You are on page 1of 28

MAKALAH PERBAIKAN KEPERAWATAN ANAK

“HIPOSPADIA & EPISPADIA”

PEMBIMBING :

Ns. Zulharmaswita,Sp. Kep. Anak

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 19B :

EDRA PINANDO

NANDA JULIAN

POLTEKKES KEMENKES PADANG

PRODI D-III KEPERAWATAN SOLOK

TAHUN 2019
PERTANYAAN KELOMPOK

1. Vellia Okti Henrian: Bagaimana penatalaksanaan hipospedia ?


2. Wina Wanda Sari : bagaimana cara mengatasi hipospedia ?
3. Riska eriza gusri : apakah semua anak hipospedia butuh pembedahan ?
4. Yusia Okta Vika : bagaimana cara perawat mengatasi rasa minder pada penderita
hipospedia dan epispedia ?
5. Krismon molanda pratiwi : bagaimana cara mengatasi pre dan post op operasi pada
pasien hipospedia ?
KATA PENGANTAR

Pujisyukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Penyusunan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan
Anak yang berjudul tentang “HIPOSPADIA & EPISPADIA”. Selain itu bertujuan
untuk memberikan informasi dan menambah wawasan tentang Hipospadia dan
Epispadia.

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada ibu selaku dosen
pembimbing mata kuliah Materi Keperawatan Anak.

Kami menyadari dalam penulisan Makalah ini masih banyak kekurangan dalam
penulisan maupun penyusunan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca yang membangun demi kesempurnaan Makalah ini dan memperbaiki
kesalahan dimasa yang akan datang.

Solok, 9 Januari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

1. Kata Pengantar
2. Daftar Isi
3. BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Masalah

4. BAB II PEMBAHASAN

2.1 Defenisi hipospadia & epispadia


2.2 Etiologi hipospadia & epispadia
2.3 Tanda dan gejala hipospadia & epispadia
2.4 Patofisiologi hipospadia & epispadia
2.5 Komplikasi hipospadia & epispadia
2.6 Bagan WOC
5. BAB III PENUTUP
3.1Kesimpulan
3.2 Saran
6. DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Hipospadia terjadi pada 1 dalam 300 kelahiran anak laki-laki dan merupakan
anormali penis yang paling sering. Perkembangan uretra in uretro di mulai usia 8
minggu dan selesai dalam 15 minggu.
Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang permukaan ventral
penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi funikulus ektoderm yang tumbuh
melalui glands untuk menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu.
Hipospadia terjadi bila penyatuan di garis tengah lipatan uretra tidak lengkap
sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis. Ada berbagai derajat
kelainan letak ini seperti pada glandular (letak meatus yang salah pada glands),
korona (pada sulkus korona), penis (di sepanjang batang penis), penoskrotal (pada
pertemuan ventra penis dan skrotum), dan perineal (pada perineum). Prepusium
tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutupi sisi dorsal glans.
hipospadia dengan chordee adalah dengan pelepasan chordee dan resrtukturisasi
lubang meatus melalui pembedahan. Pembedahan harus di lakukan sebelum usia
saat belajar untuk menahan berkemih, yaitu biasanya sekitar usia 2 tahun.
Epispadia adalah suatu anomali kongenital yaitu meatus uretra terletak pada
permukaan dorsal penis. Insiden epispadia yang lengkap sekitar 1 dalam 120.000
laki-laki. Keadaan ini biasanya tidak terjadi sendirian, tetapi juga disertai anomali
saluran kemih.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apakah Defenisi hipospadia & epispadia?
2. Apakah Etiologi hipospadia & epispadia?
3. Apakah Tanda dan gejala hipospadia & epispadia?
4. Apakah Patofisiologi hipospadia & epispadia?
5. Menentukan Komplikasi hipospadia & epispadia?
6. Bagan WOC?
1.3 TUJUAN
Tujuan Umum :
Setelah proses perkuliahan keperawatan perkemihan diharapkan mahasiswa mampu
mengetahui mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan
hipospadia/epispadia.
Tujuan khusus :
1. Menjelaskan Defenisi hipospadia & epispadia
2. Menjelaskan Etiologi hipospadia & epispadia
3. Menjelaskan Tanda dan gejala hipospadia & epispadia
4. Menjelaskan Patofisiologi hipospadia & epispadia
5. Menjelaskan Komplikasi hipospadia & epispadia
6. Menjelaskan Bagan WOC
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hipospadia
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan uretra penis
pada kehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan orifisium uretra
tertinggal disuatu tempat dibagian ventral penis antara skrotum dan glans penis.
Hipospadia terjadi pada satu sampai tiga per 1000 kelahiran dan merupakan anomaly
penis yang paling sering. Hipospadia adalah congenital anomali yang mana uretra
bermuara pada sisi bawah penis atau perineum. (Suriadi, 2001)
Hipospadia adalah suatu keadaan dengan lubang uretra terdapat padapenis bagian
bawah, bukan diujung penis. Beratnya hipospadi bervariasi, kebanyakan lubang
uretra terletak didekat ujung penis yaitupada glans penis. Bentuk hipospadia yang
lebih berat terjadi jikaluubang uretra terdapat ditengah batang penis atau pada
pangkal penis,dan kadang pada skrotum atau dibawah skrotum. Kelainan ini
sering berhubungan kordi, yaitu suatu jaringan vibrosa yang kencang yang menyebabkan
penis melengkung kebawah saat ereksi. (Muslihatum, 2010)
Epispadia
Epispadia adalah suatu anormali kongenital yaitu meatus uretra terletak pada
permukaan dorsal penis.
Epispadia adalah suatu kelainan bawaan pada bayi laki-laki, dimana lubang uretra
terdapat di bagian punggung penis atau uretra tidak berbentuk tabung, tetapi terbuka.
Epispadia merupakan kelainan kongenital berupa tidak adanya dinding uretra bagian
atas. Kelainan ini terjadi pada laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering dialami
oleh laki-laki. Ditandai dengan adanya lubang uretra disuatu tempat pada permukaan
dorsum penis. (Kamus Saku Kedokteran DORLAN, 2011)

2.2 Etiologi
Menurut Basuki (2011), etiologi hipospadia dan epispadia yaitu :
1. Faktor Genetik
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi
pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut
tidak terjadi.
2. Faktor Hormon
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Atau bias juga karena reseptor hormone androgennya
sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone
androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap
saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan
dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang
bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
4. Embriologi
Secara embriologis hipospadia disebabkan oleh sebuah kondisi dimana bagian
ventral lekuk uretra gagal untuk menutup dengan sempurna.Diferensiasi uretra
bergantung pada hormone androgen Dihidrotestosteron (DHT) dengan kata lain
hipospadia dapat disebabkan oleh defisiensi produk testosterone, konversi testosterone
menjadi DHT yang tidak adequate, atau defisiensi local pada hormone androgen.
(Heffner, 2005)

2.3 Tanda dan Gejala


Hipospadia:
Beberapa tanda dan gejala hipospadia:
1. Lubang penis tidak terdapat di ujnujng penis, tetapi berada di bawah atau di dasar
penis
2. Penis melengkung ke bawah
3. Penis nampak seperti berkerudung, karena adanya kelainan pada kulit depan penis
4. Jika berkemih, anak barus duduk.
Epispadia:
1. Lubang uretra terdapat dipunggung penis
2. Lubang uretra terdapat di sepanjang punggung penis
2.4 Patofisiologi
A. Hipospadia
Hipospadia merupakan cacat bawaan yang diperkirakan terjadi pada masa embrio
selama perkembangan uretra, dari kehamilan 8-20 minggu. Hipospadia di mana lubang
uretra terletak pada perbatasan penis dan skortum, ini dapat berkaitan dengan chordee
kongenital. Paling umum pada hipospadia adalah lubang uretra bermuara pada tempat
frenum, frenumnya tidak berbentuk, tempat normalnya meatus urinarius di tandai pada
glans penis sebagai celah buntuh. Penyebab dari Hipospadia belum diketahui secara jelas
dan dapat dihubungkan dengan faktor genetik dan pengaruh Hormonal. Pada usia gestasi
Minggu ke VI kehamilan terjadi pembentukan genital, pada Minggu ke VII terjadi
agenesis pada mesoderm sehingga genital tubercel tidak terbentuk, bila genital fold gagal
bersatu diatas sinus urogenital maka akan timbul Hipospadia.
Pada embrio berumur 2 minggu, baru terdapat dua lapisan ektoderm dan entoderm.
Baru kemudian terbentuk lekukan di tengah-tengah yaitu mesoderm yang kemudian
bermigrasi ke perifer, yang memisahkan ektoderm dan entoderm.(Mary. 2005)
Perkembangan uretra dalam utero dimulai sekitar usia 8 minggu dan selesai dalam 15
minggu, uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang permukaan ventral
penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi furikulus ektoderm yang tumbuh melalui
glands untuk menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu. Hipospadia terjadi bila
penyatuan digaris tengah lipatan uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka
tidak pada ujung penis.
B. Epispadia
Epispadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra dalam utero. Pada
anak laki-laki yang terkena, penis biasanya luas, dipersingkat dan melengkung ke arah
perut (chordee dorsal). Pada anak laki-laki normal, meatus terletak di ujung penis, namun
anak laki-laki dengan epispadia, terletak di atas penis. Dari posisi yang abnormal ke
ujung, penis dibagi dan dibuka, membentuk selokan.
Epispadia digambarkan seolah-olah pisau dimasukkan ke meatus normal dan kulit
dilucuti di bagian atas penis. Klasifikasi epispadias didasarkan pada lokasi meatus pada
penis. Hal ini dapat diposisikan pada kepala penis (glanular), di sepanjang batang penis
(penis) atau dekat tulang kemaluan (penopubic). Posisi meatus penting dalam hal itu
memprediksi sejauh mana kandung kemih dapat menyimpan urin (kontinensia).
Semakin dekat meatus (dasar atas penis), semakin besar kemungkinan kandung kemih
tidak akan menahan kencing.
2.5 Komplikasi
Komplikasi dari hipospadia antara lain :
1. Dapat terjadi disfungsi ejakulasi pada pria dewasa. Apabila chordeenya parah,
maka penetrasi selama berhubungan intim tidak dapat dilakukan (Corwin, 2009)
2. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin dalam
jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri seksual tertentu) (Ramali, Ahmad
& K. St. Pamoentjak, 2005)
3. Psikis (malu) karena perubahan posisi BAK
4. Kesukaran saat berhubungan saat, bila tidak segera dioperasi saat dewasa
5. Infertility karena bentuk penis yang bengkok menyebabkan penis susah masuk
kedalam vagina saat copulas, cairan semen yang disemprotkan melalui saluran
uretra pada tempat abnormal.
7. Resiko hernia inguinal karena riwayat hipospadia dapat meningkatkan resiko
terjdinya hernia inguinal.
8. Gangguan psikososial pada anak karena merasa malu akibat bentuk penis yang
berbeda dengan teman-temannya. (Suriadi, 2001)
Komplikasi pascaoperasi yang terjadi :
1. Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan yang besarnya dapat
bervariasi, juga terbentuknya hematom/ kumpulan darah di bawah kulit, yang
biasanya dicegah dengan balutan ditekan selama 2 sampai 3 hari pascaoperasi
2. Striktur, pada proksimal anastomis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi
dari anastomis
3. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing
berulang atau pembentukan batu saat pubertas
4. Fistula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai
parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat ini
angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10%
5. Residual chordee /rekuren chrodee, akibat dari chordee yang tidak sempurna,
dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan scar
yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarangDivertikulum (kantung
abnormal yang menonjol ke luar dari saluran atau alat berongga) (Ramali,
Ahmad & K. St. Pamoentjak, 2005), terjadi pada pembentukan neouretra yang
terlalu lebar atau adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang
dilanjut.

2.6 Bagan WOC


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. PENGKAJIAN
A. Riwayat Kesehatan
Anamnesis
1.Kaji identitas pasien
Identitas pasien, terdiri dari nama, alamat, tempat tanggal lahir, tanggal masuk
rumah sakit, data obyektif/data subyektif, dan informasi lain yang penting
tentang pasien.Secara keseluruhan kelainan hipospadia ditemukan dan terjadi
pada anak laki-laki.

2.Kaji riwayat masa lalu


Pada masa kehamilan minggu ke 10 sampai ke 14 terjadi hambatan penutupan
uretra penis yang mengakibatkan orifium uretra tertinggal disuatu tempat
dibagian ventral penis antara skrotum dan glands penis.

3.Kaji riwayat pengobatan ibu waktu hamil


Penggunaan dietilbestrol (DES) antara minggu kedelapan dan enam belas
kehamilan sebagai pengobatan untuk mencegah terjadinya abortus spontan
menjadi resiko terjadinya hipospadia pada anak.

4.Kaji keluhan utama


Keluhan yang sering terjadi pada anak dengan hipospadia antara lain:anak tidak
bisa mengarahkan aliran urinnya, anak tidak dapat berkemih dengan posisi
berdiri (terjadi pada anak dengan hipospadia penoskrotalatau perineal), meatus
uretra terbuka lebar.

5.Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan, dysuria,


drinage.

6.Mental
a. Sikap pasien sewaktu diperiksa
b. Sikap pasien dengan adanya rencana pembedahan
c. Tingkat kecemasan
d. Tingkat pengetahuan keluarga dan pasien

B. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan genetalia
Saat dilakukan inspeksi bentuk penis lebih datar dan ada lekukan yang dangkal
dibagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus, pada
kebanyakan penderita penis melengkung ke bawah(chordee) yang tampak
jelas pada saat ereksi, preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis tetapi
menumpuk dibagian punggung penis,testis tidak turun ke kantong
skrotum. Letak meatus uretra berada sebelah ventral penis dan sebelah
proximal ujung penis.
2. Palpasi abdomen
untuk melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran pada ginjal,
karena kebanyakan penderita hipospadia sering disertai dengan kelainan pada
ginjal.
3. Perhatikan kekuatan dan kelancaran aliran urin
Pada hipospadia aliran urin dapat membelok kearah bawah atau menyebar dan
mengalir kembali sepanjang batang penis. Anak dengan hipospadia
penoskrotal atau perineal berkemih dalam posisi duduk. Pada hipospadia
glanduler atau koronal anak mampu untuk berkemih dengan berdiri, dengan
sedikit mengangkat penis ke atas.

C. Pemeriksaan Penunjang

1.Uretroscopy dan cystoscopy


Pemeriksaan uretroscopy dan cystoscopy dilakukan untuk memastikan organ-organ
seks interna terbentuk secara normal.

2.Excretory urography
Excretory urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas
congenital pada ginjal dan ureter.

3.Pemeriksaan penunjang lain yang cukup berguna meskipun jarang dilakukan


adalah pemeriksaan radiologis urografi (IVP,sistouretrografi) untuk menilai gambaran
saluran kemih secara keseluruhan dengan bantuan kontras. Pemeriksaan ini biasanya
baru dilakukan bila penderita mengeluh sulit berkemih. Selain itu juga dilakukan
pemeriksaan USG untuk mengetahui keadaan ginjal,mengingat hipospadi sering
disertai dengan kelainan pada ginjal.

D. Diagnosa Keperawatan
1. Pre-op
a. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pancaran urin yang
merembes
b. Kecemasan orang tua berhubungan dengan prosedur pembedahan
2. Post – op
a. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan pascabedah
b. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat
(integritas kulit tidak utuh/insisi bedah)

E. Intervensi Keperawatan
1. Pre-op
Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi
Hasil
Kecemasan orang tua Tujuan:Setelah - Jelaskan pada anak
berhubungan dengan dilakukan tindakan dan orang tua
prosedur pembedahan keperawatan selama 3 tentang prosedur
x 24 jam kecemasan bedah dan
orang tua menjadi perawatan pasca
berkurang. operasi yang
Kriteria Hasil : diharapkan.
- Orang tua - Evaluasi tingkat
mengalami penurunan pemahaman
rasa cemas yang keluarga tentang
ditandai oleh penyakit
ungkapan pemahaman - Akui masalah
tentang prosedur pasien dan dorong
bedah mengekspresikan
masalah dan berikan
kesempatan untuk
bertanya dan jawab
dengan jujur
- Libatkan pasien dan
keluarga dalam
perencanaan
keperawatan dan
berikan kenyamanan
fisik pasien.

2. Post-Op
Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi
Hasil
Resiko infeksi Tujuan : Setelah - Kaji lebar luka, letak
berhubungan dengan dilakukan tindakan luka
pertahanan tubuh keperawatan selama 3 - Kaji faktor yang
primer tidak adekuat x 24 jam diharapkan dapat menyebabkan
(integritas kulit tidak tidak terjadi infeksi infeksi
utuh/insisi bedah) Kriteria Hasil : - Bersihkan
- Tidak ada tanda- lingkungan dengan
tanda infeksi seperti benar
(rubor, tumor, kalor, - Ganti balut setiap
dolor, fungiolesa) hari
- Kolaborasi untuk
pemberian antibiotik
dan anti pendarahan
F. Evaluasi

1.Pre-Op
a. Tidak terdapat gejala kerusakan kulit

b. Rasa cemas menurun yang ditandai dengan pengungkapan perasaan mereka tentang

adanya kecacatan pada genetalia anak

2.Post-Op
a. Nyeri berkurang
b. Pasien tidak mengalami infeksi
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Hipospadia terjadi pada satu sampai tiga per 1000 kelahiran dan merupakan anomaly
penis yang paling sering. Hipospadia adalah congenital anomali yang mana uretra
bermuara pada sisi bawah penis atau perineum. (Suriadi, 2001)
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan uretra penis
pada kehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan orifisium uretra
tertinggal disuatu tempat dibagian ventral penis antara skrotum dan glans penis.
Epispadia digambarkan seolah-olah pisau dimasukkan ke meatus normal dan kulit
dilucuti di bagian atas penis. Klasifikasi epispadias didasarkan pada lokasi meatus
pada penis. Hal ini dapat diposisikan pada kepala penis (glanular), di sepanjang batang
penis (penis) atau dekat tulang kemaluan (penopubic). Posisi meatus penting dalam hal
itu memprediksi sejauh mana kandung kemih dapat menyimpan urin (kontinensia).

B. Saran
Dengan adanya Makalah ini semoga pembaca dapat mengerti dan memahami isi yang
terdapat dalam makalah ini. Sebelumnya makalah ini jauh dari kata sempurna, mohon
dimaklumi karna masih dalam proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

Suriadi dan Yuliani,Rita.(2001).Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 1. Jakarta :


PT Fajar Interpretama.
Muscari, Mary E. 2005. Panduan belajar keperawatan pediatric edisi 3. Jakarta:
EGC
Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto
Ramali, Ahmad & K. St. Pamoentjak. (2005). Kamus Kedokteran. Jakarta: Djambatan.
LAMPIRAN FOTO

You might also like