You are on page 1of 15

BAB I

KONSEP DASAR

A. Konsep Dasar Keluarga


1. Definisi
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang bergabung
karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan
mereka hidup dalam suatu rumah, berinteraksi satu sama lain dan di dalam
perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.
(Salvicion G. Bailon dan Aralelis Maglaya, 1989)

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari


kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu
tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
(Depkes RI, 1988)

2. Struktur Keluarga
a. Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis
ayah.
b. Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan ini disusun melalui
jalur garis ibu.
c. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah istri.
d. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah suami.
e. Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi
pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian
keluarga karena adanya hubungan suami atau istri.
(Nasrul Effendi, 1998)

3. Tipe/Bentuk Keluarga
a. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang terdiri atas Ayah,
Ibu dan anak.
b. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah dengan
sanak saudara misalnya: nenek, kakek, keponakan, saudara, sepupu,
paman, bibi dsb.
c. Keluarga berantai (serial family) adalah keluarga yang terdiri dari
wanitadan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan suatu
keluarga inti.
d. Keluarga duda / janda (single family) adalah keluarga yang perkawinan
berpoligami dan hidup bersama.
e. Keluarga berkomposisi (composite) adalah keluarga yang perkawinan
berpoligami dan hidup bersama.

4. Fungsi Keluarga
a. Fungsi Biologis
1. Meneruskan keturunan.
2. Memelihara dan membesarkan anak.
3. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
4. Memelihara dan merawat anggota keluarga.
b. Fungsi Psikologis
1. Memberikan kasih sayang dan rasa aman.
2. Memberikan perhatian diantara anggota keluarga.
3. Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.
4. Memberikan identitas keluarga.
c. Fungsi Sosialisasi
1. Membina sosialisasi pada anak.
2. Membentuk norma-norma, tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan anak.
3. Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
d. Fungsi Ekonomi
1. Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
2. Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga, memenuhi kebutuhan
keluarga.
3. Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga dimasa
yang akan datang.
e. Fungsi Pendidikan
1. Menyekolahkan anak untuk memberi pengetahuan, ketrampilan dan
membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang
dimiliki.
2. Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang
adalah memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.
3. Mendidik anak-anak sesuai dengan tingkat perkembangan.

5. Tugas Kesehatan Menurut Friedman (1986), yaitu :


a. Mengenal masalah.
b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
d. Mempertahankan/menciptakan suasana rumah sehat
e. Mempertahankan hubungan dengan menggunakan fasilitas kesehatan
masyarakat.
( Nasrul Effendy, 1995)

6. Keluarga Kelompok Resiko Tinggi


Dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan kesehatan keluarga yang
menjadi prioritas utama adalah keluarga yang tergolong resiko tinggi dalam
bidang kesehatan, meliputi :
a. Keluarga dengan anggota keluarga dalam masa usia subur dengan
masalah :
1) Tingkat sosial ekonomi yang rendah
2) Keluarga kurang tahu atau tidak mampu mengatasi masalah
kesehatan sendiri
3) Keluarga dengan keturunan yang kurang baik atau keluarga dengan
penyakit keturunan.
b. Keluarga dalam anak menjadi resiko tinggi karena :
1) Lahir prematur (BBLR)
2) Berat badan sukar naik
3) Lahir dengan cacat bawaan
4) ASI Ibu kurang sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi
5) Ibu menderita penyakit menular yang dapat mengancam bayi dan
anaknya.
c. Keluarga dengan Ibu dengan resiko tinggi kebidanan waktu hamil
1) Umur Ibu (16 tahun/lebih dari 25 tahun)
2) Menderita kekurangan gizi (anemia)
3) Menderita hipertensi
4) Primipara dan Multipara
5) Riwayat persalinan atau komplikasi
d. Keluarga mempunyai masalah hubungan antara anggota keluarga
1) Anak yang tidak pernah dikehendaki pernah mencoba untuk
digugurkan
2) Tidak ada kesesuaian pendapat antara anggota keluarga dan sering
timbul cekcok dan ketegangan
3) Ada anggota keluarga yang sering sakit
4) Salah satu anggota (suami atau istri) meninggal, cerai, lari
meninggalkan rumah.
(Nasrul Effendy, 1998)

7. Peran Perawat memberikan Asuhan Keperawatan Kesehatan Keluarga


dalam memberikan Asuhan Keperawatan Kesehatan Keluarga ada
beberapa peranan yang dapat dilakukan oleh perawat antara lain :
a. Pemberian Asuhan Keperwatan kepada anggota keluarga
b. Pengenal/pengamat masalah dan kebutuhan kesehatan keluarga
c. Koordinator pelayanan kesehatan dan perawatan kesehatan keluarga
d. Fasilitator menjadikan pelayanan kesehatan itu mudah dijangkau
e. Pendidikan kesehatan, perawat dapat berperan sebagai pendidikan untuk
merubah perilaku keluarga dari perilaku tidak sehat
f. Penyulun dan konsultan, perawat dapat berperan memberikan petunjuk
tentang Asuhan Keperawatan dasar terhadap keluarga disamping
menjadi penasehat dalam mengatasi masalah-masalah perawatan
keluarga

8. Prinsip-Prinsip Perawatan Keluarga


Ada beberapa prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam memberikan
Asuhan Keperawatan keluarga adalah :
a. Keluarga sebagai unit atau satu kesatuan dalam pelayanan kesehatan
b. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan Kesehatan keluarga sehat
sebagai tujuan utama
c. Asuhan keperawatan yang diberikan sebagai sarana dalam mencapai
peningkatan kesehatan keluarga.
d. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan keluarga, perawat melibatkan
peran aktif seluruh keluarga dalam merumuskan masalah dan ebutuhan
keluarga dalam mengatasi masalah kesehatannya.
e. Lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan yang bersifat proinotif dan
preventif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.
f. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan kesehatan keluarga, keluarga
memanfaatkan sumber daya keluarga semaksimal mungkin untuk
kepentingan kesehatan keluarga.
g. Sasaran Asuhan Keperawatan kesehatan keluarga adalah keluarga secara
keseluruhan
h. Pendekatan yang dipergunakan dalam memberikan Asuhan Keperawatan
kesehatan keluarga adalah pendekatan pemecahan masalah dengan
menggunakan proses keperawatan
i. Kegiatan utama dalam memberikan Asuhan Keperawatan kesehatan
keluarga adalah penyuluhan kesehatan dan Asuhan Keperawatan
kesehatan dasar atau perawatan dirumah.
j. Diutamakan terhadap keluarga yang termasuk resiko tinggi
(Nasrul Effendy, 1998)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycrobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi.
(Mansjoer Arief, 1999 : 472)
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi kronik akut atau sub akut
disebabkan oleh basilus tuberculosis, mycrobacterium tuberculosis, kebayakan
mengenai struktur ovelor paru presentasi kronisnya bervariasi, berkisar
asuntomatis dengan hanya menunjukkan ter kulit positif sampai meliputi
pulmoner luas dan sistematik.
(Susan Martin Tucker, 1998)

B. Etiologi
Penyebab dari TB adalah mycrobacterium tuberculosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 mm dan tebal 0,3 – 0,6 mm.
Kuman ini bersifat aerob terhadap asam karena sebagian besar tubuh kuman
terdiri dari asam lemak (lipid). Kuman dapat hidup pada udara kering maupun
dalam keadaan dingin.
(Soeparman, 1998 : 715)
Kuman penyebab tuberculosis adalah mycrobacterium tuberculosis.
Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar
matahari dan sinar ultraviolet. Basil ini sukar diwarnai, tetapi berbeda dengan
basil lain. Setelah diwarnai tidak dapat dibersihkan lagi fuehein atau
metilleenblauw oleh cairan asam sehingga biasanya disebut Basil Tahan Asam
(BTA) pewarna Zeilil Neelsen biasanya dipergunakan untuk menembahkan
basil ini.
Ada 2 macam mikobakteria yang menyebabkan penyakit tuberculosis
yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang
menderita mastitis tuberkulosa dan bila di minum dapat menyebabkan
tuberculosis usus. Basil tipe tipe human biasa berada di bercak ludah (dropet)
diudara yang berasal dari penderita TBC terbuka. Orang retan dapat terinfeksi
TBC bila menghirup bercak ini. Ini merupakan cara penularan terbanyak.
(Samsul Hidayat, 1997 : 20)
C. Manifestasi Klinis
Gejala utam TB paru adalah bentuk lebih dari 4 minggu dengan atau
tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam rendah, nyeri dada, dan batuk darah.
Pasien TB Paru menunjukkan gejala klinis, yaitu :
1. Tahap asimtomatis
2. Gejala TB paru yang khas, kemudian stagnasi dan regesi
3. Eksaserbasi yang memburuk
4. Gejala berulang dan menjadi kronik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda :
1. Tanda-tanda inflatrat (redup, bronkial, ronki basah dan lain-lain)
2. Tanda-tanda penerikan paru, diafragma, dam mediastinum
3. Sekret disaluran nafas dan ronki
4. Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan lasung
dengan bronkus
(Mansjoer Arief, 1999 : 472)

D. Klasifikasi Diagnostik TB adalah


1. TB Paru
a. BTA mikrostopis langsung (+) atau biakan (+), kelainan foto toraks
meyokong, TB dan gejala klinis sesuai TB.
b. BTA mikroskopis langsung atau biarkan (-) tetapi kelainan rontgen dan
klinis sesuai TB dan memberikan perbaikan pada pengobatan awal anti
TB (Initial Therapy). Pasien golongan ini memerlukan pengobatan yang
edukat.
2. TB Paru tersangka
Diagnosa pada tahap ini bersifat sementara sampai hasil pemeriksaan BTA
didapat (paling lambat 3 bulan). Pasien dengan BTA mikroskopis langsung
(-) atau belum ada hasil pemeriksaan atau pemeriksaan belum lengkap,
tetapi kelainan rontgen dan klinis sesuai TB paru. Pengobatan dengan anti
TB sudah dapat dimulai.
3. Bekas TB (tidak sakit)
Ada riwayat TB pada pasien dimasa lalu dengan atau tanpa pengobatan atau
gambaran rontgen normal atau abnormal tetapi stabil pada foto serial dan
sputum BTA (-). Kelompok ini tidak perlu diobati.
(Mansjoer Arief, 1999 : 472)
E. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru menjadi karena di batukkan atau di
bersinkan keluar menjadi dropet nuclei dalam udara. Pertikel infeksi ini dapat
menetapkan dalam udara bebas selama 1 – 2 jam, tergantung pada ada tidaknya
sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembapan. Dalam susana lembab
dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila pertikel
dapat masuk ke olveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Kebanyakan
pertikel ini akan mati atau dibersihkan oleh macro fark keluar dari cabang
tracea-bronceal bersama gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman menetap
dijaring paru, ia tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma macrofag
disini terbawa masuk ke organ tubuh lainnya, kuman yang bersarang dijaringan
paru-paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut
sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon.
(Waspadji, 2001 : 821)
Kuman (Mycobacterium) masuk saluran pencernaan. Penularan lewat
droplet (percikan) yang dikeluarkan oleh penderita TB paru. Partikel infeksi
cepat menetap dalam udara bebas 1 – 2 jam tergantung ada tidaknya sinar
ultraviolet. Ventalasi yang buruk dan kelembapan. Dalam suasana lembab dan
gelap kuman dapat berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Baksil tuberculosis
yang mencapai permukaan alveolus dinhatasi senagai suatu unit yang terdiri 1 –
3 basil. Pertikel dapatmasuk alveolus bila ukuran partikel < 5 micrometer. Basil
yang besar akan bertahan disaluran hidung dan cabang besar broncus dan tidak
menyebabkan penyakit.
Setelah diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atau paru atau
sebaliknya basil membangkitkan reaksi peradangan leukosit pollimorfas nuklear
yang ada ditempat tesebut hanya memfagosit tetapi tidak membunuh organisme.
Sehngga leukosit diganti macrofag. Adanya reaksi peradangan alveoli akan
timbul gejala pneumonia akut dan pneumonia ini akan sembuh dengan
sendirinya,selain itu nekrosis bagian sentral, lesi memberi gambaran relative
padat seperti (nekrosis kaseosa). Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa
membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk kapsul, lesi primer baru di
namakan fokusghon. Gabungan terserangnya getah bening regional dan lesi
primer dinamakan komplek ghon.
(Sylvia A. Price, 1995 : 733)
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
2. Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis)
3. Foto toraks PA dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis
TB, yaitu :
- Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus
bawah
- Adanya kavitas, tunggal atau ganda
- Kelainan bilateral, terutama dilapangan atas paru
- Adanya kalsifikasi
- Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
- Bayangan militer
4. Pemeriksaan sputum BTA
Pemeriksaan sputum BTA menastikan diagnostik TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak sensitif karena hanya 30 – 70% pasien TB yang dapat
di diagnosa berdasarkan pemeriksaan ini.
5. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat hidrogen
imunoperoksidase. Staning untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap
basil TB.
6. Tes Mantoux/Tuberkulin
7. Teknik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai
tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme
dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
8. Becton Dickinson Diagnostic unstrumen System (BACTEC)
Deteksi growth index berdasarkan CO2 yang di hasilkan dari metabolisme
asam lemak oleh M. Tuberculosis
9. Enzyme Linked Immunosorbent Assay
Deteksi respon humoral, berupa proses antigen antibodi yang terjadi.
Pelaksanaannya rumit dan antibodi dapat menetap dalam waktu lama
sehingga menimbulkan masalah.
10. Mycodot
Deteksi antibodi memakai antigen limporabinomannan yang direkatkan
pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam
serum pasien. Bila terdapat antibodi spesifik dalam jumlah memadai maka
warna sisir akan berubah.
(Mansjoer Arief, 1999 : 472)

G. Penatalaksanaan
1. Obat anti TB (OAT)
OAT yang biasa digunakan antara lain isoniazid (INH), Rimfampian
(®), Pirazinamid (Z), Streptamisin (S), yang bersifat bakterisit dan
etambutol (E) yang bersifat bakteriostatik :
Tujuan pemberian :
- Membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat mungkin
melalui kegiatan bakterisid.
- Mencefah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan
kegiatan sterilisasi.
- Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya
tahan imunologis
Pengobatan TB dilakukan melalui 2 Fase, :
a. Fase awal intensif, dengan kegiatan bakterisid untuk memusnahkan
populasi kuman yang membelah dengan cepat.
b. Fase lanjut, melalui kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan jangka
pendek atau kegiatan bakteriostatik pada pengobatan konvensional.
2. Directly Observed treatment Shortcourse (DOTS)
DOTS adalah nama untuk suatu strategi yang dilaksanakan
dipelayanan kesehatan dasar didunia untuk mendeteksi dan menimbulkan
pasien TB.
Strategi ini terdiri 5 komponen, yaitu :
a. Dukungan politik para pemimpin wilayah disetiap jenjang sehingga
program ini menjadi salah satu prioritas dan pendanaan pun akan
tersedia.
b. Mikroskop sebagai komponen utama untuk mendiagnosa TB melalui
pemeriksaan sputum langsung pasien tersangka dengan penemuan
secara pasif.
c. Pengurus minum obat (PMO) yaitu orang yang dikenal dan dipercaya
baik oleh pasien maupun petugas kesehatan yang akan ikut mengawasi
pasien minum seluruh obatnya sehingga dapat dipastikan bahwa pasien
betul minum obat dan diharapkan sembuh pasa masa akhir
pengobatannya.
d. Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar sehingga bagian dari
sistem surveilans penyakit sehingga pemantauan pasien dapat berjalan.
e. Paduan obatanti TB jangka pendek yang benar termasuk dosis dan
jangka waktu yang tepat sangat penting untuk kebersihan
pengobatannya.
(Arief Masjoer, 2001 : 476)

H. Komplikasi
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi di bagian atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
1. Komplikasi Dini
a. Pleuritis
b. Efusipleura
c. Emplema
d. Loringitis
e. Menjalar ke organ lain (usus)
f. Poncet’s arthropathy
2. Komplikasi lanjut
a. Obstruksi jalan nafas (Sopt/Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis)
b. Kerusakan parenkim berat (Sopt /fibrosis paru /kor pulmonal )
c. Amiloidosis
d. Korsinoma paru
e. Sindrom gagal nafas dewasa (ARDS) sering terjadi pada TB milier dan
kavitas TB.
(Slamet Suyono, 2001 : 829)
I. Pathway
Microbacterium Tuberculosis

Pencernaan, Pernafasan, Luka Terbuka

Reaksi Hipersensitif

Peradangan Peningkatan suhu tubuh

Sekret pada bronkus Leukosit ↑

Akumulasi sputum Bersihan jalan nafas


Fagositosis
tidak efektif

Nafsu makan ↓ Batuk Suplai O2 ke paru ↓ Infeksi

Intake nutrisi < Suplai O2 ke jaringan Batuk


G3 pola tidur Tidak efektifnya
berkurang pola nafas
Membuang sputum
Perubahan nutrisi sembarangan
< dari kebutuhan Peningkatan
metabolisme anaerob
Resti terjadi
penularan
Fatique/lelah

Intoleran aktivitas

Sumber :
1. Sylvia A. Price, 1995 : 733
2. Waspadji, 2001 : 820 - 823
J. Fokus Pengkajian
Menurut Marilyn E. Doengoes (2000) fokus pengkajian pada pasien TB
paru :
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan umum dan kelamahan
Nafas pendek karena kerja
Kesulitan tidur pada malam hari atau demam pada malam hari
Menggigil atau berkeringat
Tanda : Takikardia tukipnea pada kerja
Kelelahan otot, nyeri dan sesak.
2. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan
Tidak dapat mencerna
Penurunan berat badan
Tanda : Turgor kulit buruk, kering atau kulit bersisik
Kehilangan otot atau hilang lemak subkutum
3. Pernafasan
Gejala : Batuk produktif, atau tidak peroduktif
Nafas pendek
Riwayat tuberculosis atau terpajan pada individu terinfeksi
Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan
Pengembangan pernafasan tak simetris (efusi pleura)
Urekel tercatat diatas apek paru selama inspirasi cepat setelah
batuk pendek (urekus post fusie)
Karakteristik sputum: hijau/purulen, mukoil kuning atau bercak
darah
4. Nyeri atau kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang
Berhati-hati pada area yang sakit
Tanda : Perilaku distraksi, gelisah.
5. Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga TB
Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk
Gagal untuk baik/kesembuhan
Tidak berpartisipasi dalam terapi
(Doengoes, 1999 : 240 – 241)
K. Fokus Intervensi
1. Resti penyebaran infeksi berhubungan dengan terpajan lingkungan
Tujuan : agar tidak terjadi penyebaran infeksi
Intervensi : a. Kaji Patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi
melalui droplet udara selama batuk bersin, meludah,
tertawa, menyanyi.
b. Identifikasi orang lain yang beresiko
c. Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan
pada tisu dan menghindar meludah
d. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker
atau isolasi pernafasan
e. Awasi suhu sesuai indikasi
(Doengoes, 1999 : 242 – 243)

2. Bersihan jalan nafas, tak efektif berhubungan dengan sekret kental atau
sekret darah.
Tujuan : agar jalan nafas efektif
Intervensi : a. Kaji fungsi pernafasan, contoh : bunyi nafas, kecepatan,
irama dan kedalaman.
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk
efektif
c. Berikan pesien posisi semi atau fowler tinggi
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea
e. Lembabkan udara/oksigen inspirasi
(Doengoes, 1999 : 244)

3. Resti terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan


membran alvedar-kapiler
Tujuan : agar tidak terjadi gangguan pertukaran gas
Intervensi : a. Kaji dispne, takipne, tak normal/menurunnya bunyi nafas
b. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran
c. Tunjukkan/dorong pernafasan bibi selama
d. Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas
e. Kolaborasi berikan O2 tambahan yang sesuai
(Doengoes, 1999 : 246)
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
Tujuan : Agar kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Intervensi : a. Awasi masukkan/pengeluaran dan BB secara periodik
b. Dorong dan berikan periode istirahan sering
c. Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan
pernafasan
d. Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi
protein dan karbohidrat
e. Kolaborasi rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi
diet.
(Doengoes, 1999 : 247)
5. Kurang pengetahuan mengenai aturan pencegahan dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : agar pasien bisa mengetahui cara pencegahan dan pengobatan
tentang penyakitnya.
Intervensi : a. Kaji kemampuan psaien untuk belajar
b. Identifikasi gejala yang harus dilaporkan kepada perawat
c. Kaji potensial efek samping pengobatan
d. Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan takut/
masalah
e. Dorong untuk tidak merokok
(Doengoes, 1999 : 248)

You might also like