You are on page 1of 10

KAJIAN MUTU KOPI BIJI DENGAN VARIASI CARA PENGOLAHAN STUDI KASUS:

DESA AIR LANG KECAMATAN SINDANG DATARAN KABUPATEN REJANG LEBONG

STUDY OF QUALITY OF COFFEE BEANS WITH VARIATION OF HOW TO PROCESS CASE


STUDY : DESA AIR LANG KECAMATAN SINDANG DATARAN KABUPATEN REJANG
LEBONG

Gustian Andrea1, Budiyanto2, Wuri Marsigit2

1) Mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu


2) Dosen Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu
Jalan W.R. Supratman, Kandang Limun, Bengkulu, 38371A
gustian.andrea@gmail.com

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the effect of various processes of processing fresh coffee
on the yield of rice coffee beans, determine the effect of various fresh coffee processing processes on the
quality of rice coffee beans and determine the effect of processing fresh coffee beans on the quality of
coffee brewing. This study uses factorial 1 Randomized Block Design, namely the process of stripping
fresh coffee beans consisting of : Stripping fresh coffee fruit by wet processing (Fullwash) (P1) Stripping
fresh coffee fruit using a motorized coffee skin lubrication machine (P2), Stripping fresh coffee fruit skin
lubrication machine with human power (P3), Processing of fresh coffee fruit in the field (drying) (P4),
analysis method used in this study is TEST T. The results showed that coffee processing that produced
the most coffee yield was produced in wet processing, based on the lowest wet processing defect value.
the lowest level of dirt is wet processing, Water content that is closest to SNI 01-2907-2008 is dry
processing, brewing the best coffee is from the wet process.

Keywords : Coffee Beans, Sintaro Coffee, Yield, Processing.

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh berbagai proses pengolahan kopi segar
terhadap rendemen biji kopi beras, menentukan pengaruh berbagai proses pengolahan kopi segar terhadap
mutu biji kopi beras dan menentukan pengaruh pengolahan biji kopi segar terhadap mutu seduh kopi.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Rancangan Acak Kelompok (RAK) 1 faktorial, yaitu proses
pengupasan biji kopi segar yang terdiri dari : Pengupasan kulit buah kopi segar secara pengolahan basah
(perendaman) (P1), Pengupasan buah kopi segar menggunakan mesin pelumat kulit kopi tenaga motor
(P2), Pengupasan buah kopi segar mesin pelumat kulit dengan tenaga manusia (P3), Pengolahan buah
kopi segar secara gelondongan (Penjemuran) (P4). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah UJI T. Hasil penelitian menunjukkan Pengolahan kopi yang menghasilkan rendemen kopi
terbanyak dihasilkan pada pengolahan basah, berdasarkan nilai cacat pengolahan basah terendah nilai
cacatnya. kadar kotoran terendah yaitu pengolahan basah. Kadar air yang paling mendekati SNI 01-2907-
2008 yaitu pengolahan secara kering. Mutu seduh kopi yang terbaik dari pengolahan basah.

Kata kunci : Kopi Beras, Kopi Sintaro, Rendemen, Pengolahan.

1
PENDAHULUAN
Kopi merupakan tanaman perkebunan yang banyak tumbuh di Provinsi Bengkulu. Kopi
tumbuh baik di beberapa kabupaten yang ada di Provinsi Bengkulu. Kopi merupakan tanaman
perkebunan yang bisa dimanfaatkan menjadi minuman atau produk olahan lainnya.
Pada era liberalisasi perdagangan saat ini, menjadi peluang bagi perdagangan kopi robusta
indonesia di pasar internasional. Hambatan ekspor dalam tarif berangsur-angsur akan hilang dan
hal ini akan mengurangi beban eksportir kopi nasional, yang selanjutnya akan menguntungkan
petani kopi diindonesia. Harga kopi sangat ditentukan oleh kualitas, dimana kualitas kopi
dipengaruhi oleh negara asal tempat tumbuh, varietas dan penanganan pasca panen (Chandra
dkk, 2013).
Salah satu penghasil kopi terbesar di Sumatera setelah Propinsi Lampung dan Sumatera
Selatan, yakni Propinsi Bengkulu. Propinsi Bengkulu ikut berperan menyumbang sekitar 70
persen dari total produksi kopi Robusta Indonesia (Tarigan, 2017).
Sebagai salah satu penghasil kopi terbanyak di Sumatera, Propinsi Bengkulu memiliki kopi
kualitas ekspor yang tidak ada di daerah lain, yaitu jenis kopi sintaro (sindang dataran robusta)
yang memiliki ukuran buah yang besar dan aroma yang khas bila diseduh (Putro, 2017). Propinsi
Bengkulu merupakan produsen kopi robusta, dengan luas lahan sebesar 86.627 ha, dengan
produksi 55.150 ton sehingga bengkulu memiliki tanaman perkebunan kopi robusta yang cukup
luas (BPS, 2017). Untuk Kabupaten Rejang Lebong mempunyai luas lahan sekitar 21.633 ha,
dengan produksi 13.421 ton dalam setahun (BPS, 2017).
Menurut ketua kelompok perkasa tani desa Airlang, kopi sintaro yang berasal dari Sindang
Dataran, Rejang Lebong, saat ini telah merambah kepasar nasional antara lain, kopi sintaro
sudah dipasarkan diwilayah Jawa Timur, Yogyakarta, Riau, Sumatra Selatan dan kota
Bengkulu (Muhammad, 2018). Kopi Sintaro Terdapat 3 macam Sintaro 1, 2 dan 3. Ketiga jenis
tersebut yang paling unggul yaitu sintaro 1 (Retno Hulupi, 2014).
Sintaro 1 merupakan nama yang diberikan untuk klon hasil seleksi petani yang banyak di
kembangkan di kabupaten rejang lebong yang dikenal dengan nama KROMOAN.
Pengembangan klon tersebut dilakukan dengan perbanyakan sambung plagiotrop, entresnya
berasal dari desa air lang kecamatan sindang dataran kabupaten rejang lebong. Potensi produksi
jumlah percabang primer 375, 9 gram. Estimasi produksi per pohon 5.577, 8 gram buah kg kopi/
pohon, sedangkan estimasi produksi per ha – 1,7 ton / ha untuk penanaman dengan populasi
1.600 pohon/ ha. (Hulupi, 2014)
Sindang Dataran merupakan desa tempat klon Kromoan atau klon Sintaro 1
dibudidayakan. Pada lokasi ini buah kopi dipetik pada saat buah masak merah. Buah kopi
merah yang telah dipanen tetapi tidak langsung diolah atau dijemur langsung akan
mengakibatkan pertumbuhan jamur, semakin lama dalam penjemuran akan mengakibatkan
semakin cepat pertumbuhan jamur (Irene dkk, 2014). Hasil panen buah kopi merah di desa
Sindang Dataran diolah menjadi kopi beras melalui empat (4) cara yaitu; (a) pengolahan dengan
sistem pengolahan basah atau perendaman, (b) pengolahan semi basah menggunakan mesin
tenaga motor, (c) pengolahan semi basah dengan menggunakan tenaga manusia/manual, dan (d)
pengolahan kering melalui penjemuran kopi secara gelondongan. Pada umumnya pengolahan
kopi yang terbaik diperoleh dari pengolahan secara basah. Akan tetapi untuk pengolahan secara
basah belum banyak dilakukan karena proses yang lebih rumit.
Diantara keempat proses pengolahan kopi tersebut di atas, masih belum diketahui
perbedaan pengaruh pengolahan cara pengolahan terhadap mutu kopi beras, maka dari itu perlu
dilakukan penelitian pengolahan yang paling baik sehingga menghasilkan mutu kopi yang lebih
baik dengan itu perlu dilakukan kajian mutu kopi biji dengan variasi cara pengolahan.

2
METODE PENELITIAN
Penelitian Ini dilaksanakan di Laboratorium Peternakan dan Desa Air lang Kecamatan
Sindang Dataran Kabupaten Rejang Lebong. pada bulan Juni hingga September 2018.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu biji kopi sintaro hasil
pengolahan. Cawan, Ayakan (7,5 mm, 6,5 mm, 5,5 mm dan 3,5 mm), kaca arloji, ATK, Oven,,
Kamera, Neraca Analitik, Alat Penyangraian, mesin pulper, mesin huller, grinder.
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yaitu RAK menggunakan 1 faktorial yaitu proses pengupasan biji
kopi segar yang terdiri dari : Pengupasan kulit buah kopi segar secara pengolahan basah
(perendaman) (P1), Pengupasan buah kopi segar menggunakan mesin pelumat kulit kopi tenaga
motor (P2), Pengupasan buah kopi segar mesin pelumat kulit dengan tenaga manusia (P3),
Pengolahan buah kopi segar secara gelondongan (Penjemuran) (P4). Sehingga diperoleh
kombinasi perlakuan yang masing masing diulang sebanyak 5 kali sehingga penelitian ini terdiri
dari 20 unit percobaan.
Rendemen
Rendemen adalah hasil perhitungan antara bahan baku dan hasil yang didapatkan
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑜𝑝𝑖 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑠 (𝑔𝑟)
Rendemen = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑜𝑝𝑖 𝑠𝑒𝑔𝑎𝑟 (𝑔𝑟)
𝑥100%

Kopi Lolos Ayakan


Timbang cuplikan untuk pengujian sebanyak 300 g dalam sebuah wadah yang telah
ditimbang sebelumnya, dan ayak cuplikan tersebut dengan ayakan Sieve no 19 (7.5 mm), Sieve
No. 16 (6,5 mm), Sieve No. 16 (5,5 mm) dan Sieve No 9 (3.5 mm). Kumpulkan bagian cuplikan
yang lolos dari ayakan tersebut dalam sebuah wadah yang telah ditimbang sebelumnya. Timbang
cuplikan yang lolos dengan ketelitian 0,01 g. Cuplikan yang lolos ayakan disimpan untuk
penetapan nilai cacat dan kadar kotoran. Kadar kopi lolos ayakan dinyatakan dalam % fraksi
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐿𝑜𝑙𝑜𝑠 𝐴𝑦𝑎𝑘𝑎𝑛
massa = Kopi Lolos ayakan= 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑆𝑒𝑚𝑢𝑙𝑎 𝑥 100% (SNI 01-2907-2008).
Nilai Cacat
Menimbang contoh uji sebanyak 300 g, termasuk cuplikan yang lolos ayakan dan
menebarkan pada sehelai kertas. Dipilih dan dipisahkan biji cacat dan kotoran yang ada pada
cuplikan. menempatkan secara terpisah dalam kaca arloji atau cawan aluminium masing-masing
dan hitung nilai cacatnya.
Kadar kotoran kopi
Kotoran berupa ranting, tanah, atau batu setelah dihitung nilai cacat dikumpulkan bersama-
sama dengan benda asing lainnya dalam sebuah wadah yang telah diketahui berat sebelumnya.
Timbang dengan ketelitian 0,01 g.
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐾𝑜𝑡𝑜𝑟𝑎𝑛
Kadar kotoran kopi = 𝑥 100% (SNI 01-2907-2008).
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Kadar Air (KA)


Pengujian kadar air biji kopi dilakukan menggunakan metode oven, dan selanjutnya
dilakukan perhitungan kadar air menggunakan rumus.
𝑚1−𝑚2
Kadar air = 𝑚1−𝑚0 𝑥100%
Keterangan : m0 = Berat cawan dan tutup (gram) m1 = Berat cawan,tutup dan sampel sebelum
di oven (gram) m2 = Berat cawan,tutup dan sampel setelah di oven (gram)

3
Uji Organoleptik
Rancangan organoleptik dilakukan dengan uji Cuping Test oleh 10 panelis terlatih dengan
meliputi Aroma Kering, Aroma Seduh, Aftertaste, Acidity, Mouthfeel dan Sweetness. Pengujian
ini dilakukan untuk cita rasa pada kopi. (SCAA,2015)
Analisa Data
Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan analisa stastistik dengan menggunakan
uji T menggunakan program SPSS (statistical package for social science) 22.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen biji kopi beras
Rendemen adalah perbandingan antara bahan baku dan produk akhir yang dihasilkan.
Semakin banyak rendemen yang dihasilkan maka semakin Sedikit kehilangan biji kopi saat
pengolahan. Rendemen yang dihasilkan pada penelitian ini bisa dilihat pada gambar 1.
17 16.436 15.884 16.308
Rendemen (%)

15 14.508

13
P1 = Pengolahan P2 = Pengolahan P3 = Pengolahan P4 = Pengolahan
Basah Semi Basah (Mesin) Semi Basah (Manual) Secara Kering
Metode Pengolahan

Gambar 1. Rendemen kopi beras robusta (coffea canephora) sintaro pada variasi pengolahan
kopi beras yang berbeda.
Gambar 1 menunjukan bahwa rendemen kopi beras berada pada rentang 14,5% - 16,43%.
Perbedaan proses pengolahan kopi segar menyebabkan adanya pengaruh terhadap rendemen
kopi beras yang didapatkan. Rendemen terbanyak pada kopi pengolahan basah sedangkan
rendemen terendah pada pengolahan kopi secara kering.
Hasil Analisis Statistik Uji T test dengan taraf 5 % menunjukkan perbedaan jenis
pengolahan menyebabkan rendemen yang dihasilkan berbeda.
Rendemen kopi beras ditentukan oleh beberapa faktor yaitu saat pemisahan kulit dengan
biji kopi (Pulper) atau pemecah kulit kopi dalam keadaan basah, pada proses pengolahan adanya
biji kopi tertinggal di alat pulper dan ada juga yang ikut terbuang dengan kulit saat pemisahan
antara kulit dan biji kopi.
Rendemen kopi beras dihasilkan dari proses penurunan kadar air, pemisahan kulit dan
biji hingga proses pemisahan kotoran dari biji kopi (lia, 2017). Rendemen kopi beras pada
penelitian ini sejalan dengan Penelitian lia (2017), menunjukkan rendemen kopi yang dihasilkan
sebanyak 13% hingga 16%.
Mutu biji kopi beras.
Nilai Cacat Kopi
Nilai cacat pada biji kopi merupakan salah satu karakteristik yang akan mempengaruhi
kualitas kopi hasil seduhannya, nilai cacat dapat dikurangi dengan melakukan proses sortasi pada
biji berdasarkan cacat fisik. Nilai cacat ini bisa di cari dengan sortasi manual atau dengan mesin
sortasi meja konveyor (Firlany dkk, 2015). Nilai cacat pada kopi beras dan nilai cacat akibat
proses pengolahan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

4
Tabel 1. Nilai Cacat dari setiap proses pengolahan
Jenis Pengolahan
Pengolahan Semi Pengolahan Semi Pengolahan
Jenis Cacat Pengolahan Basah
Basah (Mesin) Basah (Manual) secara Kering
Jumlah Nilai Jumlah Nilai Jumlah Nilai Jumlah Nilai
Cacat Cacat Cacat Cacat Cacat Cacat Cacat Cacat
Biji Hitam 0.6 0.6 3.6 3.6* 2.8 2.8
Biji Hitam
26.8 13.4a 32.8 16.4 82.8 41.4a 24.8 12.4
Sebagian
Biji Hitam Pecah 1.8 0.9 6.4 3.2 7.4 3.7*
Biji Coklat 3.6 0.9
Biji Pecah 33.4 6.68 197.2 39.44a* 76.8 15.28 93 18.6a
Biji Berlubang 1 4.2 0.42 14.8 1.48* 2.8 0.28 4.8 0.48
Biji Berlubang
1.6 0.32 4.8 0.96* 2.4 0.48 4.8 0.96*
Lebih Dari 1
Jumlah
69.6 21.72 252 59.78 174.8 64.24 137.6 38.94
a
Ket : *= Nilai Cacat tertinggi dari berbagai proses pengolahan, = Nilai cacat paling banyak setiap proses
pengolahan

Tabel 1 menunjukan perbedaan nilai cacat pada kopi beras dan nilai cacat akibat proses
pengolahan rentang nilai cacat terendah hingga yang paling tinggi yaitu antara 21.72 hingga
64.24, sedangkan akibat proses pengolahan dengan rentang antara 6.68 hingga 39.44.
Nilai Cacat diukur berdasarkan ketetapan pada SNI-01-2907-2008 tentang biji kopi. Nilai
cacat yang diukur terdapat 20 macam jenis cacat pada biji kopi, tetapi pada penelitian ini hanya
terdapat jenis cacat biji hitam, biji hitam sebagian, biji hitam pecah, biji pecah serta biji berlubang
1 ataupun lebih. nilai cacat yang paling dominan pada pengolahan basah yaitu nilai cacat biji
hitam sebagian, pada pengolahan semi basah (mesin) nilai cacat yang paling dominan yaitu kopi
pecah, selanjutnya nilai cacat yang dominan pada pengolahan semi basah (manual) yaitu nilai
cacat biji hitam sebagian, dan pada pengolahan kering nilai cacat kopi pecah yang paling
dominan.
Hasil Analisis Statistik Uji T test dengan taraf 5 % menunjukkan perbedaan jenis
pengolahan kopi berpengaruh terhadap nilai cacat kopi yang dihasilkan. Perbedaan ini meliputi
jumlah cacat kopi beras yang dihasilkan
Jenis cacat yang paling menentukan terhadap nilai cacat yaitu biji kopi hitam sebagian
dan biji kopi pecah, tetapi yang dihasilkan akibat proses hanya biji kopi pecah. Biji Kopi pecah
merupakan jenis cacat yang disebakan oleh proses pengolahan atau pada proses pengupasan atau
pemisahan kulit dengan biji kering, hal ini sejalan dengan penelitian Novita, dkk (2010)
menyatakan bahwa Cacat biji pecah juga dapat terjadi pada saat proses pengupasan kulit buah
kopi (pulping). Biji pecah dan biji sebagian hitam merupakan cacat yang paling banyak
ditemukan di setiap proses pengolahan kopi, sejalan dengan penelitian Aklimawati (2014)
menyebutkan bahwa biji pecah dan kulit kopi yang memberikan kontribusi terbanyak pada nilai
cacat. Nilai cacat biji pecah disebakan oleh mesin pengupas kulit kopi dan mesin pemecah kulit
pada pengolahan semi basah. Penelitian Aklimawati (2014), juga menyebutkan Nilai cacat biji
kopi berlubang satu atau lebih disebakan adanya serangan Biji berlubang tersebut disebabkan
adanya serangan hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei).
Nilai cacat yang diakibatkan oleh proses pengolahan yaitu kopi beras pecah, kopi pecah
terrendah pada pengolahan basah sedangkan kopi pecah tertinggi pada pengolahan semi basah
(mesin). Kopi pecah disebakan pada saat proses pulping dan pemisahan kulit kopi dalam keadaan
segar menggunakan alat pemecah kulit kopi dan kering menggunakan huller. Nilai cacat akibat
penggunaan alat sesuai dengan penelitian Widyomoto (2009) bahwa kecepatan mesin pulper dan
ukuran kopi merah berpengaruh terhadap nilai cacat pada biji kopi.

5
Kadar kotoran kopi
Kadar kotoran kopi merupakan adanya benda asing yang berada pada kopi beras, kadar
kotoran ini dapat berupa ranting, kulit kopi, batu dan benda asing lainnya(SNI Biji kopi, 2008).
Kadar kotoran yang dihasilkan pada penelitian ini bisa dilihat pada gambar 2.
Kadar Kotoran (%)

0.030 0.021
0.020 0.014
0.010 0.003 0.005
0.000
P1 = Pengolahan P2 = Pengolahan P3 = Pengolahan P4 = Pengolahan
Basah Semi Basah (Mesin) Semi Basah (Manual) Secara Kering
Metode Pengolahan
Gambar 2. Kadar Kotoran kopi beras robusta (coffea canephora) sintaro pada variasi
pengolahan kopi beras yang berbeda.
Gambar 2 Kadar kotoran kopi beras menunjukan adanya rentang dari yang terendah
hingga yang tertinggi dengan nilai 0.003 % – 0.021%, kadar kotoran tersebut sudah sangat sedikit
karena jauh di bawah ketetapan badan standarisasi nasional (BSN) yaitu maksimal 0,5 %.
Analisis Statistik pengujian T Test taraf 5 %, menunjukkan adanya perbedaan yang
sangat nyata dengan taraf signifikan 0,000 lebih kecil dari 0,05. Variasi pengolahan
menyebabkan kadar kotoran juga bervariasi pada kopi beras. Kadar kotoran ini disebabkan
terlepasnya kulit ari dari biji kopi.
Kadar kotoran ini disebakan terlepasnya kulit ari dari biji kopi yang disebakan pada
proses pengolahan oleh mesin pengolahan. Kadar kotoran pada kopi rendah karena melalui tahap
sortasi saat setelah di huller. Kadar kotoran kopi beras pada penelitian ini jauh lebih rendah
dibandingkan pada penelitian Aklimawati (2014) kadar kotoran pada kopi Robusta yang berkisar
antara 0,7%— 3,1%.
Kadar Air Kopi beras
Kadar air merupakan salah satu sifat fisik yang akan mempengaruhi mutu kopi, kadar air
kopi yang belum mencapai titik keseimbangan (12%) sehingga biji kopi menjadi rentang
terhadap serangan jamur pada saat disimpan atau diangkut ke tempat konsumen (Syakir, 2010).
Kadar air kopi beras yang dihasilkan pada penelitian bisa dilihat pada gambar 3.
14 13.599
13.202
Kadar Air (%)

13 12.582 12.578
12
P1 = Pengolahan P2 = Pengolahan P3 = Pengolahan P4 = Pengolahan
Basah Semi Basah (Mesin) Semi Basah Secara Kering
(Manual)
Metode Pengolahan
Gambar 3 . kadar air kopi beras robusta (coffea canephora) sintaro pada variasi pengolahan
kopi beras yang berbeda.
Gambar 3 kadar air menunjukkan adanya rentang dari yang terendah hingga tertinggi
yaitu antara 12,57 % hingga 13,59%. Kadar air pada kopi beras hasil penelitian belum memenuhi
standar yang di tetapkan SNI 01-2907-2008 Kadar air maksimum 12.5%, dari keempat proses
pengolahan yang paling mendekati SNI yaitu proses pengolahan secara kering
Analisis Statistik pengujian T Test taraf 5 %, menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
terhadap kadar air yang didapatkan.

6
Kadar air yang bervariasi bukan disebabkan dari jenis pengolahan berbeda, tetapi saat
proses penjemuran kopi beras tersebut hingga kering, sehingga yang paling berpengaruh
terhadap kadar air yaitu proses penjemuran sedangkan proses pengolahan hanya mempercepat
proses pengeringan hal ini sesuai dengan penelitian Ramanda (2016), yaitu proses pemecahan
kulit atau pemisahan kulit dari biji kopi supaya lebih mudah kering saat penjemuran.
Kopi Lolos Ayakan
Kopi lolos ayakan merupakan tahapan pemisahan kopi beras berdasarkan ukuran besar,
sedang dan ukuran kecil (SNI biji kopi, 2008). Kopi lolos ayakan pada penelitian ini bisa dilihat
pada gambar 4.
100 94.95
Kopi Lolos Ayakan

54.75 57.63 58.76


50 42.58 37.34 39.12

2.51 4.46 1.94 0.18 5.05


0.15 0.58
0
Pengolahan Basah Pengolahan Semi Basah Pengolahan Semi Basah Pengolahan Secara
Mesin Manual Kering
7.5 6.5 5.5 Lolos 5.5 3.5
Metode Penelitian
Gambar 4. Kopi Lolos Ayakan kopi beras robusta (coffea canephora) sintaro pada variasi
pengolahan kopi beras yang berbeda.
Gambar 4 menunjukkan adanya perbedaan jumlah kopi lolos ayakan pada penggunaan
ayakan yang sama untuk pengolahan basah dan semi basah, sedangkan pada pengolahan kering
menggunakan ayakan yang berbeda berdasarkan ketentuan standar nasional Indonesia (2008)
untuk kopi beras.
Kopi lolos ayakan ini bertujuan untuk menentukan ukuran pada biji kopi beras
berdasarkan SNI Biji Kopi (2008), pada ayakan sieve no 19 (7,5 mm), untuk pengolahan basah
dan semi basah merupakan ukuran kopi beras besar, untuk ayakan sieve 16 (6,5 mm) untuk
ukuran kopi beras sedang untuk pengolahan basah, untuk kopi pengolahan kering merupakan
ayakan untuk kopi berukuran besar. Ayakan sieve 14 untuk kopi berukuran kecil untuk proses
basah dan semi basah, dan untuk pengolahan kering menggunakan ayakan sieve no 13 (3.5 mm)
untuk ukuran kecil.
Pengolahan basah kopi sintaro 1 ukuran besar lebih sedikit dibandingkan ukuran sedang,
dan ukuran kecil sedikit karena kopi yang lolos adalah kopi yang cacat karena pecah dan biji
yang berukuran kecil. Pengolahan semi basah menggunakan peralatan mesin dan manual, biji
kopi berukuran besar lebih banyak dibandingkan ukuran kecil disebabkan biji kopi sedikit
gepeng akibat proses pemecahan kulit dalam keadaan basah. Pengolahan secara kering biji kopi
berukuran besar sebanyak 94,45% hampir semuanya berukuran besar. Perbedaan ukuran kopi
beras setiap pengolahan karena ayakan yang digunakan berbeda antara pengolahan basah dan
pengolahan secara kering.
Ukuran besar pada kopi beras robusta sintaro 1 lebih besar dibandingkan dengan kopi
robusta pada penelitian Aklimawati (2014), menyatakan bahwa kopi robusta dari lereng gunung
tambora biji berukuran besar sebanyak 18.4%.
Mutu seduh kopi
Pada pengujian sensoris kopi, penelitian ini menggunakan pengujian sensoris uji cupping
pada kopi yang dilakukan oleh panelis terlatih sebanyak 10 0rang. Pengujian cupping ini
dilakukan karena mengikuti prosedur SACC (Specialty Coffe Assosiation of America (SCAA).
Hasil penelitian pengujian mutu seduh kopi dapat dilihat pada Table 2.

7
Tabel 2. Hasil uji cita rasa seduhan kopi robusta (Coffea canephora) sintaro pada variasi
pengolahan kopi beras yang berbeda.
Jenis pengolahan
Cupping test Pengolahan Pengolahan Semi Pengolahan Semi Pengolahan Secara
Basah (P1) Basah (Mesin) (P2) Basah (Manual) (P3) Kering (P4)
Aroma kering 7.88 7.92 7.67 7.92
Aroma seduh 8.17 7.83 7.50 7.42
Aftertaste 7.33 8.00 7.42 7.67
Acidity 6.67 6.33 6.75 6.42
Mouthfeel 7.42 7.33 8.00 7.33
Sweetness 7.42 7.08 7.13 7.00
Final score 7.48 7.42 7.41 7.29
Kategori Very Good Very Good Very Good Very Good
Kacang,
Aroma yang Caramel, Gula Kelapa. Caramel, Asap, Kacang, caramel,
dihasilkan asap, Gula Caramel, Kacang, coklat Asep
Kelapa

Tabel 2 menunjukkan perbedaan variasi cara pengolahan kopi beras memberikan


pengaruh yang berbeda terhadap penilaian atribut cita rasa yang diberikan oleh panelis terlatih.
Variasi cara pengolahan kopi merah menjadi kopi beras mendapatkan penilaian yang berebeda
dan ada beberapa yang sama. Saat setelah penyangraian kopi sangrai harus disimpan terlebih
dahulu minimal 8 jam. Hal ini sesuai dengan cupping and standars protocol robusta
(Hetzel,2011).
Cupping Test Menunjukkan bahwa setiap pengolahan kopi tidak terlalu pengaruh
terhadap atribut cita rasa kopi, dimana cita rasa kopi yang dihasilkan tidak terlalu berbeda.
Cupping test menghasilkan bahwa dari keempat sampel dengan hasil Very Good.
Aroma kopi kering dan kopi seduh
Aroma kopi bubuk merupakan aroma kopi yang belum diseduh, aroma kopi bubuk
memiliki berbagai aroma yang terdapat pada kopi bubuk misalnya aroma caramel, coklat, kacang
dan bauh tanah. Aroma kering (Fragrance) Menunjukkan aroma kopi pengolahan semi basah
yang lebih disukai, hal ini menurut Novita, dkk (2010) menyatakan cenderung meningkat karena
perlakuan olah semi basah. Perlakuan minimisasi air menunjukkan terjadinya peningkatan
kualitas dan intensitas fragrance maupun aroma kopi sangrai. Kopi yang digunakan untuk
cupping harus digiling dengan tingkat kehalusan hingga 70-75% melewati ayakan 20 mesh
(Hetzel, 2011).
Aroma kopi seduh merupakan penilaian aroma kopi bubuk yang telah ditambahkan air
dengan perbandingan 10 gram kopi dan 180 air dengan suhu 93 C, perbandingan ini sesuai
dengan standar Specialty Coffee Assosiation of America (SCAA) , suhu penyeduhan dan
perbandingan air dan kopi bubuk untuk cupping. Aroma penyeduhan menunjukan pada
pengolahan secara basah dan semi basah pada penilaian panelis lebih menyukai pengolahan
tersebut, sedangkan pengolahan kering panelis tidak terlalu suka pada aroma kopi seduh. Aroma
yang dihasilkan pada uji cupping yaitu aroma kacang caramel, coklat dan bauh tanah. Ada
beberapa panelis menyebutkan adanya aroma asap dan Tobacco.
Aftertaste Kopi Seduh
Aftertaste merupakan kualitas rasa positif yang tertinggal (rasa dan aroma) dari belakang
rongga mulut dan tetap tinggal setelah kopi dikeluarkan dari mulut atau ditelan (Hetzel, 2011) .
Penilaian terhadap Aftertaste kopi seduhan menunjukan panelis menyukai pengolahan semi

8
basah dengan menggunakan mesin, Penelitian Novita, dkk (2010) menunjukkan kualitas
aftertaste cenderung meningkat karena pengolahan semi basah. Di ikuti dengan pengolahan
kering, pengolahan semi basah manual dan pengolahan secara basah. Rata rata panelis
memberikan penilaian sangat bagus pada penelian aftertaste. Aftertaste menunjukkan dari
berbagai variasi tersebut memiliki kesan dan rasa yang positif yang tertinggal.
Penilaian aftertaste pada kopi sangat di pengaruhi oleh kehalusan bubuk kopi pada
cuping, hal ini sejalan dengan penelitian Asiah (2017) yang menyatakan bahwa kehalusan bubuk
kopi berpengaruh terhadap aftertaste kopi saat diseduh dan dikarenakan bahwa partikel yang
kasar akan memberikan kesan negatif ketika melewati belakang rongga mulut.
Tingkat Keasaman (acidity) pada kopi seduh
Acidity sering digambarkan sebagai rasa asam yang enak, atau masam jika tidak enak.
Tingkat keasaman yang baik akan terasa manis seperti rasa buah segar yang langsung terasa saat
kopi diseruput.
Acidity pada variasi pengolahan tertinggi pada pengolahan semi basah manual pulper dan
acidity terendah pada pengolahan kering (Natural), pada proses pengolahan di dapatkan hasil
bahwa dari ke empat jenis pengolahan memiliki nilai acidity normal. Kopi sintaro memiliki asam
yang rendah sesuai dengan penjelasan acidity di dalam SCAA bahwa kopi Sumatra memiliki
acidity yang rendah.
Mouthfeel pada kopi seduh
Mouthfeel merupakan rasa ketika kopi masuk kedalam mulut khususnya antara lidah dan
langit langit mulut. Biasanya mouthfeel yang kental mendapat nilai tinggi, namun mouthfeel yang
ringan bisa juga dapat memiliki rasa yang enak dimulut.
Mouthfeel pada kopi dari berbagai variasi pengolahan mendapatkan penilaian 7.08 –
7.48, menunjukkan mouthfeel yang paling kuat yaitu pada pengolahan semi basah dengan
peralatan manual. Mouthfeel yang terendah adalah pengolahan semi basah mesin diikuti
pengolahan basah dan kering.
Sweetness pada kopi seduh
Sweetness merupakan rasa manis yang menyenangkan yang timbul. Lawan dari manis
dalam konteks ini adalah sour, astringent atau mentah. Sweetness berbeda dengan sukrosa yang
ditemukan dalam minuman ringan / soft drink.
Sweetness yang dihasilkan pada penelitian ini dari keempat jenis pengolahan sweetness
yang dihasilkan normal atau tidak terlalu ada kesan manis yang dihasilkan. Penilaian panelis
untuk setiap sampel berada berada pada rentang 7.00 – 7.42. Sweetness tertinggi dihasilkan pada
pengolahan basah, Selanjutnya pengolahan semi basah mesin. Pengolahan semi basah manual
dan pengolahan secara kering.
KESIMPULAN
Kesimpulan
1. Pengolahan kopi yang menghasilkan rendemen kopi terbanyak dihasilkan pada
pengolahan basah, diikuti dengan pengolahan semi basah manual, selanjutnya
pengolahan basah mesin dan rendemen paling Sedikit pengolahan secara kering.
2. Mutu biji kopi yang di hasilkan dari berbagai variasi pengolahan yaitu, berdasarkan nilai
cacat pengolahan basah terendah nilai cacatnya. Pengolahan secara kering nilai cacat
terendah kedua. Pengolahan semi basah mesin terendah ketiga dan pengolahan semi
basah manual nilai cacat tertinggi. Mutu biji kopi yang didapatkan, beurutan dari
terrendah hingga tertinggi Mutu 2, Mutu 3, dan Mutu 4a, Mutu 4b. berasarkan kadar

9
kotoran hingga terendah ke yang tertinggi, yaitu pengolahan basah, pengolahan secara
kering, pengolahan semi basah mesin dan pengolahan semi basah manual.
3. berdasarkan mutu seduh kopi yang paling disukai adalah proses pengolahan basah.
DAFTAR PUSTAKA
Aklimawati, L., Yusianto, dan S. mawardi. 2014. Karakteristik mutu dan agribisnis kopi robusta
di lereng gunung tambora, Sumbawa. Jurnal Pelita Perkebunan 30 (2) : 159 – 180.
Asiah, N., F. Septiyana, U. Saptono, L. Cempaka,dan D. A. Sari. 2017. Identifikasi Cita Rasa
Sajian Tubruk Kopi Robusta Cibulao pada Berbagai Suhu dan Tingkat Kehalusan
Penyeduhan. Barometer. 2 (2): 52-56.
Badan Standarisasi Nasional. 2008. Standar Nasional Indonesia Biji Kopi 01-2907-2008. Badan
Standarisasi Indonesia.
Badan Statistik Perkebunan. 2017. Statistik perkebunan kopi indonesia. Direktorat Jenderal
Perkebunan. Jakarta.
Chandra, D., R,H. Ismono, dan E. Kasymir. 2013. Prospek Perdagangan Kopi Robusta
Indonesia Di Pasar Internasional. JIIA. 1 (1): 10-15.
Edvan, B. T., R. Edison, dan M. Same. 2016. Pengaruh dan Jenis Lama Penyangraian pada
Mutu Kopi Robusta. Jurnal Agro Industri Pertanian. 4(1): 31-40.
Firlany, I., F. Yusuf A., Yusianto. 2015. Perbandingan Nilai Cacat Biji Kopi Pada Proses
Sortasi Manual dan Sortasi Tipe Meja Konveyor Di Unit Pengolahan Kopi Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao. Jember: Jawa Timur (Abstrak)
Hetzel, A. 2011. Fine Robusta Standards and Protocols. Coffee Quality Institute: Uganda Coffee
Development Authority.
Hulupi, R. 2012. Prospek Klon Klon Lokal Kopi Robusta Asal Bengkulu. Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao. Jember
Irene, A., M. K. Koffi, and M. B. Dosso. 2014. Effect of Robusta (Coffea canephora P.) Coffee
Cherries Storage after Harvest before Putting Out for Sun Drying on Development of
Toxigenic Fungi and the Variation of the Physicochemical Components. Food and
Nutrition Sciences. 5:117-126.
Lia, F., dan T. Perdana. 2017. Sistem Produksi Agroindustri Kopi Arabica (Studi Kasus PT Sinar
Mayang Lestari, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung). Jurnal Agrisep. 16 (2)
: 123 – 132.
Novita, E., R. Syarief, E. Noor, dan S. Mulato. 2010. Peningkatan Mutu Biji Kopi Rakyat
Dengan Pengolahan Semi Basah Berbasis Produksi Bersih. Agrotek. 4:76-90.
Muhammad, N. 2018. Kopi Sintaro Rejang Lebong Rambah Pasar Nasional.
https://bengkulu.antaranews.com/berita/48197/kopi-sintaro-rejang-rambah-pasar-
nasional. Diakses (25 April 2018).
Putro, Y. H, 2017. Sintaro andalan kepahiang dan cerita raja kopi pembangkit gairah.
https://m.liputan6.com/regional/read/3205856/sintaro-andalan-kepahiang-dan-cerita-
raja-kopi-pembangkit-gairah. Diakses 10 Mei 2018.
SCAA.Speciality Coffee Association of America). 2015. Cupping Specialty Coffee.
Scaa.org/PDF/SCAA_Cupping-protocol.pdf. di akses 14 oktober 2018.
Syakir, M. 2010. Budidaya dan Pasca Panen KOPI. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan. Bogor.
Tarigan, M. 2017. Semarak Kopi Bengkulu, Seribu Cangkir Kopi Dibagikan.
https://gaya.tempo.co.id. Diakses 10 Mei 2018.
Widyomoto, S., S. Mulato, H. Ahmad, dan S. Soekarno. 2009. Kinerja Pengupas Kulit Buah
Kopi Segar Tipe Silinder Ganda Horizontal. Pelita Perkebunan. 25(1): 56-76.

10

You might also like