You are on page 1of 12

REFERAT THT

Faringitis Akut dan Kronik

Disusun oleh :
Selvina
112015408

Pembimbing :
dr. Nurlina Sp THT-KL

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT


RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode 22 Juli – 24 September 2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Faringitis adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang tengorok atau faring ayng
disebabkan oleh bakteri atau virus tertentu. Kadang juga disebut sebagai radang tenggorok.
Adapun keluhan dengan rasa gatal, kering serta berlendir yang sukar dikeluarkan di tenggorokan,
disertai batuk. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior faring granular. Dalam
makalah ini akan dijelaskan secara rinci mengenai faringitis kroniks serta komplikasi-komplikasi
yang akan timbul apabila tidak di tangani secara dini.

Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan agar para pembaca tahu mengenai pemeriksaan yang
didapatkan pada kasus faringitis kronik, gejala, terapi serta komplikasi yang di dapat pada pasien
faringitis kronik.

Manfaat
Dapat memberikan informasi pada pembaca mengenai faringitis kronik serta berbagai hal
yang berkaitan dengan faringitis kronik; menambah pengetahuan pembaca serta sebagai sumber
informasi mengenai faringitis kronik ini.

2
BAB II
PEMBAHASAN

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di
bagian atas dan sempit di bagian bawah serta terletak pada bagian anterior kolum vertebra.
Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esophagus setinggi vertebra
servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan
berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring di bawah
berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esophagus. Panjang
dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian
dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir,
fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas
nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut
lendir (mukosa blanket) dan otot.

Mukosa
Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada nasofaring karena
fungsinya utuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, sedang epitelnya torak berlapis yang
mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring, karena fungsinya
untuk saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan tidak bersilia..
Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak dalam
rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem retikuloendoterlial. Oleh karena itu faring
dapat disebut juga daerah spertahanan tubuh terdepan.

Palut Lendir (Mucous Blanket)


Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap melalui hidung. Di bagian
atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak diatas silia dan bergerak sesuai dengan
arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini berfungsi untuk menangkap partikel kotoran yang
terbawa ooleh udara yang diisap. Palut lendir ini mengandung enzim Lyzozyme yang penting
untuk proteksi.

3
Otot
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang
(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari m.konstriktor faring superior, media dan
inferior. Otot-otot ini terletak disebelah luar. Otot-otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian
bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Disebelah depan, otot-otot ini
bertemu satu sama lain dan dibelakang bertemu pada jaringan ikat yang disebut ‘rafe faring’
(raphe pharyngis). Kerja otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini
dipersarafi oleh n.vagus (n.X).
Otot-otot yang longitudinal adalah m.stilofaring dan m.palatofaring. letak otot-otot ini
disebelah dalam. M.stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik laring, sedangkan
m.palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring.
Kerja kedua otot ini bekerja sebagai elevator. Kerja keua otot itu penting pada waktu menelan.
M.stilofaring dipersarafi oleh n.IX sedangkan palatofaring dipersarafi oleh n.X.
Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satu sarung fasia
dari mukosa yaitu m.levator veli palatini, m.tensor veli palatini, m.palatoglosus, m.palatofaring
dan m.azigos uvula.
M.levator veli palatini membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjaya untuk
menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba eustachius. Otot ini dipersarafi oleh
n.X.
M. tensor veli palatini membentuk tenda palatum mole dan kerjanya untuk
mengencangkan bagian anterior palatum mole dan membuka tuba eustachius. Otot ini dipersarafi
oleh n.X.
M. palatoglosus membentuk arkus anterior faring dan kerjanya menyempitka ismua. Otot
ini dipersarafi oleh nX.
M.palatofaring membentuk arkus posterior faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X.
M. azigos uvula merupakan otot yang kecil, kerjanya memperpendek dan menaikkan
uvula ke belakang atas. Otot ini dipersarafi oleh n.X.

4
Pendarahan.
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang
utama berasal dari cabang a.karotis eksterna ( cabang faring asendens dan cabang fausial ) serta
dari cabang a.maksila interna yakni cabang palatina superior.

Persarafan
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang ekstensif.
Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari n.vagus, cabang dari n.glosofaring dan serabut
simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif
ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaring yang dipersarafi langsung
oleh cabang n.glosofaring (n.IX)

Kelenjar Getah Bening


Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media dan
inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar getah
bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar getah bening jugulo-
digastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar
getah bening servikal dalam bawah.

Berdasarkan letaknya faring dibagi atas:


1. NASOFARING
Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian bawah adalah palatum
mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang adalah vertebra servikal.
Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa
struktur penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus
faring yang disebut fosa Rosenmuller, kantong Rathke, yang merupakan invaginasi struktur
embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan
kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh n. glosofaring, n. vagus
dan n.asesorius spinal saraf cranial dan v.jugularis interna, bagian petrosus os temporalis dan
foramen laserum dan muara tuba Eustachius.

5
2. OROFARING
Orofaring disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas
bawah adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke belakang
adalah vertebra sevikal. Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior
faring, tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual
dan foramen sekum

DINDING POSTERIOR FARING


Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang akut atau
radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-otot di bagian tersebut. Gangguan
otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan dengan gangguan
n.vagus.

3. LARINGOFARING (HIPOFARING)
Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior ialah
laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior ialah vertebra servikal. Struktur
pertama yang tampak di bawah lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua cengkungan
yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika
lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga “kantong pil” (pill pockets) sebab pada beberapa
orang, kadang – kadang bila menelan pil akan tersangkut di situ.
Di bawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan pada
perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang – kadang bentuk infantile (bentuk
omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi
demikian lebar dan tipisnya. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi glotis ketika menelan
minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke
esophagus.
Nervus laring superior berjalan di bawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi
laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian analgesia lokal di faring dan
laring pada tindaka laringoskopi langsung.

6
Ruang Faringal
Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinis mempunyai arti
penting, yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring.
1. Ruang retrofaring ( Retropharyngeal space )
Dinding anterior ruang ini adalah dinding belakang faring yang terdiri dari mukosa
faring, fasia faringobasilaris dan otot – otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat jarang dan
fasia prevertebralis. Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian atas sampai batas paling
bawah dari fasia servikalis. Serat – serat jaringan ikat di garis tengah mengikatnya pada
vertebra. Di sebelah lateral ruang ini berbatasan dengan fosa faringomaksila. Abses
retrofaring sering ditemuka pada bayi atau anak. Kejadiannya ialah karena diruang retrofaring
terdapat kelenjar-kelenjar limfa. Pada peradangan kelenjar limfa itu, dapat terjadi supurasi,
yang bilamana pecah, nanahnya akan tertumpah didalam ruang retrofaring. Kelenjar limfa
diruang retrofaring ini akan banyak menghilang pada pertumbuhan anak.

2. Ruang parafaring ( Fosa Faringomaksila = Pharyngo-maxi-llary fossa )


Ruang ini berbentuk kerucut dengan dasarnya yang terletak pada dasar tengkorak dekat
foramen jugularis dan puncaknya pada kornu mayus os hioid. Ruang ini dibatasi di bagian
dalam oleh m. konstriktor faring superior, batas luarnya adalah ramus asenden mandibula
yang melekat dengan m. pterigoid interna dan bagian posterior kelenjar parotis.
Fosa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya oleh os stiloid dengan otot
yang melekat padanya. Bagian anterior (presteloid) adalah bagian yang lebih luas dan dapat
mengalami proses supuratif sebagai akibat tonsil yang meradang, beberapa bentuk mastoiditis
atau petrositis, atau dari karies dentis.
Bagian yang lebih sempit di bagian posterior (post stiloid) berisi a.karotis interna, v.
jugularis interna, n. vagus yang dibungkus dalam suatu sarung yang disebut selubung karotis
(carotid sheath). Bagian ini dipisahkan dari ruang retrofaring oleh sesuatu lapisan fasia yang
tipis.

Fungsi Faring
Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara
dan untuk artikulasi.

7
Fungsi Menelan
Terdapat 3 fase dalam proses menelan yaitu fase oral, fase faringal dan fase esofagal.
Fase oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Gerakan disini sengaja (voluntary). Fase
faringal yaitu pada waktu transpor bolus makanan melalui faring. Gerakan disini tidak sengaja
(involuntary). Fase esofagal. Disini gerakannya tidak disengaja, yaitu pada waktu bolus makanan
bergerak secara peristaltik di esofagus menuju lambung.

Fungsi Faring dalam proses bicara


Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan
faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole ke arah dinding belakang faring.
Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan
m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatini bersama-sama m.konstriktor faring superior.
Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole ke atas
belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan
(fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu
pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m.palatofaring ( bersama m.salpingofaring ) dan oleh
kontraksi aktif m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada
waktu yang bersamaan.
Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode fonasi, tetapi
ada pula pendapat ini timbul dan hialng secara cepat bersama dengan gerakan palatum.

Keluhan kelainan di daerah faring


1) nyeri tenggorok, 2) nyeri menelan (odinofagia), 3) rasa banyak dahak di tenggorok, 4)
sulit menelan (disfagia), 5) rasa ada yang menyumbat atau mengganjal.
Nyeri tenggorok. Keluhan ini dapat hilang timbul atau menetap. Apakah nyeri tengorok
ini disertai dengan demam, batuk, serak dan tenggorok terasa kering. Apakah pasien merokok
dan berapa jumlahnya perhari.
Nyeri menelan (odinofagia) merupakan rasa nyeri di tenggorok waktu gerakan menelan.
Apakah rasa nyeri ini dirasakan sampai ke telinga.

8
Dahak di tenggorok merupakan keluhan yang sering timbul akibat adanya inflamasi di
hidung dan faring. Apakah dahak ini berupa lendir, pus, atau bercampur darah. Dahak ini dapat
turun, keluar bila dibatukkan atau terasa turun di tenggorok.
Sulit menelan ( disfagia ) sudah berapa lama dan untuk jenis makanan cair atau padat.
Apakah juga disertai muntah dan berat badan menurun dengan cepat.
Rasa sumbatan di leher ( sense of lump in the neck ) sudah berapa lama, tempatnya
dimana.

Pemeriksaan faring dan rongga mulut


Dengan lampu kepala yang diarahkan ke rongga mulut, dilihat keadaan bibir, mukosa
rongga mulut, lidah dan gerakan lidah.
Dengan menekan bagian tengah lidah memakai spatula lidah maka bagian-bagian rongga
mulut lebih jelas terlihat. Pemeriksaan dimulai dengan melihat keadaan dinding belakang faring
serta kelenjar limfanya, uvula, arkus faring serta gerakannya, tonsil, mukosa pipi, gusi dan gigi
geligi.

Faringitis
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-
60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin dan lain-lain.
Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi lokal.
Infeksi bakteri grup A Streptokokus β hemolitikus dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang
hebat, karena bakteri ini melepaskan toksin ekstraseluler yang dapat menimbulkan demam
reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulus terganggu
akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi. Bakteri ini banyak menyerang anak usia sekolah,
orang dewasa dan jarang pada anak umur kurang dari 3 tahun. Penularan infeksi melalui sekret
hidung dan ludah ( droplet infection ).

Faringitis kronik
Terdapat dua bentuk yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis kronik atrofi.
Faktor predisposisi proses radang kronik di faring ini ialah rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik
oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain

9
penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang biasa bernapas melalui mulut karena
hidungnya tersumbat.
a. Faringitis kronik hiperplastik
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring.
Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada
pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata, bergranular.

Gejala
Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang berdahak

Terapi
Terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras
argenti atau dengan listrik ( electro cauter ). Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur atau
tablet isap. Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran. Penyakit di
hidung dan sinus paranasal harus diobati.

b. Faringitis kronik atrofi


Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis atrofi,
udara pernapasan tidak diatur suhu serta kelembabannya, sehingga menimbulkan rangsangan
serta infeksi pada faring.

Gejala dan tanda


Pasien mengeluh tenggorok kering dan tebal serta mulut berbau. Pada pemeriksaan
tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.

Terapi
Pengobatan ditujukan pada rinitis atrofinya dan untuk faringitis kronik atrofi
ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.

10
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa tenggorokan.
Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil dan adenoid.
Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis, faktor
resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi
makanan yang kurang gizi dan konsumsi alkohol yang berlebihan.
Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang
menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti lemas,
anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis,
tonsil membesar, pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah
teraba dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai
peningkatan laju endap darah dan leukosit. Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai
dari anamnesa yang cermat dan dilakukan pemeriksaan temperatur suhu tubuh dan evaluasi
tenggorokan, sinus, telinga, hidung, dan leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang
hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di
leher.
Dengan pengobatan yang adekuat umumnya prognosis dengan faringitis adalah baik dan
umumnya pasien biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu. Komplikasi dari faringitis yaitu
sinusitis, otitis media, abses retrofaring dan selain itu juga dapat terjadi komplikasi secara
sistemik berupa glomerulonefritis, demam rematik akut.

Daftar Pustaka
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, etc. Telinga hidung tenggorok kepala & leher.
Ed 7. Jakarta: FKUI; 2014. Hal 190-7.
2. Herawati S. Rukmini S. Ilmu Penyakit Telinga hidung tenggorok. Jakarta: EGC; 2011.
Hal 45
3. Eliastam M, Sternbach GL, Bresler MJ. Penuntun kedaruratan medis. Ed 5. Jakarta:
EGC; 2012. Hal 262.

11
4. Delp, Manning. Major diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 2011. Hal 597
5. Davey P. At aglace medicine. Jakarta: EMS; 2011. Hal 287.

12

You might also like