Professional Documents
Culture Documents
Gambar 1. Pleura
b. Cairan Pleura
Cavum pleurae terdapat sedikit cairan serous yang membuat permukaan pleura parietalis
dan pleura viseralis menjadi licin sehingga mencegah terjadinya gesekan. Cairan ini diproduksi
oleh pleura parietalis dan diserap oleh pembuluh darah pleura viseralis, dialirkan ke
pembuluh limfa dan kembali ke darah. Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak
10-20 mL (Price & Wilson, 2006). Cairan pleura mengandung 1.500-4.500 sel/ mL terdiri dari
makrofag (75%), limfosit (23%), eritrosit dan mesotel bebas. Cairan pleura normal
mengandung protein 1-2 g/100 mL. Elektroforesis cairan pleura menunjukkan bahwa kadar
protein cairan pleura setara dengan kadar protein serum, namun kadar protein berat molekul
rendah seperti albumin, lebih tinggi dalam cairan pleura. Kadar molekul bikarbonat cairan
pleura 20-25% lebih tinggi dibandingkan kadar bikarbonat plasma, sedangkan kadar
ionatrium lebih rendah 3-5% dan kadar ion klorida lebih rendah 6-9% sehingga pH cairan
pleura lebih tinggi dibandingkan dengan pH plasma (Light, 2007).
c. Fisiologi Pleura
Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura menimbulkan tekanan
transpulmonar yang selanjutnya mempengaruhi pengembangan paru dalam proses respirasi.
Pengembangan paru terjadi bila kerja otot dan tekanan transpulmoner berhasil mengatasi
rekoil elastik (elastic recoil) paru dan dinding dada sehingga terjadi proses respirasi. Jumlah
cairan rongga pleura diatur keseimbangan starling (laju filtrasi kapiler di pleura parietal) yang
ditimbulkan oleh tekanan pleura dan kapiler, kemampuan sistem penyaliran limfatik pleura
serta keseimbangan elektrolit (Price & Wilson, 2006). Ketidakseimbangan komponen-
komponen tersebut dapat menyebabkan penumpukan cairan sehingga terjadi efusi pleura.
Bila terserang penyakit, pleura mungkin akan meradang, selain itu udara atau cairan dapat
masuk ke dalam rongga pleura sehingga menyebabkan paru tertekan atau kolaps.
2. Definisi Efusi Pleura
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (10 sampai 20ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Brunner & Suddarth, 2002).
Pleura dapat berupa transudate atau eksudat. Transudate terjadi pada peningkatan
tekanan vena pulmonalis, misalnya pada gagal jantung kongestif. Pada gagal jantung kongestif
keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari pembuluh darah. Transudasi
juga dapat terjadi pada hipoproteinemia, seperti pada penyakit hati dan ginjal. Sedangkan
penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat
peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorbsi getah bening (Price & Wilson,
2006).
3. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, 1,5 juta kasus efusi pleura terjadi tiap tahunnya. Sementara pada
populasi umum secara internasional, diperkirakan tiap 1 juta orang, 3000 orang terdiagnosa
efusi pleura. Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negara-negara yang
sedang berkembang, seperti Indonesia, paling banyak disebabkan oleh infeksi bakteri
tuberkulosis (Lee, 2003 dalam Puspita dkk., 2017).
Di Indonesia sendiri belum terekam data angka kejadian efusi pleura, namun dibeberapa rumah
sakit sudah dilakukan beberapa penelitian terkait kejadian efusi pleura. Seperti penelitian oleh
Puspita dkk., (2017) terdapat 537 insidensi efusi pleura pada periode Januari-Desember 2015
di Kota Metro Bandar Lampung tercatat sebanyak 39,1% adalah berjenis kelamin lakilaki dan
sebanyak 60,9% adalah perempuan. Pada kota Metro penyebab efusi pleura terbanyak adalah
keganasan paru.
Penyebab efusi, penyakit ganas menyumbang 41% dan tuberkulosis untuk 33% dari
100 kasus efusi pleura eksudatif, 2 pasien (2%) memiliki koeksistensi tuberkulosis dan
keganasan yang dianalisis dengan kelompok ganas. Parapneumoni efusi ditemukan hanya 6%
kasus, penyebab lain gagal jantung. kongestif 3%, komplikasi dari operasi by pass koroner 2%,
rheumatoid atritis 2%, erythematous lupus sistemik 1%, gagal ginjal kronis 1%, kolesistitis
akut 1%, etiologi tidak diketahui 8%. Kasus efusi pleura mencapai 2,7% dari penyakit infeksi
saluran napas lainnya. Tingginya angka kejadian efusi pleura disebabkan keterlambatan
penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini. Faktor resiko terjadinya efusi pleura
diakibatkan karena lingkungan yang tidak bersih,sanitasi yang kurang, lingkungan yang padat
penduduk, kondisi sosial ekonomi yang menurun, serta sarana dan prasarana kesehatan yang
kurang dan kurangnya masyarakat tentang pengetahuan kesehatan (Mattison dkk., 2010 dalam
Puspita dkk., 2017).
4. Etiologi
Efusi pleura bukan merupakan penyakit primer, tetapi penyakit sekunder yang disebabkan
oleh penyakit lain. Berdasarkan Brunner dan Suddart (2014), efusi pleura dapat disebabkan
oleh 2 faktor yaitu:
a. Infeksi
Penyakit infeksi yang dapat menyebabkan terjadi efusi pleura seperti tuberkulosis,
pneumonia, abses paru, dan abses subfrenik.
b. Non-infeksi
Penyakit non-infeksi yang dapat menyebabkan efusi pleura seperti Ca paru, Ca pleura
(primer dan sekunder), Ca mediastinum, tumor ovarium, gagal ginjal (CKD), dan Sirosis
Hepatitis.
5. Klasifikasi
Efusi pleura dapat dibedakan menurut cairan yang mengisi pleura, yaitu sebagai berikut
(Price & Wilson, 2006):
a. Hidrotoraks
Penimbunan transudate pada pleura.
b. Empiema
Efusi pleura yang mengandung nanah. Empiema disebabkan oleh perluasan infeksi
dari struktur yang berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari pneumonia, abses
paru, atau perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Empiema yang tidak ditangani
dengan drainase yang baikdapat membahayakan rangka toraks.
c. Hemotoraks
Perdarahan sejati ke dalam rongga pleura, bukan merupakan efusi pleura yang yang
berdarah. Penyebab paling sering yaitu trauma. Trauma dapat dibedakan sebagai trauma
tembus (luka tusuk) dan trauma tumpul (fraktur iga yang selanjutnya menyebabkan
laserasi paru atau pembuluh darah intercostal).
d. Kilotoraks
Terisinya rongga pleura oleh getah bening yang disalurkan oleh duktus torasikus
sebagai akibat trauma atau keganasan.
6. Patofisiologi
Efusi pleura sering kali mencerminkan penyakit di tempat lain yang menyebar ke rongga
pleura dengan proses infeksi, inflamasi, metastasis atau edema. Efusi pleura terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu. Cairan masuk atau keluar dari rongga
pleura terjadi karena perbedaan tekanan yang timbul akibat gerakan pernapasan dan aliran
darah. Namun, banyaknya proses seluler yang aktif menyebabkan cairan yang masuk ke rongga
pleura berlebihan (Lee, 2003 dalam Puspita dkk., 2017).
7. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat muncul pada efusi pleura yaitu (Price & Wilson, 2006;
Nurarif dan Kusuma, 2013):
a. Dispnea
b. Nyeri dada
c. Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi
d. Ruang intercostal menonjol (efusi yang berat)
e. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena
f. Perkusi meredup di atas efusi pleura
g. Egofoni di atas paru yang tertekan dekat efusi
h. Suara nafas berkurang di atas efusi pleura
i. Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, banyak mengeluarkan
keringat, batuk, dan meningkatnya produksi dahak.
j. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan karena cairan akan
berpindah tempat. Bagian efusi akan kurang bergerak saat pernafasan, fremitus
melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk
permukaan cairan membentuk garis melengkung.
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk menunjang diagnosis efusi pleura dianranya:
a.
b. Radiologi
1) Foto Toraks
Karena cairan bersifat lebih padat daripada udara, maka cairan yang mengalir bebas
tersebut pertama sekali akan menumpuk di bagian paling bawah dari rongga pleura, ruang
subpulmonik dan sulkus kostofrenikus lateral. Efusi pleura biasanya terdeteksi pada foto
toraks postero anterior posisi tegak jika jumlah cairan sampai 200 – 250 ml. Foto toraks
lateral dapat mendeteksi efusi pleura sebesar 50 – 75 ml. Tanda awal efusi pleura yaitu
pada foto toraks postero anterior posisi tegak maka akan dijumpai gambaran sudut
kostofrenikus yang tumpul baik dilihat dari depan maupun dari samping. Dengan jumlah
yang besar, cairan yang mengalir bebas akan menampakkan gambaran meniscus sign dari
foto toraks postero anterior. Ketinggian efusi pleura sesuai dengan tingkat batas tertinggi
meniskus. Adanya pneumotoraks atau abses dapat mengubah tampilan meniskus menjadi
garis yang lurus. Efusi pleura lebih sulit teridentifikasi pada foto toraks dengan posisi
terlentang (Roberts dkk., 2014).
Gambar 3 (A) efusi pleura kiri pada foto thoraks tampak posterior anterior dan
lateral, (B) meniscus sign
2) USG Toraks
Ada beberapa keuntungan dari penggunaan USG toraks untuk menilai suatu efusi
pleura. USG toraks merupakan prosedur yang mudah dilakukan dan merupakan tindakan
yang tidak invasif dan dapat dilakukan di tempat tidur pasien. USG toraks lebih unggul
daripada foto toraks dalam mendiagnosis efusi pleura dan dapat mendeteksi efusi pleura
sekecil 5ml. meskipun beberapa hal yang detail hanya bisa terlihat pada CT scan, USG
dapat mengidentifikasi efusi yang terlokalisir, membedakan cairan dari penebalan pleura,
dan dapat membedakan lesi paru antara yang padat dan cair. USG juga dapat digunakan
untuk membedakan penyebab efusi pleura apakah berasal dari paru atau dari abdomen.
Selain itu USG dapat dilakukan di tempat tidur pasien yang sangat berguna untuk
identifikasi cepat lokasi diafragma dan tingkat interkostal untuk menentukan batas atas
efusi pleura. (Roberts dkk., 2014).