekam medis UPT dengan mengurangi berat badan jika gemuk,
Pelayanan Sosial Tresna Werdha Blitar menghentikan merokok, mengatur pola
dalam 3 bulan terakhir jumlah lansia 133, makan terutama diet rendah garam, olahraga
dengan jenis kelamin laki-laki 35 dan teratur, pengendalian stres dan perbaikan
gaya hidup (Sutanto, 2010: 27). Selain itu tekanan darah diastolik setelah diberikan
terapi non farmakologis yang dapat terapi relaksasi nafas dalam yaitu 84,46
dilakukan yaitu menurunkan berat badan, mmHg, terjadi penurunan tekanan darah
olahraga, berhenti merokok, dan teknik diastolik sebesar 6,54 mmHg.
relaksasi (Corwin, 2009: 484-489). Terapi relaksasi autogenik adalah teknik
Saat ini masih kurang diterapkannya relaksasi yang menggunakan serangkaian
penanganan non farmakologis untuk upaya pemusatan perhatian, dan ditujukan untuk
pencegahan maupun pengobatan hipertensi. menimbulkan relaksasi dan meningkatkan
Sedangkan terapi nonfarmakologis juga kemampuan tubuh dalam menyembuhkan
dibutuhkan oleh seseorang yang mengalami dirinya sendiri. Sasarannya agar tahu cara
masalah kesehatan khususnya hipertensi. membawa diri ke keadaan rileks dengan
Terapi non farmakologis itu sendiri melepas ketegangan otot-otot, mengatasi
merupakan wewenang dari seorang perawat kecemasan dan kondisi psikosomatis lain
sehingga perawat berperan dalam tanpa bantuan pelatih atau terapis
pengontrolan hipertensi yaitu dengan (Hadibroto, 2006: 60). Berdasarkan
pemberian distraksi atau relaksasi. Karena penelitian Taufan dkk (2016: 7) tentang
manfaat dari distraksi atau relaksasi salah efektifitas relaksasi autogenik terhadap
satunya dapat menurunkan tekanan darah tekanan darah pada lanjut usia dengan
pada lansia. Beberapa teknik relaksasi yang hipertensi, menyimpulkan bahwa relaksasi
dapat digunakan untuk menurunkan tekanan autogenik efektif terhadap tekanan darah
darah yaitu relaksasi nafas dalam dan pada lanjut usia dengan hipertensi.
relaksasi autogenik. Dari berbagai masalah kesehatan lansia
Latihan nafas dalam adalah suatu yang ada khususnya hipertensi dan dampak
tindakan keperawatan dimana perawat akan yang akan ditimbulkan jika penyakit
mengajarkan/ melatih klien agar mampu dan hipertensi tidak segera ditangani, serta
mau melakukan nafas dalam secara efektif perbedaan antara kedua relaksasi tersebut
sehingga kapasitas vital dan ventilasi paru terhadap perubahan tekanan darah pada
meningkat (Aryani, 2009: 71). Berdasarkan pasien lansia dengan hipertensi sejauh ini
penelitian yang telah dilakukan Rita dkk belum pernah dilakukan penelitian maka
(2016: 4) tentang terapi relaksasi nafas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dalam menurunkan tekanan darah pasien tentang “Perbedaan tekanan darah antara
hipertensi, menyimpulkan bahwa tekanan yang diberikan relaksasi nafas dalam dan
darah responden dengan hipertensi relaksasi autogenik pada lansia hipertensi di
mengalami penurunan baik pada tekanan UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha
darah sistolik maupun tekanan darah Blitar.”
diastolik. Rata-rata tekanan darah sistolik
setelah diberikan terapi relaksasi nafas Tujuan Penelitian
dalam yaitu 138 mmHg, mengalami Penelitian ini dilakukan untuk
penurunan sebanyak 18,46 mmHg. Rata-rata mengetahui apakah ada perbedaan tekanan
darah antara yang diberikan relaksasi nafas yaitu uji Kolmogorov-Smirnov. Data
dalam dan relaksasi autogenik pada pasien disajikan dalam bentuk diagram line, tabel
lansia hipertensi di UPT Pelayanan Sosial ,dan narasi.
Tresna Werdha Blitar.
HASIL PENELITIAN
METODE PENELITIAN Berdasarkan penelitian didapatkan
Design yang digunakan dalam hasil rata-rata tekanan darah pada kelompok
penelitian ini adalah Quasi Experimental relaksasi nafas dalam dan relaksasi
dengan pendekatan three group pre test dan autogenik sama-sama mengalami penurunan
post test design. Populasi pada penelitian ini dan diuji statistik didapatkan hasil semua p
adalah seluruh lansia hipertensi di UPT value = 0,000. Ini menunjukkan bahwa
PSTW Bitar pada bulan Mei – Juni 2018 kedua metode relaksasi ini mempunyai
sebanyak 30 responden. Pengambilan pengaruh bermakna dalam menurunkan
sampel dilakukan dengan cara non- tekanan darah baik sistole maupun diastole.
probability sampling dengan teknik Dilihat dari uji statistik dibawah ini:
Purposive Sampling. Instrumen yang Tabel 4.2 Hasil analisis perbedaan tekanan
digunakan adalah SOP Relaksasi Nafas darah sistole sebelum dan sesudah
diberikan relaksasi nafas dalam
Dalam dan Autogenik serta
pada lansia hipertensi
Spigmomanometer aneroid. Variabel N Mean Selisih P Value Kesimpulan
Variabel independen pada penelitian Sebelum 10 149,167 6,068 0,000 P value < a
Sesudah 10 143,099 (0,05) yang
ini adalah relaksasi nafas dalam dan berarti H0
relaksasi autogenic. Variabel dependen ditolak
*Tingkat kemaknaan a=0,05
dalam penelitian ini adalah tekanan darah
yang diobservasi sebelum dan sesudah Tabel 4.3 Hasil analisis perbedaan tekanan
relaksasi. darah sistole sebelum dan sesudah
Kriteria inklusi pada penelitian ini diberikan relaksasi autogenik
adalah lansia dengan hipertensi, tekanan pada lansia hipertensi
Variabel N Mean Selisih P Value Kesimpulan
darah sistole ≥140 mmHg dan diastole ≥90 Sebelum 10 149,067 8,283 0,000 P value < a
mmHg, dan lansia yang mendapat terapi Sesudah 10 140,784 (0,05) yang
berarti H0
obat jenis ACE Inhibitor. Kriteri ditolak
eksklusinya adalah lansia dengan post *Tingkat kemaknaan a=0,05
operasi, gangguan pendengaran, demensia,
Tabel 4.4 Hasil analisis perbedaan tekanan
masalah emosi berat, dan lansia dengan tirah darah sistole sebelum dan sesudah
baring. kontrol pada lansia hipertensi
Analisa data menggunakan uji t- Variabel N Mean Selisih P Value Kesimpulan
Sebelum 10 161,667 -0,633 0,035 P value < a
paired test dan ANOVA dengan signifikansi Sesudah 10 162,300 (0,05) yang
0,05 pada tekanan darah sebelum relaksasi berarti H0
ditolak
dan sesudah relaksasi, yang sebelumnya *Tingkat kemaknaan a=0,05
data sudah diuji dengan normalitas data
Tabel4.5 Hasil analisis perbedaan tekanan sistemik, penurunan denyut dan kontraksi
darah diastole sebelum dan jantung. Perangsangan saraf parasimpatis ke
sesudah diberikan relaksasi nafas bagian-bagian miokardium lainnya
dalam pada lansia hipertensi
Variabel N Mean Selisih P Value Kesimpulan
mengakibatkan penurunan kontraktilitas,
Sebelum 10 88,200 3,467 0,000 P value < a volume sekuncup menghasilkan suatu efek
Sesudah 10 84,733 (0,05) yang
berarti H0
inotropik negatif. Keadaan tersebut
ditolak mengakibatkan penurunan volume
*Tingkat kemaknaan a=0,05 sekuncup dan curah jantung. Pada otot
rangka beberapa serabut vasomotor
Tabel 4.6 Hasil analisis perbedaan tekanan
mengeluarkan asetilkolin yang
darah diastole sebelum dan
sesudah diberikan relaksasi menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan
autogenik pada lansia hipertensi akibatnya membuat tekanan darah menurun.
Variabel N Mean Selisih P Kesimpulan Sedangkan relaksasi autogenik
Value
Sebelum 10 89,901 4,567 0,000 P value < a menurunkan tekanan darah dengan stimulus
Sesudah 10 85,334 (0,05) yang positif dari relaksasi autogenik akan
berarti H0
ditolak menurunkan aktivitas produksi HPA
*Tingkat kemaknaan a=0,05 (Hipotalemik-Pituitary-Adrenal) Axis, yang
ditandai adanya penurunan hormon CRF
Tabel 4.7 Hasil analisis perbedaan tekanan (corticotropin-releasing-factor) di
darah diastole sebelum dan
hipotalamus dan juga akan merangsang
sesudah kontrol pada lansia
hipertensi pituitary anterior untuk memproduksi
Variabel N Mean Selisih P Kesimpulan ACTH yang berfungsi dalam
Value mengendalikan kelenjar suprarenal dalam
Sebelum 10 94,132 P value > a
Sesudah 10 94,182 (0,05) yang menghasilkan kortisol menjadi menurun.
-0,05 0,905
berarti H0
diterima
Penurunan ini akan merangsang medulla
*Tingkat kemaknaan a=0,05 adrenal untuk memproduksi hormon
katekolamin yang berfungsi dalam
PEMBAHASAN meningkatkan denyut jantung serta tekanan
Teknik relaksasi nafas dalam darah dan kortisol sebagai hormon stres
menurunkan tekanan darah dengan cara menjadi menurun. Peneliti berasumsi bahwa
Stimulasi peregangan di arkus aorta dan pembuktian manfaat relaksasi autogenik
sinus karotis diterima dan diteruskan oleh dapat menyebabkan pelebaran pada
saraf vagus ke medula oblongata (pusat pembuluh darah karena relaksasi autogenik
regulasi kardiovaskuler), dan selanjutnya menyebabkan seseorang merasa rileks
terjadinya peningkatan reflek baroreseptor. sehingga dapat merangsang sistem saraf
Impuls aferen dari baroreseptor mencapai yang menyebabkan pembuluh darah
pusat jantung yang akan merangsang saraf melebar dan tekanan darah menurun.
parasimpatis dan menghambat pusat Penurunan ini akan menurunkan kerja saraf
simpatis, sehingga menjadi vasodilatasi simpatis, dan sebaliknya kerja parasimpatis
menjadi meningkat atau dominan, sehingga penelitian yang dilakukan oleh Sutomo
menyebabkan pelebaran atau vasodilatasi (2017) yaitu tentang pengaruh terapi
pembuluh darah yang akhirnya dapat relaksasi autogenik terhadap perubahan
menurunkan tekanan darah (M. Sholeh, tekanan darah pada lansia hipertensi di UPT
2012: 27-28). Panti Werdha Mojopahit Mojokerto
Namun apabila dibandingkan menunjukkan penurunan yang signifikan
perubahan tekanan darah dari kedua saat sebelum dan sesudah relaksasi
relaksasi tersebut selisih penurunan sistole autogenik pada kelompok intervensi
dan diastole pada relaksasi autogenik jauh menunjukkan rata-rata mean tekanan sistole
lebih besar dibandingkan relaksasi nafas sebelum relaksasi autogenik adalah
dalam. Hal ini disebabkan karena pada 166,2500 mmHg dan diastole 98,3333
relaksasi autogenik terdapat mantra yang mmHg. Sesudah diberikan terapi relaksasi
diyakini dapat membuat responden merasa autogenik tekanan darah sistole sebesar
lebih tenang yang diucapkan saat responden 147,5000 mmHg dan diastole 89,5833
menghembuskan nafas. Hal tersebut yang mmHg. Sedangkan pada kelompok kontrol
kemungkinan besar membuat perubahan tekanan darah sistole 164,1667 mmHg dan
tekanan darah baik sistole maupun diastole diastole 97,9167 mmHg berubah menjadi
lebih besar pada relaksasi autogenik tekanan darah sistole 166,2500 dan diastole
daripada relaksasi nafas dalam, karena pada 99,1667 mmHg.
relaksasi nafas dalam hanya menarik nafas Hasil penelitian ini menyimpulkan
lewat hidung dan menghembuskan nafas bahwa ada perbedaan tekanan darah pada
lewat mulut tanpa mengucapkan mantra.. ketiga kelompok yaitu relaksasi nafas dalan,
Peneliti berasumsi bahwa relaksasi autogenik dan koontrol baik
pembuktian manfaat relaksasi autogenik ini tekanan darah sistole maupun diastole.
dapat meyakinkan kembali aplikasi konsep Kedua relaksasi sama-sama efektif dalam
lama tentang hubungan pikiran dengan menurunkan tekanan darah. Namun, teknik
respon tubuh dalam dunia keperawatn yang relaksasi autogenik memberikan efek lebih
dituliskan oleh Florence Nightingle pada besar dalam menurunkan tekanan darah
tahun 1859 dalam bukunya Notes on dibandingkan dengan teknik relaksasi nafas
Nursing menjadi suatu keyakinan baru dalam dengan penurunan tekanan darah baik
dalam asuhan keperawatan pada klien sistole maupun diastole.
dengan penyakit sirkulasi dan endokrin.
Relaksasi autogenik ini bekerja melalui PENUTUP
interaksi respon fisiologis dan psikologis. Kesimpulan
Selain menurunkan tekanan darah dengan 1. Sebelum diberikan terapi relaksasi nafas
menurunkan level hormon kortisol Kiran et dalam pada 10 responden, rata-rata
al, (2016: 11938). tekanan darah sistole responden sebesar
Hal ini sejalan dengan penelitian 149,17 mmHg dan diastole 88,20 mmHg.
yang dilakukan oleh Teori ini didukung oleh Sesudah diberikan terapi relaksasi nafas
dalam pada 10 responden, rata-rata relaksasi autogenik dan kontrol baik
tekanan darah sistole responden sebesar tekanan darah sistole maupun diastole.
143,10 mmHg dan diastole 84,73 mmHg. Pada semua kelompok menunjukkan
2. Sebelum diberikan terapi relaksasi tekanan darah sistole bahwa p
autogenik pada 10 responden, rata-rata value=0,005 dan tekanan darah diastole p
tekanan darah sistole responden sebesar value=0,001. Selain itu, juga dapat
149,07 mmHg dan diastole 89,90 mmHg. dilihat bahwa relaksasi autogenik lebih
Sesudah diberikan terapi relaksasi efektif dari relaksasi nafas dalam untuk
autogenik pada 10 responden, rata-rata menurunkan tekanan darah dibuktikan
tekanan darah sistole responden sebesar dengan tekanan darah sistole kelompok
140,78 mmHg dan diastole 85,33 mmHg. autogenik dibandingkan dengan kontrol p
3. Sebelum kontrol pada 10 responden, rata- value=0,008 dan relaksasi nafas dalam
rata tekanan darah sistole responden dibandingkan dengan kontrol p
sebesar 158,37 mmHg dan diastole 94,13 value=0,019. Sedangkan pada tekanan
mmHg. Sesudah kontrol pada 10 darah diastole kelompok nafas dalam
responden, rata-rata tekanan darah sistole dibandingkan dengan kelompok kontrol p
158,96 mmHg responden sebesar dan value=0,003 dan relaksasi autogenik
diastole 94,18 mmHg. dibandingkan dengan kontrol p
4. Ada perbedaan tekanan darah sistole dan value=0,005.
diastole sebelum dan sesudah relaksasi Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
nafas dalam. Dibuktikan dengan p value perbedaan yang signifikan pada ketiga
0,000 (a=0,05) pada tekanan darah kelompok relaksasi nafas dalam, relaksasi
sistole dan p value 0,000 (a=0,05) pada autogenik dan kontrol.
tekanan darah diastole.
5. Ada perbedaan tekanan darah sistole dan Saran
diastole sebelum dan sesudah relaksasi a. Bagi UPT PSTW Blitar
autogenik. Dibuktikan dengan p value Diharapkan dapat menetapkan
0,000 (a=0,05) pada tekanan darah kebijakan dalam penerapan latihan relaksasi
sistole dan p value 0,000 (a=0,05) pada autogenik pada lansia penderita hipertensi
tekanan darah diastole. untuk menurunkan tekanan darah sebagai
6. Ada perbedaan tekanan darah diastole terapi penunjang dari terapi farmakologis
sebelum dan sesudah kontrol, tetapi tidak yang telah diberikan.
ada perbedaan pada tekanan darah sistole b. Bagi Institusi Pendidikan
sebelum dan sesudah kontrol. Dibuktikan Diharapkan dapat dijadikan salah satu
dengan p value 0,905 (a=0,05) pada keterampilan mahasiswa dalam praktek
tekanan darah diastole dan p value 0,035 laboratorium klinik dalam hal pemberian
(a=0,05) pada tekanan darah sistole. tindakan keperawatan pada pasien
7. Ada perbedaan tekanan darah pada ketiga hipertensi, salah satunya dengan relaksasi
kelompok yaitu relaksasi nafas dalam, nafas dalam dan relaksasi autogenik
sehingga mahasiswa dapat memahami dan Debora, Oda. 2011. Proses Keperawatan
terampil dalam memberikan asuhan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:
keperawatan klien hipertensi. Salemba Medika.
c. Bagi Profesi Perawat Dinas Kesehatan Kota Malang. 2015. Profil
Diharapkan relaksasi nafas dalam dan Kesehatan Kota Malang Tahun 2015.
relaksasi autogenik menjadi salah satu Malang.
bentuk intervensi keperawatan mandiri Fatimah. 2010. Merawat Manusia Lanjut
untuk seorang perawat dalam memberikan Usia Suatu Pendekatan Proses
asuhan keperawatan lansia penderita Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans
hipertensi. Info Media.
d. Bagi Peneliti Selanjutnya Hadibroto, Iwan. 2006. Seluk-Beluk
Diharapkan peneliti selanjutnya dapat Pengobatan Alternatif dan
mengembangkan penelitian dengan Komplementer.
mengkaji faktor lain yang mempengaruhi Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
terjadinya hipertensi seperti: gaya hidup, Hastono, S.P. 2011. Statistik Kesehatan.
kebiasaan konsumsi makanan yang dapat Jakarta: Raja Grafindo Persada.
menyebabkan hipertensi, dan hubungan Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset
dengan lingkungan sekitar dengan tempat Kesehatan Dasar: Riskesdas 2013.
penelitian yang berbeda dan responden yang Jakarta.
lebih banyak. Kementerian Kesehatan RI. 2016. Situasi
Usia Lanjut (Lansia) di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Jakarta.
Aryani, Ratna. 2009. Prosedur Klinik Khare, Divya dkk. 2016. Effect of Aerobic
Keperawatan Pada Mata Ajar Exercises Versus Autogenic Relaxation
Kebutuhan Techniques In Hypertension. Jurnal
Dasar Manusia. Jakarta: Trans Info Internasional: Volume 7.
Media . Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Keperawatan Konsep dan Aplikasi Linda-Brookes. 2004. The Updated
Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: WHO/ISH Hypertension Guidelines
Salemba Medika. (diakses pada 31 Desember 2017).
Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Maryam, Siti. R. 2010. Asuhan
Keperawatan Lnjut Usia. Yogyakarta: Keperawatan pada Lansia. Jakarta:
Graha Ilmu. Salemba Medika.
Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Maryam, Siti. R. 2010. Buku Panduan
Patofisiologis. Jakarta: Aditya Media. Kader Posbindu Lansia. Jakarta: TIM.
Davis, Martha. 1995. Panduan Relaksasi & M. Sholeh. 2012. Terapi Shalat Tahajut
Reduksi Stres. Jakarta: EGC. Menyembuhkan Berbagai Penyakit.
Jakarta: PT Mizan Publika.
Mubarak, Wahit Iqbal dkk. 2011. Ilmu Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba
Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: Medika.
Salemba Medika Setiadi. 2013. Konsep dan Praktik
Mubarak, Wahit Iqbal dkk. 2015. Buku Ajar Penulisan Riset Keperawatan Edisi 2.
Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Yogyakarta: Graha Ilmu.
Salemba Medika. Shanty, Meita. 2011. Silent Killer Diseases.
Mujahidullah, Khalid. 2012. Keperawatan Jogjakarta: Javalitera.
Geriatri Merawat Lansia dengan Cinta Sibagariang, Ellysa Eva. 2010. Metodologi
dan Kasih Sayang. Yogyakarta: Pustaka Penelitian Untuk Mahasiswa Diploma
Pelajar. Kesehatan. Jakarta: TIM.
Muttaqin, Arif. 2011. Pengkajian Subekti, I dkk. 2012 Keperawatan Gerontik
Keperawatan Aplikasi pada Praktik Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan,
Klinik. Jakarta: Salemba Medika. Terapi Modalitas dan Pelayanan
Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Kesehatan Usia Lanjut. Malang:
Keperawatan Klien dengan Gangguan Poltekkes Kemenkes Malang
Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Subekti, Nike Budhi. 2007. Buku Saku
Salemba Medika. Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta:
Notoatmodjo, Soekidjo. 2014. Metodologi EGC.
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Susilo, Hary W. 2012. Statistika & Aplikasi
Cipta. Untuk Penelitian Ilmu Kesehatan.
Nursalam. 2017. Metodeologi Penelitian Jakarta: Trans Info Media.
Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Susilo, Yekti. 2011. Cara Jitu Mengatasi
Medika. Hipertensi. Yogyakarta: ANDI.
Oberg, Erica. 2009. Mind-Body Techniques Sutanto. 2010. Cekal Penyakit Modern
to Reduce Hypertension’s Cronic Hipertensi, Stroke, Jantung, Kolesterol,
Effect. Integrative Medicine. Volume 8. dan Diabetes. Yogyakarta: ANDI.
No. 5. Sutomo. 2017. Pengaruh Terapi Relaksasi
Ode, La Sharif. 2012. Asuhan Keperawatan Autogenik Terhadap Tekanan Darah
Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika. Pada Lansia Dengan Hipertensi. Jurnal
Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Keperawatan dan Kebidanan: Stikes
Fundamental Keperawatan. Jakarta: Dian Husada Mojokerto.
EGC. Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk
Rita, Dwi Hastanti. 2016. Terapi Relaksasi Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:
Nafas Dalam Menurunkan Tekanan EGC.
Darah Pasien Hipertensi. Jurnal Ilmiah Tamher, S. 2011. Kesehatan Usia Lanjut
Kesehatan. Vol IX No. 1: 3-4. dengan Pendekatan Asuhan
Setyoadi & Kushariyadi. 2011. Terapi Keperawatan. Jakarta: Salemba
Modalitas Keperawatan pada Klien Medika.
Taufan, Muhammad. 2016. Efektifitas
Relaksasi Autogenik Terhadap Tekanan
Darah pada Lanjut Usia dengan
Hipertensi di Puskesmas Lerep
Ungaran Barat Kabupaten Semarang.
Jurnal Ungaran: Program Studi
Keperawatan Ngudi Waluyo.
Universitas Indonesia. 2007. Farmakologi
dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru.
Vaughans, Bennita W. 2011. Keperawatan
Dasar. Yogyakarta: Rapha Publishing.

You might also like