You are on page 1of 6

Arti Isra’ Mir’aj

Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir menjelaskan, isra (‫ )اسرى‬atau sara (‫)سرى‬
artinya adalah perjalanan di malam hari. Secara istilah, isra’ adalah perjalanan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu malam dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil
Aqsa di Palestina.
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil
Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan
kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Isra‘: 1)
Mi’raj secara bahasa artinya adalah naik. Secara istilah adalah naiknya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam ke sidratul muntaha. Dalam Al Qur’an, mi’raj ini disinggung dalam surat An
Najm.
“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu
yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad
melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya
(muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.
Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling
besar.” (QS. An-Najm: 13-18)
Ketika menafsirkan ayat ini, Syaikh Wahbah Az Zuhaili menjelaskan bahwa sidratul muntaha
adalah tempat tertinggi di langit yang menjadi batas ujung pengetahuan dan amal aktifitas para
makhluk. Tidak seorang makhluk pun mengetahui apa yang ada di belakangnya.
“Tempat ini diserupakan dengan as sidrah yang artinya pohon nabk karena mereka berkumpul
di bawah teteduhannya. Di dekat sidratul muntaha ada surga Al Ma’wa yakni tempat tinggal
arwah orang-orang mukmin yang bertaqwa,” terang Syaikh Wahbah Az Zuhaili.
Tanggal Terjadinya Isra Miraj
Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri dalam Sirah Nabawiyah-nya, Ar Rahiqul Makhtum,
menjelaskan enam pendapat kapan terjadinya Isra miraj.
1. Peristiwa Isra’ terjadi pada tahun ketika Rasulullah mendapatkan wahyu pertama. Ini
merupakan pendapat Ath Thabari.
2. Isra miraj terjadi lima tahun setelah Rasulullah diutus menjadi Nabi. Pendapat ini dikuatkan
oleh An Nawawi dan Al Qurthubi.
3. Isra miraj terjadi pada malam 27 Rajab tahun 10 kenabian. Pendapat ini dipilih oleh Allamah
Al Manshurfuri.
4. Peristiwa ini terjadi 16 bulan sebelum hijrah, tepatnya pada bulan Ramadhan tahun 12
kenabian.
5. Peristiwa ini terjadi 1 tahun 2 bulan sebelum hijrah, tepatnya pada bulan Muharram tahun
13 kenabian.
6. Terjadi 1 tahun sebelum hijrah, tepatnya pada bulan Rabiul Awal tahun 13 kenabian.
Prof. Dr. Muhammad Sameh Said dalam buku Sirah Nabawiyah-nya, Muhammad Sang Yatim,
menjelaskan bahwa peristiwa isra miraj terjadi pada malam 27 Rajab, namun para ulama
berbeda pendapat mengenai tahunnya.
Sedangkan Prof. Dr. Muhammad Ali Ash Shalabi dalam buku Sirah Nabawiyah-nya
menegaskan bahwa isra miraj terjadi satu tahun sebelum hijrah ke Madinah.
Isra Miraj sebagai Tasliyah
Isra miraj merupakan tasliyah (hiburan) dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam yang dilanda duka hingga menyebut amul huzn (tahun duka cita).
Mengapa beliau berduka? Ada beberapa sebab. Pertama, istri beliau Khadijah radhiyallahu
‘anha wafat pada bulan Ramadhan tahun 10 kenabian.
Khadijah adalah istri pertama Rasulullah yang sangat beliau cintai. Sejak Rasulullah mendapat
wahyu, Khadijah adalah orang pertama yang mendukung beliau. Ketika kembali dari gua hira’
dalam kondisi demam, Rasulullah minta kepada Khadijah “zammilunii.. zammilinuii..”
Selimuti aku… selimuti aku. Lalu Khadijah menyelimuti beliau, menenangkan beliau,
memotivasi dan membangkitkan optimisme bahwa yang datang kepada beliau adalah
kebaikan.
Khadijah merupakan orang yang pertama beriman dan mendukung dakwah beliau. Saat
Rasulullah membutuhkan dana untuk dakwahnya entah memerdekakan budak, membantu fakir
miskin atau keperluan lainnya, Khadijah yang mensupport beliau dengan hartanya. Khadijah
pula yang memberi beliau keturunan termasuk Fatimah. Khadijah pula yang dengan kedudukan
mulianya melindungi Rasulullah.
Maka wafatnya Khadijah merupakan duka tersendiri bagi Rasulullah. Bagaimana mungkin
kehilangan pendamping hidup sejati dan pendukung dakwah hakiki bukan sebuah duka?
Tak berselang lama setelah Khadijah wafat, paman beliau Abu Thalib juga wafat. Meskipun
tidak mau masuk Islam, Abu Thalib adalah pembela sejati Rasulullah. Beliau yang senantiasa
pasang badan saat orang-orang kafir Quraisy menyakiti Rasulullah atau hendak
mencelakakannya.
Sepeninggal Khadijah dan Abu Thalib, posisi Rasulullah semakin terjepit. Intimidasi kafir
Quraisy semakin menjadi-jadi. Dakwah di Makkah serasa tidak lagi memiliki celah untuk
bergerak.
Namun Rasulullah tak mau berdiam diri. Dakwah di Makkah dibatasi, beliau pun berupaya
dakwah ke luar Makkah. Beliau pergi ke Thaif dengan harapan di sana dakwah diterima.
Namun apa yang terjadi? Penduduk Thaif justru mengusir Rasulullah dan melempari dengan
batu hingga kaki beliau berdarah.
Setelah mengalami amul huzn inilah, Allah Subhanahu wa Ta’ala meng-isra’-kan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau diperlihatkan tanda-tanda kekuasaan Allah mulai dari
perjalanan yang super kilat ke Baitul Maqdis, mengimami para Nabi di sana, lantas naik ke
sidratul muntaha, bertemu dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mendapat perintah sholat
lima waktu, juga diperlihatkan surga dan neraka. Semua rangkaian peristiwa itu merupakan
tasliyah bagi beliau.
KEUTAMAAN SHALAT
Shalat memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam. Dia adalah tiang agama juga
batas pemisah antara keislaman dengan kekufuran dan kemunafikan. Oleh karena itu,
Rasulullah memberikan perhatian ekstra terhadap masalah shalat. Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam memberikan contoh pelaksanaannya secara detail, dari awal sampai akhir, dari
takbir sampai salam.
Ini semua menunjukkan pentingnya shalat dalam Islam. Harusnya ini sudah cukup sebagai
motivasi bagi kita, kaum Muslimin untuk selalu bersemangat dalam melaksanakan shalat.
Terlebih jika kita memperhatikan berbagai keitimewaan shalat, maka tidak ada alasan lagi
bagi kita untuk bermalas-malasan dalam melaksanakannya.
Berikut kami hadirkan beberapa keistimewaan tersebut dalam majalah kita ini.
Semoga semakin memicu semangat kita untuk terus mempelajari dan berusaha maksimal
untuk melaksanakannya dengan sebaik mungkin.
1. Shalat itu bisa mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (al-Quran) dan dirikanlah
shalat! Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.
Dan sesungguhnya mengingat Allâh (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadath-
ibadah yang lain). dan Allâh mengetahui apa yang kamu kerjakan. [Al-Ankabût/29:45]
2. Shalat merupakan amalan terbaik setelah dua kalimat syahadat
Ini berdasarkan hadits dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu yang mengatakan:
Aku pernah bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Apakah amalan yang
paling afdhal (terbaik)?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Shalat pada
waktunya.”
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu mengatakan, “Lalu aku bertanya lagi, “Lalu apa?” Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Berbakti kepada kedua orang tua.”
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu mengatakan lagi, “Lalu aku bertanya lagi, “Lalu apa?”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jihad di jalan Allâh
3. Shalat bisa membersihkan dosa-dosa
Dari Jâbir Radhiyallahu anhu , dia mengatakan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
Shalat (fardhu) yang lima waktu itu seperti sebuah sungai yang airnya mengalir melimpah di
depan pintu rumah salah seorang di antara kalian. Ia mandi dari air sungai itu setiap hari
lima kali
4. Shalat bisa menggugurkan dosa
Disebutkan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Shalat yang lima waktu, Jumat yang satu ke Jumat lainnya, Ramadhan yang satu ke
Ramadhan lainnya, itu bisa menjadi penghapus dosa di antara keduanya selama pelakunya
menjauhi dosa-dosa besar.
5. Shalat adalah cahaya di dunia dan akhirat bagi orang yang melakukannya
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma , diriwayatkan bahwa suatu hari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam membicarakan tentang shalat lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
Barangsiapa yang menjaga shalat lima waktu, maka shalat itu akan menjadi cahaya, bukti
dan keselamatan baginya pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang tidak menjaganya, maka
ia tidak mendapatkan cahaya, bukti, dan juga tidak mendapat keselamatan. Dan pada hari
kiamat, orang yang tidak menjaga shalatnya itu akan bersama Qarun, Fir’aun, Haman, dan
Ubay bin Khalaf.
Disebutkan dalam hadits Abu Malik al-Asy’ari Radhiyallahu anhu :
Shalat itu adalah cahaya.
Juga dalam hadits Burairah Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Berilah kabar gembira bagi orang yang berjalan ke masjid dalam keadaan gelap, bahwa ia
akan mendapatkan cahaya yang sempurna pada hari kiamat.
6. Allâh mengangkat derajat dan menghapuskan dosa (kesalahan) dengan sebab shalat.
Ini berdasarkan hadits Tsauban Radhiyallahu anhu , bekas budak Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda kepada Tsaubân Radhiyallahu anhu :
Hendaklah engkau memperbanyak sujud! Karena engkau tidaklah sujud kepada Allâh
dengan sekali sujud melainkan Allâh akan meninggikan derajatmu dan akan menghapuskan
satu kesalahan dengan sebab sujud itu.
7. Shalat termasuk faktor terbesar yang menyebabkan seseorang masuk surga dengan
menemani Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dari Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslami Radhiyallahu anhu , ia berkata:
Aku pernah bermalam bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Aku mendatangi
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawakan air wudhu dan keperluan Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Mintalah!” Aku berkata, “Aku meminta kepadamu supaya dapat bersamamu di
surga.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Atau ada permintaan selain itu?” Aku
menjawab, “Itu saja yang aku minta.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tolonglah aku untuk mewujudkan keinginanmu itu dengan engkau memperbanyak sujud.”
[HR. Muslim no. 489].
Memperbanyak sujud di sini maksudnya memperbanyak sujud dalam shalat.
8. Berjalan menuju shalat akan dicatat sebagai kebaikan, bias meninggikan derajat dan
menghapuskan dosa.
Disebutkan dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dia mengatakan, “Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Barangsiapa bersuci di rumahnya lalu ia berjalan menuju salah satu rumah Allâh untuk
menunaikan salah satu shalat fardhu yang yang Allâh wajibkan, maka salah satu langkah
kakinya akan menghapuskan kesalahan dan langkah kaki yang lainnya meninggikan derajat.
[HR. Muslim no. 666]
Dalam hadits lain, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Jika salah seorang diantara kalian berwudhu’, dia berwudhu dengan baik dan benar,
kemudian dia keluar menuju ke masjid, maka dia tidak mengangkat kaki kanannya (untuk
melangkah) kecuali Allah k menuliskan satu kebaikan untuknya dan dia tidak menurunkan
kaki kirinya kecuali Allah menghapus satu dosa darinya
9. Dianggap bertamu di surga
Setiap kali seorang Muslim berangkat ke masjid, maka dia dianggap sedang bertamu ke
surga, berdasarkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dari Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam , Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Barangsiapa pergi ke masjid diwaktu pagi hari dan sore hari, maka Allâh Azza wa Jalla
menyiapkan untuknya hidangan dari surga setiap kali ia pergi di pagi atau sore hari.”
[Muttafaqun ‘alaih]
An-Nuzul yaitu sesuatu yang dipersiapkan untuk tamu ketika tamu itu datang.
10. Dengan Shalat, Allah Azza wa Jalla menghapuskan dosa diantara shalat yang satu
ke shalat berikutnya.
Dijelaskan dalam sebuah hadits dari ‘Utsmân Radhiyallahu anhu , dia Radhiyallahu anhu
mengatakan, “Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Tidaklah seorang Muslim berwudhu’, dia memperbagus wudhu’nya, lalu ia mengerjakan
shalat melainkan Allâh Azza wa Jalla mengampuni baginya dosa di antara shalat tersebut
dan shalat berikutnya.[
11. Shalat bisa menghapuskan dosa yang telah lalu
Dari ‘Utsman, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Tidaklah seorang Muslim yang ketika memasuki waktu shalat wajib lalu ia memperbagus
wudhu’ untuk shalat tersebut, juga memperbagus kekhusyu’annya dan ruku’nya melainkan
itu sebagai penghapus dosa sebelumnya selama seseorang itu tidak melakukan dosa besar
dan ini berlaku sepanjang waktu.
12. Para Malaikat mendo’akan orang yang melakukan shalat selama dia berada
ditempat shalatnya dan dia akan tetap terhitung sebagai orang yang shalat selama
(keinginan untuk) shalat masih menahannya
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Shalat seseorang secara berjama’ah lebih unggul 20 sekian derajat dibandingkan shalatnya
di rumahnya atau pasarnya. Karena jika seseorang berwudhu’ dan memperbagus wudhu’nya
kemudian ia mendatangi masjid, tidak ada yang menggerakkannya kecuali (keinginan untuk)
shalat, dan tidak ada yang diinginkan kecuali shalat, maka tidaklah kakinya melangkah satu
langkah kecuali dengan sebabnya derajatnya diangkat dan dihapuskan kesalahannya sampai
ia masuk dalam masjid. Jika ia sudah memasuk masjid, maka ia (terhitung) dalam keadaan
shalat selama shalat masih menahannya; Dan para Malaikat akan terus mendoakan salah
seorang di antara kalian selama ia berada di tempat shalatnya itu. Para Malaikat
mendoakan, “Ya Allâh! Rahmatilah ia. Ya Allâh! Ampunilah dia. Ya Allâh! Terimalah
taubatnya.” Hal ini terus berlangsung selama ia tidak menyakiti orang lain (dengan
perkataan atau perbuatan) dan selama tidak berhadats (selama tidak batal wudhu’nya).”
[Muttafaq ‘alaih]
13. Menunggu waktu shalat adalah ribath (berjaga-jaga) dijalan Allah
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu meriwayatkan hadits yang menyebutkan bahwa Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang dengan sebab sesuatu itu Allah k
menghapus dosa-dosa kalian dan mengangkat derajat kalian? Mereka menjawab, “Tentu,
wahai Rasûlullâh!” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Menyempurnakan
wudhu’ (meskipun) disaat tidak menyenangkan, memperbanyak langkah menuju masjid,
menunggu waktu shalat setelah shalat. Itulah ribath (berjaga-jaga di jalan Allah-red). Itulah
ribath
4. Orang yang keluar rumah untuk shalat seperti orang yang keluar berhaji dalam
keadaan berihram
Dari Abu Umâmah, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ُ‫ضحَى الَ يُ ْن ِصبُهُ إِالَّ إِيَّاه‬ ِ ‫صالَ ٍة َم ْكت ُوبَ ٍة فَأَجْ ُرهُ َكأَجْ ِر ا ْلح‬
ْ َ ‫َاج ا ْل ُمحْ ِر ِم َو َم ْن َخ َر َج إِلَى ت‬
ُّ ‫س ِبيحِ ال‬ َ ‫َم ْن َخ َر َج ِم ْن بَ ْيتِ ِه ُمت َ َط ِه ًرا إِلَى‬
َ َ
‫فَأجْ ُرهُ َكأجْ ِر ا ْل ُم ْعتَ ِم ِر‬
Barangsiapa keluar dari rumahnya dalam keadaan sudah bersuci menuju shalat wajib, maka
pahalanya seperti pahala orang yang berhaji yang sedang berihram. Barangsiapa keluar
untuk menunaikan shalat Dhuha, ia tidak merasakan lelah kecuali karena melaksanakan
shalat tersebut, maka pahalanya seperti pahala orang berumrah.
15. Jika tertinggal shalat, padahal biasanya tidak tertinggal, maka dia mendapatkan
pahala sebagaimana orang yang ikut dalam shalat jama’ah tersebut
Disebutkan dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dia mengatakan, “Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Barangsiapa berwudhu dengan baik dan benar, kemudian dia berangkat (menuju shalat
berjama’ah) namun dia mendapati orang-orag sudah selesai menunaikan shalat, maka Allah k
memberinya pahala orang yang ikut dan menghadiri shalat jama’ah tersebut. Ini tanpa
mengurangi pahala orang-orang yang ikut dalam jama’ah tersebut.
16. Jika seseorang sudah bersci lalu keluar untuk melaksanakan shalat, maka dia tetap
dicatat seagai orang yang shalat sampai dia pulang. Pergi dan pulangnya dicatat
pahala.
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu meriwayatkan sebuah hadits, dia mengatakan, “Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Jika salah seorang diantara kalian telah berwudhu’ di rumahnya lalu dia berangkat menuju
masjid , maka dia akan tetap berada dalam shalat sampai dia pulang, maka hendaknya dia
tidak mengatakan, ‘Ini dan itu!” lalu beliau menyilangkan jari-jemarinya.
Juga dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
Sejak salah seorang diantara kalian keluar rumah sampai ke masjidku ini, maka (langkah)
satu kaki ditulis sebagai satu kebaikan dan (langkah) satu kaki lagi untuk menghapus satu
keburukan (dosa) sampai dia pulang

You might also like