You are on page 1of 21

MAKALAH BEDAH MULUT

SIVARUBINI RENGANATHAN

13/355848/KG/09653

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Eksodonsia merupakan salah satu cabang ilmu bedah yang


mempelajari tentang hal-hal yang berhubungan dengan tindakan bedah
gigi. Prinsip kerja tindakan bedah pada umumnya mengandungi tiga hal
yang harus dilakukan yaitu secara asepsis, bedah atraumatik, dan dibawah
anestesi yang baik (Mangunkusumo, 1997).
Prinsip eksodonsia selalu dilakukan dibawah pengaruh patirasa.
Anestesi dapat dilakukan secara umum atau lokal dengan tujuan
menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri selama pembedahan
(Mangunkusumo, 1997).
Dalam melakukan eksodonsia perlu memperhatikan persiapan
sebelum bedah atau pre operasi meliputi sterilisasi alat, bahan, dan
ruangan, pemilihan alat dan bahan, serta memperhatikan adanya
komplikasi yang timbul akibat pasca operasi. Makalah ini membahas
mengenai teknik anestesi blok N. Alveolaris inferior metode Fisher,
sterilisasi alat, bahan, dan ruangan, faktor-faktor yang harus diperhatikan
saat praktikum bedah mulut, komplikasi anestesi dan proses pencabutan,
dan ciri-ciri tang posterior RA dan RB.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimanakah cara anestesi blok nervus alveolaris inferior Metode
Fisher?
2. Bagaimana cara sterilisasi alat, ruangan, dan bahan medis?
3. Apa saja faktor- faktor yang perlu diperhatikan saat praktikum bedah
mulut?
4. Apa saja komplikasi dari anestesi dan proses pencabutan?
5. Bagaimanakah ciri- ciri tang gigi posterior rahang atas dan rahang
bawah?
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui teknik anestesi blok N. Alveolaris inferior metode


Fisher.
2. Untuk mengetahui sterilisasi alat, bahan, dan ruangan.
3. Untuk mengetahui faktor- faktor yang perlu diperhatikan saat
praktikum bedah mulut.
4. Untuk mengetahui komplikasi pencabutan gigi termasuk anestesi dan
proses pencabutan.
5. Untuk mengetahui ciri-ciri tang posterior RA dan RB.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anestesi Blok Nervus Alveolaris Inferior Metode Fisher

Tujuan dari anestesi blok N. alveolaris inferior metode fisher adalah


menganestesi setengah mandibula pada sisi yang dianestesi. Anestesi blok
rahang bawah biasanya dilakukan apabila kita memerlukan daerah yang
teranestesi luas misalnya pada waktu pencabutan gigi posterior rahang bawah
atau pencabutan beberapa gigi pada satu quadran. Pada Teknik Fisher saraf
yang dituju adalah Alveolaris inferior dan N. Lingualis. Sedangkan daerah
yang teranestesi pada Teknik Fisher adalah: gigi gigi mandibula setengah
quadran, badan mandibula dan ramus bagian bawah, mukoperiosteum bukal
dan membrane mukosa didepan foramen mentalis, dasar mulut dan dua pertiga
anterior lidah, jaringan lunak dan periosteum bagian lingual mandibula.
Prosedur teknik Fisher sebagai berikut:

1. Posisi duduk pasien setengah terlentang.


2. Aplikasikan antiseptik didaerah retromolar.
3. Jari telunjuk diletakkan dibelakang gigi terakhir mandibula, geser
kelateral untuk meraba linea oblique eksterna.
4. Telunjuk digeser untuk mencari linea oblique interna, ujung lengkung
kuku berada di linea oblique interna dan permukaan samping jari
berada dibidang oklusal gigi rahang bawah.
5. Posisi I : jarum diinsersikan dipertengahan lengkung kuku, dari sisi
rahang yang tidak dianestesi yaitu regio premolar.
6. Posisi II : spuit digeser kesisi yang akan dianestesi, sejajar dengan
bidang oklusal dan jarum ditusukkan sedalam 5 mm, lakukan aspirasi
bila negatif keluarkan anestetikum sebanyak 0,5 ml untuk
menganestesi N. Lingualis.
7. Posisi III : spuit digeser kearah posisi I tapi tidak penuh lalu jarum
ditusukkan sambil menyelusuri tulang sedalam kira-kira 10-15 mm,
aspirasi dan bila negatif keluarkan anestetikum sebanyak 1 ml untuk
menganestesi N. Alveolaris inferior, setelah selesai spuit ditarik
kembali.

Teknik modifikasi Fisher yaitu setelah melakukan posisi ke III


pada waktu menarik kembali spuit sebelum jarum dilepas dari mukosa
tepat setelah melewati linea oblique interna, jarum digeser kelateral
(kedaerah trigonum retromolar), aspirasi dan keluarkan anestetikum
sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi N. Bukalis, lalu spuit ditarik keluar.
( Kaiin, 2009 )

B. Sterilisasi

Sesuatu pekerjaan haruslah dilakukan secara asepsis untuk


menghindarkan atau memperkecil bahaya infeksi, yang bermaksud
melakukan pekerjaan dengan menjauhkan segala kemungkinan
kontaminasi dari pada kuman. Sterilisasi merupakan suatu proses kegiatan
yang bertujuan untuk membebaskan alat ataupun bahan dari berbagai jenis
mikroorganisme termasuk bakteri, spora dan virus atau segala macam
kontaminan maupun senyawa-senyawa kimia yang memiliki efek
berbahaya pada manusia (Howe, 1993). Sterilisasi dilakukan pada:
1. Alat
Prinsip sterilisasi alat dalam bedah mulut adalah untuk membunuh atau
dan membebaskan mikroorganisme pada alat tersebut. Untuk menentukan
tingkat sterilisasi yang bagus, maka alat- alat digolongkan sesuai dengan
penggunaan dan aplikasinya. Alat-alat kritis adalah alat-alat yang
berkontak langsung dengan daerah steril pada tubuh yaitu semua struktur
atau jaringan yang tertutup kulit atau mukosa, karena semua ini mudah
terserang infeksi. Peralatan kritis harus steril sebelum digunakan dan
sebaiknya disterilisasi dengan autoklaf.
Sterilisasi tingkat semikritis diperlukan untuk alat-alat yang tidak
dipergunakan menembus jaringan lunak atau tulang, misalnya kaca mulut.
Alat-alat ini selalu disterilkan setelah digunakan. Jika sterilisasi tidak
memungkinkan, harus digunakan desinfeksi yang kuat (direbus dalam air
mendidih selama 10 menit atau 10 jam dalam desinfektan/ sterilan yang
dianjurkan oleh EPA, kemudian dibilas dengan air steril).
Sterilisasi nonkritis diperlukan untuk alat-alat yang tidak berkontak
langsung dengan membran mukosa, darah, saliva, tetapi bisa
terkontaminasi secara tidak langsung misalnya countertops, permukaan
daerah kerja. Ini disterilisasi dengan jalan pengusapan dan desinfeksi
dengan bahan kimia antikuman, misalnya larutan pemutih (clorox) yang
diencerkan 1:10 sampai dengan 1:100.

Macam-macam sterilisator alat:

a. Autoklaf
Cara Sterilisasi dengan autoklaf merupakan cara sterilisasi dengan
uap bertekanan tinggi. Cara ini merupakan cara atau metode yang
dianggap paling efektif dan dapat merusak spora – spora yang
resisten serta fungus. Penggunaan panas yang lembab dengan
tekanan tinggi ini menghasilkan kekuatan penghacur bakteri yang
paling efektif terhadap semua bentuk mikroorganisme. Alat dan
bahan yang akan disterilisasi dalam autoklaf biasanya dibungkus
dahulu dalam kasa biasanya disteriliser dalam satu paket bedah,
untuk sesuatu jenis operasi.
Pembungkusan dengan kain kasa ini gunanya untuk mempertahankan
sterilitas alat atau bahan beberapa hari atau minggu diluar autoclave.
Ada beberapa pabrik yang membuat kertas pembungkus sebagai ganti
kain kasa. Kertas ini mempunyai sifat – sifat kain dan juga mempunyai
kelebihan – kelebihan dari pada kain kasa. Sifatnya kurang poreus dari
pada kain kasa, dan oleh sebab itu lebih sukar ditembus oleh debu dan
mikroorganisme, tetapi tidak dapat dipergunakan berkali – kali. Alat –
alat atau bahan – bahan yang telah disterilkan di autoclave dengan
pembungkus kertas yang cukup dapat disimpan dilemari selama 2 – 4
minggu.
Lama waktu sterilisasi dengan autoclave tergantung dari besar
kecilnya paket bedah. Paket yang kecil dapat disterilkan dalam waktu
30 menit pada 2500F dengan tekanan 20 pon ( 10 kg ).
Sarung tangan dari karet merupakan bahan yang lebih peka
terhadap tekanan uap dari pada peralatan lainnya instrumen dari metal.
Oleh sebab itu bahan dari karet cukup disteriliser dengan tekanan uap
15 pon atau 15 menit pada 2500F.

Gambar 1. Autoklaf
b. Hot air sterilizer
Hot air sterilizer adalah alat yang digunakan untuk
mensterilkan instrument, namun memakan waktu lama. Waktu dan
suhu biasanya harus ditingkatkan, standarnya pada suhu 1600 C
selama dua jam, 1700 C selama 1 jam atau 1800 C selama 30 menit.
Cara ini dapat digunakan untuk glass materials seperti syringe,
cawan petri, flasks, pipet, dan test tubes, juga instrumen bedah
seperti scalpel, gunting, forcep, dll.
Gambar 2. Hot air sterilizers
c. Glass bead sterilizer
Glass bead sterilizer adalah alat yang digunakan untuk
instrumen yang akan digunakan kembali oleh pasien yang sama.
Alat ini tidak cocok digunakan untuk instrument yang akan
digunakan kembali pada pasien yang lain, karena sterilisasi dengan
alat ini kurang efektif, tidak ada cara untuk menguji suhu pada
prosesnya

Gambar 4. Glass bead sterilizers

d. Sterilisasi dengan air mendidih

Cara ini dapat dipakai dengan efektif bila kedalam air yang
digunakan dicampurkan bahan-bahan kimia untuk menaikan titik
didih daripada air tersebut. Kenaikan titik didih dari pada air
tersebut gunaya untuk mendapatkan temperatur 2500F, yang bukan
saja mematikan bakteri tetapi juga spora-sporanya. Suatu larutan
karbonas 2 % sudah cukup untuk memperoleh hasil yang baik. Ini
dapat diperoleh dengan melarutkan 60 cc karbonas Na dalam 1
galon akuades. Larutan ini dapat menghemat waktu sterilisasi dan
dapat mengurangi daya korosif pada alat-alat metal dan dengan
demikian alat-alat metal dengan demikian alat – alat tesebut
menjadi lebih awet karena berkurangya kadar O2 didalamnya.
2. Bahan Medis
Sterilisasi ini bertujuan untuk membebaskan bahan-bahan medis
dari berbagai macam mikroorganisme. Berikut macam-macam
sterilisator bahan:

Golongan 1: Desinfektan yang tidak membunuh virus HIV dan


Hepatitis B
a. Klorhexidine (Habitane, Savlon)
b.Cetrimide (Cetavlon, Savlon)
c.Fenol-fenol (Dettol)
Desinfektan golongan ini tidak aman digunakan untuk
i.Membersihkan cairan tubuh (darah, feses, urin dan dahak)
ii.Membersihkan peralatan yang terkena cairan tubuh misalnya
sarung tangan yang terkena darah
Klorhexidine dan Cetrimide dapat digunakan sebagai desinfeksi
kulit.
Golongan 2: Desinfektan yang membunuh virus HIV dan
Hepatitis B
a. Desinfektan yang melepaskan klorin
Contoh: Natrium hipoklorit (Pemutih), kloramin (Natrium
tosikloramid, Kloramin T), Natrium Dikloro
isosinurat (NaDDC), Kalsium hipoklorit (soda
terklorinasi, bubuk pemutih)
b. Desinfektan yang melepaskan Iodine
Contoh : Povidone Iodine (Betadine, Iodine lemah)
c.Alkohol
Contoh : Isopropil alkohol, spritus termetilasi, Etanol
d. Aldehid
Contoh : Formaldehid ( formalin), Glutaraldehid (cidex)
e. Golongan lain
Contoh : Vikron dan H2O2

3. Ruangan

Sterilisasi ini bertujuan untuk membebaskan ruangan dari


berbagai macam mikroorganisme. Kebersihan saja tidaklah cukup
untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang. Dekontaminasi
permukaan yang tersentuh sekresi mulut pasien, instrumen, atau
tangan operator biasanya bisa diatasi dengan bahan antikuman.
Semua permukaan kerja yang terkontaminasi, pertama- tama dilap
dengan handuk pengisap untuk menghilangkan bahan- bahan
organik lalu didesinfeksi dengan larutan pemutih (clorox
diencerkan dalam perbandingan 1:10 sampai dengan 1:100
tergantung bahan organik yang ada). Hal tersebut dilakukan setiap
hari. Sterilisasi juga dapat dilakukan menggunakan penyinaran
dengan UV.

C.Faktor-faktor yang harus diperhatikan saat praktikum bedah mulut

Pada umumnya, saat melakukan praktikum bedah mulut, kita harus


mengetahui prinsip kerja bedah, yaitu:

1. Asepsis

Asepsis merupakan suatu keadaan yang bebas mikroorganisme


(Mangunkusumo, 1997). Asepsis juga merupakan metode pembedahan untuk
mencegah masuknya infeksi pada daerah bekas pembedahan dimana operasi
dilakukan atau saat daerah bekas pembedahan tersebut menyembuh. Tujuannya
adalah untuk melindungi pasien dari infeksi serta mencegah penyebaran bakteri
patogen. Target dari teknik aseptik ini tidak hanya pada jaringan hidup baik
pasien atau operator namun juga pada peralatan medis lainnya terutama peralatan
medis yang telah disterilkan sebelumnya. Terdapat dua tipe dasar asepsis, yaitu
asepsis medis dan asepsis bedah. Asepsis medis meliputi semua praktik yang
ditujukan untuk menahan penyebaran mikoorganisme. Asepsis bedah, atau teknik
steril, mengacu pada praktik yang menjaga suatu area atau objek agar bebas dari
semua mikroorganisme (Howe, 1993).

a. Bedah atraumatik

Bedah atraumatik adalah bedah atau operasi dengan trauma jaringan yang
ditimbulkan diusahakan sekecil atau seminimal mungkin, dan seluruh tindakan
bedah dilakukan dengan cara dan bahan yang atraumatik (Kasim, 1992). Selain itu
menurut Kruger (1974), bedah atraumatik adalah cara mengerjakan bedah
(operasi) jaringan hidup yang berprinsip pada trauma jaringan yang ditimbulkan
diusahakan sekecil mungkin. Prinsip atraumatik ini merupakan tindakan
pembedahan yang dilakukan secara terencana, meminimalisasi trauma dan
mengurangi komplikasi. Adapun keuntungan yang dicapai dari pencabutan gigi
atraumatik adalah:

a. Mempertahankan jaringan tulang pendukung


b. Meningkatkan potensi tubuh untuk meregenerasi tulang dan
pengisian soket
c. Mengurangi resiko infeksi
d. Mengurangi atau menghilangkan rasa tidak nyaman pasca operasi
e. Mempertahankan kontur natural pada gusi
b. Anestesi
Anestesi secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit
ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan
rasa sakit pada tubuh. Ada dua macam anestesi yaitu General anestesi dan Lokal
anestesi. Yang sering digunakan pada kedokteran gigi adalah anestesi lokal.
Berhasil dalam anastesi lokal merupakan prasyarat semua bedah dibidang
kedokteran gigi, dan di bedah mulut ini dibutuhkan bagi pasien dan operator.
Kemampuan untuk melakukan anastesi lokal dengan baik kepada semua pasien
merupakan kemampuan yang fundamental yang harus dimiliki oleh dokter bedah
mulut Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum menentukan macam
anestesi yaitu:

i. Luas daerah operasi yang menyangkut batas-batas daerah operasi


yang akan dikerjakan
ii. Keadaan umum penderita
iii. Perluasan infeksi jaringan di daerah operasi
iv. Temperamen penderita
v. Kooperatif penderita

(Mangunkusumo, 1997)
D. Komplikasi Pencabutan Gigi

Pencabutan gigi merupakan tindakan bedah yang lazim dilakukan


dalam praktek kedokteran gigi. Trauma pada ekstraksi gigi adalah hal
yang mungkin terjadi dan tidak asing lagi. Penting bagi dokter gigi untuk
mengontrol tenaga saat ekstraksi gigi agar tidak berlebihan atau kasar
sehingga terhindar dari trauma yang besar. Pada ekstraksi gigi yang sulit,
kadang-kadang dibutuhkan tenaga yang besar sehingga dapat
menimbulkan trauma yang besar pada jaringan di sekitar gigi baik jaringan
lunak maupun jaringan keras. Hal ini membuat rasa tidak nyaman pada
pasien dan menimbulkan ketakutan pasien. Jika trauma yang besar pada
ekstraksi gigi terjadi, hal yang paling penting bagi dokter gigi adalah dapat
menguasai dirinya untuk tetap tenang agar tidak memperparah keadaan.
Karena pasien, jika sadar, biasanya cepat untuk memperhatikan kekacauan
yang terjadi pada dirinya dan menjadi khawatir. Setelah tindakan ekstraksi
gigi selesai dilakukan oleh seorang dokter gigi terdapat beberapa
komplikasi yang bisa terjadi, yaitu:
1. Anestesi
- Kegagalan untuk mencapai analgesia
Kegagalan mencapai analgesia biasanya disebabkan oleh teknik
anestesi yang salah. Penyebab lain dari kegagalan ini adalah adanya
infeksi.
- Sakit selama penyuntikan
Hal ini biasanya disebabkan karena teknik yang salah. Ahli bedah
harus melakukannya dengan hati- hati dan perlahan.
- Pembentukan hematoma
Beberapa daerah yang banyak mempunyai suplai saraf ke jaringan
orofasial sangat vaskular. Pada saat melakukan blok saraf, terutama
blok alveolar superior posterior jarum suntik bisa menembus pembuluh
darah. Hal tersebut akan menyebabkan perdarahan ke jaringan dan
merangsang terbentuknya hematoma.
- Memucat
Terjadi pada daerah penyuntikan yang disebabkan oleh efek kombinasi
dari tekanan hidrostatik larutan anestesi lokal dan vasokonstriktor.
Terjadi jauh dari daerah penyuntikan, memucat terjadi baik karena
suntikan intravaskular yang salah atau gangguan pada suplai syaraf
automatis dari pembuluh darah yang dipengaruhi oleh analgesia lokal.
- Trismus
Kejang otot yang menyulitkan gerakan membuka mulut. Terjadi jika
suntikan ke muskulus pterigoid medial menyebabkan sobeknya serat
otot dan hematoma. Timbulnya trismus seringkali lebih dari 24 jam
setelah penyuntikan, namun biasanya hilang secara spontan.
- Paralisis
Paralisis unilateral dari otot wajah adalah komplikasi yang tidak umum
dan bila terjadi biasanya setelah suntikan alveolar inferior.
- Gangguan sensasi jangka panjang
Disebabkan oleh kerusakan langsung dari jarum atau hematoma kecil
yang berasal dari suntikan.
- Trauma bibir
Bila trauma bibir terjadi, luka harus dibiarkan basah dengan
mengoleskan selapis tips vaseline steril setiap beberapa jam.
- Gangguan penglihatan
Gangguan penglihatan unilateral mungkin disebabkan oleh kejang
vaskular atau suntikan intraarterial.

2. Proses pencabutan

Komplikasi eksodonsia saat proses pencabutan dapat meliputi


beberapa hal yaitu fraktur akar gigi, alveolalgia, perdarahan, fistula oro
antral, sinkop dan syok, dislokasi mandibula, dan kasus komplikasi
eksodonsia lainnya (Mangunkusumo, 1997).
- Fraktur akar
Terdapat banyak komplikasi yang bisa terjadi saat prosedur eksodonsia
maupun beberapa waktu setelah dilakukan eksodonsia. Idealnya
seluruh bagian dari gigi bisa dikeluarkan setiap kali ekstraksi
dilakukan, namun hal ini menemui kesukaran karena hambatan dari
keadaan gigi, akar gigi, atau jaringan pendukung gigi yang
bersangkutan. Eksodonsia yang dipaksakan ini dapat menimbulkan
akibat fraktur mahkota gigi atau bagian akar gigi yang meninggalkan
sisa akar dalam soket gigi. Sisa akar tersebut akan menambah waktu
eksodonsia karena harus dipertimbangkan manajemen dental terbaik
yang harus dilakukan untuk mengambil sisa akar itu (Mangunkusumo,
1997).
- Alveolalgia
Alveolalgia atau dry socket adalah keadaan soket gigi pasca-operasi
yang ditandai dengan keadaan soket gigi yang kosong tidak diisi
jendalan darah, infeksi terbatas yang disertai jaringan nekrotis dan rasa
sakit (Mangunkusumo, 1997). Biasanya terjadi pada hari ke 3-5
sesudah operasi (Archer,1975).
Dry sockets, painful sockets, sloughing sockets, alveolitis
necrotic sockets, localized osteomyelitis, dan postextraction
osteomyelitic syndrome, kesemuanya ini merupakan sinonim yang
menggambarkan kondisi yang sama, yaitu kegagalan
penyembuhan,dengan rasa nyeri yang bervariasi dari nyeri ringan
sampai nyeri yang menyiksa atau berat, yang terjadi setelah ekstraksi.
Namun, istilah yang paling tepat untuk menyebutkan kondisi tersebut
adalah alveolalgia yang berarti nyeri yang terjadi pada alveolus
(Archer,1975).
- Perdarahan
Perdarahan adalah keadaan darah keluar dari pembuluh darah.
Tindakan bedah, termasuk eksodonsia selalu berkaitan dengan
perdarahan, karena pembuluh darah terpotong dan lumen pembuluh
darah terbuka, serta darah keluar. Keadaan yang berbeda terjadi pada
beberapa kasus perdarahan dari penderita berpenyakit sistemik
(misalnya kelainan elemen darah seperti hemophilia dan leukemia).
Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah vena, arteri, kapiler
(Mangunkusumo, 1997).
- Pergeseran
Seluruh gigi atau frakmen akar bisa masuk ke sinus maxillaris, fossa
infratemporalis, hidung, canalis manibularis atau ruang sub mandibula.
Bagian yang paling sering adalah sinus maxillaris.
- Cedera saraf
Saraf yang paling sering cedera selama pencabutan dan pembedahan
gigi adalah divisi ketiga dari N. trigeminus. N. alveolaris inferios
sangat dekat dengan regio apikal gigi molar ketiga dan kadang- kadang
molar kedua.

(Mangunkusumo, 1997).

E. Ciri-ciri tang posterior

Menurut Fragiskos (2007) terdapat beberapa ciri tang (forceps) rahang atas
dan rahang bawah, yaitu:
1. Tang posterior rahang atas
a. Secara umum bentuk tang seperti huruf “s”
b. Tang premolar maksila memiliki paruh yang konkaf ke arah operator.
Paruh luas dan terbuka, digunakan untuk mencabut gigi premolar
rahang atas. Kedua ujung paruh membulat.

Paruh tang premolar rahang atas berhadapan seperti bayangan


cermin satu sama lain, dapat digunakan untuk pencabutan premolar
rahang atas kiri dan kanan.

c. Tang molar maksila memiliki paruh dengan permukaan yang halus


dan cekung untuk akar sebelah palatal dan ujung lancip yang sesuai
untuk bifurkasio pada akar buka. Gigi molar maksila memiliki 3 akar,
yaitu dua disebelah bukal dan satu di palatal, sehingga dibutuhkan dua
tang yang berbeda untuk sisi kiri dan kanan. Tang molar harus
memanjang sehingga operator dapat mencapai bagian posterior mulut
dan berada pada posisi yang tepat. Untuk mahkota yang rapuh, ujung
paruh runcing dan seperti garpu.

Paruh bukal dari tang memiliki desain yang runcing, dapat


menempati bifurkasio dari kedua akar bukal.
Tang molar tiga maksila
d. Sisa akar gigi poseterior rahang atas, disebut juga dengan tang
bayonet. Kedua ujung paruh membulat dan rapat (tertutup).

Tang bayonet dengan paruh memanjang didesain untuk ekstraksi akar


gigi posterior rahang atas.

2. Tang posterior rahang bawah


a. Tang membentuk sudut 90o antara handle dan paruh tang (tegak
lurus).
b. Ujung paruh terbuka untuk mengambil gigi yang utuh dan paruh
tertutup untuk mengambil sisa akar gigi.
Tang untuk mengambil sisa akar gigi pada rahang bawah dengan
paruh tertutup rapat.

c. Tang premolar rahang bawah memiliki paruh yang tidak menutup dan
lebih panjang dibandingkan tang untuh gigi anterior bawah.
d. Tang rahang bawah memiliki 2 paruh yang simetris, kedua paruhnya
memilikitakik yang runcing untuk mencengkram akar bukal dan
lingual.

Tang molar rahang bawah untuk pencabutan gigi permanen rahang


bawah.Ujung paruh akan menempati furkasi molar, dapat digunakan
pada gigi rahang bawah kanan atau kiri.
Tang molar tiga mandibula

Tang akar rahang bawah dengan paruh runcing digunakan untuk


pencabutan incisivus, premolar, dan akar gigi rahang bawah.

Tang molar rahang bawah digunakan untuk pencabutan gigi permanen


rahang bawah. Ujung paruh akan menempati furkasi molar, dapat
digunakan pada gigi rahang bawah kanan atau kiri.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Segala tindakan bedah yang dilalukan para ahli bedah tidak lepas
dari tujuan eksodonsia, prinsip kerja tindakan bedah dan komplikasi yang
ditimbulkan pasca eksodonsia, teknik anestesi dan komplikasi yang
ditimbulkan pasca anestesi, persiapan pra operasi seperti sterilisasi alat,
bahan, dan ruangan yang akan digunakan, dan perbedaan ciri-ciri tang
cabut rahang atas posterior dan rahang bawah posterior.

B. Saran

Demi kepentingan dokter gigi dan pasien, dokter gigi perlu


meningkatkan kesadaran dan terus memperkaya diri dengan ilmu dan
informasi terbaru mengenai bidang kedokteran gigi.
DAFTAR PUSTAKA

Archer, H.W., 1975, Oral and Maxillofacial Surgery, Volume One, 5th edition, W.
B. Saunders Company, Philadelphia.

Dwirahardjo, B., 2004, Bahan Ajar Bedah Mulut I, Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Fragiskos, F.D., 2007,Oral Surgery, Springer, New York.


Howe, 1993, Pencabutan Gigi Geligi, Edisi 2, EGC, Jakarta.

Kainn, H.A., 2009, Anestesi Blok Mandibula, FKG UNPAD, Bandung


http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2009/05/anestesi_blok_mandibula.pdf diunduh pada 6
Juni 2018.

Kasim, Bukhari. 1992, Trauma wajah, Luka Bakar dan Luka Avulsi. Cermin
Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 80, hal 31
Kruger, G.O., 1974, textbook of Oral Surgery, 4th Edition, The CV. Mosby
Company.
Mangunkusumo, Haryono. 1997. Eksodonsia dan Komplikasinya. UGM.,
Yogyakarta.

You might also like