You are on page 1of 8

5.

Hal-hal penting yang harus diperhatikan terhadap korban atau pasien


adalah:
a. Pernapasan dan denyut jantung
1) Bila napas berhenti maka segera kerjakan pernapasan buatan.
2) Bila jantung berhenti berdenyut maka lakukan Kompresi Jantung
Luar (KJL).
3) Usaha-usaha mengembalikan fungsi pernapasan dan sirkukasi.
b. Perdarahan
Bila terjadi perdarahan maka lakukan usaha-usaha menghentikan
perdarahan. Terutama perdarahan dari pembuluh darah besar.
c. Syok
Bila terjadi syok maka perhatikan tanda-tandanya serta lakukan
penanggulangan.
d. Cegah aspirasi terhadap muntahan dengan mengatur posisi pasien
miring pada salah satu sisi tubuh atau ditelungkupkan.
e. Bila terjadi fraktur, maka lakukan pembidaian.

Pengelompokkan klien gawat darurat

Kategori Skala Prioritas Kasus


I Prioritas utama pasien  Tidak sadar
 Sumbatan jaln napas atau henti napas
 Henti jantung
 Perdarahan hebat
 Syok
 Reaksi insulin
 Mata terkena bahan kimia
II Prioritas kedua pasien  Luka bakar
 Fraktur mayor
 Injuri tulang belakang
III Prioritas ketiga pasien  Fraktur minor
 Perdarahan minor
 Keracunan obat-obatan
 Percobaan bunur diri
 Gigitan binatang
IV Prioritas keempat pasien
Aspek Legal Keperawatan Gawat Darurat

1. Doktrin gawat darurat


Kebanyakan pasien di unit gawat darurat dapat memberikan expressed
concent mereka, secara oral atau tertulis untuk pengobatan. Concent ini
berdasarkan informasi yang diberikan pada pasien sehubungan dengan
pengobatan. Pada kejadian dimana seorang pasien tidak dapat memberikan
expressed concent (seperti pasien tidak sadar), pengadilan menangani
concent pasien akan pengobatan pada situasi gawat darurat. Implied
concent diasumsikan kejadian yang :
a. Seorang individu tidak dapat memberikan expressed concent untuk
penanganan kedaruratan yang mengancam jiwa
b. Tanpa penanganan, gangguan serius dapat terjadi. Akan tetapi, pasien
yang sadar juga memiliki hak legal untuk menolak pengobatan.
2. Protokol penanganan
Banyak institusi rumah sakit mengizinkan perawat dan personil kesehatan
terkait lainnya, seperti paramedis, untuk mengatasi situasi yang
mengancam jiwa(seperti aritmia yang mengancam jiwa atau henti jantung)
dalam tidak adnya dokter, berdasarkan pedoman atau protokol penanganan
yang telah disepakati. Ini terjadi karena keadaan disini dimana yang
terbaik untuk pasien menerima penanganan yang cepat. Protokol-protokol
penanganan ini adalah tiap-tiap langkah (step-by-step) petunjuk untuk
penanganan situasi gawat darurat yang spesifik.
3. Tugas untuk perawat
Aturan legal saat ini mengidentifikasi bahwa unit gawat darurat harus
memberikan penanganan untuk semua yang memerlukannya. Setiap unit
gawat darurat harus mengembangkan petunjuk atau protokol yang spesifik
sehubungan dengan tugasuntuk merawat, dan semua staff harus menyadari
aturan-aturan ini.
4. Consolidated Omnibus Budget Reconciliation Act (COBRA)
COBRA dikenal sebagai hukum “antidumping”, adalah bagian dari Social
Security Act yang mengaplikasikan pada semua rumah sakit yang
memberikan beberapa jenis pelayanan gawat darurat. Paragraf dalam
aturan ini menenmpatkan tanggung jawab yang sangat besar pada rumah
sakit untuk mengangani semua pasien tanpa memperhitungkan implikasi
keuangannya.
5. Confidentiality
Secara etik dan legal, perawatunit gawat darurat memiliki obligasi untuk
menghargai hak-hak pasien akan privasi dan untuk menyimpan informasi
rahasia yang dikomunikasikan pasien. Apapuan informasi yang dibuka
kepada publik tanpa concent dari pasien dapat diproses melalui jalur
hukum
6. Obligasi untuk melaporkan penyakit atau trauma spesifik
Untuk keuntungan masyarakat seutuhnya, pelaporan tentang penyakit atau
trauma tertentu snagat diperlukan di semua negara. Perawat unit gawat
darurat harus familier dengan kondisi-kondisi ini dan melaporkan
protokolnya, karena mungkin bervariasi di setiap negara. Nama-nama
individu dengan kondidi di bawah ini biasanya dilaporkan ke departemen
kesehatan di semua negara:
a. Penyakit menular seksual kecuali AIDS
b. Penyakit menular
c. Gigitan hewan

Nama-nama individu dengan kondisi dibawah ini harus dilaporkan ke


otoritashukum:

a. Trauma yang disebabkan oleh dugaaan kekerasan, penganiayaan,


anak(child abuse), penganiayaan orang jompo (elder abuse), atau
disisa-siakan.
b. Bunuh diri.
c. Kecelelakaan kendaraan bermotor.
d. Kecurigaan kematian.
e. Penyakit keracunan makanan.
7. Dokumentasi komunikasi advanced
Advanwd directives (intruksi advane)adalah dokumen dimana individu
melakukan sesuatu yang telah direncanakan ketika masih kompeten
untukmengungkapkna keputusan mereka sehubungan dengan penanganan
perawawatan kesehatan.Dokumen-dokumen ini akan menjadi efektif
ketika individu tidak mampu untuk membuat keputusan keputusan
tersebut. Durable power of attorney(pelimpahan kepada pengacara)
mengizinkan seseorang melimpahkankepada seseorang untuk mewakiliya
secara legal untuk kepentingannya. Living wills (surat wasiat) adalah bukti
tertulis keinginan-keinginan pasien tentang penanganan apa yang mereka
inginkan.
8. Hukum-hukum koroner
Kecurigaan atau kriminalitas kematian harus dilaporkan pada ahli koroner
atau pemeriksaan medis. Sebagai tambahan, jenis-jenis kematian yang
biasanya dilaporkan adalah kematian dimana korban tidak dibawa ke
dokter daam 24 jam sebelum kemaian, kematian tidak terduga akibat
pembedahan, bayi lahir mati, kematian akibat kecelakaan, tenggelam, atau
alkoholisme akut, overdosisi obat, atau kematian yang disebabkan oleh
penyakit infeksi.
9. Penyediaan rantai bukti
Pada kasus suatu kematian yang dicurigai atau trauma kriminal, cara yang
tepat diamana bukti ditangani oleh profei unit gawat darurat sangatlah
penting. Pakaian mungkinn menunjukkan bukti vital seperti serbuk miseu
atau sperma. Semua pakaian harus disimpan dalam kantungkertas (plastik
mungkin lembeb dan dapat merusak bukti), rekatkan dengan isolasi, beri
nama, dan simpan di tempat yang aman.

Scope of Emergency Nursing


Mencakup management klien melintasi batas umur dari lahir sampai
meninggal dan semua kondisi kesehatan yangmendorong seseorang
dengan umur berapa saja mencari perawatan gawat darurat.
1. Kompetensi inti
Praktek keperawatan gawat darurat membutuhkan perawat-perawat
yang terampil dalam pengkajian, setting prioritas dan critica thinking,
multitasking, dan komunikasi. Fleksibilitas dan adaptabilitas adalah
ciri-ciri esensialseorang perawat karena situasi dalam ruang emergensi,
sama seperti klien-klien yang berubah secara cepat.
2. Ketrampilan teknikal
Prawat gadar juga harus cakap dalam bekerja dengan
anekanketrampilan teknikal (multitasking), kadang dalam situasi
stress, lingkungan dengan tekanan tinggi seperti resusitasi jantung
atau trauma. Pengetahuan dan ketrampilan berhubungan dengan
penanganan prosedure, persiapan klien, teaching, dan perawatan post
prosedure adalah hal yang esensial dalam praktik keperawatan gawat
darurat.
Deskripsi sertifikasi keperawatan gawat darurat
sertifikasi Deskripsi
 Basic Cardiac Life Support  Pengkajian noninvasive dan
(BTCLS) (dibutuhkan) manajemen ketrampilan
 Advanced Cadiac Life mempertahankan jalan napas
Support (ATCLS) (biasanya dan RJP.
dibutuhkan)  Ketrampilan invasive
 Pediatric Advanced Life manajemen jalan napas,
Support (PALS) (mungkin farmakologi, dan terapi elektrik
dibutuhkan) khususnya resusitasi.
 Certified Emergency Nurse  Resusitasi neonatal dan
(CEN) (opsional) pediatric.
 Memvalidasi inti pengetahuan
keperawatan gawat darurat
dasar.

Prinsip-prinsip keperawatan gawat darurat

Triage diambil dari bahasa Perancis “trier” artinya “mengelompokkan” atau


“memilih”. Konsep triage unit gawat darurat adalah berdasarkan pengelompokkan
atau pengklasifikasian klien kedalam tingkatan prioritas tergantung pada
keparahan penyakit atau injuri.

Perawat triage adalah “penjaga pintu gerbang” pada system pelayanan gawat
darurat. Standards of Emergency Nursing Practice dengan jelas menggambarkan
seorang registered nurse (RN) sebagai pemberi layanan yang harus mentriage
setiap pasien.

1. Gawat Darurat (Emergent triage)


Klien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat
dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi catat) bila
tidak mendapat pertolongan secepatnya.
Kategori yang termasuk di dalamnya yaitu kondisi yang timbul
berhadapan dengan keadaan yang dapat segera mengancam kehidupan
atau beresiko kecacatan. Misalnya klien dengan nyeri dada substernal,
napas pendek, dan diaphoresis ditriage segera ke ruang treatment dan klien
injuri trauma kritis atau seseorang dengan perdarahan aktif.
2. Gawat Tidak Darurat (Urgent Triage)
Klien berada dalam keadaan gawat tetapi memerlukan tindakan darurat,
misalnya kanker stadium lanjut.
Kategori yang mengindikasikan bahwa klien harus dilakukan tindakan
segera, tetapi keadaan yang mengancam kehidupan tidak muncul saat itu.
Misalnya klien dengan serangan baru pneumonia (sepajang gagal napas
tidak muncul segera), nyeri abdomen, kolik ginjal, laserasi kompleks tanpa
adanya perdarahan mayor, dislokasi, riwayat kejang sebelum tiba dan suhu
lebih dari 37˚.
3. Darurat Tidak Gawat (Nonurgent Triage)
Klien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam
nyawa dan anggota badannya, misalnya luka sayat dangkal. Secara umum
dapat bertoleransi menunggu beberapa jam untuk pelayanan kesehatan
tanpa suatu resiko signifikan terhadap kemunduran klinis. Misalnya simple
fractures, simple laerations, atau injuri jaringan lunak, gejala demam atau
viral, dan skin rashes.
Primary Survey, Secondary Survey, dan Intervensi Resusitasi
1. Primary Survey dan Intervensi Resusitasi
Primary Survey mengantur pendekatan ke klien sehingga acaman
kehidupan segera dapat secara cepat diidentifikasi dan tertanggulangi
dengan efektif. Primary Survery berdasarkan standar “ABC”
mnemonic dengan “D” & “E” ditambahkan untuk klien trauma: airway
/ spinal cervikal (A: jalan napas), breathing (B: pernapasan),
circulation (C:sirkulasi), disability (D: ketidakmampuan), dan
exposure (E: paparan). Usaha resusitasi terjadi secara simultan dengan
setiap elemen dari Primary Survey ini.
a. A : Airway (jalan napas/spinal servical)
Prioritas intervensi tertinggi dalam primary survey adalah
mempertahankan kepatenan jalan napas. Dalam hitungan menit
tanpa adekuatnya suplai oksigen dapat menyebabkan trauma
serebral yang akan berkembang menjadi kematian otak (anoxic
brain death). Airway harus bersih dari berbagai secret atau debris
dengan kateter suction atau secara manual jika diperlukan. Spinal
servikal harus diproteksi pada klien trauma dngan kemungkinan
trauma spinal secara manual alignment leher pada posisi netral,
posisi in-line dan menggunakan manuver jaw thurst ketiak
mempertahankan jalan napas.seara umum, masker non-rebreather
adalah yang paling baik untuk klien bernapas spontan. Ventilasi
bag-valve-mask (BMV) dengan alat bantu napas yang tepat dan
sumber oksigen 100% diindikasikan untuk individu yang
memerlukan bantuan ventilasi selama resusitasi. Klien dengan
gangguan kesadaran, diindikasikan dengan GCS kurang dari sama
dengan 8, membutuhkan airway definitif seperti Endotracheal tube
(ETT).
b. B: Breathing (pernapasan)
Setelah jalan napas aman, breathing menjadi prioritas berikutnya
dalam primary survey. Pengkajian ini untuk mengetahui apakah
usaha ventilasi efektif atau tidak hanya pada saat klien bernapas.
Fokusnya adalah pada auskultasi bunyi napas dan evaluasi
ekspansi dada, usaha respirasi, dan adanya bukti trauma dinding
dad atau abnormalitas fisik. Pada klien apnea dan kurangnya usaha
ventilasi untuk mendukung sampai intubasi endotrakeal dilakukan
dan ventilasi mekanik digunakan. Jika resusitasi jantung paru
(RJP) diperlukan, ventilasi mekanik harus dihentikan dan klien
secara manual diventilasi dengan alat BVM untukventilasi lanjutan
yang baik dengan kompresi dada, sebaik untuk mengkaji
komplians paru melalui pengukuran derajat kesulitan ventilasi
klien dengan BVM.
Intervensi penyelamatan kehidupan (life-saving) lainnya pada fase
ini adalah dekompresi dada. Indikasi dekompresi dada yaitu bukti
klinis adanya tension pneumonothoraks, yang dapat menghadapi
keadaan krisis breathing dan sirkulasi. Dekompresi dada dilakukan
melalui dua cara yaitutorakostomi jarum (needle thoracostomy)
dan torakostomi tube (tube thoracostomy). Needle thoracostomy
adalah suatu manuver temporer yang cepat digunakan untuk
mengeluarkan udara yang terjebak dengan insersi chest tube.
Jarum ukuran besar (kateter 14 atau 16, dengan panjang 3-6 cm)
diinsersi ke dalam ruang interkostal kedua pada garis midclavikula.
Setelah needle thoracostomy, suatu chest tube diinsersi (tube
thoracostomy) pada ruang interkostal kelima, arah anterior garis
midaksila. Chest tube ditempatkan pada posisi anatomis ini untuk
mengeluarkan udara dan drainase cairan.
c. C: Circulation
Intervensi ditargetkan untuk memperbaiki sirkulasi yang efektif
melalui resusitasi kardiopulmoner, kontrol perdarahan, akses
intervena dengan penatalaksanaan cairan dan darah jika diperlukan,
dan obat-obatan. Perdarahan eksternal sangat baik dikontrol
dengan tekanan langsung yang lembut pada sisi perdarahan dengan
balutan yang kering dan tabel.
pedarahan internal lebih menjadi ancaman tersembunyi yang harus dicurigai pada klie
dalam suatu kondisi resusitasi, tekanan darah dapat secara cepat
diperkirakan sebelum tekanan dari cuff tensimeter didapatkan
dengan palpasi terhadap adanya atau absennya nadi perifer dan
sentral:
1) Adanyanadi radial : TD sedikitnya 80 mmHg sistolik.
2) Adanya nadi femoral: TD sedikitnya 70 mmHg sistolik.
3) Adanya nadi karotid : TD sedikitnya 60 mmHg sistolik.

Akses intravena secara baik dicapai melaui insesi jalur intravena


jarum besar pada antekubital fossa (lekukan siku). Akses tambahan
dapat dicapai melaui vena sentral di sisi femoraliss, subclavia, atau
jugularis menggunakan jarum besar (≥ 8,5) kateter vena sentral.
Cairan resusitasi pilihan adalah Ringer’s lactate dansalin normal
0,9%.Cairan dan produk darah harus dihangatkan sebelum
pemberian untuk mencegah hipotermia.

d. D: Disability (ketidakmampuan)
Pengkajian disability memberikan pengkajian dasar cepat status
neurologis. Metode mudah untuk mengevaluasi tingkat kesadaran
adaah dengan “AVPU” mnemonic
A : Allert (waspada)
V : Responsive to voice (berespon terhadap suara)
P : Responsive to pain (berespon terhadap nyeri)
U : Unresponsive (tidak ada respon)
Pengkajian lain tentang tingkat kesadaran yang mengukur secara
obyektif dan diterima luas adalah Glaslow Coma Scale (GCS),
yang menilaibuka mata, respon verbal, dan respon motorik. Skor
terendah adalah 3, yang mengindikasikan tidak responsifnya klien
seara total, GCS normal adalah 15. Abnormalitas metabolik,
hipoksia, trauma neurologis, dan intoksikasi dapat mengganggu
tingkat kesadaran.

You might also like