You are on page 1of 19

BAB II

DASAR TEORITIS

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

Dyspepsia adalah kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari

rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami

kekambuhan. (Arif Mansjoer, dkk, 1999). Dyspepsia dapat juga

didefinisikan sebagai kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa

tidak enak baik episodic, atau persisten yang diduga berasal dari saluran

makanan bagian atas (Kelompok Studi Helicobakter Pilori Indonesia,

1996). Dispepsia juga diartikan untuk menjelaskan sejumlah gejala yang

umumnya dirasakan sebagai gangguan perut bagian atas dan sering disertai

dengan kurangnya asupan makanan (Prof. Dr. Ahmad H. Asdie Sp. Pd,

1999).

2. Anatomi dan Fisiologi

Lambung merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang

paling banyak terutama di daerah epigaster, lambung terdiri dari bagian

atas fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik,

terletak di bawah diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel di

sebelah kiri fundus uteri.

a. Bagian lambung terdiri dari :

1) Fundus Ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak di sebelah

kiri osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas.


Korpus Ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian

bawah kurvatura minor.

Antrum Pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot

yang tebal membentuk spinkter pilorus.

Kurvatura Minor, terdapat di sebelah kanan lambung terbentang dari

osteum kardiak sampai ke pilorus.

Kurvatura Mayor, lebih panjang dari kurvatura minor terbentang dari

sisi kiri osteum kardiakum melalui fundus ventrikuli

menuju ke kanan sampai ke pilorus inferior. Ligamentum gastro

lienalis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke

limpa.

Osteum Kardiakum, merupakan tempat dimana esopagus bagian

abdomen masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium

pilorik.

b. Susunan Lapisan

Susunan lapisan dari dalam keluar, terdiri dari :

1) Lapisan selaput lendir, apabila lambung ini dikosongkan, lapisan

ini akan berlipat-lipat yang disebut rugae.

Lapisan otot melingkar (muskulus aurikularis).

Lapisan otot miring (muskulus oblingus).

Lapisan otot panjang (muskulus longitudinal).

Lapisan jaringan ikat/serosa (peritonium).

Hubungan antara pilorus terdapat spinkter pilorus.


c. Fungsi Lambung

Ada dua fungsi lambung, yaitu :

1) Fungsi Motorik.

a) Fungsi reservoir.

b) Menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi

sedikit dicernakan dan bergerak pada saluran cerna.

c) Fungsi mencampur.

d) Memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan

mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot

yang mengelilingi lambung.

e) Fungsi pengosongan lambung.

f) Diatur oleh pembukaan sfingter pilorus yang dipengaruhi oleh

viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik, keadaan fisik,

serta oleh emosi, obat-obatan, dan kerja.

Fungsi pencernaan dan sekresi.

a) Pencernaan protein oleh pepsin dan HCl dimulai

disini, pencernaan karbohidrat dan lemak oleh amilase dan

lipase dalam lambung kecil peranannya.

b) Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh

protein yang dimakan, peregangan antrum, alkalinisasi antrum,

dan rangsang vagus. Hormon Gastrin diproduksi oleh sel G

yang terletak pada daerah pilorus lambung.


c) Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorpsi

vitamin B12 dari usus halus bagian distal. Kekurangan faktor

intrinsik akan menyebabkan anemia pernisiosa.

d) Sekresi mukus membentuk selubung yang

melindungi lambung serta berfungsi sebagai pelumas,

sehingga makanan lebih mudah diangkut.

3. Etiologi

a. Dispepsia organik.

Dispepsia ini apabila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai

penyebabnya.

1) Ulkus peptic kronik (ulkus ventrikuli, ilkus duodeni).

2) Gastro-oesophageal refluk disease (GORD), dengan atau tanpa

esofagitis.

3) Obat : Aspirin.

4) Kolelitiasis simtomatik.

5) Pankreatitis kronik.

6) Ganggan metabolik (uremia, hiperkalsemia, gastroparesis DM).

7) Keganasan (gaster, pankreas, kolon).

8) Insufisiensi vaskula mesentrikus.

9) Nyeri dinding perut.

b. Disepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispepsia nonulkus

(DNU).

Dispepsia ini bila tidak jelas penyebabnya.


1) Disfungsi sensorik-motorik gastroduodenum.

2) Gastroparesis idiopatik/hipomotilitas antrum.

3) Disritmia gaster.

4) Hipersensitivitas gaster/duodenum.

5) Factor psikososial.

6) Gastritis H. pylori.

7) Idiopatik.

4. Patofisiologi

Menurut dr. Wewen Siswanto (1999), patofisiologi Dyspepsia Non Ulkus

masih sedikit diketahui, beberapa faktor berikut mungkin berperan penting

(multifaktorial) :

a. Abnormalitas Motorik Gaster

Dengan Studi Scintigrapic Nuklear dibuktikan lebih dari 50

%klien Dyspepsia Non Ulkus mempunyai keterlambatan pengosongan

makanan dalam gaster. Demikian pula pada studi Monometrik

didapatkan gangguan mobilitas antrum post prandial, tetapi hubungan

antara kelainan tersebut dengan gejala dyspepsia tidak jelas.

Penelitian akhir menunjukkan bahwa fundus gaster yang “kaku”

bertanggung jawab terhadap dyspepsia. Pada keadaan normal

seharusnya fundus relaksasi, baik saat mencerna makanan maupun

bila terjadi distensi duodenum. Pengosongan makanan bertahap dari

korpus gaster menujuke bagian fundus dan duodenum diatur oleh

refleks fagal. Pada beberapa pasien Dyspepsia Non Ulkus, refleks ini
tidak berfungsi dengan baik sehingga pengisian bagian antrum terlalu

cepat.

b. Perubahan Sensitivitas Gaster

Lebih dari 50 % pasien Dyspepsia Non Ulkus menunjukkan

sensitivitas terhadap distensi gaster ayau intestinunm, oleh karena itu

mungkin akibat : makanan yang sudikit mengiritasi seperti makanan

pedas, distensi udara, gangguan kontraksi gaster intestinum atau

distensi dini bagian antrum post prandial dapat menginduksi nyeri

bagian ini.

c. Psikosomatis (Faktor Psiko Sosial)

Emosi, intelegensi dan kepribadian sangat berpengaruh terhadap

cara manusia menyelesaikan konfliknya. Bila konflik tidak teratasi

akan menimbulkan stres psikis dan selanjutnya bisa menimbulkan

gangguan somatic baik gangguan fungsional maupun organik.

5. Tanda dan Gejala

Didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi

dispepsia menjadi 3 tipe :

a. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia), dengan

gejala :

1) Nyeri epigastrium terlokalisasi.

2) Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid.

3) Nyeri saat lapar.

4) Nyeri episodik.
b. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like

dyspepsia), dengan gejala :

1) Mudah kenyang.

2) Perut cepat terasa penuh saat makan.

3) Mual.

4) Muntah.

5) Upper abdominal bloating.

6) Rasa tak nyaman bertambah saat makan.

Dispepsia non spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas).

Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda.

b. Serologi Helicobacer pylori.

c. Urea breath test (belum tersedia di Indonesia).

d. Endoskopi :

1) CLO (rapid urea test).

2) Patologi anatomi.

3) Kultur miroorganisme (MO) jaringan.

4) PCR (polmerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian.

7. Pengobatan.

Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu :

a. Antasid 20-150 ml/hari.


Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Campuran yang

biasanya teradapat dalam antasid antara lain Na, Bicarbonat dan Mg

Trisilat. Pemakaian obat ini sebaiknya jangan terus-menerus, sifatnya

hanya simtomatis (untuk mengurangi rasa nyaman).

b. Antikolinergik.

Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor

muskarinik yang dapat menekan sekresi asam lambung sekitar 28-43

%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.

c. Antagonis resepor H2.

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia

organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk

golongan ini antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan

famotidin.

d. Penghambat pompa asam.

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir

dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan

ini adalah ameperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.

e. Sitoprotektif.

Prostaglandin sintetik seperti miroprostol (PGE1) dan enprostil

(PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam

lambung oleh sel parietal.


f. Golongan prokinetik.

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, dompeidon, dan

metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati

dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks

dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance).

B. Konsep dasar proses keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada

praktek keperawatan yang langsung diberikan oleh seorang perawat kepada

klien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan dengan menggunakan proses

keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan yang dilandasi etika

keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan.

Dalam proses keperawatan terdiri dari lima tahap, yaitu pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Gebbie &

Lavin, 1974).

Di dalam melaksanakan proses keperawatan, perawat harus

mempunyai keterampilan khusus agar dapat memberikan asuhan keperawatan

yang berkualitas, yaitu keterampilan intelektual, keterampilan teknikal, dan

keterampilan interpersonal.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dari proses asuhan keperawatan

yang memberikan gambaran tentang kondisi klien yang nantinya dapat

membantu dalam mengidentifikasikan status kesehatan klien, pola


pertahanan klien, kekuatan dan kebutuhan klien serta penegakan diagnosa

keperawatan.

Pengkajian meliputi tiga tahap utama, yaitu pengumpulan data,

pengelompokkan atau pengorganisasian data, serta menganalisa dan

merumuskan diagnosa keperawatan (Gaffar, 1997).

Pada tahap ini, pengumpulan data dapat diperoleh dengan beberapa

cara, antara lain studi literatur, observasi, anamnese/wawancara, serta

pemeriksaan fisik. Studi literatur dilakukan dengan mempelajari sumber

kepustakaan yang ada. Observasi dilakukan dengan mengumpulkan data

yang diperoleh melalui cara pengamatan tentang kondisi klien. Anamnese

adalah cara pengumpulan data melalui tanya jawab dengan klien, keluarga,

maupun dengan tim medis lain. Sedangkan pemeriksaan fisik adalah cara

pengumpulan data melalui inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.

Menurut Tucker, pengkajian pada klien dengan Dyspepsia adalah

sebagai berikut :

a. Keluhan utama

Nyeri/pedih pada daerah epigastrium di samping atas dan bagian

samping dada depan epigastrium, mual, muntah, dan tidak ada nafsu

makan.

Riwayat kesehatan masa lalu

Sering nyeri pada daerah epigastrium, adanya stres psikologis dan

riwayat mengkonsumsi alkohol.


Riwayat kesehatan keluarga

Adakah anggota keluarga yang lain yang juga pernah menderita

penyakit yang sama.

Pola aktivitas

Kebiasaan makan yang kurang teratur, mengkonsumsi

makanan/minuman yang merangsang selaput mukosa lambung, berat

badan sebelum dan sesudah sakit.

Aspek psikososial

Keadaan emosional, hubungan dengan teman, keluarga, kerabat, dan

adanya stresor yang sedang dialami klien.

Aspek ekonomi

Jenis pekerjaan dan jadwal kerja, jarak tempat kerja dengan tempat

tinggal.

Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi

Klien tampak kesakitan, berat badan menurun, kelemahan, cemas,

mata merah dan cekung karena kurang istirahat dan tidur.

2) Palpasi

Nyeri tekan pada daerah epigastrium, turgor kulit menurun karena

sering muntah.

3) Auskultasi

Peristaltik sangat lambat dan hampir tidak terdengar (kurang dari

lima kali permenit).


4) Perkusi

Pekak karena meningkatnya produksi HCl dan perdarahan akibat

perlukaan.

Laboratorium

Dilakukan analisa cairan lambung.

1) Endoskopi

2) Pemeriksaan diagnostik

Feses ada darah (melena) jika terjadi perdarahan, terjadi peningkatan asam lambung yang dapat

menyebabkan mual dan muntah.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan dibuat setelah dilakukan analisa dari data-

data yang terkumpul. Pada tahap ini merupakan langkah kedua dari proses

keperawatan yang berorientasi pada kebutuhan dasar manusia berdasarkan

teori kebutuhan dasar Abraham Maslow, serta memperlihatkan respon

individu/klien terhadap penyakit atau kondisi yang dialaminya.

Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai

seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah-masalah

kesehatan/proses kehidupan yang potensial dan aktual. Diagnosa

keperawatan memberikan dasar-dasar pemilihan intervensi untuk

mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat (Carpenito, 1998).

Pada klien dengan Dyspepsia ditemukan tiga masalah keperawatan

(Tucker dan Carpenito, 1983), yaitu :


a. Perubahan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang

dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual/muntah.

b. Nyeri berhubungan dengan iritasi dan diserupsi

mukosa lambung.

c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan

kurangnya informasi tentang perawatan rumah dan status nutrisi.

3. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan merupakan langkah ketiga dalam proses

keperawatan. Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka perlu

adanya suatu perencanaan intervensi yang dipandang sebagai inti atau

pokok dari suatu proses keperawatan yang nantinya memberikan arah bagi

kegiatan keperawatan.

Menurut Marilyn E, 1999, rencana keperawatan pada diagnosa diatas

adalah sebagai berikut :

a. Perubahan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan anoreksia, mual/muntah.

Tujuan :

Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara optimal dalam waktu 2x24 jam.

Kriteria Hasil :

1) Pasien mengatakan tidak merasa lemas.

2) Porsi makan yang disediakan dihabiskan.

Intervensi :
1) Buat jadwal masukan tiap jam. Anjurkan mengukur

cairan/makan dan minum sedikit demi sedikit atau makan dengan

perlahan.

Timbang berat badan tiap hari. Buat jadwal teratur setelah pulang.

Tekankan pentingnya menyadari kenyang dan menghentikan makan.

Diskusikan yang disukai pasien dan masukan dalam diet murni.

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet.

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin seperti B12, folat

dan kalsium sesuai indikasi.

Rasional :

1) Setelah tindakan pembagian, kapasitas gaster menurun kurang lebih

50 m, sehingga perlu makan sedikit tapi sering.

2) Pengawasan kehilangan dan alat pengkajian kebutuhan

nutrisi/keefektifan terapi.

3) Makan berlebihan dapat menyebabkan mual/muntah atau kerusakan

operasi pembagian.

4) Dapat menyebabkan masukan, meningkatkan rasa

berpartisipasi/kontrol.

5) Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi kebutuhan

nutrisi.

6) Tambahan dapat diperlukan untuk mencegah anemia karena

gangguan absorpsi. Peningkatan motilitas usus dan menambah nafsu

makan klien.
Nyeri ulu hati berhubungan dengan peningkatan asam lambung.

Tujuan :

Nyeri berkurang/hilang dalam waktu 3 x 24 jam.

Kriteria hasil :

1) Pasien mengatakan nyeri berkurang.

2) Ekspresi wajah tidak meringis.

3) Tidak ada distensi abdomen.

4) Skala nyeri 0.

Intervensi :

1) Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 1-

10).

2) Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.

3) Catat petunjuk nyeri non verbal, contoh gelisah, menolak bergerak,

berhati-hati denagn abdomen, takikardi, berkeringat. Selidiki

ketidaksesuaian antara petunjuk verbal dan non-verbal.

4) Berikan makan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk pasien.

5) Identifikasi dan batasi makanan yang menimbulkan

ketidaknyamanan.

6) Bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.

7) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan dan melakukan

perubahan diet.

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida.

Rasional:
1) Nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan

gejala nyeri sebelumnya dimana dapat membantu mendiagnosa

etiologi perdarahan dan terjadinya komplikasi.

2) Membantu dan membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.

Petunjuk non-verbal dapat berupa fisiologis dan psikologis dan dapat

digunakan dalam menghubungkan petunjuk verbal untuk

mengidentifikasi luas/beratnya masalah.

Makanan mempunyai efek penetralisir asam, juga mnghancurkan

kandungan gaster.

Makanan sedikit mencegah distensi dan haluaran gastrin.

Menurunkan kekakuan sendi, meminimalkan nyeri/ ketidaknyamanan.

Pasien mungkin diberikan makanan yang tidak mengandung gas, dan

bahan yang merangsang asam lambung.

Menurunkan keasaman gaster dengan absorpsi atau dengan menetralisir

kimia. Evaluasi tipe antasida dalam gambaran kesehatan total, mis :

pembatasan Na.

Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar mengenai kondisi dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak mengenal

informasi /sumber-sumber, kurang mengingat/keterbatasan kognitif.

Tujuan :

Klien mengetahui dan memahami tentang penyakit/kondisi yang

dirasakannya saat ini dalam waktu 1 x 15 menit.

Kriteria hasil :
1) Klien berpartisipasi dalam proses belajar.

2) Klien memberikan pernyataan verbal atas pemahamannya.

3) Klien mampu menjawab pertanyaan perawat saat evaluasi.

4) Klien mengungkapkan pernyataan verbal tentang respon positif

terhadap anjuran perawat.

Intervensi :

1) Beri pendidikan kesehatan tentang penyakitnya.

2) Evaluasi pendidikan kesehatan yang telah diberikan.

3) Beri reward atas kemampuan yang telah ditunjukkan klien.

4) Evaluasi kemampuan dan kesiapan untuk belajar klien dan juga

keluarga.

5) Anjurkan klien untuk mendatangi sumber-sumber pelayanan untuk

memperoleh penjelasan lebih lanjut jika klien telah kembali ke

masyarakat.

6) Jelaskan tentang pentingnya kontrol kesehatan untuk mengevaluasi

dengan tim rehabilitasi untuk menindaklanjuti program terapi klien

di luar rumah sakit.

Rasional :

1) Memberikan informasi dimana pasien/orang terdekat dapat memilih

berdasarkan informasi. Pengetahuan tentang penyakit membantu

untuk memahami kebutuhan terhadap terapi.

2) Mengidentifikasikan pemahaman klien/keluarga dan masalah yang

potensial dapat terjadi, sehingga solusi alternatif dapat ditentukan.


3) Meningkatkan motivasi klien/keluarga dalam pembelajaran.

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien/keluarga.

Meningkatkan dukungan untuk pasien selama periode penyembuhan

dan memberikan evaluasi tambahan pada kebutuhan yang sedang

berjalan/perhatian baru.

Memantau perkembangan penyembuhan.

4. Pelaksanaan

Tindakan keperawatan atau implementasi merupakan pelaksanaan

perencanaan oleh perawat dan klien. Dalam melakukan tindakan harus

sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi penguasaan keterampilan

interpersonal, intelektual dan teknikal, intervensi harus dilakukan dengan

cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi

dilindungi dan dokumentasi berupa pencatatan dan pelaporan ( Gafar La

Ode Jumadi ).

Ada tiga fase implementasi keperawatan, yaitu :

a. Fase persiapan, meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi rencana,

pengetahuan dan keterampilan mengimplementasikan rencana,

persiapan klien dan lingkungan.

Fase operasional, merupakan puncak implementasi dengan berorientasi

pada tujuan. Implementasi dapat dilakukan dengan intervensi

independen, dependen atau interdependen.

Fase terminasi, merupakan terminasi perawat dengan klien setelah

implementasi dilakukan.
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi

adalah intervensi dilakukan sesuai dengan rencana setelah dilakukan

validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan teknikal.

Intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang

tepat, kemampuan fisik, psikologis dilindungi dan didokumentasi

keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan.

5. Evaluasi

Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan

keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan,

kelengkapan, dan kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah klien, serta

pencapaian tujuan serta ketepatan intervensi keperawatan.

Tujuan evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencana

keperawatan, menilai dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan

melalui perbandingan pelayanan keperawatan yang diberikan serta

hasilnya dengan standar yang telah ditentukan terlebih dahulu.

Kemudahan atau kesulitan evaluasi dipengaruhi oleh kejelasan

tujuan dan bisa tidaknya tujuan tersebut diukur. Di samping evaluasi yang

dilakukan oleh perawat yang bertanggung jawab pada klien dapat dinilai

juga oleh klien sendiri, teman kerja perawat dan pimpinan administrasi.

Evaluasi tanggung gugat pelayanan keperawatan serta menentukan

tindakan yang efektif dan tidak efektif.

You might also like