Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mata merupakan salah satu indra dari panca indra yang sangat penting
untuk kehidupan manusia. Terlebih-lebih dengan majunya teknologi, indra
penglihatan yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata
merupakan bagian yang sangat peka. Walaupun mata mempunyai sistem
pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak
retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip, mata masih
sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan
kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita.
Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga
mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan
yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan
mengakibatkan kebutaan.
Kemajuan mekanisasi dan teknik terlebih-lebih dengan bertambah
banyaknya kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak
pula, juga dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya
bertambah pula, belum terhitung kecelakaan akibat perkelahian, yang juga
dapat mengenai mata. Pada anak-anak kecelakaan mata biasanya terjadi akibat
kecelakaan terhadap alat dari permainan yang biasa dimainkan seperti panahan,
ketapel, senapan angin, tusukan dari gagang mainan dan sebagainya.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini :
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi mata?
2. Apakah definisi dari trauma mata ?
3. Bagaimana klasifikasi trauma mata?
4. Bagaimanakah epidemiologi dari trauma mata ?
5. Bagaimana patofisiologi trauma mata?
6. Bagaimanakah manifestasi klinik trauma mata ?
7. Bagaimanakah pemeriksaan diagnostik trauma mata ?
8. Bagaimanakah penatalaksanaan medis trauma mata ?
9. Bagaimanakah asuhan keperawatan yang diberikan pada trauma
mata tajam dan trauma mata tumpul ?
1
C. TUJUAN
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini:
1. Mengetahui tentang anatomi dan fisiologi mata.
2. Mengetahui tentang definisi dari trauma mata.
3. Mengetahui tentang klasifikasi trauma mata
4. Mengetahui tentang epidemiologi dari trauma mata.
5. Mengetahui tentang patofisiologi trauma mata.
6. Mengetahui tentang manifestasi klinik trauma mata.
7. Mengetahui tentang pemeriksaan diagnostik trauma mata.
8. Mengetahui tentang penatalaksanaan medis trauma mata.
9. Mengetahui tentang asuhan keperawatan yang diberikan pada
trauma mata tajam dan trauma mata tumpul.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. ANATOMI FISIOLOGI MATA
1. ANATOMI MATA
a. Struktur mata
1) Alis
Alis adalah dua potong kulit tebal melengkung yang ditumbuhi bulu.
Alis dikaitkan pada otot-otot sebelah bawahnya serta berfungsi
melindungi mata dari sinar matahari.
2) Kelopak mata
Kelopak mata merupakan dua lempengan, yaitu lempeng tarsal yang
terdiri dari jaringan fibrus yang sangat padat serta dilapisi kulit dan
dibatasi konjungtiva. Jaringan dibawah kulit ini tidak mengandung
lemak. Kelopak mata atas lebih besar daripada kelopak mata bawah
serta digerakkan ke atas oleh otot-otot melingkar, yaitu muskulus
orbikularis okuli yang dapat dibuka dan ditutup untuk melindungi dan
meratakan air mata ke permukaan bola mata dan mengontrol
banyaknya sinar yang masuk.
3) Bulu mata
Bulu mata melindungi mata dari debu dan cahaya.
b. Struktur Mata Internal
1) Sklera
Pembungkus yang kuat dan fibrus. Sklera membentuk putih mata dan
tersambung pada bagian depan dengan sebuah jendela membran yang
3
bening, yaitu kornea. Sklera melindungi struktur mata yang sangat
halus serta membantu mempertahankan bentuk biji mata.
2) Khoroid
Lapisan tengah yang berisi pembuluh darah. Merupakan ranting-
ranting arteria oftalmika, cabang dari arteria karotis interna. Lapisan
vaskuler ini membentuk iris yang berlubang ditengahnya, atau yang
disebut pupil (manik) mata. Selaput berpigmen sebelah belakang iris
memancarkan warnanya dan dengan demikian menentukan apakah
sebuah mata itu berwarna biru, coklat, kelabu, dan seterusnya.
Khoroid bersambung pada bagian depannya dengan iris, dan tepat
dibelakang iris. Selaput ini menebal guna membentuk korpus siliare
sehingga terletak antara khoroid dan iris. Korpus siliare itu berisi
serabut otot sirkulerndan serabut-serabut yang letaknya seperti jari-jari
sebuah lingkaran. Kontraksi otot sirkuler menyebabkan pupil mata
juga berkontraksi. Semuanya ini bersama-sama membentuk traktus
uvea yang terdiri dari iris, korpus siliare, dan khoroid. Peradangan
pada masing-masing bagian berturut-turut disebut iritis, siklitis, dan
khoroiditis, atau pun yang secara bersama-sama disebut uveitis. Bila
salah satu bagian dari traktus ini mengalami peradangan, maka
penyakitnya akan segera menjalar kebagian traktus lain disekitarnya.
3) Retina
Lapisan saraf pada mata yang terdiri dari sejumlah lapisan serabut,
yaitu sel-sel saraf batang dan kerucut. Semuanya termasuk dalam
konstruksi retina yang merupakan jaringan saraf halus yang
menghantarkan impuls saraf dari luar menuju jaringan saraf halus
yang menghantarkan impuls saraf dari luar menuju diskus optikus,
yang merupakan titik dimana saraf optik meninggalkan biji mata. Titik
ini disebut titik buta, oleh karena tidak mempunyai retina. Bagian
yang paling peka pada retina adalah makula, yang terletak tepat
eksternal terhadap diskus optikus, persis berhadapan dengan pusat
pupil.
4) Kornea
Merupakan bagian depan yang transparan dan bersambung dengan
sklera yang putih dan tidak tembus cahaya. Kornea terdiri atas
4
beberapa lapisan. Lapisan tepi adalah epithelium berlapis yang
tersambung dengan konjungtiva.
5) Bilik anterior (kamera okuli anterior). Terletak antara kornea dan
iris.
6) Iris
Tirai berwarna didepan lensa yang bersambung dengan selaput
khoroid. Iris berisi dua kelompok serabut otot tak sadar (otot polos).
Kelompok yang satu mengecilkan ukuran pupil, sementara kelompok
yang lain melebarkan ukuran pupil itu sendiri.
7) Pupil
Bintik tengah yang berwarna hitam yang merupakan celah dalam iris,
dimana cahaya dapat masuk untuk mencapai retina.
8) Bilik posterior (kamera okuli posterior)
Terletak diantara iris dan lensa. Baik bilik anterior maupun bilik
posterior yang diisi dengan aqueus humor.
9) Aqueus humor
Cairan ini berasal dari badan siliaris dan diserap kembali ke dalam
aliran darah pada sudut iris dan kornea melalui vena halus yang
dikenal sebagai Saluran Schlemm
10) Lensa
Suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan transparan.
Tebalnya ±4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris, lensa
digantung oleh zonula (zonula zinni) yang menghubungkannya
dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aqueus
dan disebelah posterior terdapat vitreus humor. Kapsul lensa adalah
membran semipermiabel yang dapat dilewati air dan elektrolit.
Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapular. Nukleus lensa
lebih keras daripada korteks nya. Sesuai dengan bertambahnya usia,
serat-serat lamelar sub epitel terus diproduksi sehingga lensa lama-
kelamaan menjadi kurang elastik. Lensa terdiri dari 65% air, 35%
protein, dan sedikit sekali mineral yang biasa ada dalam jaringan
tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di
jaringan lainnya. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah,
maupun saraf dalam lensa.
5
Daerah sebelah belakang biji mata, mulai dari lensa hingga retina yang
diisi dengan cairan penuh albumen berwarna keputih-putihan seperti
agar-agar. Berfungsi untuk memberi bentuk dan kekokohan pada mata,
serta mempertahankan hubungan antara retina dengan selaput khoroid
dan sklerotik.
2. FISIOLOGI MATA
Mata adalah indera penglihatan. Mata dibentuk untuk menerima
rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, lantas dengan perantaraan
serabut-serabut saraf nervus optikus mengalihkan rangsangan ini ke pusat
penglihatan otak untuk ditafsirkan. Apparatus optik mata membentuk dan
mempertahankan ketajaman focus objek dalam retina. Prinsip optik adalah
sinar dialihkan berjalan dari satu medium ke medium lain dari kepadatan
yang berbeda, fokus utama pada garis yang berjalan melalui pusat
kelengkungan lensa sumbu utama.
Indera penglihatan menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada
retina dengan perantaraan serabut nervus optikus, menghantarkan rangsangan
ini ke pusat penglihatan pada otak untuk ditafsirkan. Cahaya yang jatuh ke
mata menimbulkan bayangan yang difokuskan pada retina. Bayangan itu
akan menembus dan diubah oleh kornea, lensa badan aqueus
dan vitreus. Lensa membiaskan cahaya dan memfokuskan bayangan pada
retina, bersatu menangkap sebuah titik bayangan yang difokuskan. Gangguan
lensa adalah kekeruhan, distorsi, dislokasi, dan anomali geometric. Pasien
yang mengalami gangguan- gangguan tersebut mengalami kekaburan
penglihatan tanpa rasa nyeri.
a. Pembentukan bayangan
Cahaya dari objek membentuk ketajaman tertentu dari bayangan
objek di retina. Bayangan dalam fovea di retina selalu lebih kecil dan
terbalik dari objek nyata. Bayangan yang jatuh pada retina akan
menghasilkan sinyal saraf dalam mosaik reseptor, selanjutnya mengirim
bayangan dua dimensi ke otak untuk direkonstruksikan menjadi bayangan
tiga dimensi. Pembentukan bayangan abnormal terjadi jika bola mata
terlalu panjang dan berbentuk elips, titik fokus jatuh didepan retina
6
sehingga bayangan menjadi kabur. Untuk melihat lebih jelas harus
mendekatkan mata pada objek yang dilihat, dibantu dengan lensa bikonkaf
yang memberi cahaya divergen sebelum masuk mata. Pada hipermetropia,
titik fokus jatuh dibelakang retina. Kelainan dikoreksi dengan lensa
bikonveks. Sedangkan pada presbiopia, bentuk abnormal karena lanjut usia
yang kehilangan kekenyalan lensa.
b. Respon bola mata terhadap benda
Relaksasi muskulus siliaris membuat ligamentum tegang, lensa
tertarik sehingga bentuknya lebih pipih. Keadaan ini akan memperpanjang
jarak fokus. Bila benda dekat dengan mata maka otot akan berkontraksi
agar lengkung lensa meningkat. Jika benda jauh, maka m. siliaris
berkontraksi agar pipih supaya bayangan benda pada retina menjadi tajam.
Akomodasi mengubah ukuran pupil, kontraksi iris membuat pupil mengecil
dan melebar. Jika sinar terlalu banyak maka pupil menyempit agar sinar
tidak seluruhnya masuk ke dalam mata. Dalam keadaan gelap pupil
melebar agar sinar banyak yang ditangkap. Dalam hal melihat benda, jika
mata melihat jauh kemudian melihat dekat maka pupil berkontraksi agar
terjadi peningkatan ke dalam lapang penglihatan. Akomodasi lensa diatur
oleh mekanisme umpan balik negatif secara otomatis.
c. Lintasan penglihatan
Setelah impuls meninggalkan retina, impuls ini berjalan ke belakang
melalui nervus optikus. Pada persilangan optikus, serabut menyilang ke sisi
lain bersatu dengan serabut yang berasal dari retina. Otak menggunakan
visual sebagai informasi untuk dikirim ke korteks serebri dan visual pada
bagian korteks visual ini membentuk gambar tiga dimensi. Gambar yang
ada pada retina di traktus optikus disampaikan secara tepat ke korteks jika
seseorang kehilangan lapang pandang sebagian besar dapat dilacak lokasi
kerusakan di otak yang bertanggung jawab atas lapang pandang.
7
mata, dan dapat juga sebagai kasus polisi. Perlukaan yang ditimbulkan dapat
ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Alat
rumah tangga sering menimbulkan perlukaan atau trauma mata.
2) Organ Interna
a) Konjungtiva ( dapat terjadi edema kronis, hematoma
subkonjungtiva). Trauma tumpul pada konjungtiva dapat
menimbulkan gangguan penglihatan. Dapat terjadi robekan
pembuluh darah konjungtiva yang menyebabkan perdarahan
subkonjungtiva ditandai dengan konjungtiva tampak merah,
berbatas tegas dan tidak menghilang/menipis dengan penekanan
yang kemudian berubah menjadi biru, menipis dan umumnya
diserap dalam waktu 2-3 hari
b) Kornea (dapat terjadi edema kornea, erosi kornea, erosi
kornea rekuren)
c) Iris / badan silinder (dapat terjadi iridodialis dan hifema)
8
d) Lensa (dapat terjadi dislokasi lensa, subluksasi lensa, luksasi
lensa anterior, subluksasi lensa posterior, katarak trauma dan
cincin vossius)
e) Korpus vitreus. Pada bagian ini trauma tumpul
mengakibatkan subluksasi atau luksasi lensa mata, maka zonula
Zin dan korpus vitreus menonjol ke COA sebagai herniasi
korpus vitreus. Taruma tumpul menyebabkan korpus vitreus.
f) Retina (dapat terjadi edema retina & koroid, dan ablasi
retina)
g) Nervus optikus (N. II). Akibat trauma tumpul nervus optikus
dapat terlepas atau putus (avulsio) sehingga menimbulkan
kebutaan.
b. Trauma Tajam, disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul
yang datang dengan cepat dan keras misalnya pisau dapur, gunting,
garpu, bahkan peralatan pertukangan.
1) Trauma tembus kelopak mata. Trauma ini dapat menembus
sebagian atau seluruh tebal kelopak mata. Jika mengenai levator
apoeurosis dapat menyebabkan ptosis yang permanen.
2) Trauma tembus pada saluran lakrimal. Trauma dapat
menyebabkan gangguan pada salah satu bagian dari sistem
pengaliran air mata dan pungtum lakrimal sampai rongga hidung.
Jika penyembuhan tidak sempurna akan terjadi gangguan sistem
ekskresi airmata dan mengakibatkan epifora.
3) Trauma tembus pada konjungtiva. Taruma ini dapat
menyebabkan ruptur pembuluh darah kecil yang menimbulkan
robekan konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva mirip trauma
tumpul. Jika panjang robekan tidak lebih dari 5 mm, konjungtiva
tidak perlu dijahit.
4) Trauma tembus pada sklera. Luka kecil pada sklera sukar
dilihat. Pada luka yang agak besar, akan terlihat jaringan uvea yaitu
iris, badan silier dan koroid yang berwarna gelap disertai COA
yang dangkal. Jika luka perforasi pada sklera terletak dibelakang
badan silier, biasanya COA bertambah dalam dan iris terdorong ke
belakang, koroid dan korpus vitreus prolaps melalui luka tembus.
9
5) Trauma tembus pada kornea, iris, badan silinder, lensa dan
korpus vitreus. Dapat terjadi laserasi kornea yang disertai penetrasi
kornea. Jika terjadi perforasi kornea yang disertai prolaps jaringan
iris melalui luka akan timbul gejala penurunan TIO, COA dangkal
atau menghilang, inkarserasi iris melalui luka perforasi, adanya
luka pada kornea, edema disertai edema kelopak mata, kemosis
konjungtiva, hiperemia, lakrimasi, fotofobia, nyeri yang hebat,
penglihatan menurun dan klien tidak dapat membuka mata sebagai
mekanisme protektif. Pada lasersi kornea yang terjadi kerena
penetrasi benda tidak boleh dicabut kecuali oleh ahli oftalmologi
untuk mempertahankan struktur mata pada tempatnya. Trauma
tembus pada kornea dapat disertai trauma pada lensa. Penetrasi
lensa yang kecil hanya menyebbakan katarak yang terisolasi tanpa
mengganggu penglihatan.
6) Trauma tembus pada koroid dan retina. Trauma tembus yang
disertai keluarnya korpus vitreus menimbulkan luka perforasi
cukup luas pada sklera. Sering terjadi perdarahan korpus vitreus
dan ablasi retina.
7) Trauma tembus pada orbita. Trauma yang mengenai orbita
dapat merusak saraf optik sehingga dapat menyebabkan krbutaan.
Tanda berupa proptosis karena perdarahan intraorbital, perubahan
posisi bola mata, protrusi lemak orbital ke dalam luka perforasi,
defek lapang pandang sampai kebutaan jika mengenai saraf optik,
serta hilangnya sebagian pergerakan bola mata dan diplopia jika
mengenai otot-otot luar mata. ( Asuhan Keperawatan Klien
Gagguan Mata, 2004)
2. Khemis
Terdapat 2 macam penyebab trauma kimia mata yaitu bersifat :
asam dan basa. Trauma basa dapat berakibat lebih buruk. Akibat yag
ditimbulkan juga tergantung dari jenis dan konsentrasi zat kimia, waktu
dan lamanya kontak sampai tindakan pembilasan, lamanya irigasi
(pembilasan) yang telah dilakukan dan pengobatan yang diberikan.
10
a. Trauma basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih lantai,
kapur, lem (perekat). Bahan alkali akan membuat reaksi kimia dengan
jaringan mata berangsur-angsur kejaringan yang lebih dalam.
b. Trauma asam, misalnya cuka, bahan asam-asam dilaboratorium, gas
airmata. Merupakan salah satu jenis trauma kimia mata dan termasuk
kegawatdaruratan mata yang disebabkan zat kimia basa dengan pH>7.
Bila bahan asam mengenai mata akan terjadi pengendapan bahan
protein pada permukaan mata yang terkena hal ini seperti telur
mengenai minyak panas. Bila bahan asamnya kuat maka reaksi mata
dapat menunjukkan tanda-tanda seperti terkena alkali atau basa.
11
Steroid sistemik dan lokal diberikan untuk mencegah
terbentuknya jaringan parut pada makula atau untuk mengurangi
gejala radang yang timbul.
b. Trauma sinar ultraviolet (Sinar Las)
Sinar ultraviolet merupakan sinar gelombang pendek yang
tidak terlihat mempunyai panjang gelombang antara 350-295 nM.
Sinar ultra violet banyak terdapat pada saat bekerja las, da n menatap
sinar matahari atau pantulan sinar matahri diatas salju. Sinar ultra
violet akan segera merusak epitel kornea.
Sinar ultra violet biasanya memberikan kerusakan terbatas
pada kornea sehingga kerusakan pada lensa dan retina tidak akan
nyata terlihat. Kerusakan ini akan segera baik kembali setelah
beberapa waktu, dan tidak akan memberikan gangguan tajam
penglihatan yang menetap.
Pasien yang telah terkena sinar ultra violet akan memberikan
keluhan4-10 jam setelah trauma. Pasien akan merasa mata sangat
sakit, mata seperti kelilipan atau kemasukan pasir, fotofobia,
blefarospasme, dan konjungtiva kemotik.
Kornea akan menunjukkan adanya infiltrat pada
permukaannya, yang kadang-kadang disertai dengan kornea yang
keruh dan uji fluoresein positif. Kreatitis terutama terdapat pada
fisura palpebra.
Pupil akan terlihat miosis. Tajam penglihatan akan terganggu.
Keratitis ini dapat sembuh tanpa cacat, akan tetapi bila radiasi
berjalan lama kerusakan dapat permanen sehingga akan memberikan
keruhan pada kornea. Keratitis dapat bersifat akibat efek kumulatif
sinar ultra violet sehingga gambaran keratitisnya menjadi berat.
Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika
lokal, analgetik, dan mata ditutup untuk selama 2-3 hari. Biasanya
sembuh setelah 48 jam.
12
Sinar ionisaasi dan sinar x dapat mengakibatkan katarak dan
rusaknya retina. Dosis kataraktogenik bervariasi dengan energi dan tipe
sinar, lensa yang lebih muda dan lebih peka.
Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan diri sel
epitel secara tidak normal. Sedang sel baru yang berasal dari sel
germinatif lensa tidak menjadi jarang.
Sinar X merusak retina dengan gambaran seperti kerusakan
yang diakibatkan diabetes melitus berupa dilatasi kapiler, perdarahan,
mikroaneuris menjadi jarang. Sinar X merusak retina dengan gambaran
seperti kerusakan yang diakibatkan diabetes melitus berupa dilatasi
kapiler, pendarahan, mikroaneurisn mata dan eksudat.
Luka bakar akibat sinar X dapat merusak kornea yang
mengakibatkan kerusakan permanen yang sukar diobati. Biasanya akan
terlihat sebagai keratitis dengan iridosiklitis ringan. Pada keadaan yang
berat akan mengakibatkan perut konjungtiva atrofi sel goblet yang akan
mengganggu fungsi air mata.
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal dengan
steroid 3 kali sehari dan sikloplegik satu kali sehari. Bils terjadi
simblefaron pada konjungtiva dilakukan tindakan pembedahan. ( Ilmu
Penyakit Mata, 2013)
13
Contoh: batu, kaca, porselin, karbon, bahan pakaian dan bulu mata.
c. Benda inert
Adalah benda yang terdiri atas bahan-bahan yang tidak menimbulkan
reaksi jaringan mata, ataupun jika ada, reaksinya sangat ringan dan
tidak mengganggu fungsi mata. Contoh: emas, perak platina, batu,
kaca, porselin, plastik tertentu.
d. Benda reaktif
Adalah benda yang menimbulkan reaksi jaringan mata mengganggu
fungsi mata. Contoh: timah hitam, zink, nikel, aluminium, tembaga,
kuningan, besi. (Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata, 2004)
Akibat benda asing pada mata:
a. Rudapaksa / trauma
Erosi konjungtiva atau kornea. Erosi ini timbul apabila benda asing
yang masuk tidak sampai menembus bola mata tetapi hanya tertinggal
pada konjungtiva atau kornea.
b. Rudapaksa tembus / trauma tembus
Trauma tembus adalah suatu trauma diamana sebagian atau
seluruh lapisan kornea dan slera mengalami kerusakan. Trauman ini
dapat terjadi apabila benda asing melukai sebagian lapisan kornea atau
sklera dan benda tersebut tertinggal di dalam lapisan tersebut. Pada
keadaan ini tidak terjadi luka terbuka sehingga organ didalam bola
mata tidak mengalami kontaminasi.
Benda asing dengan kecepatan tinggi akan menembus seluruh
lapisan sklera atau kornea serta jaringan lain dalam bola mata
kemudian bersarang di dalam bola mata ataupun dapat sampai
menimbulkan perforasi ganda sehingga akhirnya benda asing tersebut
bersarang di dalam rongga orbita atau bahkan dapat mengenai tulang
orbita. Dalam hal ini akan ditemukan suatu luka terbuka dan biasanya
terjadi prolaps iris, lensa ataupun badan kaca.
c. Perdarahan
Perdarahan intraokular dapat terjadi apabila trauma mengenai jaringan
uvea, berupa hifema (perdarahan dalam bilik mata depan) atau
perdarahan dalam badan kaca.
d. Reaksi jaringan mata
14
Reaksi yang timbul tergantung jenis benda tersebut apakah
benda inert atau reaktip. Pada benda yang inert, tidak akan
memberikan reaksi ataupun kalau ada hanya ringan saja. Benda
reaktip akan memberikan reaksi-reaksi tertentu dalm jaringan mata.
Bentuk reaksinya tergantung macam serta letak benda asing tersebut di
dalam mata.
Benda organik kurang dapat menerima oleh jaringan mata dibanding
benda anorganik. Benda logam dengan sifat bentuk reaksi yang
merusak adalah besi berupa “siderosis” dan tembaga. Timah hitam dan
seng merupakan benda reaktip yang lemah reaksinya.
e. Siderosis
Reaksi jaringan mata akibat penyebaran ion besi ke seluruh
mata dengan konsentrasi terbanyak pada jaringan yang mengandung
epitel yaitu: epitel kornea, epitel pigmen iris, epitel kapsul lensa, epitel
pigmen retina.
Timbulnya siderosis sebenarnya sangat dini tetapi tidak
memberikan gejala klinik yang jelas sampai beberapa waktu lamanya.
Gejala siderosis tampak 2 bulan sampai 2 tahun setelah trauma.
Gejala klinik berupa : gangguan penglihatan yang mula-mula
berupa buta malam kemudian penurunan tajam penglihatan yang
semakin hebat dan penyempitan lapng pandangan. Pada mata tampak
endapan karat besi pada kornea berwarna kuning kecoklatan, pupil
lebar reaksi melambat, bintik-bintik bulat kecoklatan pada lensa dan
iris berubah warna.
f. Kalkosis
Kalkolisis adalah reaksi jaringan mata akibat pengendapan ion
tembaga terutama pada jaringan yang mengandung membran seperti
membran descemet, kapsul anterior lensa, iris, badan kaca dan
permukaan retina.
Tembaga dapat memberikan reaksi purulen. Gejala klinik “kalkolisis”
timbul lebih dini dari pada siderosis yaitu beberapa hari sesudah
trauma. Tembaga dalam badan kaca dapat menimbulkan ablasio retina
sebagai akibat jaringan ikat di dalam badan kaca yang menarik retina.
(Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum Dan Mahasiswa
Kedokteran, 2010)
15
D. EPIDEMIOLOGI TRAUMA MATA
Trauma okular, terutama yang berat dan mengakibatkan penurunan
penglihatan bahkan kehilangan penglihatan. Trauma okular adalah penyebab
kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada golongan sosioekonomi rendah
dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular dialami oleh pria 3
sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Dari data WHO tahun 1998
trauma okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta
mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan
bilateral akibat cedera mata. Menurut United States Eye Injury Registry
(USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di
lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93
%) dengan umur rata-rata 31 tahun.
16
PATOFISIOLOGI
18
PATOFISIOLOGI
19
19
F. MANIFESTASI KLINIK TRAUMA MATA
1. Fisik atau mekanik
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu
penurunan penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan
didalam bola mata, terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai
terputusnya saraf penglihatan sehingga menimbulkan kebutaan
menetap.
b. Trauma Tajam
Tanda-tanda trauma tembus atau tajam bola mata:
1) Tajam penglihatan menurun
2) Tekanan bola mata rendah
3) Bilik mata dangkal
4) Bentuk dan letak pupil yang berubah
5) Terlihatnya sobekan jaringan bola mata
6) Kerusakan jaringan didalam bola mata ( ilmu perawatan
mata, 2004)
2. Khemis
a. Trauma basa
Kerusakan pada mata dapat dalam bentuk:
a. mata merah dengan perdarahan pada selaput lendir mata
b. lapis depan selaput bening atau kornea rusak
c. matinya jaringan kornea dan menjadi keruh ( Ilmu
Perawatan Mata, 2004)
b. Trauma asam
Tanda yang terlihat pada mata berupa penggumpalan yang berwarna
putih pada permukaan mata yang terkena. Biasanya cedera akibat asam
tidak merusak mata. ( Ilmu Perawatan Mata, 2004)
3. Trauma Radiasi Elektromagnetik
Tanda kerusakan akibat sinar las:
a. Biasanya keluhan terjadi setelah 4 jam
b. Mata terasa seperti kelilipan benda
c. Silau
d. Kelopak mata memejam keras
e. Mata merah
20
f. Penglihatan menurun ( Ilmu Perawatan Mata, 2004)
21
2) Segera cari tempat pertolongan pertama bila mata sakit,
penglihatan mundur, mata menjadi hitam yang mungkin merupakan
tanda kerusakan bola mata bagian dalam.
3) Perawatan khusus diperlukan untuk melihat kelainan
dibagian dalam bola mata bila sakit tidak berkurang, penglihatan
mundur atau berkurang.
4) Trauma tumpul dapat mengakibatkan kelainan pada jaringan
diluar dan diadalam bola mata
5) Jangan memegang mata atau membersihkan mata tanpa
kelengkapan alat, bebat mata dengan kain kassa bersih ( Ilmu
Perawatan Mata, 2004)
b. Trauma Tajam
1). Tindakan awal
a. Tindakan awal adalah tutp mata dan lakukan kompres es
untuk menurunkan perdarahan
b. Kurangi kecemasan klien
c. Kirim klien ke rumah sakit secepat mungkin. Jika jaringan
lepas, kirim jaringan dalam wadah yang dibungkus dengan es.
Jika benda menonjol, stabilkan sebelum dikirim. Shield temporer
perlu diberikan pada cedera karena gelas/botol/kaca, plastik tutup
sprei dan cangkir plastik.
2). Tindakan di rumah sakit
a. Pemeriksaan visus jika klien dapat membuka mata
b. Membersihkan kelopak mata
c. Pemberian antibiotik
d. Pembedahan :
Preoperasi : karena menggunakan anastesi umum, maka klien
harus dipuasakan sebelumnya. Klien perlu diberi antibiotik
intravena, kalau perlu tetanus booster.
Pascaoperasi: antibiotik dan pemantauan mata terhadap tanda
dam gejala infeksi serta batasi aktivitas. (Asuhan Keperawtan
Klien Gangguan Mata, 2004)
2. Trauma kimia
Bagian terapi terpenting adalah irigasi mata segera dengan air bersih
dalam jumlah banyak. Selain itu bagian bawah kelopak mata atas dan bawah
22
juga harus diirigasi untuk melepaskan partikel solid, misal butiran kapur.
Kemudian sifat bahan kimia dapat ditentukan berdasarkan anamnesisbdan
mengukur pH dengan kertas litmus. Pemberian tetes mata steroid dan dilator
mungkin diperlukan. Vitamin C yang diberikan baikmelalui oral maupun
topikal dapat memperbaiki penyembuhan. Mungkin diperlukan
antikolagenase sistemik dan topikal (misal tetrasiklin)
Kerusakan luas pada limbus dapat menghambat regenerasi epitel
pada permukaan kornea. Defek epitel yang terjadi lama dapat mengakibatkan
kornea ‘meleleh’ (keratolisis). Keadaan ini diterapi dengan transplantasi
limbus (yang memberi sumber baru untuk sel benih) atau dilapisi dengan
membran amnion (yang memperbanyak sel benih yang tersisa). (Lecture
Notes : Oftalmologi, 2005)
3.Trauma Radiasi Elektromagnetik
a. Trauma Sinar Ultra Violet (Sinar Las)
Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika lokal,
analgetik, dan mata ditutup untuk selama 2-3 hari. Biasanya sembuh
setelah 48 jam
b. Trauma Sinar Ionisasi dan sinar x
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal denga steroid
3 kali sehari dan sikloplegik satu kali sehari. Bila terjadi simblefaron
pada konjungtiva dilakukan tindakan pembedahan. ( Ilmu Penyakit
Mata, 2013)
23
Mata ditutup dengan beban kain kasa sampai tidak terdapat tanda-tanda
erosi kornea.
b. Tindakan pengobatan benda asing dalam bola mata
Setiap benda di dalam bola mata merupakan sesuatu yang asing
sehingga pada dasarnya harus dikeluarkan. Hal-hal yang harus
dipertimbangkan adalah:
1) Jenis benda asing tersebut, apakah benda inert atau benda
reaktip
2) Akibat yang timbul apabila benda tersebut tidak dikeluarkan.
3) Akibat yang timbul waktu mengeluarkan benda asing
tersebut
Apabila benda aing tersebut inert, maka haruslah dilihat apaka
benda tersebut menimbulkan reaksi mekanik yang mengganggu
fungsi mata atau tidak. Bila tidak menimbulkan reaksi mekanik
yang mengganggu, maka sebaiknya dibiarkan saja dan perhatian
ditujukan pada perawatan luka perforasi yang diakibatkannya. Bila
benda tersebut adalah benda reaktip, maka harus dikeluarkan.
24
sederhana adalah menutup mata tersebut
dengan kepala sendok).
Penderita juga diberioabat penenang, obat analgesik, dan
bila perlu dapat ditambah obat antiemetik bila penderiata muntah-
muntah karena dengan muntah-muntah akan menambah banyak isi bola
mata yang prolaps.
Dalam perjalanan ke pusat, sebaiknya penderita dalam posisi
berbaring. Pemberian ATS dapat dipertimbangkan.
PENCEGAHAN
Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan kepada
masyarakat untuk menghindarkan terjadinya trauma pada mata, seperti :
1. Trauma tumpul akibat kecelakaan tidak dapat dicegah, kecuali
trauma tumpul perkelahian.
2. Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadinya
trauma tajam.
3. Setiap pekerja yang sering berhubungan dengan bahan kimia
sebaiknya mengerti bahan apa yang ada ditempat kerjanya.
4. Pada pekerja las sebaiknya menghindarkan diri terhadap sinar dan
percikan bahan las dengan memakai kaca mata.
5. Awasi anak yang sedang beramain yang mungkin berbahaya untuk
matanya. (Ilmu Penyakit Mata, 2013)
25
c. Riwayat personal dan keluarga :
1) Riwayat keluarga: perlu menanyakan riwayat keluarga yang
berhubungan dengan masalah mata atau penyakit lainnya
2) Riwayat personal : perlu menanyakan penyakit yang pernah
diderita, pembedahan dan juga obat atau alergi yang dimiliki klien.
3) Riwayat diet : menanyakan tentang makanan yang
dikonsumsi klien karena beberapa masalah mata berhubungan dengan
defisiensi bermacam-macam vitamin.
4) Status sosial dan ekonomi : menanyakan tentang sifat
pekerjaan klien dan mata mana yang digunakan
d. Masalah kesehatan sekarang. Kumpulkan informasi tentang
berikut :
1) Awitan perubahan visual : jika terjadi cedera atau trauma
mata ajukan pertanyaan berikut. Kapan terjadinya dan berapa
lama? Apa yang dilakukan klien saat terjadi cedera? Jika terdapat
benda asing apa sumbernya? Adakah pertolongan pertama yang
dilakukan ditempat kejadian? Jika ada, apa tindakan tersebut?
2) Faktor presipitasi atau pencetus: seperti penggunaan
medikasi dapat menyebabkan distres mata, misalnya, klien
hipertensi yang diturunkan tekanan darahnya secara tiba-tiba dapat
mengeluhkan adanya efek okular.
3) Perkiraan durasi : perlu diketahui untuk menguraikan
manifestasi klinis
4) Lokasi gangguan mata : terjadi pada satu atau kedua mata .
5) Tindakan yang dilakukan: tindakan yang dilakukan klien
untuk mengurangi tau memperbaiki manifestasi klinis.
e. Pemeriksaan fisik :
1) Inspeksi ( postur dan gambaran klien, kesimetrisan mata, alis
dan kelopak mata, konjungtiva, kelenjar lakrimal, sklera, kornea
dan pupil)
2) Palpasi : palpasi pada mata dan struktur yang berhubungan.
Digunakan untuk menentukan adanya tumor, nyeri tekan dan
keadaan Tekanan intraokular (TIO).
f. Pemeriksaan penglihatan :
1) Tajam penglihatan atau uji penglihatan sentral : uji
penglihatan merupakan pengukuran paling penting terhadap fungsi
26
okuler dan harus merupakan bagian dari pemeriksaan rutin pada
mata.
2) Uji penglihatan jauh : dengan menggunakan Snellen Chart,
hitung jari, gerak tangan dan proyeksi/ persepsi cahaya
3) Uji penglihatan dekat : dilakukan pada klien yang
mengemukakan kesulitan dalam membaca dan pada klien kurang
dari 40 tahun.
4) Uji untuk kebutaan.
5) Pengkajian lapang pandang.
6) Uji penglihatan warna
7) Pengkajian fungsi otot ekstraokuler
8) Corneal light reflex (Hirschberg Test) : digunakan untuk
paralelisme atau kelurusan kedua mata
9) The Six Cardinal Position of Gaze : pengujian ini mengkaji
gerakan mata melalui enam posisi pandangan utama.
10) Cover-Uncover Test
11) Oftalmoskopi
g. Pengkajian psikososial,
Klien dapat mengalami gangguan konsep diri yang dapat
mempengaruhi harga diri dan mengganggu aspek kehidupan pasien
27
Resiko jatuh dengan kondisi terkait gangguan visual
C. INTERVENSI TRAUMA MATA
28
profesioanal 8. pilih dan lakukan penanganan nyeri
kesehatan (farmakologi, non farmakologi dan inter
Penggunaan
analgesik personal)
Keterangan penilaian 9. kaji tipe dan sumber nyeri untuk
1: tidak pernah menunjukkan menentukan intervensi
2:jarang menunjukkan 10. ajarkan tentang teknik non farmakologi
3:kadang-kadang 11. berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
menunjukka 12. evaluasi keefektifan kontrol nyeri
4:sering menunjukkan 13. tingkatkan istirahat
5:secara konsisten 14. kolaborasikan dengan dokter jika keluhan
menunjkkan
dan tindakan nyeri tidak berhasil
Analgesic Administration :
2. Status Kenyamanan (fisik)
Skala 1 2 3 4 5 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
outcome dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
Kontrol 2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
terhadap
gejala dosis, dan frekuensi
Kesejahteraan 3. Tentukan pilihan analgesik tergantung
fisik tipe dan beratnya nyeri
Relaksasi otot 4. Tentukan analgesik pilihan, rute
Posisi yang
pemberian, dan dosis optimal
nyaman 5. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
Nyeri (otot)
pengobatan nyeri secara teratur
6. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
29
Keterangan penilaian pemberian analgesik pertama kali
1:sangat terganggu 7. Berikan analgesik tepat waktu terutama
2:banyak terganggu
saat nyeri hebat
3:cukup terganggu
8. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
4:sedikit terganggu
5:tidak terganggu gejala (efek samping)
2 Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Pencegahan jatuh
berhubungan dengan gangguan keperawatan …x… jam maka 1. Identifikasi kekurangan baik kognitif atau
sensori perceptual diharapkan hambatan mobilitas fisik fisik dari pasien yang mungkin
tidak terjadi atau dapat berkurang meningkatkan potensi jatuh pada
dengan indikator : lingkungan tertentu
2. Tanyakan pasien mengenai persepsi
1. Fungsi sensori :
lingkungan
Penglihatan
3. Letakan benda benda berdekatan dengan
Skala 1 2 3 4 5
pasien
outcome
Penglihatan Peningkatan pelatihan
ganda 1. Dampingi individu dalam
Penglihatan
kabur mengembangkan program
Penglihatan pelatihan untuk memenuhi
tertanggu
kebutuhannya
Sakit kepala
2. Lalukan pelatihan bersama
Adanya
lingkaran individu jika diperlukan
30
mengelilingi 3. Monitor respon terhadap pelatihan
cahaya
31
diharapkan gangguan citra tubuh citra diri
dapat berkurang dengan indikator
NOC:
1 Citra tubuh
1: berat
2: cukup berat
3: sedang
4: Ringan
5: Tidak ada
32
1. Keparahan Infeksi 4. Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci
Skala 1 2 3 4 5 tangan.
outcome 5. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah
Kemerahan tindakan keperawatan.
Luka 6. Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat
berbau pelindung.
busuk 7. Pertahankan lingkungan yang aseptik selama
Kestabilan pemasangan alat.
suhu 8. Lakukan perawatan luka, dainage, dresing
Nyeri infus dan dan kateter setiap hari.
Peningkatan 9. Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
sel darah 10. berikan antibiotik sesuai program.
putih 11. Jelaskan tanda gejala infeksi dan anjurkan
Keterangan penilaian untuk segera lapor petugas
12. Monitor Vital sign
1:berat Proteksi terhadap infeksi
2:cukup berat
3:sedang 1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
4:ringan lokal.
5: tidak ada 2. Monitor hitung granulosit dan WBC.
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi.
4. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap
2. Keparahan cidera fisik tindakan.
Skala 1 2 3 4 5 5. Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap
outcome kemerahan, panas, drainase.
Lecet pada 6. Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
kulit 7. Ambil kultur, dan laporkan bila hasil positip
jika perlu
33
Memar 8. Dorong istirahat yang cukup.
Gangguan 9. Dorong peningkatan mobilitas dan latihan
imobilitas sesuai indikasi
Perdarahan
Keterangan penilaian
1:berat
2:cukup berat
3:sedang
4:ringan
5: tidak ada
34
mengontrol
infeksi
Melakukan
tindakan
segera untuk
mengurangi
resiko
Memanfaatkan
sumber
informasi
yang
terpercaya
Keterangan penilaian
1: tidak pernah menunjukkan
2:jarang menunjukkan
3: kadang menunjukan
4:sering menunjukan
5: secara konsisten menunjukan
5. Resiko jatuh dengan kondisi terkait Setelah dilakukan tindakan Manajemen lingkungan : keselamatan
gangguan visual keperawatan selama….x…. jam
diharapkan infeksi tidak terjadi 1. Identifikasi hal-hal yang membahayakan
dengan kriteria hasil di lingkungan (misalnya, bahaya fisik,
Yang dibuktikan oleh indikator biologi dan kimiawi)
sebagai berikut: 2. Modifikasi lingkungan untuk
35
Skala 1 2 3 4 5 meminimalkan bahan berbahaya dan
outcome beresiko
Jatuh saat
berjalan Pencegahan jatuh
1: berat
2: cukup berat
3: sedang
4: Ringan
5: Tidak ada
36
BAB III
APLIKASI TEORI
KASUS 1 (Trauma Tajam)
Pada Sabtu siang pkl. 09. 00 (15 Desember 2014), klien sedang
bercanda dengan temannya di dalam kelas. Ketika bercanda, tiba-tiba teman klien
tanpa sengaja menusuk mata sebelah kanan dengan pensil. Mata kanan klien
kemudian berdarah dan tidak dapat digunakan untuk melihat. Oleh guru, Klien
dibawa ke dokter terdekat lalu dirujuk ke RS. Pada tanggal 16 Desember 2014
dilakukan operasi pada mata kanan Klien pada pkl. 10. 00- 13.00. Setelah
dioperasi, klien di bawa ke ruang 17.
Tinjauan Kasus
A. Data Demografi Klien
1. Biodata
Nama : An.T
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 18 Tahun
Status Perkawinan : Belum Kawin
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Malang
Tanggal MRS : 15 Desember 2014
Tanggal Pengkajian : 17 Desember 2014
No. Register : 04107xx
2. DIAGNOSA MEDIS
Trauma Okuli Perforans dengan komplikasi Ruptur Kornea Sklera
3.KELUHAN UTAMA
37
Saat MRS : Nyeri pada mata sebelah kanan
Saat Pengkajian : Nyeri pada mata kanan yang disebabkan karena hilangnya
reaksi anestesi pada luka saat tindakan operasi (luka Post-Op) yang muncul +
6 jam setelah operasi dengan tingkat nyeri ringan, selain itu dirasakan
penglihatan mata kanan masih kabur karena terlihat bayangan seperti kabut
yang berwarna hitam pada dasar penglihatan mata dan kabut warna putih
yang tersebar pada area penglihatan mata kanan.
38
Kepala : Ukuran sedang, tak ada lesi, simetris, penyebaran rambut merata,
agak kusut, jenis rambut berombak, warna hitam, pada telinga tidak
terdapat serumen, ukuran simetris, pernafasan cuping hidung (-), pada
telinga tidak terdapat serumen, keduanya simetris
Leher : Teraba denyut nadi karotis, tidak terdapat bendungan vena
jugularis, posisi trakhea tidak bergeser, reflek menelan (+).
d. Pemeriksaan Integumen
Suhu kulit hangat, warna kulit coklat gelap, Oedema (-), kulit dalam
keadaan bersih, turgor kembali dalam waktu 2 detik.
e. Dada dan Torak
Inspeksi : Bentuk dada elips, simetris pada saat pengembangan dada dan
pada saat pemeriksaan tactil dan vokal fremitus, retraksi intercosta (-)
Auskultasi : RR : 18 X/ menit, Wheezing (-), Ronchi (-), Murmur (-)
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak terdapat lesi, nyeri tekan (-), pada
pemeriksaan jantung tidak terdapat Thrill.
Perkusi : Pada daerah torak terdengar resonan, tidak menandakan adanya
timbunan udara maupun cairan, pada perkusi jantung tidak terdapat
adanya tanda kardiomegali.
f. Abdomen
Inspeksi : Bentuk Flat, tidak terdapat luka
Palpasi : Nyeri tekan (-), acites (-), distensi (-),bendungan massa (-),
Hepatomegali (-), Splenomegali (-)
Auskultasi : Bising usus 10 X/ menit
Perkusi : Suara timpani
9.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan USG Mata.
B. ANALISA DATA
Nama : An. T.
Umur : 18 Tahun
No. Reg. : 04107xx
DATA PROBLEM ETIOLOGI
39
DS : Klien mengatakan Gangguan rasa Diskontinuitas jaringan
nyeri di sekitar mata kanan nyaman nyeri ringan terhadap luka perforans
Klien mengatakan mata dan tindakan operasi
kanan sering berair dan
mengeluarkan kotoran
DO : Mata klien tampak
merah Mata klien tampak
berair dan mengeluarkan
kotoran Luka post-op pada
mata kanan yang tertutup
kasa Skala nyeri 3 (dari
skala 1- 10)
40
Sklera mata berwarna
merah Inflamasi pada mata
kanan TTV : Nadi : 80 x/
menit TD : 115/ 70 mmHg
RR : 18 x/ menit Suhu : 36,
5 oC
DS : Klien mengatakan Gangguan rasa imobilisasi akibat bedrest
kepalanya terasa pusing nyaman nyeri kepala post-op yang terlalu lama
jika melakukan aktivitas (pusing)
Klien mengatakan bahwa ia
merasa pusing sejak pagi
hari, tetapi saat ini sudah
lebih berkurang Klien
mengatakan bahwa ia tidak
berani ke kamar mandi dan
mandi hanya diseka oleh
keluarga Klien mengatakan
tekanan darah pada pagi
hari hanya 100/ 70 mmHg
DO : Klien terlihat lebih
banyak beristirahat (tidur)
TD klien pada pagi hari
(Pkl. 07. 30) sebesar 100/
70 mmHg
TTV : Nadi : 76 x/
menit TD : 110/ 70 mmHg
RR : 20 x/ menit Suhu : 37
o
C
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama : An. T.
41
Umur : 18 Tahun
No. Reg. : 04107xx
D. INTERVENSI
No Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Asuhan Manajemen Nyeri
berhubungan keperawatan 3X24jam nyeri dapat 1. lakukan pengkajian nyeri
berkurang dengan kriteria hasil:
dengan agen secara komprehensif
NOC:
cidera fisik termasuk lokasi,
1. Kontrol nyeri
(trauma mata) karakteristik, durasi,
Skala outcome 1 2 3 4 5
Mengenali frekuensi, kualitas dan
kapan nyeri faktor presipitasi
terjadi 2. observasi reaksi non verbal
Menggambarkan
faktor penyebab dari ketidaknyamanan
nyeri 3. gunakan teknik
Menggunakan komunikasi terapeutik
42
tindakan untuk mengetahui
pengurangan pengalaman nyeri pasien
nyeri tanpa 4. kaji kultur yang
analgesik
Melaporkan mempengaruhi respon nyeri
gejala yang 5. bantu pasien dan keluarga
tidak terkontrol untuk mencari dan
pada
menemukan dukungan
profesioanal
6. kontrol lingkungan yang
kesehatan
Penggunaan dapat mempengaruhi nyeri
analgesik seperti suhu ruangan,
Keterangan penilaian
1: tidak pernah menunjukkan pencahayaan dan
2:jarang menunjukkan kebisingan
3:kadang-kadang menunjukka 7. kurangi faktor presipitasi
4:sering menunjukkan 8. pilih dan lakukan
5:secara konsisten
menunjkkan penanganan nyeri
(farmakologi, non
2. Status Kenyamanan (fisik) farmakologi dan inter
Skala 1 2 3 4 5 personal)
outcome 9. kaji tipe dan sumber nyeri
Kontrol
terhadap untuk menentukan
gejala intervensi
Kesejahteraan 10. ajarkan tentang teknik non
fisik
farmakologi
Relaksasi otot
11. berikan analgetik untuk
Posisi yang
nyaman mengurangi nyeri
Nyeri (otot) 12. evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
13. tingkatkan istirahat
Keterangan penilaian 14. kolaborasikan dengan
1:sangat terganggu
2:banyak terganggu dokter jika keluhan dan
3:cukup terganggu tindakan nyeri tidak
4:sedikit terganggu
berhasil
2. 5:tidak terganggu
Analgesic Administration :
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
43
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
3. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
4. Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
5. Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
6. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
7. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
2. Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Konrol infeksi :
berhubungan keperawatan 3x24 jam maka 1. Bersihkan lingkungan
dengan diharapkan resiko infeksi dapat 2. Batasi pengunjung bila
perlu.
Prosedur dihindari dengan indikator : 3. Intruksikan kepada
Infasif, NOC: pengunjung untuk mencuci
tangan saat berkunjung dan
kerusakan 4. Keparahan Infeksi sesudahnya.
jaringan dan Skala 1 2 3 4 5 4. Gunakan sabun anti miroba
outcome untuk mencuci tangan.
peningkatan Kemerahan 5. Lakukan cuci tangan
paparan Luka sebelum dan sesudah
berbau tindakan keperawatan.
lingkungan
busuk 6. Gunakan baju dan sarung
Kestabilan tangan sebagai alat
suhu pelindung.
Nyeri 7. Pertahankan lingkungan
44
Peningkatan yang aseptik selama
sel darah pemasangan alat.
putih 8. Lakukan perawatan luka,
Keterangan penilaian dainage, dresing infus dan
dan kateter setiap hari.
1:berat 9. Tingkatkan intake nutrisi
2:cukup berat dan cairan
3:sedang 10. berikan antibiotik sesuai
4:ringan
program.
5: tidak ada
11. Jelaskan tanda gejala
infeksi dan anjurkan untuk
5. Keparahan cidera fisik
segera lapor petugas
Skala 1 2 3 4 5
12. Monitor Vital sign
outcome
Proteksi terhadap infeksi
Lecet pada
kulit 1. Monitor tanda dan gejala
Memar infeksi sistemik dan lokal.
Gangguan 2. Monitor hitung granulosit
imobilitas dan WBC.
3. Monitor kerentanan
Perdarahan
Keterangan penilaian terhadap infeksi.
1:berat 4. Pertahankan teknik aseptik
2:cukup berat untuk setiap tindakan.
3:sedang 5. Inspeksi kulit dan mebran
4:ringan mukosa terhadap
5: tidak ada kemerahan, panas,
drainase.
6. Kontrol resiko infeksi 6. Inspeksi kondisi luka, insisi
Skala 1 2 3 4 5 bedah.
outcomes 7. Ambil kultur, dan laporkan
Mencari bila hasil positip jika perlu
informasi 8. Dorong istirahat yang
terkait kontrol cukup.
infeksi Dorong peningkatan
Mengetahui mobilitas dan latihan
perilaku yang
sesuai indikasi
berhubungan
dengan resiko
infeksi
Mencuci
tangan
Mempraktikan
strategi untuk
mengontrol
infeksi
Melakukan
45
tindakan
segera untuk
mengurangi
resiko
Memanfaatkan
sumber
informasi
yang
terpercaya
Keterangan penilaian
1: tidak pernah menunjukkan
2:jarang menunjukkan
3: kadang menunjukan
4:sering menunjukan
5: secara konsisten menunjukan
46
3: sedang meningkatkan pandangan
4: Ringan
5: Tidak ada
E. IMPLEMENTASI
Tgl / No RESPON Nama
PELAKSANAAN
jam Dx KLIEN & Paraf
17 des 1 1. Minta klien untuk Klien dan
2014 menilai nyeri atau keluarga
ketidaknyamanan pada mengerti
skala 0 sampai 10 (0 = penyebab
tidak nyeri, 10 = nyeri timbulnya nyeri
berat) dan mengatakan
2. Jelaskan penyebab terdapat cairan
nyeri dan kotoran yang
3. Observasi lokasi nyeri keluar dari mata
4. Observasi keadaan luka kanan serta skala
5. Kolaborasi dengan tim nyeri 3
medis untuk pemberian
analgesik dan
pemberian obat tetes
mata
47
6. Intruksikan klien untuk
menginformasikan
kepada perawat jika
peredaan nyeri tidak
dapat di capai
17 des 2 1. Kaji ulang lapang Mata klien kabur
2014 pandang dan persepsi untuk melihat
sensori klien dan klien tidak
2. Memodifikasi letak merasa ada
benda pada daerah lapang peningkatan suhu
pandang mata kiri klien pada tubuhnya
3. Kaji ulang keadaaan
luka meliputi warna,
perasaan atau persepsi
nyeri, dan TTV yang
menunjukkan reaksi
radang
48
jangan memegang mata
dengan tangan yang
kotor)
5. Kolaborasi dengan
tim medis untuk
pemberian antibiotik
17 des 4 1. Memonitor TTV Klien merasa
2014 2. Menjelaskan pada klien kepalanya terasa
tentang penyebab pusing pusing jika
3. Menanyakan pada klien melakukan
apakah rasa pusing masih aktivitas
ada atau bertambah berat
4. Menganjurkan pada
klien untuk tidak
melakukan aktivitas yang
berat secara tiba-tiba
setelah beristirahat dalam
posisi statis dalam jangka
waktu yang lama
5. Menganjurkan pada
klien untuk mengubah
posisi tubuh tiap 15 menit
sekali
6. Kolaborasi dengan tim
medis untuk pemeriksaan
Lab seperti cek Hb
F. EVALUASI
No.D Nama &
Tanggal/Jam Catatan Perkembangan
x paraf
1 17 Mei 2004 S : Klien mengatakan mata
(Pkl. 18. 00) kanannya terasa nyeri klien
49
mengatakan air mata dan kotoran
selalu keluar dari mata kanan
O: Mata kanan klien tampak
kemerahan bengkak di sekitar mata
kanan terdapat cairan dan kotoran
yang keluar dari mata kanan,
terdapat luka post-op pada mata
kanan dan tertutup kasa
Skala nyeri 3
TTV : Nadi : 80 X/ menit RR : 18
X/ menit TD : 115/ 70 mmHg
Suhu : 36, 5oC
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
50
4 S : Klien mengatakan kepalanya
terasa pusing jika melakukan
aktivitas Klien merasa pusing sejak
pagi hari, tetapi saat ini sudah lebih
berkurang Klien mengatakan tidak
berani ke kamar mandi sendirian,
Klien mengatakan tekanan darah
pada waktu pagi hari 100/ 70
19 Mei 2004
mmHg
(Pkl. 18.30)
O : Klien terlihat lebih banyak
beristirahat (tidur) TD pada waktu
pagi hari (Pkl. 07.30) 100/ 70
mmHg TTV : Nadi : 76 x/ menit
RR : 20 X/ menit TD : 110/ 70
mmHg Suhu : 36, 6oC
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
51
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Kasus 1 (trauma tajam)
Pada Sabtu siang pkl. 09. 00 (15 Desember 2014), klien sedang
bercanda dengan temannya di dalam kelas. Ketika bercanda, tiba-tiba teman klien
tanpa sengaja menusuk mata sebelah kanan dengan pensil. Mata kanan klien
kemudian berdarah dan tidak dapat digunakan untuk melihat. Oleh guru, Klien
dibawa ke dokter terdekat lalu dirujuk ke RS. Pada tanggal 16 Desember 2014
dilakukan operasi pada mata kanan Klien pada pkl. 10. 00- 13.00. Setelah
dioperasi, klien di bawa ke ruang 17. Dengan diagnosa medis OD Trauma Okuli
Perforans dengan komplikasi Ruptur Kornea Sklera.
Trauma okuli adalah trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan
rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu
fungsi mata sebagai indra penglihat. Ada 2 jenis trauma okuli, yaitu :
1. Trauma okuli non perforans, yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri :
a. Tidak menembus dinding orbital (kornea dan sklera masih utuh)
b. Mungkin terjadi robekan konjungtiva
c. Adanya perlukaan kornea dan sklera
d. Kontaminasi intra okuli dengan udara luar tidak ada
2. Trauma okuli perforans, yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri :
a. Adanya dinding orbita yang tertembus
b. Adanya kontaminasi intra okuli dengan udara luar
c. Prolaps bisa muncul, bisa tidak.
52
dengan diskontinuitas jaringan terhadap luka tembus dan tindakan operasi yang
ditandai dengan klien yang mengatakan bahwa ada nyeri di sekitar mata kanan
Kedua, Risiko infeksi berhubungan dengan Prosedur Infasif, kerusakan jaringan
dan peningkatan paparan lingkungan
Ketiga, Resiko jatuh dengan kondisi terkait gangguan visual dengan cedera atau
kerusakan fungsi sensori penglihatan ditandai dengan klien yang mengatakan
bahwa penglihatan pada mata kanannya kurang jelas
53
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang
menimbulkan perlukaan mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan
sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.
Trauma mata dibagi menjadi beberapa macam yaitu:
1. Fisik atau Mekanik
a. Trauma Tumpul
b. Trauma Tajam
c. Trauma Peluru
2. Khemis
a. Trauma basa
b. Trauma asam
3.Trauma Radiasi Elektromagnetik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada trauma mata yaitu :
pemeriksaan radiologi, pemeriksaan “Computed Tomography” (CT),
pengukuran tekanan iol dengan tonography, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan kultur.
Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan kepada
masyarakat untuk menghindarkan terjadinya trauma pada mata, seperti :
1. Trauma tumpul akibat kecelakaan tidak dapat dicegah, kecuali
trauma tumpul perkelahian.
2. Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadinya
trauma tajam.
3. Setiap pekerja yang sering berhubungan dengan bahan kimia
sebaiknya mengerti bahan apa yang ada ditempat kerjanya.
4. Pada pekerja las sebaiknya menghindarkan diri terhadap sinar dan
percikan bahan las dengan memakai kaca mata.
5. Awasi anak yang sedang beramain yang mungkin berbahaya untuk
matanya.
B. Saran
54
Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat
dan benar sehingga klien dengan trauma mata bisa segera ditangani dan diberikan
perawatan yang tepat. Perawat juga diharuskan bekerja secara profesional sehingga
meningkatkan pelayanan untuk membantu kilen dengan trauma mata.
DAFTAR PUSTAKA
55
Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare. Keperawatan Medikal – Bedah
Brunner & Sudarth ( Brunner & Sudarth’s Textbook of Medical –
Surgical Nursing). Vol.3. Jakarta : EGC
Prof. Dr. Sidarta Ilyas SpM,dkk. 2010. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter
Umum Dan Mahasiswa Kedokteran. Ed.2. Jakarta: CV Sagung Seto
Prof.Dr.H.Sidarta Ilyas SpM. 2004. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta : CV Sagung
Seto
Istiqomah, Indriana N. 2005. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata.
Jakarta : EGC
Bruce James, Chris Chew, Anthony Bron. 2005. Lecture Notes: Oftalmologi.
Erlangga
Prof. Dr. Sidarta Ilyas SpM,dkk. 2013. Ilmu Penyakit Mata edisi keempat.
Jakarta : Badan Penerbit FKUI
56